You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN KANKER COLON DI RUANG DAHLIA 1 RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :

NYOMAN MARTANA

16/406355/KU/19361

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017
Kanker

Colon

1. Definisi
Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian
terpanjang dari usus besar) dan atau rektum (bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus).
2. Anatomi usus besar

Usus besar menutupi usus kecil melalui 3 sisi dan berjalan dari katub ileosekal menuju anus.
Diameternya lebih besar dari usus kecil (oleh karena itu disebut usus besar), tapi lebih pendek. Fungsi
utamanya adalah mengabsorbsi air dari sisa-sisa makanan yang dicerna dan mengeluarkannya dalam
bentuk semisolid. Pada hampir seluruh panjangnya, usus besar memiliki tiga keunikan yang tidak terdapat
pada organ tubuh lainnya; taenia coli, haustra dan appendik epiploica. Kecuali pada bagian ujung
terminalnya, bagian longitudinal dari lapisan otot direduksi menjadi 3 barisan otot polos disebut taenia
coli (artinya pita dari kolon). Adanya variasi dari dinding usus besar membentuk suatu kantongan yang
disebut haustra (artinya menggambarkan variasi). Dan terakhir sangat jelas adalah appendik epiploika,
suatu lapisan lemak kecil dari peritonium viseralis yang menggantung pada permukaan kolon.
Kegunaannya belum diketahui.

Kolon memiliki 4 seksi yakni:


a) Seksi pertama adalah kolon asenden. Dimulai dari usus kecil melekat pada kolon dan
b) naik ke atas menuju bagian kanan dari abdomen.
c) Seksi kedua adalah kolon transversum yang melewati tubuh dari kanan ke sisi kiri.
d) Seksi ketiga adalah kolon desenden menuju ke bawah.
e) Seksi terakhir adalah kolon sigmoid dimana disebut demikian oleh karena bentuknya yang seperti
huruf S. Kolon sigmoid bergabung dengan rektum, pada akhirnya bergabung dengan anus atau
spingter tempat feses keluar dari tubuh.
Usus besar memiliki beberapa subdivisi yakni: sekum, appendik, kolon, rektum, dan ujung dari anus.
Adanya kantong seperti sekum (artinya ujung buta) yang mulai dari katub ileosekal hingga sisi kanan
fossa iliaka, adalah bagian pertama usus besar. Yang menempel pada bagian posteromedial dari
permukaan adalah bentuk seperti cacing yakni appendik vermiformis. Appendik memiliki massa dari
jaringan limfa yang merupakan bagian dari MALT (mucosa associated lymphatic tissue) memiliki
hubungan yang sangat erat dengan sistem imun tubuh. Namun ia memiliki infrastruktur yang penting
yaitu suatu struktur yang memberikan lokasi ideal bagi bakteri untuk berakumulasi dan berkembang biak.
Pada pelvis setinggi vertebra sakralis ketiga, kolon sigmoid bergabung dengan rektum lalu berjalan
dari posteroinferior di depan sakrum. Secara natural orientasi dari rektum diperiksa dengan jari melalui
dinding rektum anterior. Hal ini disebut eksaminasi rektal (rektal = lurus). Selain itu rektum memiliki
kurva lateral tiga buah, dimana di bagian internal ditampilkan sebagai lapisan transversal disebut katub
rektal. Katub ini memisahkan feses dari flatus yang menghentikan feses dan membuat gas saja yang
keluar. Bagian anus yang terakhir dari usus besar terletak eksternal pada kavum abdominopelvis. Kira-
kira 3 cm panjangnya dengan saluran anus berawal dari rektum mempenetrasi muskulus levator ani dari
pelvis dan membuka kebagian badan eksterior dari anus. Saluran anal memiliki dua buah spingter, yaitu
spingter internal tidak disadari (involuntari) dan spingter ekternal yang terdiri dari otot skeletal. Spingter
bekerja seperti dompet yang membuka dan menutup anus kecuali pada saat defekasi.
3. Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui, Penelitian saat ini menunjukkan bahwa
faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker kolorektal. Mutasi dari gen APC adalah penyebab
familial adenomatosa poliposis (FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100%
mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun

4. Patofisiologi:

Umumnya kanker kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insiden
tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid.
Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala,
penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang
berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus,
submukosa dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinari dan dinding abdomen juga dapat dikenai
oleh perluasan. Metastase ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda
ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal
(Way, 1994). Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem
sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang dan ginjal.

Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut karena pola pertumbuhan
lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala (Way, 1994). Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe
dan perluasan serta komplikasi. Perdarahan sering sebagai manifestasi yang membawa pasien datang
berobat. Gejala awal yang lain sering terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, diare atau konstipasi.
Karekteristik lanjut adalah nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat teraba massa di
abdomen atau rektum. Biasanya pasien tampak anemis akibat dari perdarahan. Prognosis kanker
kolorektal tergantung pada stadium penyakit saat terdeteksi dan penanganannya. Sebanyak 75 % pasien
kanker kolorektal mampu bertahan hidup selama 5 tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah pada
usia dewasa tua (Hazzard et al., 1994). Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1)
obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2) perforasi dari dinding usus oleh tumor,
diikuti kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organorgan yang
berdekatan.

5. Klasifikasi Kanker

1. Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau rektum. Carcinoma in
situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0.
2. Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum tumbuh
menembus dinding.
3. Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau
rektum. Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel kanker belum
menyebar ke kelenjar getah bening,
4. Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi belum
menyebar ke bagian tubuh yang lain.
5. Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau paru-paru
Sistem stadium tumor terbagi menjadi dua yaitu stadium yang masih terbatas dan stadium yang sudah
meluas. Sistem stadium terbatas termasuk kategori kanker in situ (tumor yang terbatas pada lapisan atas
sel epitel), penyebaran kanker masih terbatas pada satu tempat. Sistem TNM dapat digunakan untuk
pembagian stadium kanker yang meluas, dimana T (ukuran tumor), N (metastasis ke kelenjar getah
bening regional), dan M (ada atau tidak adanya metastasis jauh). Sistem TNM telah dikembangkan oleh
gabungan The International Agency for Research on Cancer (IARC) dan The American Joint Committee
on Cancer (AJCC).

Subklas Klasifikasi
Subklas T (tumor) Tx – Tumor tidak dapat dikaji secara adekuat
T0 – tidak ada bukti tentang tumor primer
Tis – karsinoma in situ
T1 – tumor dengan f maksimal < 2 cm
T2 – tumor dengan f maksimal 2-5 cm
T3 – tumor dengan f maksimal > 5 cm
T4 – tumor invasi keluar organ
Subklas N (nodus) Nx – nodus limfe regional tidak dapat dikaji secara
klinis
N0 – nodus limfe regional menunjukkan normal
N1– nodus regional positif, mobile (belum ada
perlekatan)
N2– nodus regional positif, sudah ada perlekatan
N3– nodus regional atau bilateral
Subklas M (metastase) Mx – tidak dapat dikaji
M0 – tidak diketahui adanya metastasis jauh
M1 – ada metastasis jauh
Setelah menentukan T, N, M dari tumor padat tersebut sesuai ketentuan yang ada, dan selanjutnya
dikelompokkan dalam stadium tertentu yang dinyatakan dalam angka romawi ( I – IV ) dan angka arab
( khusus untuk stadium 0 ). Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat staging kanker payudara
menurut AJCC pada table berikut (Pentahapan Karsinoma Payudara Menurut AJCC Edisi 6 Tahun
2002):

Stadium Deskripsi TNM

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium II A T0 N1 M0
T1 N1 M0

T2 N0 M0

T2 N1 M0
Stadium II B
T3 N0 M0

T0 N2 M0

T1 N2 M0
Stadium III A
T3 N1 M0

T3 N2 M0

T4 N0 M0

Stadium III B T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stadium III C Sembarang T N3 M0

Stadium IV Sembarang T Sembarang N M1

6. Manifestasi Klinis

Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker
berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah
gejala paling umum ke dua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya,
anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan (Smeltzer & Bare, 2002).
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena
(feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang
berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi, dan distensi) serta
adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses
yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah (Smeltzer &
Bare, 2002).
Pertimbangan Gerontologi. Insiden karsinoma kolon dan rektum meningkat sesuai usia. Kanker ini
biasanya ganas pada lansia kecuali untuk kanker prostatik pada pria. Gejala sering tersembunti. Keletihan
hampir selalu ada, akibat anemia defisiensi besi primer. Gejala yang sering dilaporkan oleh lansia adalah
nyeri abdomen, obstruksi, tenesmus, dan perdarahan rektal (Smeltzer & Bare, 2002).
Kanker kolon pada lansia biasanya berhubungan dengan karsinogen diit. kekurangan serta adalah faktor
penyebab utama karena hal ini menyebabkan pasase feses melalui saluran usus menjadi lama, sehingga
terpajan karsinogen cukup lama. Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid
menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen (Smeltzer & Bare, 2002).

7. Pemeriksaan Khusus Dan Penunjang


Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan :
1. Anamnesis yang teliti, meliputi:
a. Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of bowel
habit)
b. Perdarahan per anum
c. Penurunan berat badan
d. Faktor predisposisi (riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat kolitis
ulserosa, riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium), uretero-sigmoidostomi,
kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada :
a. Status gizi
b. Anemia
c. Benjolan/massa di abdomen
d. Nyeri tekan
e. Pembesaran kelenjar limfe
f. Pembesaran hati/limp
g. Colok rektum(rectal toucher)
3. Pemeriksaan laboratorium : tinja dan CEA (Carcino-embryonic anti-gen)
Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis). Kurang bermakna untuk
diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi
bermanfaat dalam mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan residif atau metastase.
4. Pemeriksaan radiologi
Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran lesi secara
radiologis.
5. Endoskopi dan biopsi
Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai Recti. Biopsi
diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.
6. Ultrasonografi
Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.
8. Terapi

Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik. Pilihan utama adalah pembedahan. Tipe
pembedahan tergantung apda lokasi dan ukuran tumor. Pilihan prosdur pembedahan adalah sebagai
berikut :

1. Reseksi segemental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi
pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
2. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid dan permanen (pengangkatan tumor dan
porsi sigmoid dan semua rectum serta sfingter anal)
3. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental san anastomosis serta reanastomosis lanjut
dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi)
4. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat
direseksi)
Jenis-jenis kolostomi :

1. Kolostomi Permanen
Jenis kolostomi dilakukan bila kolon atau rectum pasien dibuang, karena ada kanker pada kolon
atau rectum. Kolostomi ini disebut juga dengan kolostomi ujung atau single barrel karena
dilakukan pada salah satu ujung dari kolon dan kolostomi ini mempunyai satu lubang.
2. Kolom Temporer
Kolostomi ini bersifat hanya sementara dan dilakukan untuk mengalihkan facces, untuk kemudian
ditutup kembali. Kolostomi ini terdiri dari 2 lussing atau double barrel.

Indikasi dilakukan Kolostomi :

1. Tindakan kolostomi seringdilakukan pada pasien dengan difertikulitis yang sudah komplikasi
seperti pendarahan hebat, perforasi dan obses, sehingga untuk mengalihkasn jalannya feces
dilakukan kolostomi.
2. Kolostomi sering dilakukan pada pasien dengan karsinoma kolon. Karsinima tersebut dapat
memenuhi atau melingkari kolon menyebabkan obstruksi pada kolon, akhirnya penderita
mengalami kesulitan untuk buang air besar atau kostipasi usus.
Komplikasi Kolostomi

1. Suatu tindakan pada pembedahan yang dilakukan pada pasien tidak jarang akan menimbulkan
komplikasi.
2. Obstruksi, terjadi karena perlengketan atau sumbatan oleh makanan.
3. Infeksi pada luka, merupakan suatu komplikasi dari tindakan kolostomi yang sering terjadi,
karena terkontaminasi oleh tinja yang mengandung bakteri.
4. Retraksi stoma penyekat antara kantong atau kolostomi bagian dengan stoma, juga karena adanya
jaringan sekat yang terbentuk disekitar stoma yang mengkerut
Radiasi pasca bedah diberikan jika:

1. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria


2. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
3. masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh. (Radiasi pra
bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
Obat sitostatika diberikan bila:

1. inoperable
2. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis
propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
3. Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
a. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian
berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
b. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
c. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya
pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb,
leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang
memuaskan.

9. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Konstipasi b/d lesi obstruktif.
2. Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah.
4. Risiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi.
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatannya.

10. Rencana Keperawatan


A. Konstipasi b/d lesi obstruktif.
Tujuan : Pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan jumlah dan konsistensi.
Intervensi :
1) Selidiki pelambatan awitan atau tak adanya keluaran. Auskultasi bising usus.
R/ Ileus paralitik pasca operasi biasanya membaik dalam 48-72 jam. Pelambatan dapat
menandakan ileus atau obstruksi statis menutup.
2) Tinjau ulang pola diet dan jumlah atau tipe masukan cairan.
R/ Masukan adekuat dari serat dan makanan kasar memberikan bulk, dan cairan atau faktor
penting dalam menentukan konsistensi feses.
3) Libatkan pasien dalam perawatan secara bertahap. R/ Rehabilitasi dapat dipermudah dengan
mendorong pasien mandiri.
4) Berikan unit TENS bila diindikasikan.
R/ Stimulasi listrik telah digunakan pada beberapa pasien untuk merangsang peristaltik.
B. Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
Tujuan: Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 1-10).
R/ Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik.
b. Yakinkan pasien bahwa perubahan posisi tidak akan mencederai stroma.
R/ Menurunkan ketegangan otot, menaikkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
c. Bantu penggunaan teknik relaksasi.
R/ Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga
menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
d. Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulasi dini, hindari duduk lama. R/
Menurunkan kekakuan otot/sendi. Ambulasi mengembalikan organ ke posisi normal dan
meningkatkan kembali fungsi ke tingkat normal. Ambulasi dan perubahan posisi menurunkan
tekanan perianal.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (narkotik, analgesik).R/ Menurunkan nyeri,
meningkatkan kenyamanan, khususnya setelah pemberian AP.
C. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan berat badan atau menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-
tanda malnutrisi.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi. R/ Mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan untuk membantu memilih
intervensi.
b. Auskultasi bising usus. R/ Kembalinya fungsi usus menunjukkan kesiapan untuk memulai makan
lagi.
c. Mulai makan dengan makanan cairan perlahan. R/ Menurunkan insiden kram abdomen, mual.
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan penggunaan yogurth dan mentega. R/ Membantu menurunkan
pembentukan bau.
e. Kolaborasi perencanaan diet yang sesuai. R/ Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam
perubahan dan perencanaan dan fungsi usus.
f. Kolaborasi pemberian makanan parenteral bila diindikasikan. R/ Tidak toleran pada pemasukan
peroral, hiperalimentasi digunakan untuk menambah kebutuhan komponen pada penyembuhan dan
mencegah status katabolisme.
D. Risiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi.
Tujuan : Mempertahankan hidrasi adekuat, dengan membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian
kapiler baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
a. Awasi masukan dan haluaran dengan cermat, timbang BB tiap hari. R/ Memberikan indikator
langsung keseimbangan cairan.
b. Observasi tanda vital, catat hipotensi postural, takikardia, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan
membran mukosa. R/ Menunjukkan status hidrasi/kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan
penggantian cairan.
c. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (Ht dan elektrolit). R/ Mendeteksi homeostasis atau
ketidakseimbangan dan membantu menentukan kebutuhan penggantian
E. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatannya.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan.
Intervensi :
a. Instruksikan pasien/orang terdekat dalam perawatan stroma. R/ Meningkatkan penatalaksanaan positif
dan menurunkan risiko ketidaktepatan perawatan.
b. Anjurkan peningkatan masukan cairan. R/ Kehilangan fungsi normal kolon untuk cadangan air dan
elektrolit dapat menimbulkan dehidrasi dan konstipasi.
c. Diskusikan kemungkinan kebutuhan untuk menurunkan masukan garam. R/ Garam dapat
meningkatkan haluaran ileal, potensial risiko dehidrasi dan meningkatkan frekuensi kebutuhan/
ketidaknyamanan pasien.
d. Tekankan pentingnya mengunyah makanan dengan baik, masukan cairan adekuat dan makanan tinggi
serat dan hindari selulosa. R/ Menurunkan risiko obstruksi usus.
e. Diskusikan tentang melakukan aktivitas seperti sebelum pembedahan.
R/ Menikmati aktivitas seperti sebelumnya dan pada beberapa kasus meningkatkan tingkat aktivitas.
f. Konsulkan pasien mengenai penggunaan obat-obatan dan masalah berkenaan dengan pengobatan
fungsi usus. R/ Beberapa obat-obatan yang oleh pasien direspon berbeda, meliputi laksatif, salisilat,
antibiotik, dan diuretik.

You might also like