Professional Documents
Culture Documents
LP Hemodialisa
LP Hemodialisa
1. 1. Definisi
Dialisis merupakan
Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam
tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi
permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan
memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien
dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan
terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel
menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis
tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal
ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi
dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per
kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil.
Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
1. 2. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali.
Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis. Hemodialisis dapat
dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan
permanent atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan
yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk
dialysis yang lain.
1. 3. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai
fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi :
1. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki akses
permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah
dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
1. c. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut
adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi
rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan
zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
1. d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama
dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
1. e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah
pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada
membrane :
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam
membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena terhadap
darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi
membrane.
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh pompa
pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan keluar darah.
3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan
dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang
tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan
membrane permeable terhadap air.
1. 5. Perangkat Hemodialisa
1. a. Perangkat khusus
1) Mesin hemodialisa
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme
atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan atau kompartemen :
- kompartemen darah
- kompartemen dialisat.
Kompartemen dialisat
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali ke tubuh.
Mempunyai 2 fungsi :
1. 2. Alat-alat kesehatan :
- Dialisat
- Obat-obatan emergency.
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran
pembuangan.
5) Hidupkan mesin.
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah) diatas dan
posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan tempatkan buble
tap di holder dengan posisi tengah.
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas, tujuannya agar
dialiser bebas dari udara.
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara
bertahap sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam
dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat
pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk
dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan ‘outset’ dibawah.
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk
dihubungkan dengan pasien (soaking).
1. c. Persiapan pasien.
1) Menimbang BB
3) Observasi KU
4) Observasi TTV
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-obatan anti
hipertensi.
1. Sakit kepala
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah.
1. Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
1. Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering.
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin berlebihan,
tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
1. Kram otot
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR
meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah terlalu cepat.
1. 1. Pengertian
Chronic Kidney Disease ( CKD ) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
1. 2. Etiologi
Chronic Kidney Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi
Pielonefritis kronik.
1. Penyakit peradangan
Glomerulonefritis.
1. Penyakit metabolik
1. Nefropati obstruktif
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
1. 3. Patofisiologi
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian
spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar- banar rusak atau
berubah struktur.
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang
masih utuh tetap bekerja normal”. Uremia akan timbul bila jumlah nefron sudah sedemikian
berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipertahankan lagi.
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal
Toksik Uremik
↓GFR
Sekresi parathormon
Kalsium di tulang ↓
Met.aktif vit D↓
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi sumsum
tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung
dan usus.
1. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan
kurang menjaga kebersihan mulut.
1. Pankreatitis
1. Kelainan mata
2. Kardiovaskuler :
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction Rub Pericardial
1. Kelainan kulit
1. Gatal
1. Kering bersisik
- Konfusi
- Disorientasi
- Kejang
- Perubahan Perilaku
1. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang
disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
1. 6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
1. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin.
- Asam urat serum.
- Mikrobiologi urin
- Kimia darah
- Elektrolit
- Imunodiagnosis
Laki-laki :
CCT =
Bersihan kreatinin :
Nilai normal :
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark
miokard.
1. Diagnostik
1. Etiologi CKD dan terminal
- USG.
- Nefrotogram.
- Pielografi retrograde.
- Pielografi antegrade.
- RetRogram
- USG.
1. 7. Managemen Terapi
2. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan
lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Alur manajemen terapi pada klien Cronic Kidney Desease (CKD) dan terminal sebagai berikut;
CKD
Terapi konservatif
gagal
b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
d) Kendalikan hiperfosfatemia.
e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
f) Terapi hIperfosfatemia.
f) Terapi anemia.
1. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ ( hiperkalemia ) :
b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum
bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
2) Anemia
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin ( ESF :
Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB.
b) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin
asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada
dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati.
Hemosiderosis
Supresi sumsum tulang
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi
ginjal.
3) Kelainan Kulit
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang
mengalami HD.
Keluhan :
Bersifat subyektif
Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Hidroxyzine 10 mg P.O
b) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin
asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
4) Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
a) HD reguler.
5) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi
atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1. Terapi pengganti
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan fungsi ginjal
baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis terapi :
a) Hemodialisa
1. 8. Komplikasi
1. Hipertensi.
2. Hiperkalemia.
3. Anemia.
4. Asidosis metabolik.
5. Osteodistropi ginjal.
6. Sepsis.
7. Neuropati perifer.
8. Hiperuremia.
DAFTAR PUSTAKA
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment, first
Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on:
www.Us.Elsevierhealth.com
IIOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
Mosby Year Book, USA.
Nanda, 2009, Nursing Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year Book. USA
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,
Philadelphia USA
Soeparman & Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3, FKUI, Jakarta
Widmann, 1995, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, Jakarta
Apa Itu Hemodialisa ?
Hemodialisa adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para
penderita GGT. Pada prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk menggantikan kerja dari ginjal
yaitu menyaring dan membuang sisa – sisa metabolisme dan kelebihan cairan, membantu
menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta membantu menjaga tekanan darah.
Terapi dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai tingkatan terakhir (stage 5)
dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan tingkatan fungsi ginjal seseorang berdasarkan
perhitungan GFR atau Glomerular Filtration Rate, dimana pada tingkatan GFR dibawah 15,
ginjal seseorang dinyatakan masuk dalam kategori gagal ginjal terminal (End Stage Renal
Disease).
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal buatan
(dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata – rata
manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar
0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses
agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh.
Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter.
AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung lebih aman
dan juga nyaman untuk pasien. ?Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan
memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani
Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan
didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan
pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses
vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk
darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat
dimulai.?Pada proses hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin HD,
melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan
dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor
aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta
informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana
cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam
mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali
ke dalam tubuh.
Dialyzer merupakan kunci utama dalam proses hemodialisa. Disebut sebagai ginjal buatan
(artificial kidney) karena yang dilakukan oleh dialyzer sebagian besar dikerjakan oleh ginjal kita
yang normal. Dialyzer berbentuk silinder dengan panjang rata – rata 30 cm dan diameter 7 cm
dan didalamnya terdapat ribuan filter yang sangat kecil. Dialyzer terdiri dari 2 kompartemen
masing – masing untuk cairan dialysate dan darah. Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh
membran semipermiabel yang mencegah cairan dialysate dan darah bercampur jadi satu.
Membran semipermiabel mempunyai lubang – lubang sangat kecil yang hanya dapat dilihat
melalui mikroskop sehingga hanya substansi tertentu seperti racun dan kelebihan cairan dalam
yang dapat lewat. Sedangkan sel – sel darah tetap berada dalam darah.
Pada saat proses hemodialisa penderita akan selalu melihat 2 jerigen yang berada di depan mesin
HD. Jerigen tersebut berisi cairan dialysate dan bicarbonate. Cairan dialysate berisi elektrolit dan
mineral yang selain membantu proses pembuangan racun dalam tubuh juga membantu menjaga
kadar elektrolit dan mineral dalam tubuh. Bersama dengan cairan bicarbonat cairan dialysate
tersebut dicampur di dalam mesin dengan bantuan air murni olahan yang menggunakan
teknologi reverse osmosis. Baik cairan dialysate yang telah dicampur dan darah bersama sama
(tapi tidak bercampur satu dengan lainnya) menuju ke dialyzer dimana proses penyaring racun –
racun dilakukan. Racun tersebut kemudian dibawa keluar bersama cairan dialysate untuk
dibuang lewat salurang pembuangan.
Mesin HD dibuat dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. Bunyi alarm yang terdengar pada
saat proses hemodialisa menandakan ada sesuatu hal yang harus di perhatikan dan diperbaiki bila
diperlukan. Beberapa hal seperti masuknya udara dalam blood tubing, temperatur,aliran darah
yang tidak sesuai atau proses pencampuran cairan dialysate yang tidak sesuai dengan komposisi
yang ditentukan akan menyebabkan alarm di mesin menyala. Perawat yang bertugas akan segera
mengecek mesin tersebut dan memastikan proses HD penderita dapat berjalan normal kembali.
KONSEP DASAR HEMODIALISA
A. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,
natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi
permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk
limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara
mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih
encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan
cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan
sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah
seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas
melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar
untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut
gradien konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan
memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien
dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanen.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan
bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
CAPD (Continuius Ambulatory Peritoneal Dialysis)
Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum. Selaput ini memiliki area permukaan
yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring
melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang
menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu
sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut,
kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
B. Indikasi
MEDIKAL (Penyakit dalam)
a. ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan RFT
normal.
b. CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
c. Snake bite
d. Keracunan
e. Malaria falciparum fulminant
f. Leptospirosis
GINEKOLOGI
a. APH
b. PPH
c. Septic abortion
Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
a. Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
b. Serum kreatinin > 2 mg%/hari
c. Hiperkalemia
d. Overload cairan yang parah
e. Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
Pada CRF:
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah,
pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi
ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan
peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai
melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter
hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk
mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena
subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan
kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian
dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk
membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan
dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan
anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah.
Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki
tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat
diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang
meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan
pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan
diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun
bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.
Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.
Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering
membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena
pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan
oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a) Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
b) Kran air dibuka
c) Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
d) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e) Hidupkan mesin
f) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g) Matikan mesin hemodialisis
h) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
j) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
B.Persiapan pasien
a) Menimbang berat badan
b) Mengatur posisi pasien
c) Observasi keadaan umum
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah
satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
i. Dengan interval A-V shunt / fistula simino
ii. Dengan external A-V shunt / schungula
iii. Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang
dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat
menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan
berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
a. Persiapan mesin
Listrik
Air (sudah melalui pengolahan)
Saluran pembuangan
Dialisat (proportioning sistim, batch sistim)
b. Persiapan peralatan + obat-obatan
Dialyzer/ Ginjal buatan (GB)
AV Blood line
AV fistula/abocath
Infuse set\
Spuit : 50 cc, 5 cc, dll ; insulin
Heparin inj
Xylocain (anestesi local)
NaCl 0,90 %
Kain kasa/ Gaas steril
Duk steril
Sarung tangan steril
Bak kecil steril
Mangkuk kecil steril
Klem
Plester
Desinfektan (alcohol + bethadine)
Gelas ukur (mat kan)
Timbangan BB
Formulir hemodialisis
Sirkulasi darah
Cuci tangan
c. Letakkan GB pada holder, dengan posisi merah diatas
d. Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
e. Hubungkan ujung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL dihubungkan dengan alat
penampung/ mat-kan
f. Letakkan posisi GB terbalik, yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas
g. Gantungkan NaCl 0,9 % (2-3 kolf)
h. Pasang infus set pada kolf NaCl
i. Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
j. Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, (untuk hubungan tekanan arteri, tekanan
vena, pemberian obat-obatan)
k. Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
100 ml/mJalankan Qb dengan kecepatan
l. Udara yang ada dalam GB harus hilang (sampai bebeas udara) dengan cara menekan-nekan
VBL Air trap/Bubble trap diisi 2/3-3/4 bagian
Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
m. Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL, klem tetap dilepas
n. Masukkan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
o. Ganti kolf NaCl dengan yang baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus dibuka
p. Jalankan sirkulasi darah + soaking (melembabkan GB) selama 10-15 menit sebelu dihubungkan
dengan sirkulasi sistemik (pasien)
Cttn:
PERSIAPAN SIRKULASI
Contoh :
∑ NaCl yang dipakai membilas : 1000 cc
∑ NaCl yang ada didalam mat kan : 750 cc
Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
Lihat reaksi :
Warna biru : – / negatif
Warna hijau : + / positif
Warna kuning : + / positif
Warna coklat : +/ positif
Pasien
a. Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi :Dengan internal A-V shunt/ fistula cimino
b. Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan & tangan
Teknik aseptic + antiseptic : bethadine + alcohol
c. Anestesi local (lidocain inj, procain inj)
Punksi vena (outlet). Dengan AV fistula no G.14 s/d G.16/ abocath, fiksasi, tutup dengan kasa
steril
d. Berikan bolus heparin inj (dosis awal)
Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
Den
gan eksternal A-V shunt (Schibner)
Desinfektan
Klem kanula arteri & vena
Bolus heparin inj (dosis awal)
Tanpa 1 & 2 (femora dll)
Desinfektan
Anestesi local
Punksi outlet/ vena (salah satu vena yang besar, biasanya di lengan).
Bolus heparin inj (dosis awal)
Fiksasi, tutup kassa steril
Punksi inlet (vena/ arteri femoralis)
Raba arteri femoralis
Tekan arteri femoralis
0,5 – 1 cm ke arah medialVena femoralis
Anestesi lokal (infiltrasi anetesi)
Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3-5 menit
Fiksasi
Tutup dengan kassa steril
Memulai hemodialisis:
a. Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
b. Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
c. Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, sampai sirkulasi darah terisi darah
semua.4.Jalankan pompa darah (blood pump) dengan Qb
d. Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi outlet
e. Fiksasi ABL & VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
f. cairan priming diampung di gelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan sesuai
kebutuhan) .
g. Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikkan sampai 300 ml/m
(dilihat dari keadaan pasien)
h. Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure, hidupkan air/ blood
leak detector
i. Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan dengan NaCl
j. Ukur TD, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan mengukur TD, N,
lebih sering.
k. Isi formulir HD antara lain : Nama, Umur, BB, TD, S, N, P, Tipe GB, Cairan priming yang
masuk, makan/minum, keluhan selama HD, masalah selama HD.
CATATAN !!!!
1. Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi kembalikan ke posisi
sebenarnya.
2. Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus diamankan lebih
dulu
3. Semua sambungan dikencangkan
4. Tempat-tempat punksi harus harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi perdarahan dari
tempat punksi.
Mesin
Heparinisasi
Dosis heparin :
Dosis awal : 25 – 50 U/kg BB
Dosis selanjutnya (maintenance) = 500 – 1000 U/kg BB
Cara memberikan
Kontinus
Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD selesai)
Heparinisasi umum
Kontinus :
Dosis awal : ……. U
Dosis selanjutnya : …… U
Intermitten :
Dosis awal : …… U
Dosis selanjutnya : ……. U
Heparinisasi regional
Dosis awal : …… U
Dosis selanjutnya : ….. U
Protamin : …. U
Heparin : protamin = 100 U : 1 mg
Heparin & protamin dilarutkan dengan NaCl.
Heparin diberikan/ dipasang pada selang sebelum dializer.
Protamin diberikan/ dipasang pada selang sebelum masuk ke tubuh/ VBL.
Heparinisasi minimal
Syarat-syarat :
Dialyzer khusus (kalau ada).
Qb tinggi (250 – 300 ml/m)
Dosis heparin : 500 U (pada sirkulasi darah).
Bilas dengan NaCl setiap : ½ – 1 jam
Banyaknya NaCl yang masuk harus dihitung
Jumlahnya NaCl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke dalam program
ultrafiltrasi
CATATAN
Dosis awal : diberikan pada waktu punksi : sirkulasi sistem
Dosis selanjutnya: diberikan dengan sirkulasi (maintenance) ekstra korporeal.
PASIEN
KU pasien
TTV
Perdarahan
Tempat punksi inlet, outlet
Keluhan/ komplikasi hemodialisis
CATATAN :
Obat menaikkan TD ( tu. pend hipotensi berat) : Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest kmd disuntik
2 ml/IV
PERAWATAN SESUDAH HEMODIALISIS (POST HD)
Mengakhiri HD
Persiapan alat :
Kain kasa/ gaas steril
Plester
Verband gulung
Alkohol/ bethadine
Antibiotik powder (nebacetin/ cicatrin)
Bantal pasir (1-1/2 keram) : pada punksi femoral
Cara bekerja
CATATAN :
1. Cairan pendorong/ pembilas (NaCl) sesuai dengan kebutuhan , kalau perlu di dorong dengan
udara ( harus hati-hati)
2. Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
3. Bekas punksi femoral lebih lama, setelah perdarahan berhenti, ditekan kembali dengan bantal
pasir
4. Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
5. Memakai teknik aseptik dan antiseptik
SCRIBNER
Pada pasien yang baru pertama kali hemodialisis, jika kondisi pasien memungkinkan, pasien
diorientasikan pada ruangan paviliun II dan alat-alat yang ada. Selain itu pasien diberikan
penjelasan ringkas tentang prosedur yang akan dijalankan, prinsip hemodialisis, diet, pembatasan
cairan, perawatan cimino, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama hemodialisis dan
efek dari hemodialisis.
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
e. Riwayat penyakit, tahap penyakit
f. Usia
g. Keseimbangan cairan, elektrolit
h. Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
i. Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
j. Respon terhadap dialysis sebelumnya.
k. Status emosional
l. Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
m. Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
Pre Hemodialis
Pada pre hemodialisis, kegiatan perawatan meliputi : menghidupkan mesin, meyediakan alat-
alat, memasang alat pada mesin, sirkulasi cairan NaCl pada mesin, mengawasi penimbangan
berat badan pasien, mengukur suhu badan, mengukur tekanan darah dan menghitung denyut
nadi.
Intra Hemodialisa
Pada tahap pemasangan alat dan selama pemasangan, kegiatannya meliputi : desinfeksi daerah
penusukan, pemberian anestesi lokal (kalau perlu), penusukan jarum, pemasukan heparin (bolus),
selanjutnya menyambung jarum pada arteri blood line. Lalu menekan tombol BFR, membuka
klem venous dan arteri blood line, memprogram penurunan berat badan, waktu pelaksanaan,
venous pressure, kecepatan aliran heparin dan UFR. Kemudian menghubungkan heparin
contnous ke sirkulasi, monitoring pernafasan, makan dan minum, pengaturan posisi tubuh,
monitoring alat-alat dan kelancaran sirkulasi darah, mengukur tekanan darah dan menciptakan
suasana ruangan untuk mengisi kegiatan pasien selama hemodialisis berlangsung.
Post Hemodialisis
Pada tahap penghentian hemodialisis meliputi : penghentian aliran darah, mencabut jarum inlet
dan menekan bekas tusukan sambil menunggu sampai aliran darah pada venous blood line habis.
Langkah selanjutnya adalah mencabut jarum out line dan menekan bekas tusukan, mengganti
gaas bethadine dan fiksasi dengan plester. Setelah penghentian hemodialisis, dilakukan
pengukuran tekanan darah, mengukur suhu, mengawasi penimbangan berat badan, membereskan
alat-alat dan dilanjutkan dengan desinfeksi alat.
Semua kegiatan baik pada tahap pre hemodialisis selama pemasangan dan penghentian
hemodialisis dilakukan oleh perawat kecuali penimbangan berat badan dan minum yang pada
beberapa pasien dilakukan sendiri. Disamping itu beberapa pasien telah dapat melaporkan pada
perawat apabila ada ketidakberesan pada mesin atau akses vaskular, setelah mencoba mengatasi
sendiri.
Sistem pencatatan dan pelaporan yang dijalankan dalam bentuk lembaran observasi pasien yang
berisi tentang : TTV sebelum atau selama dan sesudah HD, BB sebelum dan sesudah HD, dosis
heparin, program penurunan BB , priming dan keluhan pasien setelah HD.
Pembuatan rencana perawatan pasien sudah berjalan dimana dalam pengkajian meliputi data
fisik dan psikososial. Data psikososial yang dikaji sebatas pada adanya rasa cemas dan bosan.
Intervensi
Intervensi keperawatan yang dilakukan mengarah kepada pemberian bantuan sepenuhnya. Hal
ini dapat terlihat dari kegiatan :
A. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari
sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer
(konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara
osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis,
berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan
difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul
air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma,
bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi
zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan
memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien
dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanen.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan
bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian
cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap)
dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
B. Indikasi
- Snake bite
- Keracunan
- Leptospirosis
1. Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
- Hiperkalemia
Pada CRF:
C. PERALATAN
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat.
Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk
membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang
mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal.
Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan
merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan
potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat
menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya
untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat
memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi
otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa
infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi
ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang
meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan
pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan
diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun
bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.
Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.
Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering
membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan
teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan
sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
Ø Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
Ø Hidupkan mesin
Ø Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
Ø Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi
“outset” (tanda biru) di bawah.
Ø Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble tap
di holder dengan posisi tengah..
Ø Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
Ø Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas, tujuannya
agar dializer bebas dari udara.
Ø Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara
bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
Ø Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer,
dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
Ø Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada
botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
Ø Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
Ø Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
Ø Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse
dengan aliran 200-250 ml/menit.
Ø Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah.
Ø Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk
dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang
dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat
menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan
berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
Pengkajian Post HD
Pre HD
Intra HD
Post HD
1. Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap
penusukan
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim
PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.
http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_hemodial_art.htm
Prinsip Hemodialisis
Klirens (K) =
K : klirens solute
Qb : kecepatan aliran darah (ml/mnt)
Cbi : Konsentrasi darah arteri (masuk ke dalam dializer)
Cbo : konsentrasi darah vena (keluar dari dializer)
Qf : Laju ultrafiltrasi (ml/mnt)
2. Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat perbedaan tekanan
hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke
kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen
darah (positive pressure) dan tekanan negative dalam kompartemen dialisat (negative pressure)
yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.
TMP =
Pbi : Tekanan di blood inlet
Pdi : Tekanan di dialisat inlet
Pbo : Tekanan di blood outlet
Pdo : Tekanan di dialisat outlet
KUF (koefisien ultra filtrasi) dalam ml/jam /mmHg merupakan karakteristik dari dializer yang
menyatakan kemampuan atau koefisien untuk mengeluarkan air dan luas permukaan dializer.
3. Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic
(osmolalitas) darah dan dialisat.
Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis.
2. Sirkulasi Dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk prosedur HD. Berada dalam kompartemen dialisat
berseberangan dengan kompartemen darah yang dipisahkan oleh selaput semi permeable dalam
dializer.
Ada 2 dialisat :
a. Dialisat pekat (concentrate)
Ialah dialisat yang tersedia dalam kemasan gallon, merupakan cairan pekat yang belum dicampur
atau diencerkan dengan air. Dialisat pekat ada yang berisi Acetate (acid) pada port A dan ada
yang berisi Bicarbonat (port B).
b. Air
Jumlah air yang dibutuhkan untuk 1 kali HD + 150 liter selama 5 jam HD. Kualitas air yang
dibutuhkan harus memenuhi standar untuk proses HD yang sudah diolah melalui pengolahan air
(water treatment).
Pada mulanya HD dilakukan dengan menggunakan membrane yang mempunyai klirens dan
ultrafiltrasi yang rendah yang memerlukan waktu sampai 6 jam untuk mendialisis pasien.
Kemajuan biomaterial dializer memungkinkan dialysis lebih pendek lagi (4 jam) dalam 3 kali
seminggu.
Preskripsi Hemodialisis
Sebelum pasien dilakukan HD, sebelumnya harus direncanakan dahulu hal-hal sebagai berikut:
1. Lama & frekwensi dialysis
2. Tipe dializer
3. Kecepatan aliran darah
4. Dosis antikoagulan / heparin
5. Banyaknya UF & UFR
6. Vaskulerisasi yang dipakai.
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya.
Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip
dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai
respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran
semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat (Tisher & Wilcox, 1997). Alat dialisis juga dapat digunakan
untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi
dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan
sedikit larutan) melalui membran semipermeabel. Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan
dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu
membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke
aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui
pembedahan (NKF, 2006).
Pasien hemodialisa sangatlah tergantung dengan mesin semasa sisa umurnya. Dalam pelaksanaan
hemodialisa sangatlah banyak komplikasi dan kemungkinan yang terjadi, sehingga diperlukan asuhan
keperawatan untuk membantu pasien menjalani hemodialisa dengan komplikasi yang minimal.
2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pasien Hemodialisa adalah :
a. Mengerti dan memahami tentang proses hemodialisa, indikasi, kontra indikasi dan komplikasi yang
mungkin terjadi pada saat hemodialisa.
b. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada saat hemodialisa.
c. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemodialisa.
Gambar 1.
Skema proses hemodialisa
6. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering
sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati
waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang
cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium,
penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium,
kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain
dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu
perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a. sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma.
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi
Manifestasi klinik
a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
b. Kuku ; kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral ; halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung ; mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary ; uremic “lung” atau pnemonia
g. Asam basa ; asidosis metabolik
h. Neurologic ; letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
i. Hematologi : about it, perdarahan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.
c. PK : Perdarahan
d. PK : Hiperkalemia
e. PK : Hipoglikemia
f. PK : Asidosis
g. PK : Anemia
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
NOC :
a. Electrolit and acid base balance
b. Fluid balance
c. Hydration
NIC :
Fluid management
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Pasang urin kateter jika diperlukan
c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
d. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
e. Monitor vital sign
f. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
g. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
h. Monitor status nutrisi
i. Berikan diuretik sesuai interuksi
j. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
k. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit urine
e. Monitor serum dan osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR, dan RR
g. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
h. Monitor parameter hemodinamik infasif
i. Catat secara akutar intake dan output
j. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala dari odema
l. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
Hemodialysis therapy
a. Ukur berat badan sebelum hemodialisa
b. Monitor vital sign setiap jam atau bila diperlukan
c. Lakukan program ultrafiltration goal sesuai kenaikan berat badan
d. Monitor komplikasi yang mungkin terjadi selama hemodialisa
e. Monitor tanda dan gejala kelebihan cairan
f. Monitor tanda dan gejala kekurangan cairan
g. Ukur berat badan setelah hemodialisa
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi b.d faktor biologis, psikologis atau
ekonomi.
NOC :
a. Nutritional Status : food and Fluid Intake
b. Nutritional Status : nutrient Intake
c. Weight control
NIC :
Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6. PK : Asidosis Perawat mampu menangani dan meminimalkan episode asidosis Asidosis Metabolik
a. Pantau tanda dan gejala asidosis metabolik
1) pernafasan cepat danlambat
2) sakit kepala
3) mual dan muntah
4) bikarbonat plasma dan pH arteri darah rendah
5) perubahan tingkah laku, mengantuk
6) kalsium serum meningkat
7) klorida serum meningkat
8) penurunan HCO3
b. Untuk klien klien dengan asidosis metabolik
1) mulai dengan penggantian cairan IV sesuai program tergantung dari penyebab dasarnya.
2) Jika etiologinya DM, rujuk pada PK: hipo/hiperglikemia
3) Kaji tanda dangejala hipokalsemia, hipokalemia, dan alkalosis setelah asidosisnya terkoreksi
4) Lakukan koreksi pada setiap gangguan ketidakseimbangan elektrolit sesuai dengan program dokter
5) Pantau nilai gas darah arteri dan pH urine.
Asidosis Respiratorik
a. Pantau tanda dan gejala asidosis respiratorik
1) Takikardi
2) Disritmia
3) Berkeringat
4) Mual/muntah
5) Gelisah
6) Dyspneu
7) Peningkatan usaha nafas
8) Penurunan frekuensi pernafasan
9) Peningkatan PCO2
10) Peningkatan kalsium serum
11) Penurunan natrium klorida
b. Untuk klien klien dengan asidosis respiratorik
1) Perbaiki ventilasi melalui pengubahan posisi pada semifowler, latihan nafas dalam
2) Konsul kemungkinan penggunaan ventilasi mekanis
3) Berikan oksigen setelah klien dapat bernafas dengan baik
4) Tingkatkan pemberian hidrasi yang optimal
7. PK : Anemia Perawat dapat melakukan pencegahan untuk meminimalkan terjadinya anemia
berkelanjutan Management Anemia
a. Pantau tanda dan gejala anemia
1) Adanya letargi
2) Adanya kelemahan
3) Keletihan
4) Peningkatan pucat
5) Dyspneu saat melakukan aktivitas
b. Monitor kadar Hb
c. Kolaborasi perlunya pemberian transfusi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan
dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC,
Jakarta.
Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta.
Guyton, A. C., 1995, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 7. RGC, Jakarta.
Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta.
Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
Tisher, C. C. & Wilcox, C. S., 1997, Buku saku nefrologi. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Johnson., Mass, 199, Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com.
McCloskey, Joanne C, Bulecheck, Gloria M., 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby, St.
Louise.
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC,
EGC, Jakarta.
A. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir
dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer
(konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara
osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan
sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti
urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui
membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk
melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien
konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau
pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau
terapi permanen.
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian
cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap)
dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
B. Indikasi
1. Penyakit dalam (Medikal)
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan
RFT normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
- Malaria falciparum fulminant
- Leptospirosis
2. Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
- Serum kreatinin > 2 mg%/hari
- Hiperkalemia
- Overload cairan yang parah
- Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
Pada CRF:
C. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat.
Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk
membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang
mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa
infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi
ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.
Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”,
keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum
mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan
paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran
darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum
pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem
sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat
menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga
dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah,
tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang
meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan
pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan
diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat,
bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai
kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang
postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem
darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun
program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan
ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk
digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan
yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera
setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah
palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan
perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin
Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD
Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan
dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M.,
EGC, Jakarta
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.
http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_hemodial_art.htm