You are on page 1of 18

NILAI

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI DAN KIMIA KLINIK


PRAKTIKUM II
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL

Hari, Tanggal Praktikum: Jumat, 11 Mei 2018


Oleh:
SANG AYU NYOMAN WAHYU ASTIKA DEWI
16120097
A1C FARMASI KLINIS

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


1. Untuk penentuan kunatitatif dari nitrogen urea pada serum. Hanya
untuk diagnosis secara in vitro
2. Untuk penentuan kuantitatif dari kreatinin pada serum dan urine

1.2 Prinsip Praktikum


1. Urease
Urea + H2O 2 NH2 + CO2
GD
2 NHO4 + 2--Ketoglutarate + 2 NADH 2 L-glutamate +
2NAD+ + 2 H2O
Urea dihidrolisis oleh urease untuk menghasilkan ammonia dan karbon
dioksida. Amonia yang bebas akan bereaksi dengan -ketoglutarate
dan NADH untuk mengasilkan glutamate.
2. Alkali medium
Creatinin + Sodium Picrate Creatinine-picrate
kompleks
(Kuning-Orange)
Kreatinin akan bereaksi dengan asam pikrat pada suasana basa untuk
membentuk suatu kompleks berwarna yang akan diserap pada panjang
gelombang 510 nm. Terjadinya pembentukan warna sebanding dengan
kadar kreatinin dalam sampel.
BAB II
DASAR TEORI

Ureum merupakan hasil akhir dari metabolisme protein dalam tubuh


sedangkan kreatinin merupakan hasil akhir dari metabolisme keratin di dalam
otot. Senyawa-senyawa ini harus dikeluarkan dari tubuh secara terus menerus
untuk memastikan terus berlangsungnya metabolisme protein di dalam sel.
Gangguan ginjal kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus
(fungsi penyaringan ginjal) sehingga kemampuan ginjal menyaring ureum
maupun kreatinin juga menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat
jumlahnya di dalam darah (Satriana, 2008).

Metabolisme ureum terjadi dengan rangkaian sebagai berikut. Gugusan


amino dilepas dari asam amino bila asam amino ini didaur ulang menjadi sebagian
dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh, aminotransferase yang ada
di berbagai jaringan mengkatalisis pertukaran gugusan amino antara senyawa-
senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi sintetsis. Deaminasi
oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan amino
yang dilepaskan itu diubah menjadi ammonia. Amonia diangkut ke hati dan
diubah menjadi reaksi-reaksi bersambung. Hampir seluruh urea dibentuk di dalm
hati, dari katabolisme asam-asam amino dan merupakan produk ekskresi
metabolisme protein yang utama. Konsetrasi urea dalam plasma darah terutama
menggambarkan keseimbangan antara pembentukkan urea dan katabolisme
protein serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea dimetabolisme lebih lanjut
dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses (Baron, 1995).
Kadar normal dari urea didalam darah adalah pada rentang 10-50 mg/dL
sedangkan nilai normal dari kreatinin didalam darah untuk pria adalah 0.75-1.3
mg/dL dan untuk wanita 0.6-1.1 mg/dL (prodia). Parameter kreatinin dan nitrogen
urea darah atau blood urea nitrogen (BUN) dapat digunakan sebagai indikator
untuk melihat adanya gangguan fungsi ginjal (Widhyari, 2015).
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati
dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam
bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi.
Dalam sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate),
kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase
(creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah
secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus
dan diekskresikan dalam urin. (Corwin J.E, 2001).
Banyaknya kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih
bergantung pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme
protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin
harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit
degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot. Ginjal
mempertahankan kreatinin darah dalam kisaran normal. Kreatinin telah ditemukan
untuk menjadi indikator yang baik untuk menguji fungsi ginjal
Pada orang yang mengalami kerusakan ginjal, tingkat kreatinin dalam
darah akan naik karena clearance/ pembersihan kratinin oleh ginjal
rendah. Tingginya kreatinin memperingatkan kemungkinan malfungsi atau
kegagalan ginjal. Ini adalah alasan memeriksa standar tes darah secara rutin untuk
melihat jumlah kreatinin dalam darah. Hal ini penting untuk mengenali apakah
proses menuju ke disfungsi ginjal (gagal ginjal, azotemia) akut atau kronik.
Sebuah ukuran yang lebih tepat dari fungsi ginjal dapat diestimasi dengan
menghitung berapa banyak kreatinin dibersihkan dari tubuh oleh ginjal, dan ini
disebut kreatinin clearance.
Klirens kreatinin adalah laju bersihan kreatinin menggambarkan volume
plasma darah yang dibersihkan dari kreatinin melalui filtrasi ginjal per menit.
Bersihan kreatinin biasanya dinyatakan dalam mililiter per menit. Karena
kreatinin dieliminasi dari tubuh terutama melalui filtrasi ginjal, maka menurunnya
kinerja ginjal akan menyebabkan peningkatan kreatinin serum akibat
berkurangnya laju bersihan kreatinin.

Rentang normal untuk bayi baru lahir : 0,3 – 1,0 mg/dL atau 27 – 88
µmol/L ; Balita : 0,2 – 0,4 mg/dL atau 18 – 35 µmol ; Anak – anak : 0,3 – 0,7
mg/dL atau 27 – 62 µmol/L ; Remaja : 0,5 – 1,0 mg/dL atau 44 – 88 µmol/L ;
Dewasa pria : 0,6 – 1,2 mg/dL atau 53 – 106 µmol/L ; Dewasa wanita : 0,5 – 1,1
mg/dL atau 44 – 97 µmol/L. Kadar pada wanita sedikit lebih rendah, karena masa
otot yang lebih rendah dari pria. Kreatinin darah meningkat jika fungsi menurun.
Selain itu kreatinin darah meningkat karena kegagalan ginjal akut atau kronis,
syok yang lama, kanker, lupus, diabetik, gagal jantung, diet ( contohnya : daging
sapi tinggi, unggas dan ikan ). Sedangkan penurunan kreatinin dapat dijumpai
pada distrofiotot ( tahap akhir ) dan myastenia gravis. ( Anggraeni, 2012 )
BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
1. Mikropipet dan tip
2. Tabung Reaksi
3. Spektrofotometer
4. Water bath
5. Kuvet

3.2 Bahan
1. Sampel Darah
2. Reagen urea dan kreatinin (Reiged)
BAB IV
CARA KERJA

4.1.Larutan Standar Urea

Dibuat larutan standar sebanyak 2 (1 untuk yang tidak diinkubasi dan 1 lagi
untuk yang diinkubasi)

Dimasukkan reagen 1 sebanyak 800 µL pada masing-masing tabung

Kemudian tambahkan standar sebanyak 10 µL pada masing-masing tabung

Ditambahkan reagen 2 sebanyak 200 µL pada masing-masing tabung

Tabung 1 ditunggu hingga 30 detik kemudian dibaca absorbansinya pada


spektrofotometer

Tabung 2 dipanaskan dulu dengan water bath pada suhu 370C, lalu tunggu
selama 60 detik kemudian dibaca absorbansinya pada spektrofotometer
4.2.Larutan Sampel Urea

Dibuat larutan sampel sebanyak 2 (1 untuk yang tidak diinkubasi dan 1 lagi
untuk yang diinkubasi)

Siapkan untuk masing-masing tabung reagen 1 sebanyak 800 µL

Ditambahkan untuk masing-masing tabung sampel sebanyak 10 µL

Ditambahkan untuk masing-masing tabung reagen 2 sebanyak 200 µL

Tabung 1 ditunggu hingga 30 detik lalu dibaca di spektrofotometer

Tabung 2 dipanaskan dulu dengan water bath pada suhu 370C, lalu tunggu
selama 60 detik lalu dibaca di spektrofotometer
4.3.Larutan Standar Kreatinin

Dibuat larutan standar sebanyak 2 (1 untuk yang tidak diinkubasi dan 1 lagi
untuk yang diinkubasi)

Siapkan untuk masing-masing tabung reagen 1 sebanyak 500 µL

Ditambahkan untuk masing-masing tabung reagen 2 sebanyak 500 µL

Ditambahkan untuk masing-masing tabung standar sebanyak 100 µL

Tabung 1 dipanaskan dengan water bath pada suhu 370Clalu ditunggu


hingga 60 detik lalu dibaca di spektrofotometer

Tabung 2 dipanaskan dulu dengan water bath pada suhu 370C, lalu tunggu
selama 120 detik lalu dibaca di spektrofotometer
4.4.Larutan Sampel Kreatinin

Dibuat larutan sampel sebanyak 2 (1 untuk yang tidak diinkubasi dan 1 lagi
untuk yang diinkubasi)

Siapkan untuk masing-masing tabung reagen 1 sebanyak 500 µL

Ditambahkan untuk masing-masing tabung reagen 2 sebanyak 500 µL

Ditambahkan untuk masing-masing tabung sampel sebanyak 100 µL

Tabung 1 dipanaskan dengan water bath pada suhu 370C lalu ditunggu
hingga 60 detik lalu dibaca di spektrofotometer

Tabung 2 dipanaskan dulu dengan water bath pada suhu 370C, lalu tunggu
selama 120 detik lalu dibaca di spektrofotometer
BAB V
HASIL PRAKTIKUM

5.1 Hasil Praktikum Urea


a. Tidak diinkubasi
Tabung 1
Blanko 0
Standar 1 0,820
Sampel 1 1,096

b. Diinkubasikan pada suhu 370c selama 60 detik


Tabung 2
Blanko 0
Standar 2 0,798
Sampel 2 0,988

c. Perhitungan
1. Abs Standar = Standar 1 – Standar 2
= 0,820 – 0,798
= 0,022
2. Abs Sampel = Sampel 1 – Sampel 2
= 1,096 – 0,988
= 0,108
𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
3. Urea = 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
0.108
= 0.022 𝑥 50 𝑚𝑔/𝑑𝑙

= 245,45 mg/dl
5.2 Hasil Praktikum Kreatinin
a. Diinkubasikan pada suhu 370C selama 60 detik
Tabung 1
Blanko 0
Standar 1 0.225
Sampel 1 0.171

b. Setelah diinkubasikan pada suhu 370C selama 120 detik


Tabung 2
Blanko 0
Standar 2 0.279
Sampel 2 0.197

c. Perhitungan
1. Abs Standar = Standar 2 – Standar 1
= 0,279 – 0,225
= 0,054
2. Abs Sampel = Sampel 2 – Sampel 1
= 0,197 – 0,171
= 0,026
𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
4. Kreatinin = 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
0,026
= 0,054 𝑥 2 𝑚𝑔/𝑑𝑙

= 0,962 mg/dl
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Urea
Pada percobaan penentuan kadar urea didalam darah menggunakan
metode spektrofotometri dimana metode ini memiliki prinsip menggnakan cahaya
untuk mengetahui kadar urea didalam darah. Terdapat dua cahaya yang ada pada
spektrofotometri, yaitu cahaya absorban dan cahaya transmittan. Cahaya absorban
merupakan cahaya yang tidak bergerak atau diam pada kuvet yang sudah
mengandung sampel yang akan dicek kadar ureanya. Nilai yang keluar dari
cahaya yang diteruskan akan dinyatakan dalam suatu nilai yang disebut nilai
absorbansi karena nilai absorbansi memiliki hubungan dengan konsentrasi
didalam sampel (Rizkiany, 2011). Cahaya transmittan merupakan cahaya yang
bergerak atau melewati kuvet yang sudah mengandung sampel. Konsentrasi urea
yang ada didalam darah memiliki nilai yang sama dengan cahaya yang diam,
maka perhitungan untuk konsentrasi urea dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑈𝑟𝑒𝑎 = 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Pada praktikum kali ini kami menggunakan sampel D. Berdasarkan hasil


praktikum yang sudah didapatkan, dihasilkan nilai larutan blanko adalah 0, nilai
larutan standar 1 (yang tidak dipanaskan dengan menggunakan water bath) adalah
0,820 dan nilai larutan sampel 1 adalah 1,096. Sedangkan untuk nilai larutan
standar 2 (yang dipanaskan dengan menggunakan water bath pada suhu 370C)
adalah 0,798 dan nilai larutan sampel 2 adalah 0,988. Nilai absorbansi standar
didapatkan sebesar 0,022. Nilai absorbansi sampel didapatkan sebesar 0,108.
Sehingga, berdasarkan data diatas kadar urea didalam darah didapatkan hasil
sebesar 245,45 mg/dL. Nilai normal urea berada pada rentang 10-50 mg/dL. Nilai
urea yang didapatkan pada saat praktikum berada diluar rentang nilai normal.
Seharusnya, nilai larutan standar dan sampel yang dipanaskan dengan water bath
pada suhu 370C memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak
dipanaskan. Hal tersebut dikarenakan larutan akan menguap pada saat dipanaskan
sehingga nilai yang dihasilan akan lebih kecil dibandingkan dengan larutan yang
tidak dipanaskan. Nilai standar yang didapatkan berada diatas 0. Seharusnya nilai
standar berada pada rentang 0 dan tidak boleh melebihi 0. Hal tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Kuvet
Kuvet yang digunakan merupakan kuvet kwarsa yang sudah pernah
digunakan sebelumnya. Syarat-syarat kuvet yang baik untuk
mendapatkan hasil yang baik adalah kuvet yang digunakan tidak boleh
terdapat gorsan agar cahaya yang masuk kedalah kuvet tidak
mengalami pemantulan cahaya sehingga akan didapatkan hasil yang
tepat dan akurat. Karena kuvet yang digunakan pada praktikum kali ini
sudah pernah digunakan sebelumnya, maka kemungkinan untuk
teradpatnya gorasan pada kuvet juga menjadi semakin besar, sehingga
cahaya yang masuk kedalam kuvet menjadi tidak maksimal sehingga
kadar urea didalam darah yang didapatkan juga akan berbeda.
2. Waktu pendiaman sampel dalam waktu tertentu
Pada prosedur kerja, larutan sampel dan standar yang tidak dipanaskan
didiamkan selama 30 detik. Pada saat praktikum, waktu pendiaman
larutan standar dan sampel lebih dari 30 detik. Hal tersebut
dikarenakan proses pembuatan larutan standar dan sampel
membutuhkan waktu yang lama sehingga larutan sampel dan standar
yang sudah dibuat akan didiamkan dalam waktu yang lama sehingga
dapat mempengaruhi hasil dari kadar urea didalam darah.
3. Pemanasan larutan standar dam sampel pada water bath
Waktu pemanasan larutan standar dan sampel pada water bath juga
dapat mempengaruhi hasil dari pemeriksaan urea didalam darah. Pada
saat praktikum, waktu pemanasan kurang pas yang diakibatkan karena
waktu pemanasan larutan standar dengan sampel tidak dilakukan
secara bersamaan. Hal tersebut mengakibatkan tidak tepatnya waktu
pemanasan pada larutan standar dan sampel sehingga hasil yang
didapatkan juga kurang akurat.
4. Spektrofotometer
Pada praktikum, spektrofotometer yang digunakan diletakkan diatas
meja kayu dan disampingnya terdapat incubator. Hal tersebut juga
dapat mempengaruhi kualitas dari uji spektrofotometer.
Spektrofotometer merupakan alat yang sebaiknya ditempatkan diatas
meja beton agar hasil yang didapatkan menjadi lebih stabil. Jika
ditaruh diatas meja kayu, cahaya yang dikeluarkan oleh
spektrofotometer dapat terganggu jika adanya getaran pada meja
tersebut, sehingga pemeriksaan yang dilakukan juga menjadi tidak
maksimal.

6.2 Kreatinin
Pada percobaan penentuan kadar kreatinin didalam darah menggunakan
metode spektrofotometri dimana metode ini meggunakan prinsip cahaya untuk
mengetahui kadar kreatinin didalam darah. Pada spektrofotometer terdapat 2
cahaya, yaitu cahaya absorban dan cahaya transmittan. Cahaya absorban
merupakan cahaya yang tidak bergerak atau diam pada kuvet yang sudah
berisikan sampel yang akan dicek kadar kreatininnya. Nilai yang didapatkan dari
cahaya yang dikeluarkan akan diteruskan dan dinyatakan dalam suatu nilai yang
disebut nilai absorbansi karena nilai absorbansi memiliki hubungan dengan
konsentrasi didalam sampel (Rizkiany, 2011). Cahaya transmittan merupakan
cahaya yang bergerat atau cahaya yang melewati kuvet yang berisikan sampel.
Konsentrasi kreatinin yang ada didalam darah memiliki nilai yang sama dengan
cahaya yang diam, maka perhitungan untuk konsentrasi urea dapat dirumuskan
sevagai berikut:
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐾𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 = 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Berdasarkan hasil praktikum yang sudah didapatkan, maka dihasilkan nilai


larutan blanko adalah 0, nilai larutan standar 1 (yang dipanaskan pada water bath
selama 60 detik) adalah 0,225 dan nilai larutan sampel 1 adalah 0,171. Sedangkan
nilai untuk larutan standar 2 (yang dipanaskan dengan water bath selama 120
detik) adalah 0,279 dan nilai larutan sampel 2 adalah 0,197. Nilai absorbansi
standar didapatkan sebesar 0,054. Nilai absorbansi sampel didapatkan sebesar
0,026. Sehingga, berdasarkan data diatas kadar kreatinin didalam darah
didapatkan hasil sebesar 0,962 mg/dL. Rentang nilai normal kreatinin adalah 0.6-
1.4 mg/dL. Kadar kreatinin plasma di kelompok kami masuk dalam kategori
normal, karena nilai kadar kreatinin plasma berkisar antara 0,6 – 1,1 mg/dL. Hal
ini menunjukkan bahwa kondisi ginjal dalam keadaan bagus atau tidak ada
gangguan pada ginjal.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah,


diantaranya adalah :
1. Perubahan massa otot.
2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.
3. Aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah.
4. Obat – obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co – trimexazole
dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin
darah.
5. Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada
orang muda, serta pada laki – laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada
wanita. ( Sukandar, 1997 )
Kadar kreatinin dapat meningkat karena penyakit kanker, lupus, diabetik,
syok yang lama dan gagal jantung. Sedangkan kadar kreatinin dapat menurun
karena distrofi obat ( tahap akhir ) dan myastenia gravis. Jumlah kreatinin yang
dikeluarkan seseorang tergantung pada massa otot daripada aktivitas otot atau
tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik
atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif otot. ( Sukandar,
1997 )
BAB VII
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran kadar


urea didalam darah mendapatkan hasil yang kurang valid karena kadar yang
didapatkan berada diatas rentang normal. Hal tersebut disebabkan karena waktu
pendiaman larutan sampel dan standar yang lama dan waktu pemanasan pada
water bath yang tidak tepat. Sedangkan pada pengkuruan kadar kreatinin didalam
darah mendapatkan hasil yang valid karena kadar berada pada rentang normal
yaitu 0.6-1.4 mg/dL. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ginjal dalam keadaan
bagus atau tidak ada gangguan pada ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Adisty Cyntia . 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process.


Yogjakarta : Graha Ilmu
Baron, D. N, 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of
Chemical Pathology) Edisi 4. EGC. Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patafisiologi ( Hands Books of
Pathophysiologi ). Jakarta : EGC
Rizkiany, H.N. 2011. Pendahuluan Spektrofotometer. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Satriana. 2008. Studi Kadar Ureum dan Kreatinin Serum Darah Anjing Kampung
(Canis familiaris) Umur 3 dan 6 Bulan (skripsi). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Sukandar , E . 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik. Edisi
ke – 2. Bandung : ITB
Widhyari, Sus Derthi., Esfandiari, Anita., Cahyono, Aditia Dwi. 2015. Profil
Kreatinin dan Nitrogen Urea Darah Pada Anak Sapi Friesian Hostein
yang Disuplementasi Zn. ACTA Veterinaria Indonesiana ISSN 2337-3202,
E- ISSN 2337-4373. Vol. 3, No. 2: 45-50, Juli 2015

DOSEN MAHASISWA

You might also like