You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan oleh efek
metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat dalam darah. Nama
penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali
mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan
glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik.
(Gleadle, 2003)
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae, osteoporosis,
hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di area leher, dan lain
sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah berpengaruh terhadap perkembangan
penyakit selanjutnya atau risiko komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan pada perempuan
1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom cushing desebabkan oleh hipertensi
berat sebesar 67%, diabetes gestasional sebesar 30%. Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak
3 kasus dari 65 kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih dan Soehita, 2005)
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca melahirkan
dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba untuk menyusun asuhan
keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan menyusun asuhan keperawatan penyakit
sindrom chusing secara umum yang baik.

2.1 Definisi Cushing Syndrome


Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga
mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk gangguan ini relatif
jarang dijumpai.
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan mencakup kelebihan
glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian terapeutik kortikosteroid.

1
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan hipertensi, akibat
dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal.
Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.

2.2 Etiologi Cushing Syndrome


Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di dalam
tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam pengaturan tekanan
darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam
makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik yaitu akibat
konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini
memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di dalam
tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada salah satu atau
kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang mengatur produksi
kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80% wanita lebih
sering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar
adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana tumor
terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor menghasilkan
ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan
pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas
(tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol secara
berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor jinak pada
korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal
(adrenocortical carcinoma).

2
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu
menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma benigna.

2.3 Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh,
seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik
glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau
kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam
tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1.) Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel
ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel
menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu
peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses
katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan
ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer
seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di
hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi
dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada
kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami
atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan
penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein
tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi
fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak
asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati
sehingga pembentukan glukosa meningkat.
2.) Metabolisme karbohidrat

3
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh
hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek
glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati
yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh
kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-
dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar
menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel
berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat
merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif
dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar
glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan
lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel
perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang
mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan
dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.
Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu
untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
3.) Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan
mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak ada maka
sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol
sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan
peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas
wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal
(punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.

4
4.) Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh
sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada
reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada
jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi
dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing
yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat
pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses
pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi
limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi
hipersensitifitas lambat.
5.) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang
diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan
pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6.) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat
meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat
mempermudah terjadinya tukak.
7.) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh
ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
8.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan
limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan
eritropoiesis.

5
2.6 WOC

Faktor di luar tubuh Faktor di dalam tubuh

Alkoholik Farmakologi seperti Stres Tumor Tumor kel. Gg. Primer Hiperplasia
kortikosteroid ektopik hipofisis kel. Adrenal Adrenal

Menekan kemampuan aksis Melepas CRH dan Produksi ACTH


hipotalamus dan hipofisis ACTH berlebih berlebih

Korteks adrenal terus memproduksi glukokortikoid

Glukokortikoid atau kortisol meningkat

Metabolisme protein Metabolisme KH Metabolisme Lemak Sistem Kekebalan Retensi natrium dan
pembuangan kalium
meningkat
Efek katabolik Menekan α gliserofosfat Menghambat
Menekan Glukone
dan anabolik pengangkutan dalam sel me respon sistem
proses ogenesis
as.amino ke kekebalan tubuh
oksidasi oleh hati Retensi Pembuang
sel
Kemampuan sel nikotinamid- me Asam lemak di sel me Na + -an kalium
tokstrahepatik
membentuk adenin- Menghambat
a
protein me Konsentrasi dinukleotida pembentukan
Mobilisasi asam Penum
as. Amino (NADH) antibodi Hipokale-
lemak oleh kortisol pukan
intrasel me humoral, pusat mia
germinal limpa cairan
Glikolisis dan jaringan
Asam lemak bebas
menurun limfoid
Sintesis protein di sel me di plasma me Oedema

Pemakaian
Sekresi sel-sel T
glukosa menurun
dan antibodi 6
menurun
Pengguna Penumpukan
an energi lemak berlebih MK. Risiko MK. Kelebihan
Glukosa me me tinggi Volume Cairan
Katabolisme protein di sel me infeksi
Sekresi insulin me
Obesitas Distribusi jaringan
Kehilangan simpanan protein Fungsi insulin adiposa terakumulasi
tidak adekuat di sentral tubuh
Otot Tulang Hiperglikemi Cairan
interstisial Moon face Bufallo
Atrofi tertarik ke hump
Osteoporosis, Kadar oksigen
rendah vaskular
lemah
Lemah
Cairan MK. Gg Citra tubuh
MK. Risiko Mudah luka dalam
MK. tinggi cedera dan ruptur vaskular
Intoleransi me
aktivitas
Luka sulit
sembuh Cairan dalam
sel me
Kulit As. Amino di MK. Gg
plasma me integritas Memicu
Atrofi kulit hipotalamus
glukoneogenesis untuk respon
Kulit haus
meregang Glukosa me
Polydipsia

Striae

7
2.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan
gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di
sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi
gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus

8
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk
(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)

2.8 Penatalaksanaan Chusing Syndrome


Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon kortisol
yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan,
radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya
adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati
gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis terendah
namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan,
dosis harian hormon glukokortikoid dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari
lain untuk mengurangi efek samping .
a. Hipofisis Adenoma
Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis . Cara yang paling
banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang dikenal sebagai
transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan instrumen
yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau
pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari
prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah yang
berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH dua tetes di bawah
normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk sementara klienakan
diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau prednisone).

9
Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat dilakukan metode
radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini memerlukan waktu
beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik. Namun demikian, kombinasi
dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan .
Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan urin.
Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40
persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi
kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan
ketoconazole.

b. Ektopik ACTH Syndrome


Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat
disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH.
Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi
dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah
menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil)
mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat
penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa
kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi pengangkatan kelenjar adrenal (
adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara pengobatan.
c. Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar adrenal.
Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi pengangkatan kelenjar
adrenal mungkin diperlukan.

2.9 Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang


Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium dengan
memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.
Pemeriksaan
Variabel Hasil
Laboratorium
a. Hormon Metabolik a) 17-Hidroksikortikoid Naik

10
(17–OHCS)
b) 17-ketosteroid Naik
(17–KS)

b. Sel Darah a) Eosinofil Turun


b) Neutrofil Naik
c) Darah Naik
d) Urin Turun

c. Glukosa Positif

Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah


1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal pada kadar
kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada gangguan fungsi adrenal.
2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing
apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason diberikan pada pukul 11 malam dan
kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya.
3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk memeriksabkadar 17-
hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol &
androgen dalam urine. Pada sindrom cushing kadar metabolit dan kadar kortisol plasma
akan meningkat.
4. Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor), untuk membedakan tumor hipofisis
dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.
5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab sindrom
cushing
6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal & mendeteksi
tumor pada kelenjar adrenal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang Hasil
a. Foto Rontgen tulang a. Osteoporosis terutama pelvis,
Kranium, kosta, vertebra

11
b. Pielografi b. Pembesaran adrenal (Karsinoma)
Laminografi Lokalisasi tumor adrenal
c. Arteriografi c. Hiperplasi
d. Scanning d. Tumor
e. Ultrasonografi e. Hiperplasi
f. Foto Rontgen Kranium f. Tumor Hipofisis

2.10 Prognosis
Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena
gangguan kardiovaskuler dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik,
bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler irreversibel.
Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu klienmengalami stres
dan dipelrukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal
oleh karena kakeksia dan atau metastasis. ( )

12

You might also like