You are on page 1of 9

GAMBARAN PELAKSANAAN SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)

PERAWATAN KATETER URINE MENETAP OLEH PERAWAT DI RUANG


MEDIKAL BEDAH RUMAH SAKIT SUAKA INSAN BANJARMASIN TAHUN
2014

T. Adi Kresna¹ Anastasia Maratning² Warjiman³


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin
adi.seta92@gmail.com, anastasiaspc@yahoo.com, warjiman99@gmail.com

ABSTRAK

SOP (Standar Operasional Prosedur) merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan
yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Perawat memegang peran
penting untuk menjalankan SOP terutama mengenai perawatan kateter urine menetap. Jika
perawatan tersebut tidak dilaksanakan sesuai standar maka dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi saluran kemih pada pasien yang dirawat dengan kateter urine menetap. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan SOP (Standar Operasional Prosedur)
perawatan kateter urine menetap oleh perawat di ruang medikal bedah Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan
deskriptif dilakukan di ruang medikal bedah Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Sampel
penelitian sebanyak 30 responden yang diambil dengan teknik purposive sampling. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Dari hasil penelitian didapatkan
perawat yang melaksanakan perawatan kateter urine menetap pada tahap persiapan alat
sebanyak 93,33%, tahap persiapan pasien sebanyak 100%, dan 76,67% perawat sudah
melaksanakan tahap kerja. Direkomendasikan kepada pihak rumah sakit diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan terutama dalam merawat kateter urine
menetap harus sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). SOP tersebut hendaknya
dievaluasi secara berkala berdasarkan ilmu keperawatan yang up to date dan didukung dengan
evidence based practice

Kata Kunci : Standar Operasional Prosedur, Perawatan Kateter Urine Menetap,


Perawat
Jumlah : 196 Kata

29
PENDAHULUAN Pada umumnya bakteriuria disebabkan
Infeksi nosokomial merupakan infeksi bakteri tunggal. Jenis bakteri patogen
yang didapat pasien setelah 3x24 jam penyebab bakteriuria adalah Escherichia
setelah dilakukan perawatan di rumah coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas,
sakit. Salah satu jenis infeksi nosokomial Enterobacter, Serratia, Streptococcus dan
yang sering terjadi adalah infeksi saluran Staphylococcus (Hooton, 2010; Smeltzer
kemih. Infeksi nosokomial saluran kemih & Bare, 2002). Bakteri penyebab
paling sering disebabkan oleh bakteriuria merupakan bagian dari flora
pemasangan dower kateter yaitu sekitar endogen atau flora usus normal dan dapat
40%. Dalam beberapa studi prospek, telah diperoleh dari kontak dengan peralatan
dilaporkan bahwa tingkat ISK yang yang tidak steril. Bakteri juga dapat
berhubungan dengan pemasangan dower diperoleh melalui kontaminasi silang dari
kateter berkisar antara 9% - 23% (20). kontak tangan oleh pasien atau petugas
Menurut literatur lain didapatkan rumah sakit (Lewis et al, 2007).
pemasangan dower kateter mempunyai
dampak terhadap 80% terjadinya infeksi Kateterisasi kandung kemih merupakan
saluran kemih (Heather, M. And Hannie, tindakan memasukan selang lateks atau
G. 2001 dalam Annisah, 2013). plastik melalui uretra ke kandung kemih.
Kateter akan menjadi saluran urine
Berdasarkan laporan National Healthcare kontinu pada klien yang tidak mampu
Safety Network (NHSN) pada tahun 2006, mengendalikan miksi atau pada klien
di Rumah Sakit Perawatan Akut Amerika penderita obstruksi. Dengan kateter
Serikat prevalensi infeksi saluran kemih perawat juga dapat mengukur keluaran
pada pasien dengan kateter urine urin pada klien dengan gangguan
bervariasi dengan rata-rata mencapai hemodinamika. Kateterisasi kandung
1000/hari kejadian infeksi karena kateter. kemih memiliki resiko ISK, sumbatan,
Selain itu berdasarkan survey Healthcare- dan trauma uretra, oleh karena itu
Assosiated Infections (HAIs) pada tahun sebaiknya digunakan cara lain untuk
2008, angka kematian karena infeksi pengambilan spesimen atau penanganan
saluran kemih mencapai angka tertinggi inkontinensia (Getlife, 2003 dalam Perry
yaitu lebih dari 13.000 (2.3%) (Edwards & Potter, 2010).
dkk, 2006 dalam Friska, 2012).
Rute masuk bakteri ke dalam kandung
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi kemih juga melalui kontaminasi fekal
mikroorganisme pada saluran kemih yang pada meatus urinaria saat insersi dan
disertai adanya kolonisasi bakteri di selama menetapnya kateter urine.
dalam urine (bakteriuria). Bakteriuria Masuknya kateter urine yang
merupakan indikator utama infeksi terkontaminasi saat insersi
saluran kemih. Keberadaan bakteriuria memungkinkan bakteri kolonisasi
yang menjadi indikasi infeksi saluran (biofilm) di permukaan kateter dan alat-
kemih yaitu adanya pertumbuhan bakteri alat drainase. Normalnya kandung kemih
murni sebanyak 100.000 colony forming akan melakukan mekanisme pertahanan
units (cfu/ml) atau lebih pada biakan sterilitas terhadap bakteri yang masuk.
urine. Penderita yang mengalami Mekanisme pertahanan kandung kemih
bakteriuria terkadang tanpa disertai tanda melalui aliran urine, kepatenan
dan gejala klinis (asimtomatik) atau dapat sambungan uretrovesikal, barier fisik
disertai tanda dan gejala klinis uretra, berbagai enzim anti bakteri dan
(simtomatik). (Black & Hawks, 2009; antibody, serta karakteristik anti bakteri
Hooton et al, 2010). urine (Price & Wilson, 2006).

30
Pemasangan kateter akan menurunkan Studi pendahuluan dilakukan peneliti di
sebagian besar daya tahan alami pada Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin
traktus urinarius inferior dengan pada tanggal 30 Juli – 1 Agustus 2014.
menyumbat duktus periuretralis, Rumah sakit ini memiliki 7 bangsal rawat
mengiritasi mukosa kandung kemih dan inap yang menangani masalah
menimbulkan jalur artifisial untuk keperawatan medikal bedah yaitu Bangsal
masuknya kuman ke kandung kemih. Paulus, Anna, Maria, Fransiskus, Elisabet,
Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus Monika, dan ICU. Berdasarkan observasi
mencapai kandung kemih, melekat, dan di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin
melakukan kolonisasi pada epitelium bahwa ditemukan 6 perawat sedang
traktus urinarius (Smeltzer & Bare, 2002). memantau keadaan kateter urine pasien
Klien yang mengalami infeksi saluran sekaligus menanyakan keluhan mengenai
kemih akibat pemasangan kateter akan rasa nyaman pasien terkait kateter urine
mendapatkan perawatan yang lebih lama menetap dan selebihnya perawat
dari yang seharusnya sehingga biaya melakukan perawatan perineal pada saat
perawatan akan menjadi bertambah dan pasien mandi. Hasil wawancara dengan
masalah ini juga dapat memperburuk ketua tim dan perawat pelaksana di
kondisi kesehatan klien, bahkan dapat Bangsal Paulus, Anna, Monika,
mengancam keselamatan jiwanya. Fransiskus, dan ICU bahwa tindakan
(Rasyid, 2000; Utama, 2006). perawatan kateter urine menetap sangat
jarang dilakukan.
Upaya penurunan angka bakteriuria pada
pasien yang menggunakan kateter urine Rerata lama pasien yang terpasang kateter
indwelling telah menjadi isu patient safety urine menetap selama 3-5 hari. Terdapat 3
yang harus ditujukan pada semua rumah pasien dari 20 orang yang terpasang
sakit. Salah satu caranya dengan kateter urine menetap mengeluh nyeri di
mengimplementasikan metode praktek daerah uretra pada hari ke-4. Hal ini telah
yang terbaik untuk menurunkan kejadian menunjukkan bahwa ada gejala klinis
bakteriuria (Buchman & Stinnett, 2011). bakteriuria pada pasien yang terpasang
Target strategi pada pencegahan kateter. Kemudian dilakukan tes dipstick
bakteriuria mencakup pembatasan multistrip pada 20 pasien yang terpasang
penggunaan kateter urine indwelling dan kateter urine menetap didapatkan hasil 13
durasi pemakaian, penggunaan teknik pasien positif bakteriuria.
aseptik pada pemasangan keteter dan
perawatan selama kateter urine terpasang
(Shuman & Chenoweth, 2010). Berdasarkan data dan permasalahan di
atas maka peneliti tertarik untuk
Klien dengan kateter indwelling melakukan penelitian tentang gambaran
membutuhkan perawatan khusus. Arahkan kepatuhan perawat dalam melaksanakan
tindakan keperawatan untuk mencegah SOP (Standar Operasional Prosedur)
infeksi dan mempertahankan aliran urine perawatan kateter urine menetap di ruang
yang lancar pada pada sistem drainase medikal bedah Rumah Sakit Suaka Insan
kateter. Sekret atau krusta pada lokasi Banjarmasin.
insersi kateter merupakan sumber iritasi
dan infeksi. Perawat memberikan higiene METODOLOGI PENELITIAN
perineum setidaknya 3 kali sehari atau Jenis Penelitian
sesuaikan kebutuhan pada klien dengan Penelitian ini merupakan jenis penelitian
retensi kateter (Perry & Potter, 2010). kuantitatif dengan menggunakan
rancangan penelitian deskriptif. Pada
penelitian ini peneliti ingin mengetahui
dan melihat pelaksanaan SOP (Standar

31
Operasional Prosedur) perawatan kateter kateter urine menetap oleh perawat di
urine menetap oleh perawat di ruang ruang medikal bedah rumah sakit yang
medikal bedah Rumah Sakit Suaka Insan meliputi tahap persiapan alat, persiapan
Banjarmasin tahun 2014. pasien, dan langkah-langkah.

Variabel Penelitian Uji Reliabilitas


Variabel yang digunakan dalam penelitian Untuk menentukan toleransi perbedaan
ini adalah variabel tunggal yaitu hasil yang dilakukan observer pada
pelaksanaan SOP perawatan kateter urine observasi dalam pelaksanaan SOP
menetap oleh perawat . perawatan kateter urine menetap perawat,
digunakan uji realibilitas pengamatan atau
Populasi Penelitian uji kesepakatan (observasi) yang
Populasi penelitian ini adalah seluruh dikemukakan oleh H.J.X Fernandes
perawat yang melakukan perawatan (Arikunto, 2005).
kateter urine menetap di ruang medikal
bedah Rumah Sakit Suaka Insan Peneliti melakukan uji kesepakatan
Banjarmasin berjumlah 75 orang. Terdiri kepada 2 observer (asisten) untuk
dari Paulus 9 Perawat pelaksana, Anna 14 mengamati 3 perawat yang melakukan
Perawat pelaksana, Maria 14 Perawat perawatan kateter urine menetap di ruang
pelaksana, Fransiskus 10 Perawat medikal bedah yang memiliki
pelaksana, Elisabeth 6 Perawat pelaksana, karakteristik yang sama dan perawat
Monika 5 Perawat pelaksana, dan ICU 17 tersebut bukan termasuk sampel
Perawat pelaksana. penelitian. Jika nilai yang diperoleh > 0,6
maka dinyatakan reliabel. Dari uji
Sampel penelitian kesepakatan antara peneliti dan asisten
Dalam penelitian ini menggunakan peneliti diperoleh hasil uji > 0,6 yang
sampel minimum yaitu 30 perawat berarti bahwa, asisten peneliti dinyatakan
pelaksana di ruang medikal bedah Rumah reliabel.
Sakit Suaka Insan Banjarmasin.
Teknik Analisa Data
Waktu dan Tempat Penelitian Analisis univariate
Pengumpulan data penelitian dilakukan Untuk analisa dari tiap variabel digunakan
pada 28 Oktober – 4 Desember 2014 di rumus distribusi frekuensi. Setelah
Ruang Medikal Bedah Rumah Sakit didapatkan angka secara kuantitatif,
Suaka Insan Banjarmasin. dijumlahkan kemudian dipresentasikan
dengan penafsiran deskriptif dengan
Alat Pengumpul Data rentang nilai menurut Arikunto (2010) :
Alat ukur yang digunakan dalam a. Dilaksanakan : > 50%
penelitian ini berupa lembar observasi b. Tidak Dilaksanakan : ≤ 50%
yang disusun oleh peneliti didasarkan
pada SOP (Standar operasional Prosedur) HASIL DAN PEMBAHASAN
perawatan kateter urine menetap di Pelaksanaan SOP (Standar Operasional
Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Prosedur) Perawatan Kateter Urine
Jumlah pernyataan ada 24 item, Menetap pada Tahap Persiapan Alat.
menggunakan skala guttman dengan
pilihan jawaban ya dan tidak. Hasil ukur Prosedur Tahap
No F %
ditentukan dengan dengan 2 kriteria, yaitu Persiapan Alat
tidak dilakukan (skor 0) dan dilakukan 1 Dilaksanakan 28 93,3
(skor 1). Instrumen ini menilai tentang 2 Tidak Dilaksanakan 2 6,67
bagaimana pelaksanaan SOP perawatan Jumlah 30 100

32
Hasil analisis univariat tentang orang, dan 13 (43,33%) orang lainnya
pelaksanaan SOP (Standar Operasional tidak menyiapkan. Saat dilakukan
Prosedur) perawatan kateter urine pengamatan, 13 perawat tersebut tidak
menetap pada tahap persiapan alat menyiapkan korentang steril sesuai
menunjukkan bahwa 28 (93,33%) perawat dengan prosedur.
sudah melaksanakan prosedur dan 2
(6,67%) perawat tidak melaksanakannya. Prosedur mengenai persiapan kapas lidi,
Namun jika dilihat dari masing-masing belum dilaksanakan oleh perawat (seluruh
prosedur, perawat di ruang medikal bedah responden) di ruang medikal bedah. Saat
belum sepenuhnya melaksanakan dilakukan pengamatan, perawat tidak
tindakan. menyiapkan kapas lidi sesuai dengan
prosedur. Hal ini disebabkan Rumah Sakit
Prosedur tentang perawat menyiapkan masih belum menyiapkan kapas lidi
Sublimat 1 : 1000 hanya dilaksanakan secara khusus untuk perawatan kateter
oleh 12 (40%) perawat dan 18 (60%) urine menetap.
perawat lainnya tidak melaksanakannya.
Rumah Sakit Suaka Insan tidak
menggunakan Sublimat 1:1000 namun Prosedur tentang perawat menyiapkan
menggunakan Savlon sehingga perawat perlak, belum dilaksanakan oleh perawat
yang menyiapkan Savlon dimasukkan (seluruh responden) di ruang medikal
dalam kategori melaksanakan tindakan. bedah. Saat dilakukan pengamatan,
Selanjutnya perawat yang menyiapkan perawat tersebut tidak menyiapkan perlak
Bethadine 10% berjumlah 23 (76,67%) sesuai dengan prosedur. Hal ini
orang dan 7 (23,33%) orang lainnya tidak dikarenakan seolah-olah perawat memiliki
menyiapkan. Saat dilakukan pengamatan, persepsi bahwa penggunaan perlak pada
7 perawat tersebut tidak menyiapkan pasien tidak terlalu mempengaruhi
bethadine 10% sesuai dengan prosedur. prosedur.

Makic et al (2011), mengungkapkan Pelaksanaan SOP (Standar Operasional


bahwa perawatan kateter urine yang Prosedur) Perawatan Kateter Urine
dilakukan dengan rutin menggunakan Menetap pada Tahap Persiapan Pasien
sabun dan air lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan cairan pembersih, Prosedur Tahap
No F %
antiseptik, krim, losion, atau minyak. Persiapan Alat
Wilson et al (2009), menyatakan bahwa 1 Dilaksanakan 30 100
penggunaan bahan antiseptik seperti 2 Tidak Dilaksanakan 0 0
Jumlah 30 100
povidone iodine dan chlorhexidine pada
perawatan kateter indwelling yang rutin
dilakukan akan meningkatkan risiko Hasil analisa data tentang pelaksanaan
infeksi melalui iritasi meatus uretra. SOP (Standar Operasional Prosedur)
Menurut Al-Farsi et al (2009), bahwa perawatan kateter urine menetap pada
povidone iodine 10% dapat menyebabkan tahap persiapan pasien menunjukkan
kulit dan mukosa iritasi dan terbakar Ebo bahwa seluruh perawat 30 (100%) di
et al (2004), mengemukakan bahwa ruang medikal bedah sudah melaksanakan
chlorhexidine dapat mengakibatkan kulit prosedur tersebut.
dan mukosa iritasi, terbakar dan reaksi
anaphylaksis. Khusus prosedur mengenai peran perawat
untuk memberitahukan pasien tentang
Kemudian perawat yang menyiapkan prosedur yang akan dilakukan, telah
korentang steril sebanyak 17 (56,67%) dilaksanakan oleh 16 (53,33%) perawat
dan 14 (46,67%) perawat lainnya tidak

33
melaksanakannya. Saat dilakukan belum dilaksanakan oleh perawat (seluruh
pengamatan, 14 perawat tersebut tidak responden) di ruang medikal bedah. Saat
memberitahukan tentang prosedur dilakukan pengamatan, seluruh perawat
perawatan kateter urine menetap. Hal ini tersebut tidak perawat meletakan perlak di
disebabkan perawat merasa dirinya masih bawah bokong pasien sesuai dengan
belum pasti untuk melakukan tindakan prosedur. Penggunaan perlak tidak terlalu
perawatan kateter urine menetap dan mempengaruhi prosedur karena tindakan
perawat hanya sebatas melakukan perawat yang tepat saat membersihkan
pengkajian. daerah meatus dan ujung kateter pasien
sehingga tidak menimbulkan tetesan dan
Pelaksanaan SOP (Standar Operasional percikan cairan dari antiseptik. Namun,
Prosedur) Perawatan Kateter Urine perlak juga memiliki kegunaan sebagai
Menetap pada Tahap Langkah- pembatas antara tempat pelaksanaan
Langkah/Kerja. tindakan dengan daerah yang beresiko
menyebarkan penyakit.
Prosedur Tahap
No F % Penggunaan perlak saat melakukan
Persiapan Alat
1 Dilaksanakan 23 76,67 perawatan kateter urine menetap adalah
2 Tidak Dilaksanakan 7 23,33 salah satu syarat untuk terlaksananya
Jumlah 30 100 perawatan kateter yang sesuai SOP
dimanapun seorang perawat bekerja.
Hasil analisa data tentang pelaksanaan Menurut Nursalam (2007), kewaspadaan
SOP (Standar Operasional Prosedur) universal yaitu tindakan pengendalian
perawatan kateter urine menetap pada infeksi yang dilakukan oleh seluruh
tahap kerja menunjukkan bahwa 23 tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko
(76,67%) perawat sudah melaksanakan penyebaran infeksi dan didasarkan pada
prosedur dan 7 (23,33%) perawat belum prinsip bahwa darah dan cairan tubuh
melaksanakannya. Namun bila dilihat dari dapat berpotensi menularkan penyakit,
masing-masing prosedur, perawat di baik berasal dari pasien maupun petugas
ruang medikal bedah belum sepenuhnya kesehatan.
melaksanakan tindakan.
Selanjutnya tindakan perawat dalam
Prosedur tentang perawat memberikan membersihkan ujung kateter dekat meatus
posisi yang sama dengan pemasangan sepanjang 10 cm dengan cairan antiseptik
kateter kepada pasien, sudah dilaksanakan dengan arah melingkar keluar, hanya
oleh 22 (73,33%) perawat dan 8 (66,67%) dilaksanakan oleh 10 (33,33%) perawat
perawat belum melaksanakannya. Saat dan 20 (66,67%) perawat lainnya tidak
dilakukan pengamatan, 8 perawat tersebut membersihkan. Saat dilakukan
tidak memberikan posisi yang sama pengamatan, 20 perawat tersebut tidak
dengan pemasangan kateter kepada pasien membersihkan ujung kateter dekat meatus
sesuai dengan prosedur. Hal ini sepanjang 10 cm dengan cairan antiseptik
disebabkan pasien yang dirawat pada saat dengan arah melingkar keluar sesuai
itu adalah berjenis kelamin laki-laki dengan prosedur. Hal ini disebabkan
sehingga perawat tidak memberikan posisi bahwa pada saat pengkajian, pasien sudah
yang sama dengan pemasangan kateter merasa nyaman dengan terpasangnya
karena letak kateter yang mudah kateter urine menetap dan kondisi selang
dijangkau oleh perawat. kateter urine masih bersih sehingga
perawat merasa tidak perlu melakukan
Kemudian prosedur tentang perawat tindakan tersebut.
meletakan perlak di bawah bokong pasien,

34
Prosedur tentang pemberian bethadine dari yang seharusnya sehingga biaya
pada daerah meatus dan ujung kateter perawatan akan menjadi bertambah dan
sepanjang 2,5 cm, hanya dilaksanakan masalah ini juga dapat memperburuk
oleh 11 (36,67%) perawat dan 19 kondisi kesehatan klien, bahkan dapat
(63,33%) perawat lainnya tidak mengancam keselamatan jiwanya.
melaksanakan. Saat dilakukan
pengamatan, 19 perawat tersebut tidak Pada prosedur mengenai tindakan dalam
memberi bethadine pada daerah meatus memberi posisi yang nyaman kepada
dan ujung kateter sepanjang 2,5 cm sesuai pasien telah dilaksanakan oleh 23
dengan prosedur. Hal ini disebabkan (76,67%) perawat, dan 7 (23,33%)
bahwa saat pengkajian, pasien tidak perawat lainnya tidak melaksanakan. Saat
mempunyai keluhan terkait kondisi dilakukan pengamatan, 7 perawat tersebut
kateter urine dan perineal sehingga tidak memberi posisi yang nyaman
perawat merasa tidak perlu melakukan kepada pasien sesuai dengan prosedur.
tindakan tersebut.
Perawat yang merapikan alat sebanyak 16
Pasien yang dirawat dengan kateter urine (53,33%) orang, sedangkan 14 (46,67%)
menetap sangat beresiko mengalami orang lainnya tidak merapikan. Hal ini
infeksi. Maka dari itu perlu dilakukan disebabkan 14 perawat tersebut memang
penanganan yang baik dalam perawatan tidak melakukan tindakan untuk
kateter urine menetap. Namun, jika hal itu membersihkan meatus dan selang kateter
diabaikan akan mempermudah bakteri pasien sehingga mereka juga tidak perlu
masuk sehingga pasien mengalami merapikan alat.
infeksi. Menurut Price & Wilson (2006),
rute masuk bakteri ke dalam kandung Menurut Perry & Potter (2005), Standar
kemih juga melalui kontaminasi fekal Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu
pada meatus urinaria saat insersi dan standar atau pedoman tertulis yang
selama menetapnya kateter urine. dipergunakan untuk mendorong dan
Masuknya kateter urine yang menggerakkan suatu kelompok dalam
terkontaminasi saat insersi mencapai tujuan organisasi. SOP
memungkinkan bakteri kolonisasi merupakan tatacara atau tahapan yang
(biofilm) di permukaan kateter dan alat- dibakukan dan yang harus dilalui untuk
alat drainase. menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.

Menurut Smeltzer & Bare (2002), Direkomendasikan kepada Pihak rumah


pemasangan kateter akan menurunkan sakit diharapkan dapat meningkatkan
sebagian besar daya tahan alami pada kualitas pelayanan asuhan keperawatan
traktus urinarius inferior dengan terutama dalam merawat kateter urine
menyumbat duktus periuretralis, menetap harus sesuai dengan SOP
mengiritasi mukosa kandung kemih dan (Standar Operasional Prosedur). SOP
menimbulkan jalur artifisial untuk tersebut hendaknya dievaluasi secara
masuknya kuman ke kandung kemih. berkala berdasarkan ilmu keperawatan
Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus yang up to date dan didukung dengan
mencapai kandung kemih, melekat, dan evidence based practice.
melakukan kolonisasi pada epitelium
traktus urinarius. Rasyid dan Utama KESIMPULAN
(2000;2006), menyatakan bahwa klien Setelah melakukan penelitian dan
yang mengalami infeksi saluran kemih pembahasan mengenai “Gambaran
akibat pemasangan kateter akan Pelaksanaan SOP (Standar Operasional
mendapatkan perawatan yang lebih lama Prosedur) Perawatan Kateter Urine

35
Menetap oleh Perawat di Ruang Medikal Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian
Bedah Rumah Sakit Suaka Insan suatu pendekatan praktek. Jakarta :
Banjarmasin Tahun 2014” maka dapat PT. Rineka Cipta
dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :
1. SOP (Standar Operasional Prosedur) Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009).
perawatan kateter urine menetap pada Medical Surgical Nursing : Clinical
tahap persiapan alat, masih belum Management for Positive Outcomes.
dilaksanakan sepenuhnya oleh perawat (8th ed.). Vol.1. St. Louis : Elsevier.
di ruang medikal bedah. Diakses pada tanggal 18 Agustus
2. SOP (Standar Operasional Prosedur) 2014.
perawatan kateter urine menetap pada
tahap persiapan pasien, sudah Buchman, B., & Stinnett, G. (2011).
dilaksanakan oleh perawat (seluruh Reducing Rates of Catheter-
responden) di ruang medikal bedah. Associated Urinary Tract Infection.
3. SOP (Standar Operasional Prosedur) Alabama Nurse. Vol.38(2).
perawatan kateter urine menetap pada Diakses pada tanggal 21 Agustus 2014.
tahap langkah-langkah/kerja, masih
belum dilaksanakan sepenuhnya oleh Ebo, D.G., Bridts, C.H., & Stevens, W.J.
perawat di ruang medikal bedah. (2004). Anaphylaxis to An Urethral
Lubricant: Chlorhexidine as The
Jadi, secara keseluruhan SOP (Standar Hidden Allergen. Acta Clinical
Operasional Prosedur) perawatan kateter Belgica, 59(6), 358–360. Diakses
urine menetap belum dilaksanakan tanggal 10 November 2014.
sepenuhnya oleh perawat di ruang
medikal bedah. Friska.(2012). Hubungan lamanya
penggunaan kateter terhadap
DAFTAR PUSTAKA terjadinya infeksi saluran kemih di
Al-Farsi, S., Oliva, M., Davidson, R., RSU Haji Medan. Stikes Deli
Richardson, S.E., & Ratnapalan, S. Husada. Diakses dari
(2009).Periurethral Cleaning Prior http://delihusada.ac.id/files/jurnal/jur
to Urinary Catheterization in nal2.pdf tanggal 24 juli 2014.
Children: Sterile Water Versus 10%
Povidone-iodine. Clinical Pediatrics, Lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen,
48(6), 656–660. Diakses pada S.R., O’Brien, P.G., & Bucher,
tanggal 8 Oktober 2014.
L. (2007) Medical Surgical Nursing:
Annisah. (2013). Studi Diskriptif Peran Assessment and Management of
Perawat Dalam Pelaksanaan Clinical Problems. Ed.7. Vol.2.
Perineal Hygiene Pada Pasien Mosby: Elsevier Inc. Diakses pada
Rawat Inap yang Terpasang Kateter tanggal 26 Juli 2014.
Di Rumah Sakit Roemani Semarang.
Makic, M.B., Vonrueden, K.T., Rauen,
Universitas Muhamadiyah
C.A., & Chadwick, J. (2011).
Semarang. Diakses dari
Evidence- Based Practice Habits:
http://digilib.unimus.ac.id/download.
Putting More Sacred Cows Out to
php?id=12838 pada tanggal 18 Juli
Pasture. Critical Care Nurse. Vol 31.
2014.
Diakses pada tanggal 5 September
Arikunto, S. (2005). Prosedur Penelitian 2014.
suatu pendekatan praktek edisi
revisi. Jakarta : PT. Rineka Cipta

36
Nursalam. (2007). Pendidikan dalam
keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika

Perry & Potter. (2005). Buku Ajar


Fundamental keperawatan : konsep,
proses, dan praktik. Jakarta : EGC

Price & Wilson.(2006). Patofisiologi


konsep klinis proses-proses penyakit
volume 1 edisi 6. Jakarta : EGC

Shuman, EK., & Chenoweth, CE. (2010).


Recognition and Prevention of
Health Care Association Urinary
Tract Infection in The ICU. Critical
Care Medicine. August; 38 (8).
University of Michigan. Departement
of Internal Medicine Ann Arbor, MI,
USA. Diakses tanggal 26 Juli 2014.

Smeltzer & Bare.(2002). Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol 2. Jakarta : EGC

Wilson, M. (2011). Addressing The


Problems of Long-term Urethral
Catheterization Part 1. British
Journal of Nursing. Vol.20(22).
1418-1424. Diakses tanggal 4
November 2014.

37

You might also like