You are on page 1of 29

WRAP UP SKENARIO 1 MPT

MENCEGAH PENYAKIT DENGAN VAKSINASI

Oleh : A8

Ketua : ANNISHA JEHAN KHAERUNNISA (1102013040)

Sekretaris : ARGIA ANJANI (1102013041)

Anggota :

AULIA SHABRINA SYUKHARIAL (1102012034)

ARINA ZHABRINA (1102013042)

EKO SETIO NUGROHO (1102013092)

ELGARITZA NANI DEVIYANTI (1102013094)

ELI SUSANTI (1102013095)

ERIC SETIADY (1102013098)

HARSHA DENANDA PUTRA (1102013123)

UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN PELAJARAN 2013-2014

1
SKENARIO 1

MENCEGAH PENYAKIT DENGAN VAKSINASI


Seorang bayi berumur 3 hari mendapat vaksinasi BCG di lengan kanan atas
untuk mencegah penyakit dan mendapatkan kekebalan. Empat minggu kemudian
bayi tersebut dibawa kembali ke RS karena timbul benjolan di ketiak kanan. Setelah
Dokter melakukan pemeriksaan didapatkan pembesaran nodus limfatikus di region
aksila dekstra. Hal ini disebabkan adanya reaksi terhadap antigen yang terdapat
dalam vaksin tersebut dan menimbulkan respon imun tubuh.

2
Identifikasi Kata-Kata Sulit
1. Vaksinasi : Pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke dalam tubuh
manusia atau binatang agar kebal terhadap penyakit.
2. Vaksinasi BCG: Vaksin yang diberikan pada orang yang berisiko terkena
tuberculosis. Diberikan saat lahir sampai umur 2 bulan. Terbuat dari
Mycobacterium bovis yang dilemahkan.
3. Respon Imun : Respon yang ditimbulkan oleh sel-sel dan molekul yang
menyusun sistim imunitas setelah berhadaoan dengan substansi asing (antigen).
4. Antigen : Zat-zat yang mampu menginduksi suatu respon iun dan bereaksi
dengan produk respon tersebut.
5. Nodus Limfatikus : Kelenjar kecil yang berbentuk seperti kacang merah,
berfungsi untuk membentuk limfosit dan berterminal di limfe.
6. Regio axilaris dekstra : Ruang pyramid kecil antara dinding toraks atas dengan
lengan bagian bawah sebelah kanan.
7. Kekebalan : Sistem pertahanan yang digunakan untuk melindungi tubuh dari
infeksi penyakit atau kuman.
Analisa Masalah
1. Apa saja jenis-jenis respon imun?
2. Apa saja jenis-jenis vaksinasi?
3. Mengapa vaksinasi BCG diberikan saat umur 2 bulan?
4. Apa saja ciri-ciri antigen?
5. Apa tujuan dilakukan vaksinasi?
JAWABAN
1. Imunitas alamiah: Diperoleh tanpa dipengaruhi kontak antigen, sifat
nonspesifik.
Imunitas adaptif: Didapat setelah terjadi paparan terhadap antigen, sifat
spesifik.
2. Vaksin BCG (untuk resiko TB), DPT (Melawan dipteri, pertussis, tetanus),
MMR (melawah mumps, measles, rubella), polio, campak, varisella,
hepatitis A, hepatitis B.
3. Jika kurang dari dua bulan justru meningkatkan resiko TB karena daya tahan
tubuh masih lemah.
4. Bersifat nonself, antigen yang paling poten adalah antigen yang paling besar.
5. Untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
6.
Hipotesa
Ketika tubuh diberi vaksin yang mengandung antigen, tubuh akan merespon dengan
adanya respon imun yang terbagi menjadi dua: respon imun non spesifik dan
spesifik. Respon imun non spesifik pada beberapa kasus menyebabkan terjadinya
pembesaran nodus limfatikus, sedangkan respon imun spesifik akan membentuk
antibodi dan sel memori.

3
SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Organ Limfoid
1.1 Anatomi Secara Makroskopik
1.2 Anatomi Secara Mikroskopik
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Antigen dan Antibodi
2.1 Definisi Antigen dan Antibodi
2.2 Klasifikasi Antigen dan Antibodi
2.3 Stuktur
2.4 Fungsi
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Respon Imun
3.1 Memahami dan Menjelaskan Respon Imun Non Spesifik
3.2 Memahami dan Menjelaskan Respon Imun Spesifik
3.3 Mekanisme
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Vaksinasi dan Imunisasi
4.1 Definisi Vaksinasi dan Imunisasi
4.2 Jenis-Jenis Vaksinasi dan Imunisasi
LI 5. Vaksinasi dan Imunisasi Menurut Prespektif Islam

4
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Organ Limfoid
1.1 Anatomi Secara Makroskopik

 Nodus Limfatikus
-Bentuk oval seperti kacang tanah ,mempunyai pinggiran yang cekung
disebut dengan hilus.
-Besarnya sebesar kepala peniti sampai sebesar buah kenari dan dsapat
diraba terutama pada daerah leher ,axilla,inguinale dll.
-Terletak disekitar pembulu darah yang berfungsi memproduksi
limfosit dan antibopdi untuk mencegah penyebaraan infeksi lanjutaan
Daerah-daerah tubuh yang memiliki noduslimfatikus diantaranya:
1. Daerah kepala dan leher bagian lateral dan belakang yaitu di
sepanjang lingual pyarynx, cavum nasi, palatum, muka, mandibula,
dan dasar mulut.
2. Daerah extrimitas superior: manus antebrachi dan ragio axillaris.
3. Daerah mamae dibawah m. pectoralis meliputi kulit dan otot.
4. Daerah torax meliputi dinding torax jantung, paru aliran limfe torax
dan kelenjar mamae masuk ke dalam nodelimfus anterior dan
posterior.
5. Daerah extrimitas inferior: disepanjang arteri, vena tibialis, regio
poplitea, region inguinale, aliran limfonodus inguinale.

 Lien
Lien adalah massa jaringan lymphoid tunggal terbesar, lunak, rapuh,
berwarna kemerahan dan berbentuk oval. Terletak pada region
hypochondrium sinistra. Fungsi lien:

1. Memproduksi antibodi yang dilakukan oleh sel plasma


2. Menghasilkan makrofag untuk memfagosit pathogen dan benda
asing di dalam darah. Makrofag di dalam lien juga memfagosit sel
darah merah yang tua dan membentuk bilirubin, melalui sirkulasi
portal bilirubin tersebut di kirim ke hepar untuk disekresikan oleh
vesica felea
3. Sebagai tempat penyimpanan dan penghancuran platelet bila tidak
dibutuhkan lagi

 Thymus

-Organ limfoid terletak pada sternum bagian atas belakang di daerah


mediastinum superior dan bertumbuh terus sampai pubertas.

5
-Setelah pubertas, timus mengalami
involusi dan setelah dewasa semakin
kecil tetapi, masih berfungsi untuk
menghasilkan limfosit T yang baru.
-Timus mempunyai 2 lobus,
mempunyai bagian korteks dan
medulla berbentuk segitiga gepeng dan
kemerahaan.
-Pendarahan timus berasal dari arteri
tymica yang merupakan cabang dari
arteri tyroidea inferior dan mamaria
interna.

Batas-batas anatomi
1. Batas anterior: manubrium sterni dan rawan costae.
2. Batas atas: region colli inferior.

 Tonsil
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas
lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior
(Shnayder, Y, 2008). Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini,
pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus
glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005). Dasar fossa tonsilaris dinamakan
dengan istilah Tonsila bed dan tonsil termaksud salah satu dari organ
limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila yaitu Tonsila Palatina, Tonsila
Lingualis, Tonsila Pharyngealis. Ketiga tonsil tersebut membentuk
cincin pada saluran limf yang dikenal dengan “Ring of Waldeyer” hal
ini yang menyebabkan jika salah satu dari ketiga tonsila ini terinfeksi
dua tonsila yang lain juga ikut meradang.
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya
arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna
dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan
cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub
bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah
tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi
oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena
dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

6
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena
lidah dan pleksus faringeal (Wiatrak BJ, 2005).
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah
muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan
akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh
getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada
(Wanri A, 2007).
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX
(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine
nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.
Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar.
Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel
plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen
komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan
tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil
dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular,
mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid
(Wiatrak BJ, 2005). Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang
diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama
produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik
(Hermani B, 2004).
A) Tonsila Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar
anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral
orofaring. Dibatasi oleh:
1. Lateral – muskulus konstriktor faring superior
2. Anterior – muskulus palatoglosus
3. Posterior – muskulus palatofaringeus
4. Superior – palatum mole
5. Inferior – tonsil lingual (Wanri A, 2007)

7
Permukaan tonsil palatina ditutupi
epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila.
Banyak limfanodulus terletak di
bawah jaringan ikat dan tersebar
sepanjang kriptus. Limfonoduli
terbenam di dalam stroma jaringan
ikat retikular dan jaringan limfatik
difus. Limfonoduli merupakan bagian
penting mekanisme pertahanan tubuh
yang tersebar di seluruh tubuh
sepanjang jalur pembuluh limfatik.
Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat
germinal (Anggraini D, 2001).

B) Tonsila Faringeal (Adenoid)


Adenoid merupakan masa limfoid
yang berlobus dan terdiri dari
jaringan limfoid yang sama dengan
yang terdapat pada tonsil. Lobus
atau segmen tersebut tersusun
teratur seperti suatu segmen terpisah
dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini
tersusun mengelilingi daerah yang
lebih rendah di bagian tengah,
dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus.
Adenoid terletak di dinding
belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama
ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke
fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan
mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi (Hermani B, 2004).
C) Tonsila Lingual

8
Tonsil lingual terletak di dasar lidah
dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis
tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks,
yaitu sudut yang terbentuk olehpapilla
sirkumvalata

1.2 Anatomi Secara Mikroskopik

Nodus Limfatikus
A. Korteks
a. Korteks luar : Susunan limfosit membentuk nodulus limfatikus.
Terlihat terang, ada limfosit besar dan mikrofag : germinal center.
Germinal center adalah terjadi diferensiasi limfosit B menjadi sel
plasma.
b. Korteks dalam : Limfosit difus, dan didominasi oleh limfosit T.

B. Medula
Terdapat korda medularis yang menjadi dinding dari sinus-sinus
medularis.

Timus

 Timus memiliki suatu simpai jaringan ikat yang masuk ke dalam


parenkim dan membagi timus menjadi lobulus.
 Setiap lobulus memiliki satu zona perifer gelap disebut korteks dan
zona pusat yang terang disebut medula korteks dan medula berisi sel-
sel limfosit.
 Sel limfosit berasal dari sel mesenkim yang menyusup ke dalam suatu
epitel primordium dari kantung faringeal ke 3 dan 4.

9
A. Korteks Timus
Terdapat :

- Limfosit T yang sangat


banyak
- Sel retikular epitel yang
tersebar
- Beberapa makrofag

B. Medula Timus

 Mengandung
sel retikular dan
limfosit.
 Sel-sel ini
menyebabkan
medula tampak
lebih pucat
dibanding
bangunan
korteks.
 Mengandung
badan hassal
yang merupakan sel retikular epitel gepeng yang tersusun konsentris,
mengalami degenerasi dan mengandung granula keratohialin.
 Fungsi badan hassal belum diketahui.

10
Lien
Lien berwarna merah tua karena banyak mengandung darah.
- Tampak bintik-bintik putih dalam parenkim  nodulus limfatikus (pulpa
putih/pulpa alba)
- Pulpa alba terdapat dalam jaringan merah tua yang penuh dengan darah 
pulpa merah/pulpa rubra.
- Pulpa rubra terdiri atas bangunan memanjang yaitu Korda limpa (korda
billroth) yang terdapat diantara sinusoid

Tonsila
1. TONSILA PALATINA

 Terletak pada dinding lateral faring bangun oral


 Setiap tonsila memiliki 10-20 invaginasi epitel
(epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk) yang
menyusup ke dalam parenkim membentuk kriptus
yang mengandung sel-sel epitel yang terlepas,
limfosit hidup dan mati, dan bakteri dalam lumennya
 Yang memisahkan jaringan limfoid dari organ-organ berdekatan adalah satu
lapis jaringan ikat padat yang disebut simpai tonsila yang biasanya bekerja
sebagai sawar terhadap penyebaran infeksi tonsil.
2. TONSILA PHARINGEA
- Merupakan tonsila tunggal yang terletak dibagian supero-posterior faring.
- Ditutupi epitel bertingkat silindris bersilia
- Terdiri atas lipatan-lipatan mukosa dengan jaringan limfoid difus dan
nodulus limfatikus
- Tidak memiliki kriptus
- Simpai lebih tipis dari T. palatine

3. TONSILA LINGUALIS
- Lebih kecil dan lebih banyak
- Terletak pada pangkal lidah
- Ditutupi epitel berlapis gepeng
- Masing-masing mempunyai sebuah kriptus

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Antigen dan Antibodi


2.1 Definisi Antigen dan Antibodi
ANTIBODI
Antibodi disebut juga immunoglobulin (Ig) atau serum protein
globulin. Antibodi adalah subtansi kimia berupa glikoprotein dengan

11
struktur tertentu yang terbentuk sebagai respons terhadap keberadaan
benda-benda asing (antigen) yang tidak dikehendaki oleh tubuh dan
bersifat reaktif terhadap antigen tersebut. Antibodi memiliki
kemampuan alami dalam mengidentifikasi antigen. Antibodi
menghancurkan antigen dengan cara mengikatnya. Antibodi
memiliki struktur molekul yang bersesuaian dengan antigen secara
sempurna, seperti anak kunci dengan lubangnya. Karena itu setiap
antibodi spesifik terhadap antigen jenis tertentu. Dan jika pembentukan
antibodi tidak sesuai dengan antigennya maka akan timbul masalah
dimana sistem kekebalan tubuh tidak akan bekerja dengan baik dan
tubuh akan rentan terhadap penyakit.

Antibodi dapat ditemukan pada aliran darah dan cairan nonseluler.


Kemampuan tubuh untuk membentuk antibodi menentukan seberapa
tinggi sistem kekebalan tubuh yang miliki. Antibodi dihasilkan oleh
limfosit B atau sel-sel B. Limfosit B atau sel-sel B terbentuk dari sel
induk didalam sumsum tulang yang dapat berkembang menjadi sel
plasma. Setiap sel B mempunyai antibodi di permukaannya yang
memiliki struktur yang khas atau spesifik dan hanya mengenali satu jenis
antigen.

ANTIGEN

Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik


dari limfosit pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang
dimilki virus, bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit. Molekul
antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk
sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi
jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang
berbeda namun saling melengkapi (Baratawidjaja 1991: 13;
Campbell,dkk 2000: 77). Antigen tersusun atas epitop dan paratop.
Epitop atau Determinan adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal/
menginduksi pembenntukan antibodi, sedangkan paratop adalah bagian
dari antibodi yang dapat mengikat epitop.
2.2 Klasifikasi Antigen dan Antibodi
ANTIGEN
1) Secara fungsional
a) Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).
b) Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.
2) Pembagian antigen menurut epitop
a) Unideterminan, univalent yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop
pada satu molekul.
b) Unideterminan, multivalent yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau
lebih determian tersebut ditemukan pada satu molekul.

12
c) Multideterminan, univalent yaitu banyak epitop yang bermacam-macam
tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
d) Multideterminan, multivalent yaitu banyak macam determinan dan
banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat
molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi). (Baratawidjaja 1991:
14).
3) Pembagian antigen menurut spesifisitas
a) Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies
yang berbeda.
b) Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.
c) Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu
dalam satu spesies.
d) Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama
dari spesies yang berbeda.
e) Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri
4) Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
a) T dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan
sel B untuk dapat menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah
antigen protein.
b) T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan
sel Tuntuk membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar
polimerik yang dipecah di dalam badan secara perlahan-lahan, misalnya
lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri.
(Baratawidjaja 1991: 15).
5) Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a) Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein dapat menimbulkan
respon imun terutama pembentukan antibodi. Respon imun yang
ditimbulkan golongan darah ABO, mempunyai sifat antigen dan
spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah
merah.
b) Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat
oleh protein carrier. Lipid dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah
sphingolipid.
c) Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh
protein carrier. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik.

13
Respon imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan SLE.
d) Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan
univalent. (Baratawidjaja 1991: 15)
e) Reaksi Antigen dan Antibodi
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil
yang bisa masuk ke dalam tubuh.Substansi kecil tersebut bisa menjadi
antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita yang dikenal dengan
istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non
spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk
dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan
antibodi.

ANTIBODI

Kelas Struktur Fungsi


imunoglobin
IgG Komponen utama imunoglobulin Antibody yang dominan
serum, dengan berat molekul pada respos sekunder dan
160.000 Terdiri dari dua rantai L merupakan pertahanan
dan dua rantai H yang penting terhadap virus
dihubungkan oleh ikatan disulfida dan bakteri
(rumus molekul ). IgG terdiri dari
4 kelas yaitu
IgG1,IgG2,IgG3,IgG4. iGg4 dapat
di ikat oleh sel mast dan basofil.
IgM Imunoglobin utama yang Imunoglobin yang palin
dihasilkan pada awal respon imun efisien pada
primer yang terdiri dari lima unit aglutinasi,fiksasi
(masing-masing serupa dengan komplemen dan reaksi
satu unit IgG) dan satu molekul antigen-antibody lainnya
rantai J (joining) serta penting pada
pertahanan melawan
bakteri dan virus

14
IgA Jumlahnya sedikit dalam terum IgA sekretori melindungi
tetapi banyak pada IgA sekretori tubuh dari patogen karna
seperti pada susu,saliva dan air dapat bereaksi dengan
mata serta pada sekresi saluran molekul adhesi dari
pernafasan dan genital . patogen potensial
Setiap molekul IgA sekreotip(BM sehingga mencegah
400.00) terdiri dari dua unit dan adherens dan kolonisasi
satu molekul rantai J dan patogen tersebut dalam
komponen sekreotip.komponen sel sel penjamu. IgA juga
sekreotip adalah suatu protein yang bekerja sebagai opsonin
berasal dali pemecahan reseptor oleh karna netrofil
poli-Ig. ,mnosit,dan makrofag
memiliki reseptor untuk
Fca(Fca-R) sehingga
dapat meningkatkan efek
bakteriolitik komplemen
dan menetralisir tiksin.
IgE IgE ditemukan sangat sedikit Kadar IgE serum tinggi
didalam serum. IgE mudah di ikat ditemukan pada saat
mastosit,basofil,eosinofil,makrofag alergi, infeksi cacing,
dan trombosit yang pada skistosomiasis, penyakit
permukaannya memiliki reseptor hidatid,trikinosis.kecuali
untuk fraksi Fc dari IgE ppada alergi IgE juga
diduga berperan pada
iminitas parasit.
IgD Ditemukan dengan kadar yang Mempunya aktifitas
sangat rendah dalam darah (1% antibody terhadap antigen
imunoglobulin dalam serum).IgD berbagai makanan dan
tidak mengikat komplemen . auto antigen seperti
komponen nukleus. dan
selanjutnya ditemukan
bersamaan dengan IgM
pada permukaan sel B
sebagai reseptor antigen
pada aktifitas sel B.

2.3 Stuktur

15
Antibodi tersusun oleh 4 rantai polipeptida (2 rantai polipeptida berat atau
"heavy chain" dan 2 polipeptida ringan atau "light chain". Antibodi
mempunyai bentuk seperti huruf Y. Kedua lengan bagian atas disebut daerah
variable, karena dapat berubah-ubah sesuai dengan antigen yang diikat.
Sedangkan lengan bagian bawah disebut daerah constan, karena daerah
tersebut tidak dapat berubah bentuk. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu
unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu
ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris.
Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah
simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu
bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino
yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai
dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu
kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ),
rantai A (α), rantai M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai
mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain;
sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E
masing-masing 5 domain. Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 rantai
berat (H-chain) yang identik dan 2 rantai rinngan (L-chain) yang juga identik.
Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida (S-S),
demikian pula rantai berat satu dengan yang lain diikat dengan ikatan S-S.
Molekul ini oleh enzim proteolitik papain dapat dipecah menjadi tiga
fragmen, yaitu 2 fragmen yang mempunyai susunan sama terdiri atas H-chain
dan L-chain, disebut fragmen Fab yang dibentuk oleh domain terminal-N, dan
1 fragmen yang hanya terdiri atas H-chain saja disebut fragmen Fc yang
dibentuk oleh domain terminal-C. Fragmen Fab dengan antigen binding site,
berfungsi mengikat antigen karena itu susunan asam amino di bagian ini
berbeda antara molekul imunoglobulin yang satu dengan yang lain dan sangat
variabel sesuai dengan variabilitas antigen yang merangsang
pembentukannya. Sebaliknya fragmen Fc merupakan fragmen yang konstan.
Fragmen ini tidak mempunyai kemampuan mengikat antigen tetapi dapat
bersifat sebagai antigen (determinan antigen). Fragmen ini pulalah yang
mempunyai fungsi efektor sekunder dan menentukan sifat biologik
imunoglobulin bersangkutan, misalnya kemampuan imunoglobulin untuk
melekat pada sel, fiksasi komplemen, kemampuan imunoglobulin menembus
plasenta, distribusi imunoglobulin dalam tubuh dan lain-lain.
2.4 Fungsi

16
Antigen :
a. Imunogenitas, yaitu kemampuan untuk memicu perbanyakan antibodi dan
limfosit spesifik.
b. Reaktivitas, yaitu kemampuan untuk bereaksi dengan limfosit yang
teraktivasi dan antibodi yang dilepaskan oleh reaksi kekebalan.

Antibodi : Fungsi utama antibodi adalah menonaktifkan dan menandai


antigen untuk pengancuran lebih lanjut. Umumnya, jika antibodi bertemu
dengan antigen akan terbentuk kompleks antigen-antibodi.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Respon Imun


3.1 Memahami dan Menjelaskan Respon Imun Non Spesifik
Sistem imun non-spesifik adalah sistem imun yang melawan penyakit dengan
cara yang sama kepada semua jenis penyakit. Sistem imun ini tidak membeda-
bedakan responnya kepada setiap jenis penyakit, oleh karena itu disebut non-
spesifik. Sistem imun ini bekerja dengan cepat dan selalu siap jika tubuh di
datangkan suatu penyakit.
Sistem imun non-spesifik punya 4 jenis pertahanan :
a. Pertahanan Fisik / Mekanis
Pertahanan fisik dapat berupa kulit, lapisan mukosa / lendir, silia atau rambut
pada saluran nafas, mekanisme batuk dan bersin. Pertahanan fisik ini
umumnya melindungi tubuh dari penyakit yang berasal dari lingkungan atau
luar tubuh kita. Pertahanan ini merupakan pelindung pertama pada tubuh kita.
b. Pertahanan Biokimia
Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia yang
akan menangani mikroba yang lolos dari pertahanan fisik. Pertahanan ini
dapat berupa pH asam yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam lambung
yang diproduksi oleh lambung, air susu, dan saliva.
c. Pertahanan Humoral
Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul yang
larut unutk melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah molekul
yang berada di sekitar daerah yang dilalui oleh mikroba. Contoh molekul larut
yang bekerja pada pertahanan ini adalah Interferon (IFN), Defensin,
Kateisidin, dan Sistem Komplemen.
d. Pertahanan Selular
Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan mikroba. Sel-
sel tersebut ada yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada juga yang di
jaringan. Neutrofil, Basofil, Eusinofil, Monosit, dan sel NK adalah sel sistem
imun non-spesifik yang biasa ditemukan pada sirkulasi darah. Sedangkan sel
yang biasa ditemukan pada jaringan adalah sel Mast, Makrofag dan sel NK.

3.2 Memahami dan Menjelaskan Respon Imun Spesifik

17
Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing. Benda asing yang
pertama kali muncul dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi
sensitiasi sel-sel imun tersebut. Bila sel imun tersebut berpapasan kembali
dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan
dikenal lebih cepat, kemudian akan dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem
tersebut hanya mengahancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya,
maka sistem itu disebut spesifik.
Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan benda asing
yang berbahaya, tetapi umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibodi,
komplemen, fagosit dan antara sel T makrofag.
Sistem imun spesifik ada 2 yaitu:

a. Sistem imun spesifik humoral

Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. sel
B tersebut berasal dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda
asing maka sel tersebut akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel
plasma yang dapat menbentuk zat anti atau antibody. Antibody yang dilepas
dapat ditemukan didalam serum.Funsi utama antibody ini ialah untuk
pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri (ekstraseluler), dan dapat
menetralkan toksinnya.

b. Sistem imun spesifik selular

Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel
T. sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama dari sel B. factor timus
yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon
asli dan dapat memberikan pengaruhnya terhadap diferensiasi sel T diperifer.
Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset yang mempunyai
fungsi berlainan. Fungsi utama sel imun spesifik adalah untuk pertahanan
terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan

3.3 Mekanisme

18
Ketika mikroba masuk ke dalam tubuh manusia, mikroba tersebut akan melewati 3
lapis pertahanan sistem imun. Pertahanan lapis pertama berisi sistem imun non-
spesifik terutama fisik/mekanis, biokimia, dan humoral. Pertahanan ini akan
mencegah masuknya mikroba masuk ke dalam tubuh. Pertahanan lapis kedua berisi
sistem imun non-spesifik khususnya yang selular. Pertahanan selular ini nantinya
akan mencegah mikroba yang berhasil masuk ke dalam tubuh dengan
menghancurkannya. Pertahanan ketiga adalah sistem imun spesifik.

19
Mekanisme Pertahanan Non Spesifik

Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga
respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh
kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta
kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit
(sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen
mekanisme pertahanan non spesifik.

Permukaan tubuh, mukosa dan kulit

Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi


mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme
yang masuk akan berjumpa dengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas
alamiah.

Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit

Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada


mukosa. Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme.

Komplemen dan makrofag

Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara
langsung sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh
makrofag atau leukosit yang distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena
sel-sel ini mempunyai reseptor untuk komponen komplemen (C3b) dan reseptor
kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel monosit dan polimorfonuklear ke
tempat mikroorganisme dan memfagositnya.

Protein fase akut

Protein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya
kerusakan jaringan. Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut. C-
reactive protein (CRP) merupakan salah satu protein fase akut. Dinamakan CRP
oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal karena sifatnya yang dapat
mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan mengaktivasi
komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen.

Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon

Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel
tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang
terinfeksi virus, yang bersifat dapat menghambat replikasi virus di dalam sel dan
meningkatkan aktivasi sel NK.

Mekanisme Pertahanan Spesifik

20
Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik
terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang
berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen
(APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel
limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan
imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel
target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma
dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis
antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel
yang mengandung antigen yang dinamakan proses antibody dependent cell
mediated cytotoxicy (ADCC). Respons imun spesifik dipicu oleh masuknya
antigen/mikroorganisme ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang
selanjutnya akan berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel itu akan
menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat
dikenali oleh sel limfosit Th atau T helper. Sel Th ini akan teraktivasi dan
(selanjutnya sel Th ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau
sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai
fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen. Sel limfosit dan sel APC bekerja sama
melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga
berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan komponen
komplemen, kinin atau sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit,
pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respon imun dapat bersifat lokal atau
sistemik dan akan berhenti bila antigen sudah berhasil dieliminasi melalui
mekanisme kontrol.

Peran Major Histocompatibility Complex (MHC)

Respon imun sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan
diproses serta dipresentasikan oleh sel APC. Oleh karena itu, sel T hanya mengenal
imunogen yang terikat pada protein MHC pada permukaan sel lain. terdapat 2 kelas
MHC yaitu:

1. Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan
digunakan untuk presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar
adalah sel sitotoksik. Hampir sebagian besar sel mempresentasikan antigen
ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta merupakan target/sasaran dari sel Tc
tersebut. MHC kelas I digunakan ketika merepson infeksi virus.

2. Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel
lain untuk presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar adalah
sel T helper (Th). Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk respon imun yang
sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II merupakan poros penting
dalam mengontrol respon imun tersebut. MHC kelas II digunakan ketika
merespon infeksi bakteri.

Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen),


artinya antigen akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat
bantuan dari sel Th melalui zat yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen
yang kompleks seperti bakteri, virus dan antigen yang bersifat hapten. Sedangkan
antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI = T independent antigen) adalah

21
antigen yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang, biasanya bermolekul
besar.Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama
molekul produk MHC (major histocompatibility complex) kelas II yaitu molekul
yang antara lain terdapat pada membran sel makrofag. Setelah diproses oleh
makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama molekul kelas II MHC kepada sel
Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan tersebut terjadi
sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T sehingga
terjadi transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Th aktif dan sel
Tc memori. Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan
mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Tc memori
dan sel Tc aktif yang melisis sel target yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan
mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi dengan molekul MHC kelas I. Sel
Th aktif juga dapat merangsang sel Td untuk mengalami transformasi blast,
proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Td memori dan sel Td aktif yang
melepaskan limfokin yang dapat merekrut makrofag ke tempat antigen.

Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi. Sebagai hasil akhir aktivasi ini adalah
eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga menimbulkan sel
memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat
berproliferasi dan berdiferensiasi.

Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnya hilang,


atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam
proses yang dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu dengan
melibatkan komplemen yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga
adhesi kompleks antigen-antibodi pada sel makrofag lebih erat, dan terjadi
endositosis serta penghancuran antigen oleh makrofag. Adhesi kompleks antigen-
antibodi komplemen dapat lebih erat karena makrofag selain mempunyai reseptor
Fc juga mempunyai reseptor C3B yang merupakan hasil aktivasi komplemen.

Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc yang
mempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut antibody-
dependent cellular mediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat pula terjadi
karena aktivasi komplemen. Komplemen berikatan dengan bagian Fc antibodi
sehingga terjadi aktivasi komplemen yang menyebabkan terjadinya lisis antigen.

22
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Vaksinasi dan Imunisasi
4.1 Definisi Vaksinasi dan Imunisasi
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi).
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan
kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Vaksin dapat
berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-
hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin
akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan
terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin.
Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel
degeneratif (kanker). Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem
imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin.
Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apa pun jenisnya tujuannya sama, yaitu
menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan penyakit.

4.2 Jenis-Jenis Vaksinasi dan Imunisasi

23
Vaksin dibedakan menjadi:

1. Live attenuated vaccine


Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya
virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun
masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi
alamiah

2. Inactivated vaccine (Killed vaccine)


Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia
(formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari
bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja.

3 Vaksin Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit
dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat
imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan toksoid
yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang
terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu
tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan
meningkatkan imunogenesitasnya. Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus

4.Vaksin Acellular dan Subunit


Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri dengan
melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui rekombinasi DNA,
vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin
hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.

5.Vaksin Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding)
dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino
yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak
sebagai antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui
netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.

6.Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah
besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau
eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan
baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin
protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk
membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen
untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus
vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan
respon antibodi yang baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan
epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.

7. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)

24
Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi
dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari
mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk
meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak
berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen
yang dikodenya.

Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat


imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini
berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang
patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil
akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA
(virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup
kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan.

Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh, imunisasi dibagi


menjadi dua: Imunisasi aktif dan pasif.

 Imunisasi Aktif
Pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang
akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya sel
memori. Jika benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat
merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam
setiap vaksinnya, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat
atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa
polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan, atau bakteri yang
dimatikan)
b. Pelarut dapat berupa air steril atau cairan kultur jaringan
c. Preservatif, stabilizer dan antibiotic yang berguna untuk mecegah
tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.
d. Adjuvans yang terdiri atas garam alumunium yang berfungsi untuk
meningkatkan imunogenitas antigen

 Imunisasi Pasif
Pemberian zat immunoglobulin, yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui
suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang
yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam
tubuh yang terinfeksi.
Imunisasi ini diberikan pada balita yang antara lain mencangkup :
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Balcilius Calmette Tetanus) Imunisasi ini diberikan pada
usia 0 sampai dengan 11 bulan dan hanya diberikan satu kali untuk
mencegah agar tidak terserang penyakit TBC
2. Imunisasi DPT

25
Imunisasi DPT (Depteri Pertusis Tetanus) Imunisasi ini di berikan kepada
balita usia 2 sampai 11 bulan, dan diberikan sebanyak 3 kali berturut turut
dengan selang waktu minimal 4 Minggu. Imunisasi ini bertjuan untuk
mencengah penyakit Depteri, Pertusis, dan Tetanus.
3. Imunisasi Polio
Imunisasi Polio diberikan pada anak usia 2 sampai 11 bulan dan diberikan
secara berturut-turut dengan selang waktu selama 4 Minggu. Jenis
Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya penyakit Polio.

4. Imunisasi Campak
Imunisasi Campak diberikan pada usia 9 sampai 11 bulan dan hanya
diberikan satu kali. Imunisasi campak bertjuan mencegah terjadinya
penyakit campak.

26
LI 5. Vaksinasi dan Imunisasi Menurut Prespektif Islam
Fatwa Ulama Mengenai Kehalalan Vaksinasi-Imunisasi

Berikut fatwa- fatwa ulama:

1.Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah (Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi
ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah)

Ketika beliau ditanya ditanya tentang hal ini, “Apakah hukum berobat dengan
imunisasi sebelum tertimpa musibah?”

Beliau menjawab, “La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika
dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya.
Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang
dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada
pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”

Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika
dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk melawan
penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak
masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang
datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.

2. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah (Imam masjid dan


khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz di kota al Khabar KSA dan dosen ilmu-ilmu
keagamaan, pengasuh situs www.islam-qa.com)

Dalam fatwa beliau mengenai imunisasi dan vaksin beliau menjawab. Rincian
bagian ketiga yang sesuai dengan pembahasan imunisasi dengan bahan yang haram
tetapi memberi manfaat yang lebih besar. Syaikh berkata, “Rincian ketiga: vaksin
yang terdapat didalamnya bahan yang haram atau najis pada asalnya. Akan tetapi
dalam proses kimia atau ketika ditambahkan bahan yang lain yang mengubah nama
dan sifatnya menjadi bahan yang mubah. Proses ini dinamakan “istihalah”. Dan
bahan [mubah ini] mempunyai efek yang bermanfaat.Vaksin jenis ini bisa
digunakan karena “istihalah” mengubah nama bahan dan sifatnya. Dan mengubah
hukumnya menjadi mubah/boleh digunakan.”

3. Fatwa Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian. Dalam suatau
fatwa disebutkan,

27
Pertama: Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat
semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan
izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya hingga saat
ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka
berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alasan karena mencegah bahaya
(penyakit) yang lebih parah jika tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah
ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang
cairan tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah
mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah
banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang
dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at adalah
menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.

Kedua: Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang
hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang
nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan
dengan dalil yang definitif (qath’i).

28
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna. 2012. Imunologi Dasar Ed. 10. Jakarta: FKUI
Baratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi Dasar Ed. 8. Jakarta: FKUI
Harti, Agnes Sri. Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
http://infoimunisasi.com/vaksin/definisi-vaksin/
http://kamuskesehatan.com/
http://www.analisiskesehatan.web.id/2012/11/jenis-jenis-sistem-imunologi-
dan-sistem.html
http://kesehatanmuslim.com/

29

You might also like