You are on page 1of 59

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Prevalensi gagal jantung terdapat sekitar 1-2% populasi
orang dewasa di negara maju, dan semakin meningkat menjadi ≥10% di antara
orang berusia 70 tahun. Di antara orang berusia 65 tahun yang hadir dalam
perawatan primer dengan sesak napas saat beraktivitas, satu dari enam akan
memiliki gagal jantung. Risiko seumur hidup gagal jantung pada usia 55 tahun
adalah 33% untuk pria dan 28% untuk wanita. Proporsi pasien dengan HFpEF
berkisar antara 22 sampai 73%, tergantung pada definisi yang diterapkan,
pengaturan klinis(perawatan primer, klinik di rumah sakit, masuk ke rumah sakit),
usia dan jenis kelamin populasi yang diteliti, infark miokard sebelumnya dan
tahun publikasi.1
Data kecenderungan temporal berdasarkan pasien rawat inap menunjukkan
bahwa kejadian gagal jantung mungkin menurun, lebih banyak untuk HFrEF
daripada HFpEF. HFpEF dan HFrEF tampaknya memiliki profil epidemiologis
dan etiologi yang berbeda. Dibandingkan dengan HFrEF, pasien dengan HFpEF
kecenderungan dengan karakteristik seperti berikut, usia lebih tua, lebih sering
pada wanita dan memiliki riwayat hipertensi dan atrial fibrillation (AF),
sementara untuk riwayat infark miokard jarang ditemukan.2
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang,
sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan
sekitar 530.068 orang.3
Di Asia, saat ini seiring dengan terjadinya perkembangan ekonomi secara
cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti
peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam; peningkatan konsumsi rokok; dan
penurunan aktivitas. Keadaan ini disertai dengan peningkatan insiden obesitas,
hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit vaskular yang berujung pada
2

peningkatan insiden gagal jantung.Gagal jantung merupakan tahap akhir dari


seluruh penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan dunia.3
Penderita penyakit jantung dan gagal jantung berdasarkan diagnosis dokter
maupun diagnosis/gejala diperkirakan lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan diagnosis/gejala, penyakit stroke
diperkirakan lebih banyak ditemukan pada perempuan. Namun berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan, penyakit stroke lebih banyak ditemukan pada laki-
laki.4

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami tinjauan ilmu
teoritis penyakit gagal jantung dan mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah
didapat terhadap gagal jantung serta melakukan penatalaksanaan yang tepat,
cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. Manfaat Penulisan


Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah
untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang gagal jantung.
Selain itu, laporan kasus ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
pengetahuan bagi pembaca mengenai gagal jantung.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fungsi Jantung


Jantung adalah sebuah organ kompleks yang fungsi utamanya adalah
memompa darah melalui sirkulasi paru dan sistemis. Organ ini terdiri atas empat
bilik berotot; bilik pemompa utama, yaitu ventrikel kiri dan kanan, dan atrium kiri
dan kanan, yang berfungsi sebagai ‘priming pumps’ yang bertanggung jawab
untuk 20-30 % terakhir pengisian ventrikel.5,6
Jantung berdenyut rata – rata 80x/menit, 100.000x/hari, 40 juta kali dalam
setahun. Jantung berfungsi sebagai memompa darah, dan melalui arteri
didistribusikan ke seluruh tubuh untuk kemudian kembali ke jantung, sirkulasi
semacam ini sering disebut sirkulasi tertutup. Darah terus berputar mengalir di
dalam sistem sirkulasi tanpa henti. Apabila jantung berhenti berdenyut 8-10 menit
saja, otak manusia akan mati. Secara umum sistem sirkulasi darah dalam tubuh
manusia dibagi menjadi dua, yaitu : sirkulasi sistemik- aliran darah dari jantung
kiri ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung kanan; sirkulasi pulmoner- aliran
darah dari jantung kanan ke paru – paru lalu kembali ke jantung kiri.5
Jantung terpisah menjadi dua bagian, yaitu jantung bagian kanan dan
jantung bagian kiri: Jantung bagian kanan- meliputi atrium kanan yang
menampung darah rendah kandungan oksigen dan tinggi CO2 dari seluruh tubuh
melalui vena cava superior dan inferior. Melewati katup tricuspid darah dialirkan
ke ventrikel kanan pada fase diastole, dan selanjutnya dipompa oleh ventrikel
kanan melalui arteri pulmonalis dialirkan ke paru – paru pada fase sistol.5
Jantung kiri- meliputi atrium kiri yang menampung darah kaya oksigen
dari paru – paru meliputi vena pulmonalis. Melewati katup bicuspid (mitral) darah
dialirkan ke ventrikel kiri pada fase diastole dan selanjutnya dipompa oleh
ventrikel kiri ke aorta pada fase sistol dan didistribusikan ke seluruh tubuh
melalui sistem pembuluh darah (termasuk arteri, arteriole, dan kapiler).5
Penggerak pompa jantung adalah stimulasi oleh aliran listrik jantung.
Pompa jantung yang baik memerlukan sistem stimulasi elektrik jantung yang baik
pula. Duet kerja yang baik ini akan menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh
4

karena itu, kelainan yang menyebabkan permasalahan pada kedua hal tersebut
perlu diketahui dengan baik.5
Mekanisme sistol dan diastole adalah suatu proses yang diarahkan oleh
impuls sistem saraf–saraf yang berjalan berurutan. Seluruh rangkaian kejadian
yang menyebabkan kontraksi dan relaksasi bergantian, dapat diringkas dalam tiga
tahap:5
- Saraf vagus merangsang simpul sinoatrial (SAN), pusat pacu jantung.
Simpul sinoatrial (SAN) terletak di dinding bagian atas atrium kanan, didekat
pangkal vena kava, terdiri dari sel – sel khusus. Dalam keadaan biasa, impuls
yang dikeluarkan oleh SAN berirama kurang lebih 70 kali setiap menit. Impuls
yang tersebar di seluruh otot atrium, menyebabkan kontraksi simultan kedua
atrium kanan dan kiri, dan mendorong darah memasuki ventrikel (melalui katup
tricuspid dan bicuspid/mitral).
- Kontraksi atrium mengirimkan impuls – impuls yang pada gilirannya
merangsang simpul atrioventrikuler (AVN). Simpul atrioventrikuler adalah massa
otot jantung yang termodifikasi, terletak di bagian bawah/tengah atrium kanan
jantung. “Bundle of His” adalah seikat serat otot jantung yang termodifikasi,
berfungsi meneruskan impuls dari AVN ke ventrikel.
- Potensi rangsangan dari impuls yang dikirimkan ke serat Purkinje mencapai
cabang kanan dan kiri dari serat Purkinje. Hal ini menyebabkan ventrikel
berkontraksi, mendorong darah keluar dari jantung menuju arteri (arteri
pulmonalis membawa darah ke paru – paru, dan aorta membawa darah ke seluruh
tubuh).
5

Gambar 2.1. Anatomi Jantung


Kejadian ini dimungkinkan, karena otot jantung mempunyai empat
kemampuan, yaitu automaticity, conductivity, excitability, dan contractility.
Sistem pembuluh darah. Arteri (pembuluh nadi) merupakan pembuluh yang
membawa darah keluar dari jantung, dindingnya tebal, terdiri atas tiga lapis, yaitu
tunika adventitia (lapisan paling luar) yang tersusun dari jaringan penyambung;
tunika media (lapisan tengah) yang tersusun atas otot polos dan jaringan elastis;
tunika intima (lapisan paling dalam) yang tersusun atas sel endothelial.5,6
Arteri membentuk cabang – cabang lebih kecil yang disebut arteriole,
berdiameter 10-100 mikrometer, yang diinervasi dan dikelilingi oleh sel otot
polos. Arteriole ini membentuk cabang – cabang lebih kecil lagi yang ujung –
ujungnya berhubungan langsung dengan sel – sel tubuh, disebut kapiler. Kapiler
berdiameter sekitar 5-8 mikrometer, tidak diinervasi dan tidak memiliki otot
polos. Satu arteriole dapat melayani ratusan kapiler. Kapiler berfungsi
menghantarkan oksigen dan nutrient ke sel – sel, dan mengambil produk sisa yang
tidak dibutuhkan lagi untuk dikirim ke venule dan selanjutnya dialirkan melalui
vena kembali ke jantung.5
6

Vena (pembuluh balik) merupakan pembuluh yang membawa darah kembali


ke jantung. Vena merupakan pembuluh berdinding tipis, kurang elastis, lumennya
lebih besar daripada arteri. Pembuluh ini mempunyai beberapa katup untuk
mencegah agar darah tidak berbalik arah. Vena bercabang – cabang membentuk
venule, yang kemudian membentuk cabang – cabang lebih kecil, disebut kapiler.
Vena yang berhubungan langsung dengan jantung dikenal dengan vena cava.
Vena mengandung darah kaya CO2, kecuali vena pulmonalis yang mengandung
banyak oksigen.5
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan
nutrisi untuk miokardium melalui cabang – cabang intramiokardial yang kecil –
kecil. Karena itu, bila ada penyempitan yang bermakna pada arteri koroner, kerja
jantung pasti akan terganggu. Keadaan ini yang disebut penyakit jantung koroner
(PJK), penyebab sebagian besar kematian kardiovaskular pada manusia di
berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. CO2 dan sisa produk metabolism sel
miokardium akan dialirkan melalui vena koronaria menuju sinus koronarius yang
bermuara di atrium kanan.5
Darah dalam sistem kardiovaskular berperan sebagai media untuk transport,
yang mengangkut berbagai elemen keperluan sel – sel tubuh. Pada orang dewasa,
jumlah volume darah yang mengalir di dalam sistem sirkulasi berkisar 5-6 liter.
Dari keseluruhan volume darah ini, 55% terdiri dari plasma, yaitu cairan yang
mengandung elektrolit, protein, gula dan molekul lain, dan 40 – 45% adalah sel 6
padat, terutama terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),
dan platelet (trombosit).5

2.2. Gagal Jantung


2.2.1. Defenisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung).6 Hal tersebut dapat terjadi
karena pada gagal jantung akan terjadi tidak mampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
7

(forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.5
Gagal jantung juga merupakan suatu keadaan akhir dan manifestasi paling
berat dari penyakit jantung seperti atherosklerosis koroner, infark miokard,
penyakit katup, hipertensi, penyakit jantung kongenital dan kardiomiopati.

2.2.2. Terminologi Gagal Jantung7


Terminologi utama yang digunakan untuk menggambarkan gagal jantung
adalah riwayat gagal jantung dan berbasis pada pengukuran LVEF. Gagal jantung
terdiri dari berbagai macam jenis, dari pasien dengan LVEF normal yaitu 50%;
disebut juga sebagai Heart Failure preservedEjection Fraction (HFpEF), LVEF
rendah yaitu 40% disebut sebagai Heart Failure reduce Ejection Fraction(HFrEF)
dan pasien dengan LVEF yang berkisar antara 40-49%, mewakili daerah samar-
samar, yang sekarang kita definisikan sebagaiHeart Failure mid-range Ejection
Fraction(HfmrEF). Perbedaan pasien gagal jantung berdasarkan LVEF penting
karena menunjukkan perbedaan antara etiologi, demografi, ko-morbiditas dan
respons terhadap terapi. Sebagian besar uji klinis yang diterbitkan setelah tahun
1990 memilih pasien berdasarkan LVEF (biasanya diukur dengan menggunakan
ekokardiografi, teknik radionuklida atau magnet jantung resonansi (CMR)).

Tabel. 2.1. Perbedaan terminologi gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi


8

2.2.3. Faktor Resiko


Faktor resiko penyakit jantung terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi yaitu riwayat keluarga, umur, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor
resiko yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia,
kurangnya aktivitas fisik, diet tidak sehat dan stres.6

2.2.4.Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA) atau
berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA) tertera pada
tabel berikut.
Tabel 2.2. Klasifikasi gagal jantung8
Klasifikasi gagal jantung menurut Tingkatan berdasarkan gejala dan
ACC/ AHA aktivitas fisik
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi berkembang Tidak terdapat batasan melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktivitas fi sik. Aktivitas fisik sehari-hari
ganguan struktural atau fungsional tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
jantung, tidak terdapat tanda atau gejala sesak nafas
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak
jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istirahat, namun
perkembangan gagal jantung. Tidak aktivitas fi sik sehari-hari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala kelelahan, palpitasi atau sesak nafas

Stadium C Kelas III


Gagal jantung asimptomatis yang Terdapat batasan aktivitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit struktural Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi
jantung yang mendasari aktivitas fi sik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit struktural jantung yang Tidak dapat melakukan aktivitas fi sik
lanjut serta gejala gagal jantung yang tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istirahat.
sangat bermakna saat istirahat walaupun Keluhan meningkat saat melakukan
sudah mendapat terapi medis maksimal aktivitas.
9

Tabel 2.3. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan fungsi fraksi ejeksi menurut
ESC 20167

2.2.5. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal
yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah
satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah
perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjaldanaktivasi sistem saraf adrenergik.
10

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa(pump


function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai
pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula
terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda
gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat
CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan
sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang
kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan
darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan
volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung
akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan
fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung
yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan
energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.8 Selain itu
kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.9
Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik
dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.8 Disamping itu keadaan
penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi
gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.9
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik
menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena
frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.8 WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung,
11

seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik


(emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.8
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume
sekuncup.9
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus
12

menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan
masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan
curah jantung normal masih dapat dipertahankan.9
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.9

2.2.6. Penegakan diagnosa


Penegakan diagnosis gagal jantung dalam praktik dokter umum adala dengan kriteria
Framingham, membutuhkan keberadaan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai
dua kriteria minor.8
13

Tabel 2.4. Kriteria Framingham untuk penegakan diagnosa


Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroksismal Nokturnal Dispneu Edema pergelangan kaki bilateral
Peningkatan vena jugular Batuk nocturnal
Ronki Dyspneu on ordinary exertion
Kardiomegali pada pemeriksaan radiologi Hepatomegali
toraks
Edema Pulmoner akut Efusi pleura
Gallop S3 Penurunan kapasitas vital hingga sepertiga
dari maksimum ( yang pernah tercatat)
Peningkatan tekanan vena pusat ( > 16 cm Takikardia ( detak jantung > 120 kali / menit)
H2O pada atrium kanan)

Hepatojugular Reflux

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari


sebagai respon terhadap terapi

Pemeriksaan EKG 12 sadapan sangat dianjurkan. Kepentingan utama EKG adalah untuk
menilai irama jantung, menentukan keberadaan hipertrofi ventrikel kiri atau riwayat infark
miokard (ada atau tidak adanya Q wave). EKG normal biasanya menyingkirkan kemungkinan
disfungsi diastolik ventrikel kiri.5,7Pemeriksaan foto toraks memberikan informasi ukuran dan
bentuk jantung serta keadaan vaskularisasi paru, yang memungkinkan penilaian kongesti. Foto
toraks juga dapat mengidentifi kasi penyebab nonkardiak sepeerti kelainan paru atau toraks.
Modalitas diagnostik lain yang dapat digunakan antara lain angiografi koroner, MRI, dan CT-
scan.4
Konsentrasi plasma peptida natriuretik (NP) dapat digunakan sebagai tes diagnostik awal,
terutama pada keadaan non-akut saat ekokardiografi tidak segera tersedia. Peningkatan NP
membantu menentukan diagnosis awal, mengidentifikasi mereka yang membutuhkan
pemeriksaan jantung lebih lanjut; pasien dengan nilai di bawah titik potong untuk
menyingkirkan disfungsi jantung penting tidak memerlukan ekokardiografi. Pasien dengan
konsentrasi NP plasma normal tidak mungkin memiliki gagal jantung. Batas atas normal
dalam setting non-akut untukpeptida natriuretik tipe B adalah 35 pg / mL dan untuk N-
14

terminal pro-BNP (NT-proBNP) itu adalah 125 pg / mL; dalam keadaan akut, lebih tinggi
nilai yang harus digunakan [BNP, 100 pg / mL, NT-proBNP, 300 pg / mL dan peptida
natriuretik pro-regional tipe A (MR-proANP) , 120 pmol / L]. Nilai diagnostik juga berlaku
untuk HFrEF dan HFpEF; rata-rata, nilai lebih rendah untuk HFpEF daripada untuk HFrEF.
Pada poin cut-exclusionary tersebut, prediktif negatif nilai sangat mirip dan tinggi (0,94-0,98)
baik pada non-akut dan pengaturan akut, namun nilai prediktif positifnya lebih rendah
keduanya dalam setting non-akut (0,44-0,57) dan pada setting akut (0,66-0,67) .Oleh karena
itu, penggunaan NP direkomendasikan untuk memutuskan diluar dari gagal jantung.10
Pencitraan jantung memainkan peran sentral dalam diagnosis gagal jantung dan
dalampengobatan. Dari beberapa pencitraan yang tersedia, ekokardiografi adalah metode
pilihan pada pasien dengan dugaan gagal jantung, karena alasan akurasi, ketersediaan
(termasuk portabilitas), keamanan dan biaya. Ekokardiografi dapat dilengkapi dengan
modalitas lain, dipilih sesuai dengan kemampuan untuk menjawab pertanyaan klinis spesifik
dan memperhitungkan kontraindikasi dan risiko tes spesifik. Secara umum, tes pencitraan
hanya boleh dilakukan bila merekamemiliki konsekuensi klinis yang berarti. Nilai normal
mungkin berbeda dengan umur, jenis kelamin dan modalitas pencitraan.
15
16

Gambar 2.2. Skema Penegakan Diagnosa. ESC Guidlines 20167

Diagnosis HFpEF pada pasien dengan AF sulit dilakukan. Karena AF dikaitkan dengan
peningkatan NP, penggunaan NT-proBNP atau BNP untuk diagnosis HFpEF mungkin perlu
dikelompokkan berdasarkan ritme sinus (dengan cut-off yang lebih rendah) vs AF (cut-off
yang lebih tinggi). LAVI ditingkatkan oleh AF, dan parameter fungsional disfungsi diastolik
berkurang pada AF, dan nilai cut-off lainnya mungkin berlaku. Di sisi lain, AF mungkin
merupakan tanda adanya HFpEF, dan pasien dengan AF dan HFpEF sering memiliki
karakteristik pasien yang serupa. Selain itu, pasien dengan HFpEF dan AF mungkin memiliki
gagal jantung tingkat lanjut dibandingkan dengan pasien dengan HFpEF dan irama sinus.
17

2.2.7.Diagnosa banding9
a. Diagnosa banding Edema paru adalah: asma bronkial, emboli paru.
b. Diagnosa banding syok kardiogenik adalah : syok hipovolemik, syok obstruksi (
emboli paru, tension pneumothoraks), dan infark jantung kanan.
c. Diagnosa banding gagal jantung ringan : semua kelainan yang yang menyebabkan
fatique.
d. Diagnosa banding gagal jantung kronik berat: sirosis hati, gagal ginjal, dan sindroma
nefrotik.

2.2.8. Tatalaksana gagal jantung


2.2.8.1. Tatalaksana non farmakologi10
1. Manajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal
jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas
fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung.
2. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-
farmakologi
3. Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2
kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti C)
4. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala
18

ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan
bukti C)
5. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
6. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung
(cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6
bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi
cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-
hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
7. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program
latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan dirumah sakit atau di rumah (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti A)

8. Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan pulmonal tetapi
tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan
preparat nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan bukti B).

2.2.8.2. Tatalaksana Farmakologi 7,11


Saat ini pedoman pengobatan gagal jantung disusun sebagai panduan dan saran untuk para
dokter dan tenaga kesehatan profesional dalam merawat pasien gagal jantung.
Pada kesempatan ini, peneliti memilih pedoman/guideline yang disusun oleh European
Society of Cardiology (ESC) sebagai acuan penelitian. Pedoman yang disusun oleh ESC
19

bukanlah sebagai subtitusi, namun sebagai pelengkap untuk buku-buku teks dan topik sentral
kurikulum ESC.
ESC telah menyusun pedoman pengobatan gagal jantung dalam berbagai tingkat
rekomendasi (class) dan tingkat kepercayaan (evidence). Tingkatan kepercayaan dan kekuatan
rekomendasi dari pilihan-pilihan pengobatan yang ada, dipertimbangkan dan disusun menurut
pre-defined scales.

Tingkatan rekomendansi
20

Tingkat Bukti

Pengobatan untuk pasien gagal jantung secara garis besar dibagi menjadi terapi
farmakologik dan terapi non-farmakologik. Terapi farmakologik meliputi obat-obatan
diuretik, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACE Inhibitor), beta blocker,
aldosteront/mineralocorticoid antagonist, Angiotensin Receptor Blocker (ARB), ivabradine
untuk memperlambat heart rate, digoksin, serta kombinasi hydralazine dan isosorbide dinitrate
(ISDN). Sedangkan untuk terapi non-farmakologik meliputi pemasangan Implantable
Cardioverter Defibrillator (ICD) pada gagal jantung simptomatis NYHA kelas II-III dengan
FE ≤35% meskipun mendapat terapi farmakologi optimal selama ≥3 bulan, untuk mencegah
kematian mendadak dan Cardiac Resynchronization Therapy (CRT) bila didapatkan
pemanjangan gelombang QRS ≥150 ms. Algoritma Pengobatan Pasien Gagal Jantung
Simptomatis dan reduced ejection fraction(EF) dapat dilihat pada gambar berikut.
21

Gambar 2.3. Algoritma Pengobatan Pasien Gagal Jantung Simptomatis dan Fraksi Ejeksi
yang Berkurang. 7,11
22

ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME INHIBITOR (ACE-INHIBITOR)12


Untuk meningkatkan gejala dan kapasitas latihan, mengurangi risiko gagal jantung pada
pasien rawat inap dan meningkatkan kelangsungan hidup.
A. Indikasi:
1. Berpotensi semua pasien dengan gagal jantung dan LVEF <40%.
2. Lini pengobatan pertama (bersama dengan beta-blocker dan MRA) pada pasien dengan
gagal jantung NYHA kelas II-V, mulai sedini mungkin dalam perjalanan penyakit.
B. Kontra-indikasi:
1. Sejarah angioedema.
2. Dikenal stenosis arteri ginjal bilateral.
3. Kehamilan / risiko kehamilan.
C. Perhatian / mencari nasihat spesialis:
1. Gejala atau berat asimtomatik (tekanan darah sistolik <90 mmHg) hipotensi.
2. Interaksi obat untuk melihat keluar untuk:
 K + suplemen / K + -sparing diuretik, misalnya amiloride dan triamterene (berhati-
hatilah kombinasi olahan dengan furosemide).
 MRAs.
 Renin inhibitorsc.
 NSAIDsd.
 Trimetoprim / trimetoprim-sulfametoksazol.
 'rendah garam' pengganti dengan K tinggi + konten. ACE-Inhibitor
D. Dosis
Captopril: dosis awal 6,25 mg tid, Target dosis 50 mg tid
Enalapril: dosis awal bid mg 2,5, Target dosis 20 mg bid
Lisinopril: dosis awal 2,5-5,0 mg od, Target dosis 20-35 mg od
Ramipril: mulai dosis 2,5 mg od, Target dosis 10 mg od
Trandolapril: dosis awal 0,5 mg od, Target dosis 4 mg od
23

E. Cara Menggunakan
• Periksa fungsi ginjal dan elektrolit.
• Mulailah dengan dosis rendah.
• Dua kali lipat dosis tidak kurang dari interval 2 minggu di masyarakat. dosis lebih cepat
up-titrasi dapat dilakukan pada pasien di rumah sakit atau yang lain dipantau, tolerabilitas
memungkinkan.
• Tujuan untuk dosis sasaran (lihat di atas) atau, gagal itu, dosis tertinggi ditoleransi (ingat:
beberapa ACE-I (atau ARB) lebih baik daripada tidak ada ACE-I).
• Kimia darah memantau 4 bulanan setelahnya.
• Ketika berhenti up-titrasi, mengurangi dosis, menghentikan pengobatan.
• Hal ini sangat jarang diperlukan untuk menghentikan ACE-I (atau ARB), dan
perburukan klinis kemungkinan jika pengobatan ditarik. Idealnya, saran spesialis harus dicari
sebelum penghentian pengobatan.
Gejala hipotensi:
 Pusing / headedness cahaya adalah umum dan sering membaik dengan waktu-
pasien harus diyakinkan.
 Mempertimbangkan kembali kebutuhan untuk nitrat, calcium channel blockers,
dan vasodilator lain dan mengurangi dosis / stop, jika memungkinkan.
 Jika tidak ada tanda-tanda atau gejala kemacetan, mempertimbangkan
mengurangi dosis diuretik.
 Jika tindakan ini tidak memecahkan masalah, mencari nasihat spesialis.
Batuk:
 Batuk adalah umum pada pasien dengan gagal jantung, banyak dari mereka
memiliki penyakit paru-paru yang berhubungan dengan merokok.
 Batuk juga merupakan gejala edema paru, yang harus dikeluarkan ketika batuk
memburuk baru berkembang.
 ACE-I-diinduksi batuk tidak selalu memerlukan penghentian pengobatan.
 Ketika batuk merepotkan tidak berkembang (misalnya satu menghentikan
pasien dari tidur) dan dapat terbukti karena ACE-inhibitor (yaitu berulang
24

setelah ACE-I penarikan dan re-tantangan), substitusi ARB dianjurkan.


Memburuknya fungsi ginjal dan hiperkalemia:
 Peningkatan (BUN), kreatinin, dan kalium yang diharapkan setelah ACE-I;
jika peningkatan kecil dan asimtomatik, tidak ada tindakan yang diperlukan.
 Peningkatan kreatinin hingga 50% di atas dasar, atau 266 umol / L (3 mg / dL)
/ eGFR <25 mL / menit / 1,73 m2, mana yang lebih kecil, dapat diterima.
 Peningkatan kalium untuk ≤5.5 mmol / L dapat diterima.
 Jika urea, kreatinin, atau kalium tidak naik berlebihan, mempertimbangkan
berhenti obat bersamaan nefrotoksik (misalnya NSAIDsd) dan suplemen
potasium lain atau agen penahan (triamterene, amilorid) dan, jika tidak ada
tanda-tanda kemacetan, mengurangi dosis diuretik.
 Jika kenaikan yang lebih besar dalam kreatinin atau kalium dari yang diuraikan
di atas bertahan meskipun penyesuaian obat bersamaan, dosis dari ACE-I (atau
ARB) harus dibagi dua dan kimia darah re-diperiksa dalam waktu 1-2 minggu;
jika masih ada respon yang tidak memuaskan, saran spesialis harus dicari.
 Jika kalium naik ke> 5,5 mmol / L atau kreatinin meningkat> 100% atau> 310
umol / L (3,5 mg / dL) / eGFR <20 mL / menit / 1,73 m2, ACE-I (atau ARB)
harus dihentikan dan saran spesialis dicari.
 Kimia darah harus dipantau sering dan serial sampai kalium dan kreatinin telah
plateaued.

Saran Untuk Pasien


o Peningkatan gejala dan kapasitas latihan.
o Pencegahan memburuknya gagal jantung mengarah ke masuk rumah sakit.
o Peningkatan kelangsungan hidup.
Gejala membaik dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah memulai
pengobatan. pasien melaporkan efek utama yang merugikan, (yaitu pusing / gejala hipotensi,
batuk) . pasien Advise untuk menghindari NSAIDsd tidak diresepkan oleh dokter (yaitu dibeli
over-the-counter) dan pengganti garam yang tinggi di K +
25

PENYEKAT Β (BETA BLOACKER)16


Untuk meningkatkan gejala, mengurangi risiko gagal jantung pada pasien rawat inap dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
A. Indikasi:
1. Berpotensi semua pasien dengan ringan atau sedang HF sistolik stabil (LVEF
<40%) (NYHA kelas II-III).
2. Pengobatan lini pertama, bersama dengan ACE-I dan MRA, pada pasien dengan
gagal jantung stabil; mulai sedini mungkin dalam perjalanan penyakit.
B. Kontra-indikasi:
1. AV blok derajat kedua atau ketiga (dengan tidak adanya alat pacu jantung
permanen).
2. Kritis iskemia ekstremitas.
3. Asma (relatif kontra-indikasi): jika cardio-selektif beta-blocker diindikasikan, asma
belum tentu kontra-indikasi mutlak, tetapi obat-obat ini hanya boleh digunakan di bawah
pengawasan medis dekat spesialis, dengan pertimbangan risiko untuk dan terhadap
mereka; COPD bukan kontra-indikasi.
C. Perhatian / mencari nasihat spesialis:
1. Gagal jantung berat (NYHA kelas IV) .
2. Saat atau baru (<4 minggu) eksaserbasi gagal jantung (misalnya masuk rumah sakit
dengan memburuknya gagal jantung), blok jantung, atau denyut jantung <50 bpm.
3. Jika bertahan tanda-tanda kemacetan, hipotensi (sistolik <90 mmHg), peningkatan
tekanan vena jugularis, asites, edema perifer - mencoba untuk mengurangi kemacetan dan
mencapai 'euvolaemia' sebelum memulai beta-blocker.
4. Interaksi obat untuk melihat keluar untuk (karena risiko bradikardia / blok
atrioventrikular):
o Verapamil, diltiazem (harus dihentikan)
o Digoxin.
o Amiodarone.
26

o Ivabradine.
D. Beta-Blocker Dan Dosis
Bisoprolol: dosis awal 1,25 mg od, Target dosis 10 mg od
Carvedilol: dosis awal 3,125 tawaran mg, dosis target 25 mg bid
Metoprolol suksinat (CR / XL): dosis awal 12,5-25 mg od, Target dosis 200 mg od
Nebivolol: dosis awal 1,25 mg od, menargetkan dosis 10 mg od
E. Cara Menggunakan
• Mulailah dengan dosis rendah dalam kondisi stabil.
• Dua kali lipat dosis tidak kurang dari interval 2 minggu (lebih lambat up-titrasi
mungkin diperlukan pada beberapa pasien).
• Tujuan untuk dosis sasaran (lihat di atas) atau, gagal itu, dosis tertinggi ditoleransi
(ingat: beberapa beta-blocker lebih baik daripada tidak ada beta-blocker).
• Memantau denyut jantung, tekanan darah, dan status klinis (gejala, tanda-tanda
terutama kemacetan, berat badan).
• Sebuah HF perawat spesialis dapat membantu dengan pendidikan pasien, tindak
lanjut (secara langsung atau melalui telepon), dan dosis up-titrasi.
• Ketika berhenti up-titrasi, mengurangi dosis, menghentikan pengobatan-lihat
F. Gejala memburuk atau tanda-tanda
Gejala memburuk atau tanda-tanda (misalnya peningkatan dispnea, kelelahan, edema,
berat badan):
• Jika peningkatan kemacetan, meningkatkan dosis diuretik atau mengurangi
separuh dosis beta-blocker (jika peningkatan dosis diuretik tidak bekerja).
• Jika ditandai kelelahan (atau bradikardia-lihat di bawah), membagi dosis beta-
blocker (jarang diperlukan); meninjau pasien dalam 1-2 minggu; jika tidak diperbaiki,
mencari nasihat spesialis.
• Jika kerusakan serius, membagi dosis beta-blocker atau menghentikan
pengobatan ini (jarang diperlukan); mencari nasihat spesialis. denyut jantung yang
rendah:
27

• Jika <50 bpm dan gejala memburuk, dosis membagi dua dari beta-blocker, atau,
jika kerusakan parah, menghentikan beta-blocker (jarang diperlukan).
• Ulasan kebutuhan obat tingkat-memperlambat jantung lainnya (misalnya digoxin,
amiodaron, diltiazem, atau verapamilb).
• Atur elektrokardiogram untuk mengecualikan blok jantung.
• Carilah saran spesialis. Asimtomatik tekanan darah rendah:
• Tidak biasanya memerlukan perubahan dalam terapi.
Gejala hipotensi:
• Jika pusing, headedness cahaya, atau kebingungan dan tekanan darah rendah,
mempertimbangkan kembali kebutuhan untuk nitrat, calcium channel blockersb, dan
vasodilator lain dan mengurangi / berhenti, jika memungkinkan.
• Jika tidak ada tanda-tanda atau gejala kemacetan, mempertimbangkan
mengurangi dosis diuretik.
• Jika tindakan ini tidak memecahkan masalah, mencari nasihat spesialis.

G. Saran Untuk Pasien


 Pengobatan diberikan untuk memperbaiki gejala, untuk mencegah memburuknya HF
mengarah ke masuk rumah sakit, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
 perbaikan simtomatik dapat berkembang perlahan-lahan setelah memulai pengobatan,
kadang-kadang mengambil 3-6 bulan atau lebih.
 Sementara kerusakan gejala mungkin terjadi selama inisiasi atau up-titrasi fase; dalam
jangka panjang beta-blocker meningkatkan kesejahteraan.

MINERALOCORTICOID RECEPTOR ANTAGONISTS16


Untuk meringamkan gejala, mengurangi risiko gagal jantung pada pasien rawat inap dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
A. Indikasi:
28

1. Berpotensi untuk semua pasien dengan gejala bertahan (NYHA kelas II-IV) dan
LVEF ≤35% meskipun pengobatan dengan ACE-I (atau ARB) dan beta-blocker.
B. Kontra-indikasi:
1. Perhatian / mencari nasihat spesialis:
Interaksi obat untuk melihat keluar untuk:
o K + suplemen / K + -sparing diuretik (misalnya amiloride dan triamterene;
berhati-hatilah kombinasi olahan dengan furosemide) .
o ACE-Is / ARB / renin inhibitors.c
o NSAIDs.d o Trimetoprim / trimetoprim-sulfametoksazol.
o 'rendah garam' pengganti dengan K tinggi + konten.

C. Mra Dan Dosis


Eplerenone: dosis awal 25 mg od, Target dosis 50 mg od
Spironolactone: dosis awal 25 mg od, Target dosis 50 mg od
D. Cara Menggunakan
 Periksa fungsi ginjal dan elektrolit (terutama K +).
 Mulailah dengan dosis rendah (lihat di atas).
 Pertimbangkan dosis up-titrasi setelah 4-8 minggu.
 Periksa kimia darah pada 1 dan 4 minggu setelah mulai / peningkatan dosis dan pada 8
dan 12 minggu; 6, 9, dan 12 bulan; 4-bulanan setelahnya.
 Jika K + naik di atas 5,5 mmol / L atau kreatinin naik ke 221 umol / L (2,5 mg / dL) /
eGFR <30 mL / menit / 1,73 m2, membagi dosis dan memantau kimia darah erat. o
Jika K + naik ke> 6.0 mmol / L atau kreatinin untuk>310 umol (3,5 mg / dL) eGFR
<20 mL / menit / 1,73 m2, berhenti MRA segera dan mencari nasihat spesialis.
 Sebuah HF perawat spesialis dapat membantu dengan pendidikan pasien, tindak lanjut
(secara langsung atau melalui telepon), monitoring biokimia, dan dosis up-titrasi.
29

E. Gejala memburuk atau tanda-tanda


Memburuknya fungsi ginjal / hiperkalemia:
F. Cara Pakai
• Perhatian utama adalah hiperkalemia (> 6,0 mmol / L); meskipun ini jarang di
RALES dan EMPHASIS-HF, telah terlihat lebih umum dalam praktek klinis.
• Sebaliknya, tingkat K + tinggi yang normal mungkin diinginkan pada pasien gagal
jantung, terutama jika mereka mengambil digoxin.
• Hal ini penting untuk menghindari obat-obatan K + -retaining lainnya (misalnya K +
-sparing diuretik seperti amilorid dan triamterene) dan agen nefrotoksik (misalnya
NSAIDsd).
• Risiko hiperkalemia dan disfungsi ginjal ketika MRA diberikan kepada pasien yang
sudah mengambil baik ACE-I dan ARB lebih tinggi dari saat MRA ditambahkan ke hanya
ACE-I atau ARB diberikan sendiri-sendiri; kombinasi tiga ini dari ACE-Is, ARB dan
MRA TIDAK direkomendasikan (lihat rekomendasi bawah).
• Pengganti beberapa 'rendah garam' memiliki K yang tinggi .
• Pasien laki-laki diobati dengan spironolactone jarang membuat ketidaknyamanan
ginekomastia (beralih ke eplerenon harus dipertimbangkan).
G. Saran Untuk Pasien
 Pengobatan diberikan untuk memperbaiki gejala, untuk mencegah memburuknya gagal
jantung mengarah ke masuk rumah sakit, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
 Perbaikan simtomatik terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan memulai
pengobatan.
 Hindari NSAIDsyang tidak diresepkan oleh dokter (yaitu dibeli over-the-counter) dan
pengganti garam yang tinggi K+.
 Jika diare / muntaber terjadi atau ada infeksi dengan demam yang mengarah ke pasien
berkeringat intens harus menyadari risiko dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit,
mereka harus menghubungi dokter / perawat.
30

DIURETIK16
Untuk meringankan sesak napas dan edema pada pasien dengan gejala dan tanda-tanda
kemacetan.
A. Indikasi:
1. Berpotensi semua pasien dengan gejala dan tanda-tanda kemacetan, terlepas dari
LVEF.
2. Ketika digunakan, harus kombinasi dengan ACE-I (atau ARB), beta-blocker, dan
MRA pada pasien dengan HFrEF (kecuali salah satu dari obat ini tidak ditoleransi kontra-
indikasi).
3. Thiazide diuretik dapat digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal normaldan
gejala ringan . Namun, pasien mayoritas membutuhkan loop diuretik (atau dikombinasikan
dengan diuretik thiazide dan MRA) karena beratnya gejala HF dan steadlily deterioriating
fungsi ginjal.
B. Kontra-indikasi:
1. Tidak diindikasikan jika pasien tidak pernah memiliki gejala atau tanda-tanda statis
pembuluh darah.
2. Perhatian / mencari nasihat spesialis: 1. ≤3.5 mmol / L) - dapat dibuat lebih buruk
oleh diuretik. 2. 2) - dapat dibuat lebih buruk oleh diuretik atau pasien mungkin tidak
menanggapi diuretik (terutama thiazide diuretik).
3. asimtomatik (tekanan darah sistolik <90 mmHg) hipotensi simtomatik atau berat -
dapat diperburuk oleh hipovolemia diuretik yang diinduksi.
4. Interaksi obat untuk melihat keluar untuk:
o Kombinasi dengan ACE-I, ARB atau renin inhibitors-Risiko hipotensi (biasanya
tidak masalah).
o Kombinasi dengan diuretik lain (misalnya lingkaran ditambah thiazide) -Risiko
hipovolemia, hipotensi, hipokalemia, dan gagal ginjal
o NSAIDsc - mungkin meringankan efek diuretik.
C. Diuretik Dan Dosis
i. Diuretik loop:
31

Furosemid: dosis awal 20-40 mg, biasanya dosis 40-240 mg


bumetanide: dosis awal 0,5-1,0 mg, dosis biasa 1-5 mg
Torasemide: dosis awal 5-10 mg, dosis biasa 10- 20 tiazid mg:
Hydrochlorothiazide: dosis awal 25 mg, biasanya dosis 12,5-100 mg
Metolazone: dosis awal 2,5 mg, biasanya dosis 2,5-10 mg
ii. Non-thiazide sulfonamide:
Indapamide: dosis awal 2,5 mg, biasanya dosis 2,5-5 mg
D. Cara Menggunakan
• Periksa fungsi ginjal dan elektrolit.
• Mulailah dengan dosis rendah, tetapi dosis efektif untuk pasien untuk mencapai
diuresis positif dengan penurunan simultan berat badan dengan 0.75-1,0 kg per hari.
• Sesuaikan dosis menurut gejala dan tanda-tanda kemacetan, tekanan darah, dan
fungsi ginjal. Gunakan dosis minimum yang diperlukan untuk mempertahankan
euvolaemia - pasien (yaitu untuk menjaga penderita bebas gejala dan tanda-tanda
kemacetan).
• Dosis mungkin perlu ditambah atau dikurangi sesuai dengan status volume pasien
(Ingat bahwa diuresis berlebihan lebih berbahaya daripada edema sendiri).
• Re-cek kimia darah 1-2 minggu setelah inisiasi dan setelah setiap peningkatan dosis
(urea / BUN, kreatinin, K +).
• Ketika berhenti up-titrasi, mengurangi dosis, menghentikan pengobatan.
E. Gejala memburuk atau tanda-tanda
• Pasien dapat dididik untuk mengubah dosis diuretik mereka sendiri, sesuai dengan
kebutuhan (berdasarkan gejala, tanda dan perubahan berat badan )
F. Gejala memburuk atau tanda-tanda asimtomatik tekanan darah rendah:
• Dosis dapat dikurangi jika tidak ada gejala atau tanda-tanda kemacetan. Gejala
hipotensi:
• Menyebabkan pusing / headedness cahaya - mengurangi dosis jika tidak ada gejala
atau tanda-tanda kemacetan.
• Mempertimbangkan kembali kebutuhan untuk nitrat, CCBs dan vasodilator lainnya.
32

• Jika tindakan ini tidak memecahkan masalah, mencari nasihat spesialis.


G. Hipokalemia / hypomagnaesaemia:
• Meningkatkan ACE-I / dosis ARB.
• Tambah MRA, suplemen kalium; suplemen magnesium.
H. Hiponatremia:
• Volume habis:
 Hentikan thiazide atau beralih ke lingkaran diuretik, jika memungkinkan.
 Mengurangi dosis / hentikan diuretik loop jika memungkinkan.
• Volume overload:
 Pembatasan cairan.
 Meningkatkan dosis loop diuretik.
 Pertimbangkan antagonis AVP (misalnya tolvaptan jika tersedia).
 Dukungan iv inotropik.Hiperurisemia / gout:
 Pertimbangkan profilaksis allopurinol.
 Untuk gout gejala menggunakan colchicine untuk menghilangkan rasa sakit.
 Hindari NSAID.
I. Hipovolemia / dehidrasi:
• Menilai status volume; mempertimbangkan pengurangan dosis diuretik.
• Meningkatkan dosis diuretik.
• Pertimbangkan beralih dari furosemide ke bumetanide atau torasemide.
• Tambah MRA / peningkatan dosis MRA.
• Kombinasikan lingkaran diuretik dan thiazide / metolazone.
• Administer lingkaran diuretik dua kali (atau lebih kali) setiap hari atau pada perut
kosong.
• Pertimbangkan jangka pendek Infusion iv loop diuretik.
• Gangguan ginjal (naik kreatinin / BUN-urea):
• Periksa hipovolemia / dehidrasi.
• Hindari penggunaan agen nefrotoksik lain, misalnya NSAIDs, trimethoprim.
33

• Janganlah menahan MRA.


• Jika menggunakan lingkaran bersamaan dan thiazide diuretik berhenti diuretik
thiazide.
• Pertimbangkan mengurangi dosis ACE-I / ARB.

IVABRADINE16
Untuk mengurangi risiko gagal jantung pada pasien rawat inap dan kematian
kardiovaskular.
A. Indikasi:
1. Pasien dengan gagal jantung stabil gejala (NYHA kelas II-IV) dan LVEF ≤35%
dalam irama sinus dan denyut jantung ≥70 bpm meskipun pengobatan pedoman-
direkomendasikan.
2. Mulai pada pasien dengan gagal jantung simptomatik stabil (NYHA kelas II-IV)
yang sudah dirawat dengan maksimal ditoleransi dosis berbasis bukti dari ACE-I (atau
ARB), beta-blocker dan MRA.
B. Kontra-indikasi:
1.Kondisi kardiovaskular yang tidak stabil (sindrom koroner akut, stroke / TIA,
hipotensi berat).
2. Disfungsi hati berat atau disfungsi ginjal (tidak ada bukti tentang keamanan atau
farmakokinetik untuk kreatinin <15 mL / menit).
3. Kehamilan atau menyusui.
4. Perhatian / mencari nasihat spesialis:
a. Gagal jantung berat (NYHA kelas IV).
b. Saat atau baru (<4 minggu) eksaserbasi HF (misalnya masuk rumah sakit dengan
memburuknya HF).
c. Denyut jantung Istirahat <50 bpm selama pengobatan.
34

d. Disfungsi hati Moderat.


e. Penyakit retina kronis, termasuk retinitis pigmentosa.
f. Obat interaksi:
I. Untuk melihat keluar untuk (karena potensi risiko bradikardia dan induksi
QT panjang sebagai akibat dari bradycardia):
• Verapamil, diltiazem (keduanya harus dihentikan).
• Beta-blocker.
• Digoxin.
• Amiodarone.
II. Untuk melihat keluar untuk (obat menjadi inhibitor kuat dari isoenzim
CYP3A4 sitokrom P450):
• azoles antijamur (seperti ketoconazole, itraconazole).
• makrolida antibiotik (seperti klaritromisin, eritromisin).
• Nefazodone.
C. Dosis
Ivabradine: mulai bid dosis 5 mg, menargetkan dosis tawaran mg 7,5
D. Cara menggunakan
• Mulailah dengan dosis rendah (bid 5 mg) (lihat Tabel 7.2). Pada pasien berusia lebih
dari 75 tahun, dosis awal yang lebih rendah dari 2,5 tawaran mg dapat digunakan.
• Dosis harian dapat ditingkatkan sampai tawaran 7,5 mg, menurun menjadi tawaran
2,5 mg atau berhenti tergantung pada denyut jantung istirahat pasien. Ganda dosis tidak
lebih sering dari pada interval 2 minggu (lebih lambat up-titrasi mungkin diperlukan pada
beberapa pasien). Bertujuan untuk dosis sasaran (lihat di atas) atau, gagal itu, dosis
tertinggi ditoleransi berdasarkan denyut jantung. Jika denyut jantung istirahat adalah
antara 50 dan 60 bpm, dosis saat ini harus dipertahankan.
• Memantau denyut jantung, tekanan darah, dan status klinis.
• Ketika berhenti up-titrasi, mengurangi dosis, menghentikan pengobatan – lihat
35

E. Gejala memburuk atau tanda-tanda.


 Perawatan harus dikurangi atau dihentikan jika denyut jantung istirahat menurun
terus-menerus di bawah 50 bpm atau jika gejala bradikardia terjadi o kebutuhan
Ulasan untuk obat jantung lainnya tingkat-memperlambat atau obat-obatan
mengganggu metabolisme ivabradine hati.
 Atur elektrokardiogram untuk mengecualikan selain gangguan irama sinus
bradikardia.
 Pertimbangkan skrining untuk penyebab sekunder dari bradiaritmia (misalnya
disfungsi tiroid).
 Jika seorang pasien mengembangkan persisten / continuous AF selama terapi dengan
ivabradine, obat harus dihentikan.
 disfungsi. Namun, jika mereka menghasilkan ketidaknyamanan pasien, penghentian
ivabradine harus dipertimbangkan.
 Dalam kasus laktosa atau intoleransi galaktosa (komponen tablet ivabradine), jika
gejala terjadi, mungkin ada kebutuhan untuk menghentikan obat.
F. SARAN UNTUK PASIEN
 Pengobatan diberikan untuk mencegah memburuknya gagal jantung mengarah ke
masuk rumah sakit dan mengurangi risiko kematian kardiovaskular.
 Untuk mendeteksi bradikardia potensial, pasien harus didorong untuk mengukur dan
merekam / nya denyut nadinya secara teratur.
 Advise pasien untuk melaporkan efek samping ke dokter atau HF perawat. efek
samping karena bradikardia gejala: sesak napas, kelelahan, sinkop, pusing; efek
samping lain: fenomena visual bercahaya.
36

Tabel 2.6. Dosis awal dan dosis target untuk pasie gagal jantung menurut ESC guideline
7,16
37
38

Gambar 2.4. Bukti obat penyakit-memodifikasi dalam gagal jantung dengan fraksi
ejeksi berkurang (atau setelah infark miokard)16
39

2.2.9. Komplikasi13
1) Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF
berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2) Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian warfarin).
3) Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.
4) Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan
vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
5) Gastrointestinal—Hepatic congestion and hepatic dysfunction; malabsorption
Musculoskeletal—Muscle wasting
6)Respiratory—Pulmonary congestion; respiratory muscle weakness; pulmonary
hypertension (rare)

2.2.10. Prognosis 14,15


Prognosis pada pasien dengan HF terutama tergantung pada sifat dari penyakit jantung
yang mendasari dan pada ada atau tidak adanya faktor pencetus yang dapat diobati. Ketika
salah satu dari yang terakhir dapat diidentifikasi dan dihapus, prospek kelangsungan hidup
segera jauh lebih baik daripada jika HF terjadi tanpa pencetus penyebab yang jelas. jangka
panjang prognosis lebih menguntungkan bila bentuk yang mendasari penyakit jantung,
misalnya, penyakit jantung katup, dapat diobati secara efektif. Bila hal ini tidak mungkin,
prognosis dapat diperkirakan dengan mengamati respon terhadap pengobatan. Ketika pasien
dapat diberikan bebas dari kemacetan, kelangsungan hidup mungkin 80% pada dua
tahun. Kelangsungan hidup mungkin serendah 50% pada enam bulan pada pasien dengan
gejala refrakter. Faktor-faktor lain yang telah terbukti berhubungan dengan prognosis yang
40

buruk termasuk sebagian kecil mengalami depresi berat ejeksi (15%), serapan O2 maksimal
berkurang (_10 mL / kg per menit), ketidakmampuan untuk berjalan pada tingkat dan pada
kecepatan normal selama lebih dari 3 menit, konsentrasi berkurang serum Na_ (_133 mEq /
L), mengurangi K_ serum (_3 meq / L), sebuah nyata meningkat (_500 pg / mL) BNP, serta
sering ekstrasistol ventrikel. Jika kematian jantung mendadak dicegah oleh implantasi ICD,
pasien mungkin kemudian terus mengembangkan dan mengalah untuk memompa kegagalan
dan jumlah pasien tersebut kemungkinan akan tumbuh. Ketika semua langkah terapi yang
tersedia telah habis, perawatan kenyamanan, kadang-kadang di rumah sakit, dengan infus
terus agen inotropik, diuretik, dan administrasi anxiolytics dan analgesik harus
dipertimbangkan.
41

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

No RM : 00.03.01.04 Tanggal : 01 Desember 2017 Hari : Jum’at


Nama : Ms S Umur : 27 Tahun Jenis Kelamin :
Perempuan
Pekrjaan : Ibu Rumah Alamat : Desa Simpang 3 Agama : Islam
Tangga Dusun Simpang 3 Kecamatan
Sawit Seberang

Telepon : - HP : -

ANAMNESIS
√ Autoanamnesis Alloanamnesis

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


Keluhan Utama : Sesak Nafas
Anamnesa : Hal ini dialamai ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dan memberat
dalam 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak berlangsung terus menerus.
Sesak dirasakan paling berat ketika beraktivitas dan tidak berkurang ketika
pasien istirahat. Pasien sering terbangun pada malam hari akibat sesak yang
dialaminya.Keluhan sesak pada OS sudah timbul lebih kurang 1 tahun yang
lalu dan berangsur angsur memberat. OS mengaku pernah dirawat di RS
dengan keluhan sesak tersebut dan OS dikatakan menderita kebocoran katup
jantung .Pasien tidak bisa tidur terlentang dan harus diganjal 2-3 bantal. Sesak
tidak berhubungan dengan lingkungan , cuaca atau makanan. Kaki bengkak di
alami OS selama lebih kurang 1 bulan terakhir. Riwayat batuk dan demam di
temukan dalam 2 bulan terakhir .Riwayat OS menderita nyeri sendi yang
berpindah pindah di temukan lebih kurang 5 tahun yang lalu. Riwayat
42

hipertensi pada pasien tidak dijumpai. Riwayat Diabetes Melitus tidak


dijumpai. Riwayat merokok tidak dijumpai. Riwayat keluarga yang memiliki
keluhan yang sama disangkal.
Faktor risiko PJK :
Riwayat penyakit terdahulu : CHF ec VHD
Riwayat pemakaian obat : Furosemide, Spironolacton, Concor, Simvastati, Simarc,
Captopril.

Status Presens :
KU : Lemah Kesadaran :CM
TD : 90/60 mmHg
HR : 120x/i, irreguler
RR : 26x/i
Suhu : 37 ºC
Sianosis : (-) Ortopnea : (+) Dispnes : (+)
Ikterus : (-) Edema : (+) Pucat : (-)
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palbebra
(-/-)
Leher : Trakea media , TVJ R+2 cm H2O
Dinding Toraks Batas Jantung
Inspeksi : Simetris Fusiformis Atas : ICS II LMCS
Palpasi : Fremitus kanan = kiri Bawah : Diafragma
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru Kanan : ICS IV LPSD
Kiri :1 cm lateral LMCS ICS IV
43

Auskultasi
Jantung : S1 (+) N S2 (+) N S3 (-) S4 (-) reguler,
Murmur : (+) diastolik
Punctum maximun : (+) Radiasi : (-)
Paru : Suara pernapasan : Vesikuler
Suara tambahan : Ronki basah basal
Abdomen
Palpasi Hepar/Lien : tidak teraba, kesan : normal Ascites : (-)
Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-) Clubbing (-/-)
Inferior : Edema pretibial (+/+) Pulsasi arteri (+/+), t/v : cukup
Akral : Hangat (+/+)
Elektrokardiografi

Gambar 3.1 Hasil EKG (1/12/2017)


44

Interpretasi Rekaman EKG


Irama : Atrial Fibrilasi, QRS rate: 120; Axis: RAD; P sulit dinilai, PR interval; sulit
dinilai ; QRS kompleks : durasi 0,06s, S persisten di V5 dan V6 ; Q patologis (- ) ;
ST elevasi (-); ST depresi (-), ; LVH(-),VES (-).

Kesan EKG :
AF RVR + RAD +RVH
Foto Toraks

Gambar 3.2. Foto Toraks (2/11/2017)

Interpretasi hasil pembacaan foto thorax :


Sinus dan diafragma kanan terselubung, kiri tertutup bayangan jantung. Tampak
perselubungan di lapangan bawah paru kanan. Jantung membesar 75,5%, A.
Pulmonalis prominent. Trakea di tengah. Tulang-tulang dan soft tissue baik.
Kesan Foto Thorax
Kardiomegali dengan pulmonal hipertensi + efusi pluera kanan.
45

Hasil Laboratorium Patologi Klinik

Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan


Hematologi

Darah Lengkap
Hemoglobin g/dL 11.4 12-16
Eritrosit Juta/L 4.34 4.10-5.10
Leukosit /L 6.800 4.000-11.000
Hematokrit % 36 36-47
Trombosit /L 325.000 150.000-450.000
MCV fL 83 81-99
MCH pg 26.3 27.0-31.0
MCHC G/dL 31.8 31.0-37.0
RDW % 21.2 11.5-14.5
MPV fL 9.2 6.5-9.5
PCT % 0.300 0.100-0.500
PDW % 8.8 10.0-18.0
Hitung Jenis :
Neutrofil % 77.30 50.000-70.000
Limfosit % 12.90 20.000-40.000
Monosit % 8.50 2.00-8.00
Eosinofil % 0.40 1.00-3.00
Basofil % 0.90 0.00-1.00
Neutrofil Absolut 103/L 5.25 2.7-6.5
Limfosit Absolut 103/L 0.88 1.5-3.7
Monosit Absolut 103/L 0.58 0.2-0.4
Eosinofil Absolut 103/L 0.03 0-0.10

Basofil Absolut 103/L 0.06 0.0.1


46

Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan

FAAL
HEMOSTASIS
WAKTU
PROTOMBIN
 Pasien Detik 21.5

 Kontrol Detik 14.00


INR 1.50 0.8-1.30
APTT
 Pasien Detik 34.4
 Kontrol Detik 33.8
Waktu Protombin
 Pasien Detik 24.6
 Kontrol Detik 20.0

Diagnosis Kerja : Congestive Heart Failure


1. Fungsional : Heart failure
2. Anatomi : Katub Miral
3. Etiolog : RHD
Diffrensial Diagnosa :
1. Pneumonia
2. Asthma

Pengobatan:
• Bed rest
• O2 2-4 l/i
• Inj furosemide 2 mg ekstra 2x
• Inj fargoxin 0,25 mg
• Drips Furosemid 10 mg/ jam
• Spironolaktone 1x25 mg
• Simarc 1x4 mg
• Digoxin 1x 0,25 mg
• Inj cefriaxone 1gr/12 jam
• Inj BPG 1,2 jt IU/28 hari
47

Rencana pemeriksaan lanjutan :


• Echocardiography
• ASTO
• CRP (C-Reactive Protein)
• LED
Prognosis :
Dubia et bonam
48

BAB 4
FOLLOW UP PASIEN

Tanggal S O A P Keterangan
1/12/201 Sesak Sens CM Congestive Tirah baring O2 via Hasil Lab :
7 Nafas (+) TD=90/70 mmhg Heart Nasal Canul 2-4 l/i Hb : 11,4 mg/dl
HR = 120x/i Failure fc
RR = 26x/i IV MR IVFD NaCl 0,9% Eritrosit:4,34
T = 37C Severe ec 10gtt/I Mikro juta/l,
Kepala RHD
Mata= Konjungtiva Inj furosemide 2 mg Leukosit:6,800 l,
anemis (-/-)
Konjungtiva ikterik (-/-) Inj fargoxin 0,25 mg Trombosit:325000
Leher
Trakea medial, Drips furosemide 10 Hematokrit:36%
TVJ R+2cm H2O mg/jam
Thorax Neutrofil : 77,30 %
Cor:S1S2(N) reguler, Spinorolaktone
murmur(+), 1x25 mg Limfosit:12,90%
gallop(-)
Pulmonal : Simarc 1x4 mg Monosit:8,50%
Sp : vesikuler
St : ronki basah basal Digoxin 1x0,2 mg Eosinofil:0,40%
Abdomen Basofil:0,90%
Asites (-) inj cefriaxone
Ekstremitas 1gr/12 jam Rencana:
Akral hangat, 1. Waktu
edema pretibial Inj BPG 1,2 juta Protombin
(+) IU/28 hari 2. INR
3. Waktu
thrombin
4. Ekhokardio
gry
2/11/201 Sesak Sens CM Congestive Tirah baring Waktu Protrombin
7 Nafas (-) TD=90/70 mmhg Heart Pasien : 21,5
HR = 98x/i Failure fc O2 via Nasal Canul Kontrol :14,00
RR = 20x/i IV MR 2-4 l/i
T = 37,2C Severe ec INR : 1,50 (0,8-
Kepala RHD IVFD NaCl 0,9% 1,30)
Mata= Konjungtiva 10gtt/I Mikro
anemis (-/-) Waktu Trombin
49

Konjungtiva ikterik (-/-) Drips furosemide 10 Pasien :24,6


Leher mg/jam Kontrol: 20,0
Trakea medial,
TVJ R+2cm H2O Spinorolaktone
Thorax 1x25 mg
Cor:S1S2(N) reguler,
murmur(+), Simarc 1x4 mg
gallop(-)
Pulmonal : Digoxin 1x0,2 mg
Sp : vesikuler
St : ronki basah basal inj cefriaxone1gr/12
Abdomen jam
Asites (-)
Ekstremitas Inj BPG 1,2 juta
Akral hangat, IU/28 hari
edema pretibial
(+) berkurang

3/12/17 Sesak Sens CM Congestive Tirah baring Hasil


Nafas (-) TD=90/70 mmhg Heart
Ekhokardiography :
HR = 80x/i Failure fc O2 via Nasal Canul
RR = 26x/i IV MR 2-4 l/i 1. Katup-
T = 37C Severe ec
katup : MR
Kepala RHD IVFD NaCl 0,9%
Mata= Konjungtiva 10gtt/I Mikro severe
anemis (-/-)
penebalan +
Konjungtiva ikterik (-/-) Drips furosemide 5
Leher mg/jam kalsifikasi
Trakea medial,
AML &
TVJ R+2cm H2O Spinorolaktone
Thorax 1x25 mg PML
Cor:S1S2(N) reguler,
TR
murmur(+), Simarc 1x4 mg
gallop(-) Digoxin 1x0,2 mg MS
Pulmonal :
2. Dimensi
Sp : vesikuler Inj cefriaxone 1
St : ronki basah basal gr/12 jam ruang
Abdomen
jantung :
Asites (-) Inj BPG 1,2 juta
Ekstremitas IU/28 hari LA, RV,
Akral hangat,
RA dilatasi
edema pretibial
50

(+)
3. Kontraktilit
as LV Baik,
EF 73 %
(Tcil)
Wall
mutim :
global
normo
kinetik IVS
paradox
4. Kontraktilit
as RV Baik,
TAPSE 19
mm
5. PH (+) ,
PASP 73
mmHg
51

4/12/17 Sesak Sens CM Conges Tirah baring O2 via Wakti Protombin


Nafas (-) TD=90/70 mmhg tive Heart Pasien : 17,8
HR = 77x/i Failure fc Nasal Canul 2-4 l/i Kontrol : 14,50
RR = 26x/i IV MR
T = 37C Severe ec IVFD NaCl 0,9% INR : 1,22
Kepala RHD 10gtt/I Mikro
Mata= Konjungtiva APTT :
anemis (-/-) Drips furosemide 20 Pasien : 31,4
Konjungtiva ikterik (-/-) mg/ 6 jam Kontrol ; 34.0
Leher
Trakea medial, Spinorolaktone Waktu Trombin
TVJ R+2cm H2O 1x25 mg Pasien : 27,1
Thorax Kontrol : 20
Cor:S1S2(N) reguler, Simarc 1x4 mg
murmur(+),
gallop(-) Digoxin 1x0,2 mg
Pulmonal :
Sp : vesikuler Inj cefriaxone 1
St : ronki basah basal gr/12 jam
Abdomen
Asites (-) Inj BPG 1,2 juta
Ekstremitas IU/28 hari
Akral hangat,
edema pretibial
(+)
52

BAB 5
DISKUSI KASUS
Teori Pasien
Definisi dan Epidemiologi
Gagal jantung adalah sindrom klinis Pasien wanita berusia 27 tahun
(sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai datang ke rumah sakit dengan
oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau keluhan sesak nafas.
saat aktivitas yang disebabkan oleh kelainan
struktur dan fungsi jantung).Hal tersebut dapat
terjadi karena pada gagal jantung akan terjadi
ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward
failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat
terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang
tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.

Faktor resiko Pasien wanita berusia 27 tahun


1. Faktor resiko yang tidak dapat dengan riwayat kelainan jantung
dimodifikasi yaitu riwayat keluarga, yang di akibatkan penyakit infeksi
umur, dan jenis kelamin. bakteri
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
yaitu hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemia, kurangnya aktivitas fisik,
diet tidak sehat dan stres.

Diagnosis -Anamnesis
Anamnesis Hal ini dialamai ± 1 minggu
- Lekas lelah sebelum masuk rumah sakit dan
- Sesak nafas bila aktivitas (dyspnea d’effort) memberat dalam 3 jam sebelum
yang makin lama makin berat. masuk rumah sakit. Sesak
- Keluhan sesak dapat timbul saat tidur malam berlangsung terus menerus. Sesak
(nocturnal dyspnea), dirasakan paling berat ketika
- Keluhan sesak timbul saat istirahat sambil beraktivitas dan tidak berkurang
berbaring (orthopnea). ketika pasien istirahat. Pasien
- Berdebar bila ada irama jantung fibrilasi sering terbangun pada malam hari
atrium (atrial fibrilasi / AF). akibat sesak yang
dialaminya.Keluhan sesak pada
OS sudah timbul lebih kurang 1
tahun yang lalu dan berangsur
angsur memberat. OS mengaku
pernah dirawat di RS dengan
keluhan sesak tersebut dan OS
53

dikatakan menderita kebocoran


katup jantung .Pasien tidak bisa
tidur terlentang dan harus diganjal
2-3 bantal. Sesak tidak
berhubungan dengan lingkungan ,
cuaca atau makanan. Kaki
bengkak di alami OS selama lebih
kurang 1 bulan terakhir. Riwayat
batuk dan demam di temukan
dalam 2 bulan terakhir .Riwayat
OS menderita nyeri sendi yang
berpindah pindah di temukan
lebih kurang 5 tahun yang lalu.
Riwayat hipertensi pada pasien
tidak dijumpai. Riwayat Diabetes
Melitus tidak dijumpai. Riwayat
merokok tidak dijumpai. Riwayat
keluarga yang memiliki keluhan
yang sama disangkal.

-Pemeriksaan fisik KU : Lemah


- Inspeksi Kesadaran : CM
 Peningkatan TVJ TD : 90/70mmHg
 Hepatomegali HR : 120x/i, ireguler
 Edema kedua tungkai RR : 26x/i
Suhu : 37,0C
- Palpasi Sianosis:(-) Ortopnea:(+)
 Pulsasi nadi lemah dan tidak teratur Dispnea: (+)Ikterus: (-)
 Tapping apeks – teraba S1 Edema: (+)Pucat: (-)
 Suara jantung tambahan: opening snap
mungkin teraba disamping bunyi jantung I dan Pemeriksaan Fisik :
II Leher :Trakea di medial, TVJ
R+2 cm H2O
 Aktivitas ventrikel kanan teraba keras
 Bunyi S2 yang keras bisa teraba
Dinding toraks
Inspeksi:Simetris Fusiformis
- Auskultasi
Palpasi :
 Bunyi S1 mengeras Fremitus Kanan = Kiri
 Bunyi S2 normal atau mengeras bila sudah Bawah : Diafragma
terjadi hipertensi pulmoner Perkusi:Sonor pada kedua
 Bunyi jantung tambahan: opening snap Batas Jantung
menandakan daun katup mitral yang masih Kanan : ICS IV LPSD
lentur ketika fase diastolik Atas : ICS II LMCS
 Terdengar murmur mid diastolic di daerah lapangan paru
54

apeks jantung Kiri : 1 cm lateral LMCS ICS IV


 Pada stenosis berat, S1, OS dan murmur mid Auskultasi Jantung : S1 (+) N
diastolic mungkin tidak terdengar lagi S2 (+) N S3 (-) S4 (-) regular,
Murmur (+)
Punctum maximum : -
Radiasi : -
Paru :
Suarapernapasan: Vesikuler
Suara tambahan : ronki basah
basal.
Abdomen : Palpasi
Hepar/Lien : tidak teraba, kesan:
normal,
Ascites (-)

Ekstremitas:
Superior :Sianosis (-/-)Clubbing (-
/-)
Inferior: Edema pretibial (-/-
)Pulsasi arteri (+/+), t/v: cukup
Akral : Hangat (+/+)
Pemeriksaan Penunjang Interpretasi Rekaman EKG
Blood test : full blood count
Irama: Atrial Fibrilasi,QRS
Elektrocardiografi rate: 120 ; Axis: RAD
; P sulit dinilai
Foto thoraks
, PR interval; sulit dinilai ;
Echocardiography QRS kompleks : durasi 0,06
s, S persisten di V5 dan V6 ; Q
Natriuretic peptides patologis (- ) ; ST elevasi
(-); ST depresi (-), ; LVH(-
Biomaker ( CK-MB, Troponin T & I) ),VES (-).
Angiography
Kesan EKG :
AF RVR + RAD +RVH

Interpretasi Foto Toraks PA

CTR 75% Apeks jantung


terangkat.

Kesan Foto Thorax


Kardiomegali
55

Penatalaksanaan • Bed rest


1. Angiostensin-
convertingenzymeinhibitors/ arb • O2 2-4 l/i
2. Beta- blockers • Inj furosemide 2
3. Mineralcorticoid/aldosteronereceptorant mg
agonists • Inj fargoxin 0,25
4. Diuretics mg
5. Angiotensionreceptorneprilysininhibitor
6. Ir- channelinhibitor • Drips Furosemid
7. Angiotensioniitypeireceptorblocker 10 mg/ jam
8. Combinationofhydralazineandisosorbide
dinitrate • Spironolaktone
1x25 mg
• Simarc 1x4 mg

• Digoxin 1x 25 mg
• Inj cefriaxone
1gr/12 jam
• Inj BPG 1,2 jt
IU/28 hari
56

BAB 6
KESIMPULAN

Ms S, 27 tahun, Perempuan, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang telah didiagnosis denganCongestive Heart Failure fc IV MR
Severe ec RHD. Pasien diberikan terapi berupa:
• Bed rest
• O2 2-4 l/i
• Inj furosemide 2 mg
• Inj fargoxin 0,25 mg
• Drips Furosemid 10 mg/ jam
• Spironolaktone 1x25 mg
• Simarc 1x4 mg
• Digoxin 1x 25 mg
• Inj cefriaxone 1gr/12 jam
• Inj BPG 1,2 jt IU/28 hari
57

DAFTAR PUSTAKA

1. Meta-analysis Global Group in Chronic Heart Failure (MAGGIC). The survival of


patients with heart failure with preserved or reduced left ventricular ejection
fraction: an individual patient data meta-analysis. Eur Heart J 2012;33:1750 –
1757.
2. Lam CSP, Solomon SD. The middle child in heart failure: heart failure with
midrange ejection fraction (40–50%). Eur J Heart Fail 2014;16:1049 –1055
3. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Info Datin: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014.
4. Dumitru, I. Heart Failure. eMedicine. [Cited: January 14, 2010.]
http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Nov 24, 2009.
5. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed.
New York: McGraw-Hill; 2005, pp.
6. Lilly, Leonard S. Pathophysiology of heart disease: a collaborative project of
medical students and faculty. Lippincott Williams & Wilkins, 2012.
7. Scipione Carerj (Italy), Claudio Ceconi (Italy), Antonio Coca (Spain), Perry Elliott
(UK), The disclosure forms of all experts involved in the development of these
guidelines are available on the ESC website http://www.escardio.org/guidelines.
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2016:
8. Mdee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit. Edisi Kelima. Jakarta : EGC; 2012.
9. Aaronson PI, Ward JPT. At a Glance : Sistem Kardiovaskular. Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga Medical Series; 2008.
10. Roberts E, Ludman AJ, Dworzynski K, Al-Mohammad A, Cowie MR,McMurray
JJV, Mant J. The diagnostic accuracy of the natriuretic peptides in heart failure:
systematic review and diagnostic meta-analysis in the acute care setting.BMJ
2015;350:h910
58

11.Shah RV, Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS [edt.]. Pathophysiology of Heart
Disease. USA: Lippincott Williams & Wilkins.2007. P 225-51.
10.Pedoman Gagal Jantung – PERKI 2015.
www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2015.pdf+&cd
=5&hl=en&ct=clnk&gl=id.
11.Scipione Carerj (Italy), Claudio Ceconi (Italy), Antonio Coca (Spain), Perry Elliott
(UK), The disclosure forms of all experts involved in the development of these
guidelines are available on the ESC website http://www.escardio.org/guidelines.ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2016:
12. The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 2016 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with
the Heart. Eur Heart J [Internet] 2016; Available from:
https://www.escardio.org/static_file/Escardio/Guidelines/ehw128_Addenda.pdf

13. Michel, KM. Département de Cardiologie CHU Pitié-Salpétrière Université Pierre


et Marie Curie, Paris. Heart Failure Guidelines 2016 What’s New?.
https://www.escardio.org/Councils/Council-for-Cardiology-Practice-
(CCP)/News/what-s-new-in-heart-failure-hf
14.R D S Watson, C R Gibbs, and G Y H Lip.2016. ABC of heart failure: Clinical
features and complications.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1117436/.

15. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S Longo D and Jameson JL. 2016.
Harrison's Principles of InternalMedicine 19th Edition. Publisher: McGraw-Hill
Professional, pp. 1367- 1377.

16. Crawford MH. 2015. Current Diagnosis & Treatment in Cardiology 2nd Ed.
Publisher McGraw-Hill/Appleton &Lange, pp. 23-30
59

You might also like