Professional Documents
Culture Documents
Tari
Tari
Banyuwangi
Tari Gandrung Banyuwangi adalah tari daerah yang berasal dari Banyuwangi Jawa Timur.
Kata Gandrung sendiri berarti terpesona, yaitu menggambarkan rasa pesona masyarakat Banyuwangi
terhadap Dewi Sri atau Dewi Padi yang telah membawa kesejahteraan kepada masyarakat. Oleh karena
itulah maka tari Gandrung Banyuwangi ini dahulu biasa dibawakan setelah panenraya.
Tarian Gandrung Banyuwangi merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik
khas perpaduan budaya jawa dan Bali. Tari Gandrung dilakukan oleh seorang wanita penari profesional
yang menari bersama tamu (terutama pria) yang disebut dengan istilah pemaju
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan,
tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah
lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir
hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00)
Adapun kostum atau tata busana yang dikenakan oleh penari Gandrung Banyuwangi sedikit
berbeda dengan penari jawa lainnya. Pakaian tradisional yang dikenakan oleh penari Gandrung
Banyuwangi sedikit dipengaruhioleh pakaian Bali.
Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan
ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher
hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut
dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan
dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan
sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di
bahu. Sedangkan bagian bawah penari Gandrung mengenakan kain batik dengan corak yang bermacam-
macam. Dibagian kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit
kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh
Antasena, putra Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh
rambut penari gandrung.
Tari Tradisional Jawa Timur - Tari Jaranan Buto
Banyuwangi dan Blitar, Tari jaranan buto ini dipertunjukkan pada Upacara iring-
iringan pengantin dan khitanan. Tari ini menggunakan properti kuda buatan seperti halnya
yang biasa kita dapati pada Kesenian Kuda Lumping, Jaran Kepang atau Tari Jathilan, namun yang
menjadikan Kesenian Jaran Buto berbeda adalah properti kuda yang digunakan tidaklah
menyerupai bentuk kuda secara nyata, melainkan kuda tersebut berwajah raksasa atau Buto begitu
pula dengan para pemainnya yang juga menggunakan tata rias muka layaknya seorang raksasa
yang lengkap dengan muka merah bermata besar, bertaring tajam, berambut panjang dan gimbal.
Tari Jaran Buto dibawakan oleh sedikitnya 16 - 20 orang pemain, dalam pementasannya
diiringi alunan musik seperti kendang, dua bonang, dua gong besar, kempul terompet, kecer
(seperti penutup cangkir) yang terbuat dari bahan tembaga dan seperangkat gamelan. Tari Jaranan
Buto ini selalu menghadirkan atraksi yang mengagumkan, selain atraksi kesurupan para penarinya
seperti pada seni jaranan lainnya. Seni tari jaranan buto dalam perkembangannya memiliki inovasi
yang diantaranya adalah variasi musik pengiringnya dan tata rias penarinya, kostum yang
dikenakan oleh penarinya mengalami inovasi begitu pesat setiap tahunnya. Kesenian ini memiliki
beberapa kisah (cerita) dan gerakan tari yang berbeda-beda, sehingga hal ini menjadi sebuah
pementasan yang unik. Keunikan seni ini meliputi inti cerita, (sinopsis cerita) kostum penari, dan