Professional Documents
Culture Documents
STABILITAS
DISUSUN OLEH:
GOLONGAN I
KELOMPOK 5
0
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1.1 Mengetahui pengaruh suhu terhadap kestabilan dari sediaan larutan vitamin
C.
1.2 Mengetahui reaksi degradasi yang terjadi pada sediaan.
II. PENDAHULUAN
(LATAR BELAKANG)
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Asam Askorbat (Vitamin C)
Asam Askorbat (Vitamin C) mempunyai rumus molekul C 6H8O6, dan
memiliki berat molekul 176,13. Asam Askorbat mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih dari 100, 5% C6H8O6. Asam Askorbat berbentuk hablur atau
serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi
berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat
teroksidasi. Melebur pada suhu kurang 190C. Asam Askorbat mudah larut dalam
air, agak sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan
dalam benzena (Depkes RI, 1995).
Vitamin C merupakan vitamin larut air yang memiliki peranan penting dalam
metabolisme asam amino, penyembuhan bagian tubuh yang sakit atau rusak,
pembentukan tulang dan gigi. Vitamin C juga berguna untuk pembentukan
kolagen, membantu proses penyembuhan luka, menjaga kesehatan gusi, menjaga
daya tahan tubuh melawan infeksi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan
penyakit yang disebut dengan skorbut merupakan suatu pendarahan pada
sekeliling gusi dan tulang terasa nyeri bila disentuh, gigi mudah tanggal, sendi
dapat membengkak, terasa lemah kemudia kesembuhan yang lambat merupakan
gejala-gejala kekurangan vitanmin C (Combs, 1992).
1
3.2 Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat mempunyai rumus molekul H2SO4 dan memiliki berat molekul
98,07. Asam Sulfat mengndung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 98,0%
b/b H2SO4. Asam Sulfat berbentuk cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna,
bau sangat tajam dan korosif. Bobot jenis lebih kurang 1,84. Asam Sulfat
bercampur dengan air dan dengan etanol dengan menimbulkan panas. Bila Asam
Sulfat akan dicampur dengan cairan lain, selalu tambahkan asam ke dalam cairan
pengencer dan lakukan dengan sangat hati – hati (Depkes RI, 1995).
3.3 Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Natrium Tiosulfat mempunyai rumus molekul Na2S2O3.5H2O dan memiliki
berat molekul 248,17. Natrium Tiosulfat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 100,5% Na2S2O3 dihitung terhadap zat anhidrat (BM 158,10).
Natrium Tiosulfat berbentuk hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar.
Memgkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih
dari 33. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Natrium Tiosulfat
sangat mudah larut dalam air; tidak larut dalam etanol (Depkes RI, 1995).
3.4 Kalium Iodat
Kalium iodat (KIO3) mengandung tidak kurang dari 99,8% KIO 3, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan. Kalium iodat memiliki pemerian berupa
serbuk hablur berwarna putih dan larut dalam air (Depkes RI, 1979). Kalium Iodat
P (KIO3) memiliki berat molekul 214,00 dan merupakan murni pereaksi (Depkes
RI, 1995).
2
Kalium Iodida sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidih; mudah
larut dalam gliserin; larut dalam etanol (Depkes RI, 1995).
3.6 Indikator Kanji
Kanji atau amilum/pati merupakan serbuk putih, hablur. Kanji larut dalam air
panas, membentuk atau menghasilkan larutan agak keruh (Depkes RI, 1979).
Konsentrasi 0,5% yang dibuat segar dengan menggunakan pati larut yaitu β-
amilosa. Kanji larut P menggunakan pati larut P (untuk iodometri); murni pereaksi
(Depkes RI, 1995).
Penggunaan indikator kanji digunakan pada saat titrasi yaitu untuk
menentukan titik akhir titrasi dari vitamin C, dimana larutan kanji dengan iodium
yang dititrasi dengan Na2S2O3 dapat membentuk suatu senyawa absorbsi dengan
memberikan perubahan warna menjadi bening ( Underwood, 1986 ).
3.7 Stabilitas
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi
kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan (Connors et al., 1986). Stabilitas dalam arti luas dapat didefinisikan
sebagai ketahanan suatu produk sesuai dengan batas-batas tertentu selama
penyimpanan dan penggunaannya atau umur simpan suatu produk dimana produk
tersebut masih mempunyai sifat dan karakteristik yang sama seperti pada waktu
pembuatan. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi,
antara lain stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan bahan
tambahan, proses pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara pengemasan dan
kondisi lingkungan yang dialami selama pengiriman, penyimpanan, penanganan
dan jarak waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti
temperatur, radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan
uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian pula faktor formulasi seperti
ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya dapat mempengaruhi
stabilitas (Osol, 1980; USP,1990).
Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang amat penting
untuk suatu hasil produksi yang baik. Ketidakstabilan produk obat dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan sampai dengan hilangnya khasiat obat, obat
dapat berubah menjadi toksis, atau terjadinya perubahan penampilan sediaan
3
(warna, bau, rasa, konsistensi dan lain-lain) yang akibatnya merugikan bagi
si pemakai. Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat dideteksi melalui
perubahan sifat fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan farmasi.
Besarnya perubahan kimia sediaan farmasi ditentukan dari laju peruraian obat
melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau berdasarkan derajat
degradasi dari suatu obat yang jika dipandang dari segi kimia, stabilitas obat dapat
diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan. Secara
fisiologis, larutan obat harus diformulasikan sedekat mungkin ke pH stabilitas
optimumnya karena besarnya laju reaksi hidrolitik dipengaruhi/dikatalisis oleh
gugus hidroksi (Lachman et al., 1986; Ansel, 1989).
4
lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium
tiosulfat (Svehla, 1987).
Iodometri adalah analisis titmetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
seperti oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi
iodide yang ditambahkan iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan
larutan baku tiosulfat. Kelarutan iodide adalah serupa dengan klorida dan
bromide. Perak, merkurium (1), merkurium (II), tembaga (I), dan timbel iodide
adalah garam – garamnya yang paling sedikit larut. Reaksi – reaksi ini dapat
dipelajari dengan larutan kalium iodide KI 0,1 N (Svehla, 1987).
5
Dimasukkan akuades secukupnya ke dalam labu ukur
6
Dimasukkan kedalam labu ukur
Ditimbang Na2S2O3
8
Ditambah beberapa tetes indikator kanji sampai larutan berwarna
biru kehitaman.
Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 M sampai terjadi
4.3 DATAwarna bening, dicatat volume total Na2S2O3 yang digunakan
PENGAMATAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10
Akhilender. 2003. Vitamin C In Human Health and Disease Is Still A Mystery? An
Overview. Mysore, India: Departement of Biochemistry and Nutrition,
Central Food Technological Research Institute.
Combs, Jr., G. F. 1992. The Vitamins. San diego: Fundamentl aspects in Nutrition
and Health. 1 Academic Press, Inc.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Lachman, L., Lieberman, H.A. and Kanig, J.L. 1986. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.
Osol, A., Alfonso, R.G., Melvin, R. G., Stewart, C. H. and Robert, E. K. 1980.
Remington’s Pharmaceutical Sciences, 16th ed. Easton-Pensivania: Mack
Publishing Company
Svehla, G. 1985. VOGEL : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Bagian 1, Edisi V. Jakarta: PT. Kalma Media Pustaka.
Underwood, A.L and Day, R.A. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
11