You are on page 1of 6

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA PANGAN

Disusun oleh :
SEILMA LATIFA RAHMANI
H0916075
Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
ACARA II
AIR DAN ABU

A. Tujuan
Tujuan Praktikum Acara I “Air dan Abu” adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kadar air dalam bahan pangan dengan metode
thermogravimteri.
2. Untuk mengetahui persen berat kering dalam bahan pangan dengan metode
thermogravimteri.
3. Menentukan kadar abu biskuit dengan metode pengabuan secara kering (dry
ashing).
B. Tinjauan Pustaka
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia
dan fungsinya bagi kehidupan tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain.
Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa dari makanan. Bahkan
dalam bahan makanan yang kering sekalipun seperti tepung, buah kering, dan
biji-bijian masih terkandung air dalam jumlah tertentu. Kandungan air dalam
bahan makanan ikut menentukan penerimaan konsumen, kesegaran, dan daya
tahan suatu bahan (Winarno, 1986).
Kadar air merupakan persentase kandungan air dalam suatu bahan yang
dinyatakan dalam berat basah (wet basis) atau dalam berat kering (dry basis).
Air dalam suatu bahan ada yang terikat kuat dan tidak terikat kuat. Air yang
terikat kuat sukar dihilangkan atau diuapkan. Air yang tidak terikat kuat mudah
diuapkan dan sering juga disebut dengan air bebas. Peranan air dalam bahan
pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas
metabolisme, seperti misalnya aktivitas enzim, aktivitas mikrobia, dan aktivitas
kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan, serta reaksi-reaksi non-enzimatis.
Aktivitas-aktivitas tersebut menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik,
penampakan, tekstur, cita rasa, dan nilai gizi (Kusumaningrum, dkk, 2008).
Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan metode
langsung atau tidak langsung. Penentuan dengan metode langsung
menggunakan beberapa teknik pemisahan secara fisik seperti destilasi,
pengeringan atau dengan reaksi kimia yang menghasilkan gas seperti H2 atau
C2H2 yang kemudian diukur dengan teknik spesifik. Pengeringan dengan
menggunakan oven merupakan metode yang paling sering digunakan untuk
menentukan kadar air. Lamanya pengeringan spesifik untuk setiap produk
(Mathlouthi, 2001).
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara,
antara lain: metode pengeringan/ thermogravimetri, metode destilasi/
thermovolumetri, metode khemis, metode fisis, dan sebagainya. Prinsip
penentuan kadar air metode thermogravimetri adalah menguapkan air dalam
bahan dengan cara pemanasan. Bahan yang telah dikeringkan cenderung lebih
higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan dan
penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering
misalnya desikator/ eksikator yang telah diberi zat penyerap air misalnya silika
gel(Sudarmadji dkk, 2010).
Analisis kadar air diawali dengan sampel ditimbang sebanyak 2-5 gram
pada cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Cawan tersebut dimasukkan
ke dalam oven selama 5 jam pada suhu 100 - 105°C atau sampai beratnya
menjadi konstan. Sampel kemudian dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke
dalam desikator dan segera ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Masukkan
kembali bahan tersebut ke dalam oven sampai tercapai berat yang konstan
(selisih antara penimbangan berturut-turut 0,002 gram). Kehilangan berat
tersebut dihitung sebagai presentase kadar air (Amanu, 2013).
Kelebihan dari analisis kadar air dengan menggunakan metode
thermogravimetri adalah prosedur dan cara penggunaan yang mudah serta tidak
membutuhkan peralatan yang rumit dan mahal sehingga relatif lebih murah.
Kelemahan dari analisa kadar air dengan menggunakan metode
thermogravimetri adalah bahan lain disamping air yang ikut menguap dan ikut
hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan
lain-lain, selain itu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan
air atau zat mudah menguap lainnya contoh gula mengalami dekomposisi atau
karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya, selain itu bahan yang
mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat dan sulit melepaskan
airnya meskipun sudah dipanaskan. Untuk mempercepat penguapan air serta
menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun
reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan
suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang
lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji, 1989).
Persentase kadar air dalam suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam 2
cara yaitu berdasarkan bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah
(wet basis). Kadar air secara “dry´basis” merupakan perbandingan antara berat
air didalam bahan tersebut dengan berat keringnya. Berat bahan kering adalah
berat bahan awal setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air secara “wet
basis” adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan
berat bahan mentah atau berat bahan awal (Winarno, 1984). Kadar air berat
basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar100 persen, sedangkan kadar
air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid,
1993).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pangabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam yaitu
garam organik dan garam anorganik. Kadang-kadang mineral juga berbentuk
sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan
jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karena itu
biasanya dilakukan dengann menentukan sisa pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan. Contoh komponen mineral dalam
suatu bahan yaitu Kalsium (Ca), Fosfor (P), Besi (Fe), Sodium (Na), Potasium
(K), Magnesium (Mg), Belerang (S), Kobalt (Co), dan Zink (Zn)
(Sudarmadji dkk., 2010).
Macam-macam pengabuan dibedakan menjadi dua, yaitu pengabuan secara
langsung (cara kering) dan pengabuan secara tidak langsung (cara basah).
Prinsip penentuan kadar abu secara langsung atau cara kering adalah dengan
mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC
dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut. Sampel yang akan diabukan ditimbang sejumlah tertentu
tergantung macam bahannya (Sudarmadji, 1989). Pada pengabuan ini sering
terjadi kehilangan unsur mikro tertentu karena pemanasan yang tinggi, dapat
juga terjadi reaksi antara unsur dengan wadah (Hidayati, 2013). Sedangkan
prinsip penentuan kadar abu cara basah adalah menambahkan asam-asam kuat
baik tunggal maupun campuran pada sampel yang kemudian dioksidasi dengan
menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk
destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam
klorida (Kristianingrum, 2012). Kadar abu merupakan salah satu parameter
yang telah dikaitkan dengan sumber bunga sampel madu. Sebuah efek yang
sangat signifikan terhadap kadar abu karena asal bunga dari Eucalyptus dan
Citrus sampel madu ditemukan (Felsner, 2004).
Perbedaan perhitungan kadar abu dalam dry basis (cara kering) dan wet
basis (cara basah) yaitu cara kering biasa digunakan untuk penentuan kadar total
abu dalam suatu bahan makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah
untuk trace element. Cara kering untuk penentuan kadar abu yang larut dan
tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu
yang relatif lama, sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat. Cara
kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara basah dengan suhu
relatif rendah. (Sudarmaji, dkk., 2010).
Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di
masyarakat. Saat ini mie menjadi kebutuhan masyarakat luas sebagai bahan
yang dapat menggantikan makanan pokok. Mie kering adalah mie segar yang
telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% (Anam dan Sri, 2010).
Menurut SNI 01-3551-1994, Pusat Standarisasi Industri Departemen
Perindustrian kadar air dalam mie kering berkisar 8-10%, dan kadar abu
maksimal 3%.

You might also like