You are on page 1of 102

MBAR JUDUL

TUGAS AKHIR - TF 141581

PERANCANGAN SISTEM KONTROL PREDIKTIF


PADA SISTEM GAS REFORMING UNIT AMONIA
PABRIK 5 PT. PUPUK KALTIM DENGAN
STRUKTUR CENTRALIZED

Febryn Pradana Rifanda Putra


NRP. 2413 100 040

Dosen Pembimbing
Dr.Katherin Indriawati, S.T., M.T.

DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2017

i
Halaman ini sengaja dikosongkan

ii
MBAR JUDUL

FINAL PROJECT- TF 141581

DESIGN OF PREDICTIVE CONTROL SYSTEM


ON GAS REFORMING SYSTEM AMONIA UNIT
PABRIK 5 PT. PUPUK KALTIM WITH
CENTRALIZED STRUCTURE

Febryn Pradana Rifanda Putra


NRP. 2413 100 040

Supervisor
Dr.Katherin Indriawati, S.T., M.T.

DEPARTMENT OF ENGINEERING PHYSICS


Fakulty of Industrial Technology
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2017

iii
Halaman ini sengaja dikosongkan

iv
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
PERANCANGAN SISTEM KONTROL PREDIKTIF PADA
SISTEM GAS REFORMING UNIT AMONIA PABRIK 5 PT.
PUPUK KALTIM DENGAN STRUKTUR CENTRALIZED

TUGAS AKHIR

Oleh :
Febryn Pradana R P
NRP : 2412 100 052

Surabaya, 7 Juli 2017


Mengetahui

Dosen Pembimbing

Dr. Katherin Indriawati, S.T., M.T.


NIP. 19760523 200012 2 001

Menyetujui,
Ketua Departemen Teknik Fisika FTI-ITS

Agus Muhammad Hatta, ST, Msi, Ph.D


NIPN. 19780902 200312 1 002
v
Halaman ini sengaja dikosongkan

vi
PERANCANGAN SISTEM KONTROL PREDIKTIF PADA
SISTEM GAS REFORMING UNIT AMONIA PABRIK 5 PT.
PUPUK KALTIM DENGAN STRUKTUR CENTRALIZED

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fisika
pada
Bidang Studi Rekayasa Instrumentasi
Program Studi S-1 Departemen Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh :
FEBRYN PRADANA RIFANDA PUTRA
NRP. 2413 100 040

Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir :

1. Dr. Katherin Indriawati, S.T., M.T….………. …..(Pembimbing)

2. Dr. Bambang L. Widjiantoro, S.T., M.T..............(Penguji I)

3. Andi Rahmadiansah, S.T., M.T.…….…………(Penguji II)

4. Dr.rer.nat.Ir. Aulia M. T. Nasution, M.Sc…….....(Penguji III)

SURABAYA

vii
JULI 2017

Halaman ini sengaja dikosongkan

viii
PERANCANGAN SISTEM KONTROL PREDIKTIF PADA
SISTEM GAS REFORMING UNIT AMONIA PABRIK 5 PT.
PUPUK KALTIM DENGAN STRUKTUR CENTRALIZED

Nama Mahasiswa : Febryn Pradana Rifanda Putra


NRP : 2413100040
Jurusan : Teknik Fisika FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Dr. Katherin Indriawati, S.T., M.T.
ABSTRAK
Abstrak
Saat ini, permintaan pupuk yang semakin meningkat
dihadapkan dengan ketersediaan gas alam yang terbatas dan
mahal sehingga menuntut pabrik penghasil pupuk untuk memiliki
sistem dengan performansi yang baik dan proses dapat berjalan
optimal. Oleh karena itu, diperlukan strategi kontrol yang tepat
pada plant untuk mencapai tujuan tersebut. Sistem kontrol
prediktif dengan struktur centralized merupakan strategi kontrol
yang dapat memberikan sinyal kontrol optimal secara langsung
pada plant. Dengan kata lain, sistem kontrol PI pada plant
digantikan oleh sistem kontrol prediktif. Pada makalah ini
dirancang yaitu sebuah sistem pengendalian prediktif untuk
mengontrol variabel proses di sistem gas reforming berupa
temperatur keluaran gas superheater dengan memanipulasi laju
gas proses yang masuk ke superheater dan temperatur gas
keluaran preheater dengan memanipulasi laju feedwater
preheater. Algoritma kontrol prediktif yang digunakan adalah
algoritma Model Predictive Control (MPC). Algoritma MPC yang
dirancang menggunakan parameter kontrol horizon prediksi (HP)
sebesar 50, horizon kontrol (HU) sebesar 1, rate weight untuk
input 1 dan 2 adalah 0.092312 dan output weight untuk input 1
dan 2 adalah 1.0833. Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa
sistem kontrol prediktif menghasilkan error pengendalian yang
lebih kecil pada kondisi normal maupun uji. Ketika sistem
mendapatkan perubahan beban, MPC mampu menjaga variabel
ix
proses pada set point dan menghemat operational cost sebesar
2%(Rp. 2,88 jt/jam) dibandingkan sistem kontrol PI.
Kata Kunci : Sistem Gas reforming, MPC, Optimisasi, Respon
Sistem Kontrol, Operational cost.

x
DESIGN OF PREDICTIVE CONTROL SYSTEM ON GAS
REFORMING SYSTEM AMONIA UNIT PABRIK 5 PT.
PUPUK KALTIM WITH CENTRALIZED STRUCTURE

Name : Febryn Pradana Rifanda Putra


NRP : 2413100040
Department : Department of Engineering Physics
Supervisor : Dr. Katherin Indriawati, S.T., M.T.
ABSTRACT
Abtract

Currently, the increasing demand for fertilizer is faced


with the availability of limited and expensive natural gas that
requires fertilizer-producing factories to have a system with a
good performance and process can run optimally. Therefore, a
proper control strategy is needed in the plant to achieve that goal.
A predictive control system with a centralized structure is a
control strategy that can provide an optimal control signal
directly to the plant. In other words, the PI control system of the
plant is replaced by a predictive control system. In this paper, a
predictive control system is designed to control process variables
in the gas reforming system in the form of superheater gas output
temperature by manipulating the process gas rate into the
superheater and preheater gas temperature by manipulating the
feedwater preheater rate. The predictive control algorithm used is
the Predictive Control Model (MPC) algorithm. The MPC
algorithm designed using predictive horizon (HP) control
parameters is 50, the control horizon (HU) of 1, the weight rate
for inputs 1 and 2 is 0.092312 and the output weight for inputs 1
and 2 is 1.0833. From the results of the research, the results
obtained that the predictive control system produces smaller
control error under normal conditions or test. When the system
gets load changes, MPC is able to maintain process variables on
set point and save operational cost of 2% (Rp 2.88 jt / hour)
compared to PI control system.

xi
Keywords : Gas reforming System,MPC, Optimization,
Control System Respond, Operational cost.

xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kepada Allah SWT, karena rahmat dan
hikmat-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan, kemudahan
dan kelancaran dalam menyusun laporan tugas akhir ini. Sehingga
penulis mampu menyusun laporan tugas akhir yang berjudul:
“PERANCANGAN SISTEM KONTROL PREDIKTIF PADA
SISTEM GAS REFORMING UNIT AMONIA PABRIK 5 PT.
PUPUK KALTIM DENGAN STRUKTUR CENTRALIZED”
Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik
yang harus dipenuhi dalam program studi S-1 Teknik Fisika FTI-
ITS. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Agus Muhammad Hatta, ST, Msi, Ph.D selaku ketua
jurusan Teknik Fisika FTI-ITS Surabaya.
2. Bapak Dr. Katherin Indriawati, S.T., M.T.selaku dosen
pembimbing tugas akhir yang dengan sabar memotivasi dan
membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini
dan telah membimbing serta memotivasi penulis selama
berkuliah di Jurusan Teknik Fisika FTI-ITS Surabaya.
3. Bapak Ir. Sarwono, M.M. selaku dosen wali dengan sabar
memotivasi dan membimbing penulis selama kuliah di
Teknik Fisika.
Penulis menyadari bahwa mungkin masih ada kekurangan
dalam laporan ini, sehingga kritik dan saran penulis terima.
Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis
dan pihak yang membacanya.
Surabaya, 7 Juli 2017

Penulis

xiii
Halaman ini sengaja dikosongkan

xiv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................. v
ABSTRAK....................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................... xi
KATA PENGANTAR...................................................... xiii
DAFTAR ISI.................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................... xvii
DAFTAR TABEL............................................................ xix

BAB IPENDAHULUAN ..................................................... 1


1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 3
1.3 Tujuan........................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah ........................................................... 3
1.5 Sistematika Laporan ...................................................... 4

BAB II DASAR TEORI...................................................... 5


2.1 Proses Produksi Amonia................................................. 5
2.2 Pemodelan Matematis Unit Sistem Gas Reforming........... 10
2.3 Sistem Kontrol Prediktif dengan Struktur Centralized...... 14
2.4 Algoritma Model Predictive Control (MPC) ................... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................ 31


3.1 Alur Penelitian............................................................... 31
3.2 Pemodelan Sistem Gas Reforming .................................. 33
3.3 Perancangan Sistem Kontrol Prediktif dengan Struktur
centralized untuk Mengoptimalkan Proses pada Sistem
Gas Reforming............................................................... 41
3.4 Uji Performansi Sistem Kontrol Prediktif dengan Struktur
Centralized ................................................................... 48

xv
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ..............51
4.1 Hasil Simulasi...............................................................51
4.2 Hasil Uji Sistem Kontrol...............................................56
4.2 Perhitungan Penghematan Operational cost ..................69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................75


5.1 Kesimpulan ...............................................................75
5.2 Saran ........................................................................75

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................77


LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Blok flow diagram pembuatan amonia ......................6
Gambar 2.2 Blok flow diagram sistem gas reforming .......................8
Gambar 2.3 Skema pertukaran panas unit penukar panas .................10
Gambar 2.4 Skema unit reaktor ......................................................13
Gambar 2.5 Sistem kontrol prediktif dengan struktur centralized
pada suatu plant .......................................................15
Gambar 2.6 Struktur dasar kontroler MPC ......................................17
Gambar 2.7 Strategi kontrol MPC ..................................................18
Gambar 2.8 Diagram blok sistem kontrol prediktif .........................19
Gambar 2.9 Output proses dan pengendali terpediksi .......................20
Gambar 2.10 Diagram alir algoritma MPC .....................................30
Gambar 3.1 Diagram alir perancangan sistem kontrol prediktif
dengan struktur centralized .........................................32
Gambar 3.2 Diagram blok sistem kontrol PI pada sistem gas
reforming PT Pupuk Kaltim. ........................................40
Gambar 3.3 Skema sistem kontrol prediktif dengan struktur
centralized pada Sistem Gas reforming PT Pupuk
Kaltim.......................................................................42
Gambar 3.4 Diagram blok sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized pada Sistem Gas reforming PT
Pupuk Kaltim.............................................................43
Gambar 3.5 Diagram alir pembuatan algoritma MPC ......................48
Gambar 4. 1 Respon open loop temperatur gas superheater.............51
Gambar 4. 2 Respon open loop temperatur gas preheater ................52
Gambar 4. 3 Respon Close loop (PI) temperatur gas superheater .....53
Gambar 4. 4 Respon Close loop (PI) temperatur gas preheater ........53
Gambar 4. 5 Respon Close loop(MPC) temperatur gas
superheater ..............................................................55
Gambar 4. 6 Respon Close loop(MPC) temperatur gas preheater.....55
Gambar 4. 7 Uji tracking set point (PI) temperatur gas
superheater ........................................................................57
Gambar 4. 8 Uji tracking set point (PI) temperatur gas preheater.....58
Gambar 4. 9 Uji tracking set point (MPC) temperatur gas
superheater ..............................................................59

xvii
Gambar 4. 10 Uji tracking set point (MPC) temperatur gas
preheater .............................................................. 59
Gambar 4. 11 Uji beban naik (PI) temperatur gas superheater......... 61
Gambar 4. 12 Uji beban naik (PI) temperatur gas preheater ............ 61
Gambar 4. 13 Uji beban naik (MPC) temperatur gas superheater .... 62
Gambar 4. 14 Uji beban naik (MPC) temperatur gas preheater ....... 62
Gambar 4. 15 Uji beban turun (PI) temperatur gas superheater ....... 64
Gambar 4. 16 Uji beban turun (PI) temperatur gas preheater .......... 64
Gambar 4. 17 Uji beban turun (MPC) temperatur gas superheater... 65
Gambar 4. 18 Uji beban turun (MPC) temperatur gas preheater ...... 65
Gambar 4. 13 Uji noise (PI) temperatur gas superheater ................. 67
Gambar 4. 20 Uji noise (PI) temperatur gas preheater .................... 67
Gambar 4. 21 Uji noise (MPC) temperatur gas superheater ............ 68
Gambar 4. 22 Uji noise (MPC) temperatur gas preheater................ 68
Gambar 4. 23 Perubahan laju gas proses pada Superheater
kondisi normal....................................................... 70
Gambar 4. 24 Perubahan laju feed water pada Preheater
kondisi normal....................................................... 70
Gambar 4. 25 Perubahan laju gas proses pada Superheater
kondisi tracking ..................................................... 72
Gambar 4. 26 Perubahan laju feed water pada Preheater
kondisi tracking ..................................................... 72
Gambar 4. 27 Perubahan laju gas proses pada Superheater
kondisi beban naik ................................................. 74
Gambar 4. 28 Perubahan laju feed water pada Preheater
kondisi beban naik ................................................. 74
Gambar 4. 29 Perubahan laju gas proses pada Superheater
kondisi beban turun ............................................... 76
Gambar 4. 30 Perubahan laju feed water pada Preheater
kondisi beban turun ............................................... 76

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai parameter model superheater .................................33


Tabel 3.1 Nilai parameter model HTS ............................................37
Tabel 3.3 Nilai parameter model Steam generator ..........................37
Tabel 3.4 Nilai parameter model waste heat boiler dan hp
superheater ...................................................................38
Tabel 4.1Perbandingan data proses model dengan real pant .............54
Tabel 4. 2 Parameter hasil simulasi pada keadaan normal .................56
Tabel 4. 3 Parameter hasil uji tracking set point naik .......................59
Tabel 4. 4 Parameter hasil uji tracking set point turun .....................60
Tabel 4. 5 Parameter hasil uji beban naik ........................................63
Tabel 4. 6 Parameter hasil uji beban turun .......................................66

xix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor pertanian adalah sektor yang penting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara, terutama negara agraris
seperti Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam salah satu
sumber, diperlukannya revitalisasi sektor pertanian untuk
mencapai target pemerintah Indonesia dalam pertumbuhan
ekonomi [1]. Untuk menunjang revitalisasi sektor pertanian
ini diperlukannya pengembangan dari sektor pertanian. Salah
satu cara untuk mengembangkan sektor pertanian adalah
tersedianya pupuk yang cukup bagi sektor pertanian di
Indonesia. Hal ini yang membuat berdirinya PT Pupuk Kaltim
di Kota Bontang, Kalimantan Timur sebagai salah satu
penyedia kebutuhan pupuk di Indonesia. Perusahaan ini
merupakan perusahaan petrochemical terbesar di Indonesia
yang memproses gas alam menjadi amonia dan urea [2].
Pada PT Pupuk Kalimantan Timur tepatnya di Pabrik 5
terdapat unit amonia, unit ini menghasilkan produk berupa
amonia dan CO2 [2]. Produk yang dihasilkan dari unit amonia
ini adalah bahan baku pembuatan pupuk urea. Bahan baku
yang diproses pada unit amonia ini adalah natural gas dan
diproses melalui beberapa tahap. Dalam setiap tahap tersebut
banyak variabel yang dikontrolkan agar proses berlangsung
sesuai hasil desain, seperti tekanan, suhu, flow dan level. Dari
proses yang berlangsung selama ini sistem pengendalian
konvensional sudah mampu mengendalikan variabel proses
mendekati set point yang diberikan. Dalam keadaan tertentu,
terdapat peluang-peluang untuk meningkatkan proses
produksi lebih optimal.
Proses produksi yang optimal adalah proses yang
menghasilkan produk maksimal dengan sumber daya
seminimal mungkin. Untuk mengoptimalkan proses di
1
2

industri perlu diselesaikan dengan cara optimasi. Menurut


Doris Saez dan Andrzej Ordys (2006) untuk menyelesaikan
masalah optimasi bisa dilakukan dengan mengubah strategi
kontrol. Pengubahan strategi kontrol untuk mencapai kondisi
optimal bisa dilakukan dengan memberikan set point optimal
pada sistem kontrol konvensional yang ada atau dengan
mengganti sistem kontrol konvensional yang ada dengan
sistem kontrol optimal [3]. Sistem kontrol optimal bekerja
berdasarkan cost function yang diminimalkan. Setiap
perubahan variabel pada sistem akan diproses berdasar cost
function sehingga diperoleh sinyal kontrol yang optimal.
Salah satu sistem pengendalian optimal yang sering dipakai di
industri adalah sistem kontrol prediktif.
Algoritma sistem kontrol prediktif yang sering digunakan
adalah Model predictive control (MPC), MPC termasuk
dalam kategori konsep perancangan pengendali berbasis
model proses, model proses digunakan secara eksplisit untuk
mendisain pengendali, dengan meminimumkan suatu fungsi
kriteria. Penggunaan model proses secara eksplisit ini
digunakan untuk memprediksi keluaran proses yang akan
datang didalam rentang waktu tertentu (horizon). Hingga saat
ini banyak sekali dijumpai keberhasilan aplikasi pengendali
prediktif bukan hanya didalam industri proses, tetapi juga
aplikasi pengendalian lengan robot, biomedik, industri semen,
kolom destilasi, generator servo, dan lain-lain. Kinerja yang
memuaskan dari hasil aplikasi tersebut menunjukkan
kapasitas MPC berefisiensi tinggi serta mampu beroperasi
selama periode waktu yang lama dengan berbagai intervensi
[4] Pada tugas akhir ini MPC akan digunakan untuk
menggantikan sistem kontrol konvensional yang ada pada
sistem gas reforming.
Mengendalikan plant yang luas seperti sistem gas
reforming diperlukan suatu sistem kontrol dengan struktur
centralized atau decentralized. Struktur centralized bekerja
3

dengan memberikan sinyal kontrol optimal langsung pada


plant tanpa melalui sistem kontrol konvensional. Sedangkan
struktur decentralized memberikan set point optimal kepada
sistem kontrol konvensional yang terpasang. MPC yang
dijelaskan sebelumnya merupakan sistem kendali plant wide
control dengan metode centralized. Pada tugas akhir ini akan
dirancang sistem prediktif kontrol dengan struktur centralized
pada sistem gas reforming unit amonia Pabrik 5 PT Pupuk
Kaltim untuk memaksimalkan produksi CO2 dan H2 dengan
resource seminimal mungkin.

1.2 Rumusan Masalahan


Dari latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat
dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana merancang struktur kontrol centralized untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan natural gas pada sistem
Gas reforming.
b. Bagaimana merancang algoritma kontrol prediktif dengan
struktur centralized yang dapat menghasilkan sinyal kontrol
optimal untuk sistem Gas reforming.

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian
tugas akhir ini adalah merancang sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized yang dapat mengoptimalkan sistem Gas
reforming pada unit amonia Pabrik 5 unit amonia PT. Pupuk
Kalimantan Timur.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam tugas akhir ini antara lain:
a. Plant yang ditinjau adalah pabrik 5 unit amonia PT. Pupuk
Kalimantan Timur pada proses awal sampai dengan proses
Carbon Monoxide Shift Converter.
b. Variabel yang di kontrol adalah temperatur gas proses pada
Superheater dengan memanipulasi laju gas proses dan
4

temperatur gas keluaran Preheater dengan memanipulasi laju


gas feed water.
c. Pemodelan plant dilakukan berdasarkan data proses dan data
desain pada pabrik 5 unit amonia PT. Pupuk Kalimantan
Timur.

1.5 Sistematika Laporan


Secara sistematis, laporan tugas akhir ini tersusun dalam lima
bab dengan penjelasan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
lingkup kerja, dan sistematika laporan dari tugas akhir.
BAB II Dasar Teori
Bab ini berisi tentang teori yang digunakan untuk
menyelesaikan penelitian ini. Teori tersebut meliputi proses pada
sistem gas reforming, pemodelan plant sistem gas reforming,
alogaritma MPC dan optimisasi menggunakan MPC.
BAB III Metodologi Penelitian
Pada bab ini dijelaskan tentang langkah-langkah dan tahapan
penelitian dimulai dari pemodelan sistem gas reforming, dan
merancang MPC kontroler.
BAB IV Analisis Data dan Pembahasan
Berisi tentang analisis hasil perancangan MPC dibandingkan
dengan hasil perancangan kontrol konvensional.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini memaparkan kesimpulan dan saran terkait dengan
tugas akhir yang telah dilaksanakan.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Proses Produksi Amonia


Amonia adalah senyawa kimia yang disusun oleh nitrogen
dan hidrogen. Amonia digunakan sebagai bahan mentah dalam
industri kimia. Bahan baku pembuatan amonia adalah gas alam.
Gas alam pembentuk amonia memiliki komposisi utama metana
(CH4 ) sekitar 80% dan Karbon dioksida (CO 2 ) sekitar 10%.
Untuk mengubah gas alam menjadi amonia diperlukan teknologi
pemrosesan, salah satu teknologi pembuatan amonia adalah
teknologi Kellog Brown and Root (KBR).
Pembuatan amonia memiliki tahap proses produksi yang
panjang. Secara garis besarnya proses pembuatan amonia dibagi
menjadi beberapa unit tahapan yang berurutan. Pembuatan
amonia diawali dengan memroses gas alam pada unit yang
berfungsi membersihkan gas alam dari kotoran (impurities), unit
ini disebut Feed Treating Unit. Selanjutnya gas alam yang sudah
bersih dari kotoran akan di proses pada Reforming Unit atau Gas
reforming. Unit ini akan mencampur gas alam dengan uap air dan
dipanaskan. Sehingga dari proses Reforming Unit ini akan
menghasilkan gas H2 dan CO2 . Gas H2 akan digunakan sebagai
bahan pembentuk amonia, sedangkan CO2 akan digunakan untuk
proses lainnya seperti pembuatan urea.
Gas yang dihasilkan Reforming Unit akan dikirim ke unit
purifikasi dan methanasi. Unit purifikasi dan Methanasi berfungsi
untuk memisahkan CO2 dari gas proses. Setelah gas proses bersih
dari CO2 maka tahap selanjutnya adalah mengubah gas proses
yang memiliki komposisi hidrogen dan nitrogen menjadi NH 3
dengan cara memampatkan dan mendinginkan sehingga
terbentuklah amonia cair.

5
6

2.1.1 Amonia Plant Pabrik-5 PT. Pupuk Kaltim


PT Pupuk Kaltim (PKT) adalah perusahaan pengolah gas
alam menjadi amonia dan beberapa macam pupuk lainnya.
Perusahaan petrochemichal ini memiliki beberapa pabrik
pengolah gas alam. Salah satu pabrik pengolah gas alam
perusahaan ini adalah Pabrik-5. Pabrik-5 memiliki plant yang
mengolah gas alam menjadi amonia. Amonia Plant Pabrik-5
mempunyai kapasitas 2.500 MTPD pada kondisi normal.

Gambar 2. 2 diagram blok pembuatan amonia[3].


Amonia plant Pabrik-5 menggunakan teknologi proses KBR
Purifier. Proses pembuatan amonia digambarkan seperti blok
diagram pada gambar 2.1. Secara garis besar proses pembentukan
amonia di Amonia Plant Pabrik-5 dimulai dengan pemrosesan gas
di unit Feed gas compression dan desulfurasi. Setelah gas alam
7

pada tekanan proses dan bersih dari kotoran (terutama sulfur)


maka gas alam akan diproses di unit primary reforming dan
secondary reforming untuk di ubah menjadi CO2 dan H2 . Selain
mengubah gas alam menjadi gas proses pada unit ini ditambahkan
steam dan gas N2 . Setelah melalui unit ini maka selanjutnya gas
proses di olah di unit CO shift conversion untuk mengubah CO
pada gas proses menjadi CO 2 . Tahapan-tahapan tadi secara umum
disebut tahap gas reforming.
Setelah tahap gas reforming gas proses diolah di tahap
purifikasi dan methanasi. Pada tahap ini unit yang mengolah gas
adalah unit CO2 removal, Methanasi, Synthesis Gas Drying dan
Cryogenic Purification. CO2 removal memisahkan CO2 untuk
dikirim sebagai bahan pembentukan amonia dan unit methanasi
akan memisahkan CO2 sisa agar tidak meracuni proses
pembentukan amonia di tahap pembentukn amonia. Setelah itu
gas proses akan dikeringkan dari air dan memisahkan CO 2 yang
masih tersisa. Pada unit Cryogenic Purification gas methane,
50% argon dan beberpa N 2 dihilangkan sebagai waste gas untuk
mengurangi beban kompresi di tahap pembentukan amonia serta
mengatur agar rasio antara N 2 dan H2 sebesar 1:3 dapat dicapai.
Setelah tahap purifier dan methanasi tahap selanjutnya
adalah Amonia Sythetis. Pada tahap ini unit yang mengolah gas
proses adalah unit sintetis gas compression, amonia synthesis,
amonia refrigeration, loop purge recovery dan process
condensate Stripper. Pada tahap ini gas proses di kompresi dan di
reaksikan menjadi NH3 .

2.1.2 Sistem Gas reforming


Sistem gas reforming adalah sekumpulan unit pada amonia
plant yang berfungsi untuk membentuk gas alam menjadi gas CO 2
dan H2 . Gas CO2 dan H2 adalah bahan baku untuk proses di tahap
lainnya. Dengan mengoptimisasi sistem gas reforming diharapkan
plant amonia akan lebih optimal.
8

Gambar 2.2 Blok flow diagram sistem Gas reforming[3].

Bagian-bagian utama proses sistem gas reforming adalah


sebagai berikut[3]:
Feed Gas Compression
Berfungsi sebagai unit yang meningkatkan tekanan gas alam
menjadi tekanan proses. Agar dapat bereaksi gas alam harus
ditingkatkan tekanannya sesuai dengan tekanan sistem gas
reforming.
Desulfurasi
Unit desulfurisasi berfungsi untuk menghilangkan kotoran
(impurities). Pada unit desulfurisasi ini terdapat unit hydroteater
yang berfungsi untuk menghidrogenasi sulfur organik yang tidak
dapat di pisah di desulfurizer menjadi hydrogen sulfida.
RSH + H2 → RH + H2 S
Unit desulfurizer akan menghilangkan sulfur dengan
mengikat H2S dengan katalis ZnO.
ZnO + H2 S → ZnS + H2
Primary reforming
Primary reformer (101-B) adalah sebuah unit yang memiliki
2 bagian yaitu radiant section dan convection section. Unit ini
berfungsi untuk membentuk CO,CO2 , dan H2 dari gas alam. Gas
9

alam yang mengandung komposisi CxHy dan CH 4 akan


direaksikan untuk membentuk gas produk.
CxHy + 2xH2 O ↔ xCO2 +(y/2 + 2x) H2
CH4 + H2 O ↔ 3H2 + CO ΔH=+88.600 Btu/mol
Terjadi pul reaksi shift yang mengkonversi CO menjadi CO 2 .
CO + H2 O ↔ CO2 + H2
Process air compressor
Process air compressor adalah unit yang men-suply udara ke
secondary reformer. Unit ini juga menyediakan nitrogen untuk
proses pembentukan amonia.
Secondary reforming
Secondary reformer (103-D) adalah sebuah vessel
bertekanan yang berfungsi untuk mereaksikan CH 4 yang belum
terreaksi di primary reformer. Unit ini memiliki inputan dari
primary reformer dan process gas compression. Process gas
compression men-suply nitrogen dan oksigen untuk proses sistem
gas reforming. Pada unit ini terjadi reaksi:
2H2 + O2 → 2H2 O
Dan di unit ini juga terjadi reaksi perubahan CO 2 dan CO.
CH4 + H2 O ↔ 3H2 + CO
CO + H2 O ↔ CO2 + H2
Keluaran secondary reformer akan masuk ke CO shift
converter, sebelumnya akan melalui waste heat boiler (101-C)
kemudian mengalir melewati HP Steam Superheater untuk
diturunkan suhunya sesuai suhu proses di CO shift conversion.
Carbon monoxide shift conversion
CO shift conversion adalah unit pada sistem gas reforming
yang merubah CO menjadi CO2 . Unit ini terdiri dari dua unit
bagian, High Temperature Shift (HTS) Converter dan Low
Temperature Shift (LTS) Converter. HTS merubah CO menjadi
CO2 pada suhu tinggi. Keluaran HTS akan melalui Heat
exchanger 141-D dan 131-C untuk diturunkan suhunya dan baru
masuk pada LTS. HTS merubah CO menjadi CO 2 lebih cepat
daripada di LTS. Namun HTS tidak bisa mengubah CO secara
10

maksimum. Oleh karena itu diperlukan LTS untuk mengubah CO


secara maksimum.

2.2 Pemodelan Matematis Unit Sistem Gas reforming


Sistem gas reforming terdiri atas banyak unit yang
menyusunnya, namun tidak semua unit dimodelkan. Pemodelan
dilakukan pada unit yang akan dirubah sistem kontrolnya. Unit
yang tidak dimodelkan akan dianggap quo static atau sama seperti
data yang diambil dari plant.
Penyusun utama sistem gas reforming adalah reaktor dan
unit penukar panas. Dalam memodelkan, pemodelan unit
penyusun sistem gas reforming diambil dari beberapa literatur.
Untuk unit yang berjenis reaktor, literatur yang digunakan adalah
B. W. Bequette [1998] dan untuk unit yang berjenis penukar
panas literatur yang digunakan adalah Antonio Flores [2006].

2.2.1 Pemodelan Matematis Unit Penukar Panas


Unit penukar panas terdiri atas dua bagian, yaitu shell dan
tube. Shell dan tube akan dialiri fluida yang akan ditukar
kalornya. Seperti gambar 2.4 fluida A dan fluida B akan saling
menukarkan kalornya tanpa terjadi percampuran antara dua fluida
tersebut[8].
T3 T4
Fluida Shell masuk Fluida Shell keluar

T1 Fluida tube masuk Fluida tube keluar T2

Gambar 2. 4 Skema pertukaran panas unit penukar panas

Dari literatur yang diperoleh, untuk model matematis unit


penukar panas bisa di dapat dengan persamaan 2.1. Persamaan
11

tersebut adalah persamaan kesetimbangan energi pada unit


penukar panas. Dimana persamaan 2.1 menjabarkan perubahan
laju perubahan energi terhadap waktu, 𝐻𝑖𝑛 adalah energi flow
yang masuk, 𝐻𝑜𝑢𝑡 adalah energi flow yang keluar pada sistem dan
Q(t) adalah jumlah kalor yang ditukarkan oleh unit penukar
panas.

dE
 ( H masuk  H keluar )  Q (t )
dt (2. 1)
H masuk  C p Fmasuk (Tmasuk  Tref ) (2. 2)

p : kapasitas kalor suatu fluida


masuk : flow yang masuk
masuk : temperatur fluida yang masuk
ref : temperatur referensi

H keluar  C p Fmasuk (Tkeluar  Tref ) (2. 3)

p : kapasitas kalor suatu fluida


keluar : flow yang keluar
keluar : temperatur fluida keluar
ref : temperatur referensi

(2.4)

𝑞 : kapasitas kalor suatu fluida


: koefisien panas secara keseluruhan
: Luas perpindahan panas
: Arithmetic Mean Temperature Difference

Dengan
(2.5)
12

Dari persamaan 2.1 - 2.5 dapat diperoleh persamaan


pertukaran panas pada suatu unit penukar panas dengan shell dan
tube, persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
Model matematik perpindahan panas untuk shell:

dT 2  T1  T 2 T 3  T 4 
 s Cs vs    s Cs f s (T1  T 2)  UA(  )
dt  2 2 
(2.6)
s : masa jenis fluida yang melalui shell
Cs : kapasitas panas fluida pada shell
fs : laju aliran pada shell
U : koefisien penukar panas keseluruhan
A : luas permukaan pertukaran panas
vs : volume shell
: Suhu air panas yang masuk shell
: Suhu air panas yang keluar shell
: Suhu air panas yang masuk tube
: Suhu air panas yang keluar tube

Model matematik perpindahan panas untuk tube:

dT 4  T1  T 2 T 3  T 4 
 t Ct vt    t Ct f t (T1  T 2)  UA(  )
dt  2 2 
(2.7)
t
: masa jenis fluida yang melalui tube
Ct
: kapasitas panas fluida pada tube
ft : laju aliran pada tube
U : koefisien penukar panas keseluruhan
13

A : luas permukaan pertukaran panas


vt : volume tube
: Suhu air panas yang masuk shell
: Suhu air panas yang keluar shell
: Suhu air panas yang masuk tube
: Suhu air panas yang keluar tube

2.2.2 Pemodelan Matematis Perubahan Kalor di Reaktor


Reaktor adalah unit yang berfungsi untuk meraksikan fluida
proses. Dalam suatu proses reaksi terdapat dua jenis reaksi yaitu
reaksi endoterm dan eksoterm. Reaksi eksoterm akan
menghasilkan panas sehingga menyebabkan suhu zat proses
meningkat dan reaksi endoterm akan menyerap kalor sehingga
menyebabkan suhu zat proses menurun.
Zat proses masuk

Zat proses keluar

Gambar 2. 5 Skema unit reaktor [3]


Seperti gambar 2.5 diatas, reaktor adalah unit yang akan
mereaksikan zat proses sehingga menghasilkan zat hasil yang di
inginkan. Dalam pembentukan zat hasil, keluaran reaktor akan
mengalami perubahan temperatur. Perubahan temperatur ini
tergantung jenis reaksi yang terjadi, endoterm atau eksoterm. Dari
literatur yang didapatkan pemodelan perubahan panas pada
reaktor bisa di wakili oleh persamaan berikut[9]:
14

𝑟 (2.8)

: Volume reaktor
: Volumetric flow rate feed gas
: Temperatur flow rate feed gas masuk
: Temperatur flow rate feed gas keluar
𝑟 : Laju reaksi
𝐻 : Perubahan entalalpi reaksi
 : Massa jenis zat yang bereaksi

2.3 Sistem Kontrol Prediktif dengan Struktur Centralized


Sistem kontrol prediktif adalah sistem kontrol yang mampu
menentukan aksi kontrol yang optimal untuk proses yang
dikontrolnya. Dalam menerapkan sistem kontrol prediktif pada
suatu plant terdapat beberapa struktur kontrol yang bisa
digunakan. Salah satu struktur kontrol yang sering digunakan
pada pengendalian plant dengan skala lebar adalah struktur
kontrol centralized. Struktur kontrol centralized akan
menggantikan regulator kontrol pada plant tersebut dan
memberikan sinyal kontrol pada aktuator dengan suatu alogaritma
kontrol yang ada pada controller centralized. Sistem kontrol
prediktif yang diterapkan dengan struktur centralized pada plant
besar akan memberikan sinyal kontrol optimal secara langsung
pada aktuator unit yang di kontrolnya.
Pada model sistem kontrol prediktif dengan struktur
centralized yang diajukan oleh D.Saez dan A. Cipriano (2003)
sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.6, elemen economic
optimizer menghitung sinyal kontrol optimal untuk diberikan
secara langsung pada unit yang dikendalikannya, yaitu unit 1 dan
unit 2.
Sistem kontrol PI yang digantikan dengan sistem kendali
prediktif adalah sistem kontrol yang mengendalikan variabel
proses yang memiliki manipulated variabel yang memiliki nilai
15

ekonomis, sehingga variabel yang berkaitan perlu


diminimalkan[4]. Pada sistem pada gambar 2.6 variabel yang
dikontrol adalah daya output Unit 1, tekanan superheated Unit 2,
serta level drum Unit 2. Variable tersebut dikendalikan karena
memanipulasi Fd yaitu laju aliran fuel yang menuju Unit 1,
sedangkan pada Unit 2 variabel yang diminimalkan adalah aliran
fuel dan feedwater yang menuju Unit 2.
Pg Ps L

Supervisory level:
Economic optimiser
TTout gcNOx d P T g s Ps

PI PI PI
Controllers Controllers Controllers
Fd Wf We
Wa W is WA W att W in

Unit 1 Unit 2 Unit 3

Gambar 2.6 Sistem kontrol prediktif dengan struktur centralized


pada suatu plant [4]

Variabel proses yang tetap dikontrol oleh sistem kontrol PI


memiliki manipulated variabel proses yang tidak memiliki nilai
ekonomis. Minimalisasi manipulated variable tersebut tidak akan
berdampak pada penghematan ekonomi sistem sehingga elemen
economic optimizer tidak perlu menggantikan sistem kontrolnya.
Prinsip kerja strategi kontrol prediktif adalah
meminimalkan fungsi kriteria. Fungsi kriteria sistem kontrol
prediktif adalah kuadrat dari error output prediksi dan perubahan
sinyal kontrol. Sehingga fungsi kriteria total diminimalkan oleh
sistem kontrol prediktif dengan struktur centralized ini adalah:
16

 
Jcr   C rP g N Pˆg (t  j )  Pg* 2  FD N Fd 2 (t i 1) 
 j 1 i 1 
 
  C rP s N  pˆ s (t  j ) p*s 2  wf N w f 2 (t i 1) 
 j 1 i 1 
 
  C rL N Lˆ (t  j ) L* 2 we N we 2 (t i 1) 
 j 1 i 1 
(2.9)

Dengan Pˆg (t  j ) prediksi output daya unit 1, pˆ s ( t  j ) prediksi


output tekanan uap superheater, Lˆ (t  j ) prediksi output level
drum. Cr merupakan faktor harga pengendalian, dan λ adalah
faktor bobot pengendalian. Set point daya gas turbin Pg*, tekanan
uap Ps*, dan level drum L* bernilai konstan dan ditentukan
berdasarkan kriteria operasional.
Sistem kontrol prediktif akan meminimalkan perubahan
sinyal kontrol pada manipulated variabel. Dengan meminimakan
perubahan variabel manipulasi maka konsumsi dari fuel Unit 1,
fuel dan feedwater Unit 2 akan minimal.

N N
J c f   CF Fd (t  i  1)   C f w f (t  i  1)
i 1 i 1
N
  Ce we (t  i  1)
i 1 (2.10)

Dengan CF merupakan harga fuel gas Unit 1, Cf harga fuel


Unit 2, dan Ce merupakan harga feedwater dalam satuan rupiah
per kilogram. Sedangkan CF adalah biaya operasional tetap.
17

Plant yang dikendalikan oleh saez berbeda dengan sistem


gas reforming yang akan dikendalikan dengan sistem prediktif
kontrol. Namun filosofinya, sistem kontrol dan pemilihan variabel
yang dirubah sistem kendalinya sama seperti yang telah
dijelaskan saez pada sistem diatas.

2.3.1 Algoritma Model Predictive Control (MPC)


Model predictive control (MPC) adalah suatu algoritma
kontrol berbasis model proses yang mampu memprediksi
keluaran yang akan datang dan meminimalkan perubahan sinyal
kontrol dengan meninjau keluaran yang akan dating[5]. Algoritma
ini mampu meminimalkan sinyal kontrol dengan meminimumkan
suatu fungsi kriteria atau cost function.

Gambar 2.7 Struktur dasar kontroler MPC[5]

Metode kontrol MPC memiliki keunggulan daripada


metode kontrol yang lainnya, diantaranya adalah konsepnya yang
sangat intuitif serta penalaannya sangat mudah, dapat digunakan
untuk mengendalikan proses yang beragam mulai dari proses
yang sederhana hingga proses yang memiliki waktu tunda yang
besar, dapat menangani sistem multivariable, mempunyai
kompensasi terhadap waktu tunda, mempunyai kemampuan dari
feed forward untuk mengkompensasi gangguan yang terukur,
mudah untuk diterapkan, constraints dapat diperhitungkan
18

didalam perancangan pengendali, serta sangat berguna jika sinyal


referensi untuk masa dating diketahui.
Selain memiliki keuntungan MPC juga memiliki kerugian
atau kelemahan. Kerugian atau kelemahan tersebut berkaitan
dengan waktu komputsi dalam memperhitungkan sinyal kendali
yang akan diberikan. Meskipun aturan kendali mudah diterapkan
dan membutuhkan sedikit waktu komputasi, namun penurunyya
lebih kompleks dari dibandingkan pengendali PID klasik. Jika
dinamika proses tidak berubah, maka bentuk persamaan sinyal
kendali tersebut bisa diperoleh dengan mudah. Tapi untuk kasus
pengendali adaptif, dimana karakteristik proses dapat berubah,
membutuhkan proses penurunan sinyal kendali pada setiap waktu
pencuplikan. Hal ini menyebabkan waku komputasi yang
dibutuhkan menjadi besar. Jika constraints diperhitungkan dalam
disain, maka waktu komputasi bahkan menjadi lebih besar lagi.
Walaupun dengan kecanggihan teknologi komputasi jaman
sekarang, tidak semua komputer di industri memiliki computer
dengan kemampuan komputasi yang tinggi. Disamping itu
komputer tidak hanya menghitung algoritma pengendali tapi juga
komunikasi, perekam data, alaram dan lain sebagainya.
Kelemahan yang lain adalah keperluan model proses dari plant
yang akan dikontrol. MPC membutuhkan model proses yang baik
untuk menghasilkan prediksi output yang tepat[5].

2.3.2 Konsep Dasar MPC


Semua sistem kontrol yang termasuk kedalam strategi
kontrol MPC memiliki elemen-elemen dasar. Elemen tersebut
adalah model prediksi, fungsi objektif dan pengambilan sinyal
kontrol. Elemen tersebut akan dijabarkan lebih dalam lagi di lain
sub bab.
19

Gambar 2.8 Strategi kontrol MPC [5]


Konsep dasar MPC adalah memprediksi keluaran plant
yang akan datang dan mengoptimisasi sinyal kontrol. Keluaran
proses yang akan datang pada rentang horizon N yang ditentukan,
disebut prediction horizon, prediksi dilakukan menggunakan
model proses, prediksi dilakukan setiap waktu pencuplikan
dengan menggunakan model proses. Keluaran proses terprediksi
ŷ(t+k|t) untuk k = 1 … N bergantung pada nilai masukan dan
keluaran lampau serta sinyal kendali yang akan dating u(t+k|t),
k=0 … N-1 yang akan digunakan sistem dan yang akan harus
dihitung.

r(t) u(t) y(t)


Optimasi Proses
+
-

Kontroller Model Proses


MPC

ŷ(t+k1)...ŷ(t+k2)
-
+

Gambar 2.10 Diagram blok sistem kontrol prediktif [11]


20

Seperti diagram blok yang ditunjukan pada gambar 2.10,


serangkain sinyal kendali u(t) diperhitungkan dengan
mengoptimasi fungsi kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.
Fungsi kriteria tersebut umunya berupa fungsi kuadratik dari
kesalahan antara sinyal keluaran terprediksi dengan trajektori
acuan. Dalam banyak kasus, tujuan pengendalian seperti
pemakaian energi yang minimum disertakan dalam fungsi
kriteria. Solusi eksplisit dapat diperoleh jika fungsi kriteria adalah
kuadratik, model linear, dan tidak ada constraints, jika tidak maka
diperlukan optimasi iteratif harus digunakan untuk memecahkan
masalah optimasi ini. Sinyal kendali u(t|t) dikirim ke proses untuk
mengendalikan prosesnya, sedangkan sinyal kendali terprediksi
u(t+1|t) dibuang karena nilai y(t+1) sudah diketahui nilainya.
Maka langkah pertama diulang dengan nilai keluaran proses yang
baru dan semua perhitungan yang diperlukan diperbarui. Sinyal
kendali baru u(t+1|t+1) yang nilainya berbeda dari u(t+1|t)
dihitung dengan konsep receding horizon sebagai berikut:

Gambar 2.11 Output proses dan pengendali terpediksi[10]

2.4.1 Fungsi Kriteria MPC


Alogaritma MPC dalam mengoptimisasi sinyal kontrol
MPC memiliki fungsi kriteria yang akan diminimalkan untuk
mendapat sinyal teroptimal. Adapun fungsi kriteria yang
21

diminimumkan dalam algoritma MPC berbentuk kuadratik seperti


berikut:

(2.9)

y (t  i | t ) : keluaran terprediksi untuk i- langkah kedepan


bsaat waktu k
r (t  i | t ) : nilai trayektori acuan (reference trajectory)
uˆ (t  i | t ) : perubahan nilai sinyal kendali terprediksi untuk
i-langkah kedepan saat waktu k
Q(i) dan R(i) : faktor bobot
Hp : horizon prediksi
Hu : horizon kontrol

Fungsi kriteria memiliki komponen uˆ (t  i | t ) ,


penggunaan komponen tersebut dikarenakan agar perubahan
sinyal kontrol yang terjadi minimum sehingga proses berjalan
optimal.

2.3.3 Model proses dan model prediksi


Salah satu elemen penting di algoritima MPC adalah model
proses. Model proses menentukan ketepatan prediksi yang
dihasilkan oleh sistem. Model proses adalah model linear dari
proses yang akan dikendalikan. Secara umum model proses
berupa model state space diskrit linier sebagai berikut:
x(t+1) = Ax(t) + Bu(t) (2.10)
y(t) = Cx(t) (2.11)
u(k) : vektor masukan berdimensi-l
x(k) : vektor keadaan berdimensi-n
y(k) : vektor keluran berdimensi-m
A : matriks keadaan berdimensi nxn
22

B : matriks masukan berdimensi nxl


C : matriks keluaran berdimensi mxn

Persamaan ruang keadaan ini merupakan kondisi ideal


sederhana untuk sebuah sistem karena disturbance dan direct feed
through pada keluaran sistem diabaikan atau ditiadakan.
Setelah model ruang keadaan diskrit liniear dari sinyal
diperoleh, selanjutnya perhitungan prediksi dapat dinyatakan
sebagai berikut:

(2.12)
Sedangkan persamaan prediksi untuk keluaran sistem adalah:
23

(2.13)

2.3.4 Strategi kontrol MPC


Fungsi kriteria yang akan diminimumkan merupakan fungsi
kuadratik pada persamaan 2.14 yang dapat ditulis ulang sebagai
berikut:
V (k )  Y (k )  T (k )  U (k )
2 2
(2. 14)
Q R

Dimana:
V(k) = fungsi kriteria
Y(k) = matriks keluaran terprediksi
T(k) = matriks sinyal acuan (trajectory)
ΔU(k) = perubahan sinyal kendali

Dengan,
 yˆ (k  1 | k ) 
 
Y (k )    
 yˆ (k  Hp | k )
 

 r (k  1 | k ) 
T (k )    

r (k  Hp | k )

 uˆ (k | k ) 

U (k )    

uˆ (k  Hu  1 | k )
24

Dengan matriks faktor bobot Q dan R adalah sebagai berikut:

Q(1)  0 

Q     (2. 15)
 0  Q( Hp)

 R(1)  0 

R     (2.16)

 0  R( Hu  1)

Dari bentuk persamaan diatas dapat dilihat bahwa vektor


kesalahan (error) Y(k)-T(k) diperhitungkan pada tiap pencuplikan
dalam rentang prediction horizon. Namun perhitungan tersebut
bisa diatur dengan membuat nilai pembobotan menjadi 0 saat
waktu yang di inginkan datang. Selain vektor kesalahan, fungsi
kriteria juga memperhitungkan perubahan dari vektor masukan
yang hanya terjadi dalam rentang waktu control horizon.
Berdasar persamaan (2.12) maka matriks Y(k) dapat
ditulis dalam bentuk:

Y(k) = CyΨx(k)+ CyΓu(k-1)+CyΘΔU(k) (2.17)

Selain matriks-matriks diatas, didefinisikan juga suatu


suatu matriks penjejakan kesalahan E(k), yaitu selisih antara nilai
trajektori acuan yang akan datang dengan tanggapan bebas dari
sistem. Tanggapan bebas adalah tanggapan yang terjadi pada
rentang prediction horizon jika tidak ada perubahan nilai
masukan. Persamaan matematis dari matriks E(k) adalah:

E(k) = T(k)- CyΨx(k)- CyΓu(k-1) (2. 18)

Persamaan (2.14) kemudian dapat ditulis kembali dalam bentuk


yang mengandung matriks E(k) dan ΔU(k) sebagai berikut:
25

(2. 19)
Pada persamaan 2.19 bagian c1 adalah bagian yang
konstan karena tidak ada elemen ΔU(k). Oleh karena itu c1 bisa
dianggap konstan dan tidak diikut sertakan dalam proses
optimasi.
Nilai optimal ΔU(k). dapat diperoleh dengan membuat
gradient V(k) bernilai nol. Gradien V(k) dari persamaan (2.19 )
adalah:

∇Δu(k)V(k) = -G +2H ΔU(k) (2. 20)

Dengan membuat nol nilai ∇Δu(k)V(k), maka persamaan


untuk mendapatkan ΔU(k) maksimal adalah:

1
U (k )  H 1G (2. 21)
2

Setelah nilai matriks ΔU(k) didapatkan, maka nilai yang


digunakan untuk mengubah sinyal kendali hanya nilai dari baris
pertama matriks ΔU(k) sedangkan nilai dari baris yang lain dari
matriks ΔU(k) dibuang[10].
Dalam kenyataannya, setiap sistem real plant di industri memiliki
nilai batasan proses yang disebut constraints. Untuk sistem
kontrol, besar amplitudo sinyal kontrol dan slew rate sinyal
kontrol dapat dianggap sebagai constraints. Pada umumnya
amplitudo sinyal kontrol yang digunakan untuk menggerakan
final kontrol di real plant bernilai 4-20 mA atau 0-5 volt.
26

Persamaan constraints untuk amplitudo dan slew rate


sinyal kontrol berturut-turut adalah:

FU(k) ≤ f (2. 22)


E ΔU(k) ≤ e (2. 23)

Amplitudo sinyal kontrol memiliki nilai maksimum dan


minimum, sehingga

umin ≤ u(k) ≤ umax (2. 24)

yang juga dapat dinyatakan sebgai berikut

-u(k) ≤ -umin (2. 25)


u(k) ≤ umax (2. 26)

Karena algoritma MPC bekerja dengan menghitung nilai


optimal perubahan sinyal kendali ΔU(k), maka khusus
pertidaksamaan yang menyatakan amplitudo sinyal kontrol harus
diubah menjadi bentuk yang mengandung ΔU(k) sebagai berikut:

-F’ΔU(k) ≤ u(k) ≤ -umin + F1u(k-1) (2. 27)


F’ ΔU(k) ≤ u(k) ≤u max + F1u(k-1) (2. 28)
Dimana:
1 0 0  0
1 1 0  0

F '  1 1 1  0
 
    
1 1 1  1 HuHu
(2. 29)
1
F1  
1 Hu1
(2. 30)
27

Dengan demikian, persamaan constraints untuk amplitudo


maupun slew rate sinyal kontrol dapat dinyatakan:

 F '  u min  F1u (k  1)


 F '  U (k )   u  F u (k  1) 
    max 1 
 E    

e

 
(2. 31)
Vektor tersebut selanjutnya digunakan pada perhitungan
nilai optimal perubahan sinyal kontrol ΔU(k)opt menggunakan
quadratic programming.

2.3.5 Metode Quadratic Progaming


Funsi kriteria pada pengendali MPC dengan constraints
sama dengan fungsi kriteria pada pengendali MPC tanpa
constraints. Permasalahan utama proses optimasi ini adalah
meminimalkan fungsi kriteria:

V(k) = ΔUT(k)H ΔU(k)- ΔUT(k)G (2. 32)

berdasarkan pada constraints

Ωδ < ω (2. 33)

Bentuk (2.32) dan (2.33) adalah masalah optimisasi


standar yang disebut sebgai permasalahan quadratic
programming. Apabila ada bagian yang aktif didalam himpunan
constraints pada persamaan (2.33), maka bagian aktif tersebut
akan membuat pertidaksamaan(2.33) menjadi:

Ωaδa<ωa (2. 34)


28

Dengan matriks Ωa adalah bagian yang aktif dari matriks


pertidaksamaan (2.33). Persamaan (2.34) kemudian menjadi
constraints dari fungsi kriteria pada persamaan (2.32)
Permasalahan optimisasi dengan subyek terhadap
persamaan (2.34) dapat diselesaikan dengan teori Lagrange

min L(δ,λ)
δ,λ (2. 35)

dengan

(2. 36)

Selanjutnya dengan melakukan diferensiasi parsial


terhadap δ dan λ dari persamaan(2.86), maka didapatkan kondisi
Karus-Kun-Tucker sebagai berikut:
(2. 37)

(2. 38)

atau

(2. 39)
Selanjutnya dengan membuat ∇δ L(δ,λ) = 0 maka
didapatkan solusi optimal untuk δ dan λ sebagai berikut:

(2. 40)
Solusi quadratic programming pada kondisi normal
menghasilkan nilai yang feasible, yaitu nilai yang memenuhi
29

pertidaksamaan constraints yang ada dan dapat menghasilkan


nilai fungsi kriteria minimum. Masalah yang paling sering
muncul pada optimasi dengan constrains adalah solusi yang
ifeasible, dimana nilai yang dihasilkan tidak memenuhi
pertidaksamaan constraints yang ada. QP akan menghentikan
proses perhitungan jika terjadi solusi yang infeasible. Hal ini tentu
tidak dapat diterima karena sinyal kendali hasil komputasi harus
selalu ada untuk dijadikan input bagi plant, sehingga sangat
penting untuk membuat metode cadangan dalam menghitung
sinyal masukan ketika algoritma MPC diterapkan(Fahrudin,
2010).

2.3.6 Perhitungan sinyal kontrol MPC


Dalam menentukan sinyal kontrol yang optimal MPC
menggunakan langkah seperti dijelaskan pada subbab
sebelumnya. Dari penjelasan sebelumnya, langkah-langkah
perhitungan sinyal kontrol algoritma MPC dapat diringkas
menjadi sebagai berikut[11]:
 Menentukan parameter kontrol terlebih dahulu, parameter
tersebut antara lain prediction horizon(Hp), control
horizon(Hu), matriks faktor bobot kesalahan (Q), dan
matriks faktor bobot perubahan sinyal kontrol (R).
 Matriks E dihitung dengan menggunakan persamaan
(2.18), serta matriks G dan H yang terdapat pada fungsi
kriteria persamaan (2.19) dihitung menggunakan rumu
tersebut.
 Parameter batasan (constraints) fisik sistem diubah
kedalam bentuk pertidaksamaan yang memiliki hubungan
dengan perubahan sinyal kontrol (ΔU).
 Menghitung perubahan sinyal kontrol optimal ΔU opt
dengan menggunakan metode quadratic progaming.
 Menghitung sinyal kontrol u(k), dimana
u(k)= Δu(k)+u(k-1)
30

Mulai

Tentukan jumlah
iterasi(n)

K=1

Hitung matriks
Ψ,Γ dan Θ

Ambil data
K=k+1
x(k) dan u(k-1)

Hitung matriks E,H,G,


matriks constraints, Q,
dan R

Tidak
Hitung ΔU(k) menggunakan
Quadratic Progamming K=n?

Ya

feasible
Tidak

Ya

U(k)=Δu(k)+u(k-1) Selesai

Gambar 2.11 Diagram alir algoritma MPC [11]


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah sistem
kontrol prediktif dengan struktur centralized yang mampu
meminimalkan proses pada sistem gas reforming amonia plant
PT Pupuk Kaltim. Proses akan berlangsung efisien ketika aksi
kontrol yang diberikan untuk mengontrol plant bernilai optimal.
Perancangan sistem kontrol prediktif dengan struktur centralized
ini dilakukan dalam beberapa tahap seperti ditunjukan pada
gambar 3.1.
Tahap pertama penelitian ini adalah studi literatur
mempelajari proses pada plant, konsep dasar algoritma prediktif
kontrol (MPC), Optimasi dll. Sehingga dari pembelajaran ini
diketahui tentang variable proses yang akan dikontrol dan
langkah-langkah merancang sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized yang akan mengontrol sistem multi input dan
multi output (MIMO). Selanjutnya dilakukan pengambilan data
spesifikasi sistem gas reforming dan data pengukuran variabel
proses pada plant. Setelah data diperoleh maka tahap selanjutnya
adalah memodelkan dan mensimulasikan secara komputasi unit-
unit pada sistem gas reforming yang kontrolnya akan diganti
dengan MPC yaitu unit Superheater dan unit Heat exchanger.
Setelah model simulasi plant open loop dan close loop dengan
kontroller PI diperoleh, maka tahap selanjutnya adalah validasi
pemodelan dengan data pengukuran yang telah didapat. Apabila
simulasi model tidak valid maka dilakukan pemodelan ulang.
Sedangkan apabila model simulasi valid maka dilanjutkan dengan
perancangan sistem kontrol prediktif dengan struktur centralized
pada plant, dimana algoritma kontrol yang digunakan adalah
algoritma model predictive control (MPC).

31
32

Mulai

Studi literatur

Perancangan algoritma Model


Predictive Control

Pengambilan data

Uji performansi

Pemodelan Plant Tidak

Baik?
Validasi pemodelan
Tidak

Ya

Valid? Analisis hasil simulasi

Penarikan kesimpulan
Ya

A
Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir perancangan sistem kontrol


xxxiiprediktif dengan struktur centralized

Tahap penelitian selanjutnya adalah melakukan pengujian


performansi sistem kontrol prediktif yang telah dirancang. Uji
performansi yang dilakukan adalah uji tracking set point, uji
beban, dan uji noise. Apabila sistem menunjukkan performansi
yang baik, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis hasil
simulasi, sedangkan apabila sistem menunjukkan performansi
yang kurang baik, dilakukan perancangan ulang sistem kontrol
prediktif. Hasil uji performansi sistem kontrol prediktif akan
dianalisis dengan membandingkannya terhadap performansi
33

sistem kontrol PI. Dari hasil perbandingan akan dilihat seberapa


optimisasi yang telah dilakukan pada proses sistem gas
reforming. Pada tahap akhir dilakukan penarikan kesimpulan dari
analisis yang telah dilakukan.

3.2 Pemodelan Sistem Gas reforming


Pemodelan matematis sistem gas reforming didapat dari
studi literatur yang telah dilakukan. Unit sistem gas reforming
yang dimodelkan adalah unit yang kontrollernya akan diganti
dengan sistem kontrol prediktif. Sedangkan unit lain yang
kontrollernya tetap dianggap quo static sehingga tidak perlu
dimodelkan. Unit sistem gas reforming yang dimodelkan adalah
superheater, HTS, steam generator dan preheater.

3.2.1 Pemodelan Superheater


Prinsip kerja superheater sama seperti unit penukar panas.
Untuk memodelkan superheater, pada penelitian ini digunakan
persamaan pemodelan penukar panas. Persamaan matematis ini di
ambil dari referensi buku (Antonio flores,2002). Pemodelan
superheater dilakukan dengan mensimulasikan persamaan 2.1
samapi 2.4 secara komputasi. Nilai parameter yang digunakan
pada pemodelan ini terdapat pada tabel 3.2.

Tabel 3.1 Nilai parameter model superheater


Parameter Simbol Nilai
Laju fluida panas masuk
10. 36 m3 /s
steady
Volume fluida panas 30.2 m3
Densitas fluida dingin 10.99 kg/m3
Kalor spesifik fluida
0.4824 kcal/kg.K
panas
Overall heat transfer 306.866106 kcal/s.m2 .K
Area heat exchange 979.9 m2
34

Laju fluida dingin


1.621 m3 /s
masuk steady
Volume fluida dingin 9.6 m3
Densitas fluida dingin 74.88 kg/m3
Kalor spesifik fluida
2.17 kcal/kg.K
panas
Temperatur fluida panas
390 C
masuk steady
Temperatur fluida 329 C
dingin masuk steady
Temperatur fluida 337 C
dingin keluar steady

 Temperatur Transmitter HP Superheater (TT-1010)


Dalam menentukan temperatur keluaran gas proses
dibutuhkan sebuah sensor temperatur. Pada HP Superheater ini
sensor yang digunakan adalah thermocouple tipe K yang terbuat
dari bahan stainless-steel (MgO) dengan range input temperature
0-500o C. Output transmitter menghasilkan arus listrik sebesar 4-
20 mA.

Model matematis dari temperature transmitter ini


berdasarkan perbandingan temperatur terukur dengan temperatur
fluida yang dapat dituliskan sebagai berikut:

(3. 1)

Untuk menghitung gain tranmitter ( ) menggunakan


persamaan berikut:

(3. 2)

Dimana:
𝑠 : Temperatur terukur (mA)
35

𝑠 : Temperatue fluida (K)


: Gain transmitter
: Time constant transmitter = 0,2 detik

(3.3)

Dari perhitungan di atas, pemodelan matematis dari transmitter


dapat ditulis:

(3.4)

 Control valve HP Superheater (TV-5010)


Untuk mendapatkan model matematis control valve, dapat
didekati dengan sistem orde satu, yaitu:
̇
(3. 5)

Dimana:
̇ 𝑠 : manipulated variable
𝑠 : sinyal masukan control valve
: gain total control valve
: time constant control valve
Untuk perhitungan gain total control valve dapat dihitung
dengan persamaan:

(3. 6)

Dimana merupakan gain control valve, dapat dihitung dengan


persamaan:

(3. 7)

Dan adalah gain I/P (sinyal pneumatic):


36

(3.8)

Sedangkan untuk dapat dihitung dengan rumus:

(3.9)
Dengan
: waktu stroke penuh (1,3 detik)
: perbandingan konstanta waktu inheren terhadapat
waktu stroke (untuk diafragma, )

Sehingga dari persamaan-persamaan di atas:

(3.10)

(3. 11)

(3. 22)

(3. 13)

(3.14)

Dari hasil perhitungan di atas, pemodelan matematis control valve


dapat ditulis:
̇
(3.15)

3.2.2 High Temperature Shift Converter (HTS)


High Temperature Shift Converter (HTS) merupakan
reaktor yang mereaksikan gas proses yang mengandung gas CO
menjadi gas CO2 . Reaksi konversi CO menjadi CO 2 merupakan
37

reaksi eksoterm sehingga reaksi ini mengakibatkan peningkatan


suhu gas proses karena penyerapan kalor yang terjadi. Pemodelan
yang dilakukan pada tugas akhir ini hanya sebatas pemodelan
perubahan temperatur. Dari studi literatur yang dilakukan,
perubahan temperatur akibat terjadinya reaksi pada reaktor bisa
dimodelkan dengan mensimulasikan persamaan 2.8 secara
komputasi. Nilai parameter yang digunakan untuk melakukan
simulasi ditunjukan oleh tabel 3.2.
Tabel 3.2 Nilai parameter model HTS
Parameter Simbol Nilai
Volume reaktor 170 m3
Flowrate stedy state 10,36 m3 /s
Temperatur masuk
Tin 365o C
steady
Laju reaksi 𝑟 21,1
Enthalpy 𝐻 -9,8 kJ
Density 6,9 kg/m3
Heat capacity 𝑝 0.4767 kJ/kg. o C

3.2.3 Steam generator


Steam generator adalah salah satu unit penukar panas
pada sistem gas reforming yang berfungsi untuk mendinginkan
gas proses keluaran HTS. Gas proses keluaran HTS masih terlalu
tinggi untuk masuk ke unit Low Temperature Shift Converter.
Pada kondisi mantap keluaran HTS berkisar 427 derajat celcius
sehingga diperlukan unit penukar panas yang harus mendinginkan
gas proses. Untuk memodelkan steam generator secara dinamik
dilakukan simulasi secara komputasi pada persamaan 2.6 dan
persamaan 2.7. Parameter yang digunakan untuk mensimulasikan
model tersebut ada pada tabel 3.3.
38

Tabel 3.3 Nilai parameter model Steam generator


Parameter Simbol Nilai
Laju fluida panas masuk 10,58 m3 /s
Volume fluida panas 30,20 m3
Densitas fluida dingin 14,38 kg/m3
Kalor spesifik fluida panas 0,4807 kcal/kg.o C
Overall heat transfer 0,086 kcal/s.m2 . o C
Area heat exchange 2425 m2
Laju fluida dingin masuk 0,062 m3 /s
Volume fluida dingin 1,73 m3
Densitas fluida dingin 887,1 kg/m3
Kalor spesifik fluida panas 1,0465 kcal/kg.K

3.2.4 BFW Preheater


BFW Preheater adalah unit penukar panas terakir yang
mendinginkan gas proses keluaran HTS. Pada BFW preheater
terdapat sistem kontrol yang memanipulasi laju fluida pendingin
untuk mengatur suhu yang akan masuk ke Low Temperature Shift
Converter. Untuk memodelkan BFW preheater dilakukan
simulasi secara komputasi pada persamaan penukar panas 2.6 dan
2.7. Parameter yang digunakan untuk mensimulasikan model
BFW Preheater terdapat pada table 3.4.
Tabel 3.4 Nilai parameter model waste heat boiler dan hp
superheater
Parameter Simbol Nilai
Laju fluida panas masuk 10,58 m3 /s
Volume fluida panas 30,20 m3
Densitas fluida dingin 14,38 kg/m3
Kalor spesifik fluida panas 0,4807 kcal/kg.o C
Overall heat transfer 0,086 kcal/s.m2 . o C
Area heat exchange 2425 m2
Laju fluida dingin masuk 0,062 m3 /s
39

Volume fluida dingin 1,73 m3


Densitas fluida dingin 887,1 kg/m3
Kalor spesifik fluida panas 1,0465 kcal/kg.K

 Temperature Transmitter BFW Preheater (TT-1011)


Dalam menentukan temperatur keluaran gas proses
dibutuhkan sebuah sensor temperatur. Pada BFW Preheater ini
sensor yang digunakan adalah thermocouple tipe K yang terbuat
dari bahan stainless-steel (MgO) dengan range input temperature
0-300o C. Output transmitter menghasilkan arus listrik sebesar 4-
20 mA.
Model matematis dari TT-1011 ini sama dengan pemodelan
TT-1010 karena memiliki jenis yang sama. Sehingga:

(20  4)mA
GT   0,0533 (3. 16)
(573  273) K

Dari perhitungan di atas, pemodelan matematis dari transmitter


dapat ditulis:

To ( s) 0,0533
 (3.17)
Ti ( s) 0,2s  1

3.4.1. Control valve BFW Preheater (FV-1011B)


Untuk mendapatkan model matematis control valve pada
BFW Preheater ini sama dengan pemodelan control valve pada
HP Superheater seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3.12
sampai dengan persamaan 3.16, sehingga:

(3.18)

(3.19)

(3.20)
40

(3.21)

(3.22)
Dari hasil perhitungan di atas, pemodelan matematis control
valve dapat ditulis:
̇
(3.23)

3.2.5 Pemodelan closed loop Sistem Gas reforming dengan


controller PI
Pemodelan close loop sistem gas reforming dilakukan
semirip mungkin dengan kondisi real plant. Algoritma kontrol
yang digunakan pada pemodelan sistem gas reforming adalah
algoritma PI (proportional-integral). Diagram blok sistem kontrol
PI pada sistem gas reforming PT Pupuk Kaltim ditunjukkan oleh
gambar 3.2. Berdasarkan diagram tersebut sistem kontrol PI pada
tugas akhir ini mengontrol dua variabel, suhu gas proses keluaran
Superheater (Tsh ) dan suhu gas proses keluaran Preheater (Tph ).
Pemilihan variabel Tsh dan Tph didasarkan pada aspek ekonomis
dalam manipulasi variabel prosesnya. Oleh karena mengandung
variabel ekonomis yang bisa di minimkan penggunaannya, maka
akan di rancang algoritma kontrol yang bisa memanfaatkan
pengguanaan manipulated variabel dalam mencapai set point.
41

Gambar 3.2 Diagram blok sistem kontrol PI pada sistem gas


reforming PT Pupuk Kaltim.
Sistem kontrol PI pada sistem gas reforming yang akan
dirubah sistem kontrolnya terdiri atas dua loop. Temperatur gas
proses keluaran superheater (Tsh ) dengan memanipulasi laju gas
proses melalui bukaan kontrol valve 1011 dan temperatur gas
proses keluaran preheater dengan memanipulasi laju fluida
pendingin melalui bukaan kontrol valve 1050. Penghematan
penggunaan laju gas proses dalam mencapai set point Tsh akan
mengurangi biaya operasional, selain itu berkurangnya jumlah gas
proses yang masuk ke HTS dengan suhu tidak sesuai desain akan
meningkatkan hasil proses pada reaktor HTS. Begitu pula pada
temperatur gas proses keluaran preheater (Tph ), penghematan
penggunaan laju fluida pendingin akan menghemat biaya
operasional dan meningkatkan kualitas produk dari keluaran LTS
karena suhu gas proses yang masuk sesuai set point atau desain
proses lebih cepat.
Nilai parameter PI yang digunakan pada simulasi sistem
gas reforming diperoleh menggunakan tuning secara trial-error
hingga diperoleh grafik yang memuaskan. Penggunaan metode
tuning trial-error ini dilakukan karena keterbatasan informasi
yang bisa diperoleh dari real plant. Namun proses validasi antara
nilai input dan output hasil simulasi terhadap nilai input dan
output hasil pengukuran real plant tetap dilakukan. Sehingga
42

diharapkan model simulasi dapat mewakili real plant sistem gas


reforming PT Pupuk Kaltim.

3.3 Perancangan Sistem Kontrol Prediktif dengan struktur


centralized untuk mengoptimalkan proses pada Sistem
Gas reforming
Setelah diperoleh model simulasi closed loop plant dengan
controller PI, tahap selanjutnya pada penelitian tugas akhir ini
adalah merancang sistem kontrol prediktif dengan struktur
centralized yang mampu mengoptimalkan proses pada sistem gas
reforming.
Sistem kontrol prediktif dengan struktur centralized akan
dipasang untuk menggantikan sistem kontrol yang sebelumnya
telah dipasang pada simulasi closed loop. Sistem kontrol dengan
struktur centralized bekerja dengan memberikan sinyal kontrol
secara langsung pada aktuator plant. Dengan kata lain pada
perancangan sistem kontrol ini sistem kontrol prediktif akan
memberikan sinyal kontrol optimal secara langsung sesuai dengan
dinamika input dan output plant. Skema sistem kontrol prediktif
dengan struktur centralized pada sistem gas reforming PT Pupuk
Kaltim yang diajukan dalam tugas akhir ini diajukan oleh gambar
3.3
Model Predictive Control

Output
Laju Gas Proses Sistem
Proses
Gas
Input Selanjutnya
Reform
Sistem ing
Proses Laju Feed Water
Gas
Sebelumnya Superheater
Reform
Temperatur Gas Preheater
ing
HTS

Steam
Generator
Preheater Temperature Feed Water

Sistem Gas Reforming


43

Gambar 3.3 Skema sistem kontrol prediktif dengan struktur


centralized pada Sistem Gas reforming PT Pupuk Kaltim
Skema sistem kontrol yang ditunjukan pada gambar 3.4
merupakan sistem kontrol yang menggunakan algoritma kontrol
Model predictive control (MPC). Perancangan sistem kontrol
menggunakan algoritma MPC ini bertujuan untuk mengurangi
error pengendalian yang dihasilkan oleh kontroller PI pada model
closed loop plant dan meminimalkan variabel manipulasi yang
memiliki nilai ekonomis dalam sistem gas reforming, sehingga
biaya operasindari plant dapat dihemat. Pada gambar 3.4
menunjukan diagram blok sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized pada sistem gas reforming PT Pupuk Kaltim.

Gambar 3.4 Diagram blok sistem kontrol prediktif dengan


struktur centralized pada Sistem Gas reforming
PT Pupuk Kaltim

Proses kontrol prediktif dengan struktur centralized pada


sistem gas reforming dapat dijelaskan sebagai berikut: kontroller
PI pada plant ditiadakan dan digantikan oleh kontroller MPC.
Temperatur gas keluaran superheater dan temperatur gas keluaran
preheater di ukur oleh elemen transmitter, elemen transmitter ini
akan memberi sinyal input kedalam kontroller MPC. Didalam
kontroller MPC terdapat set point atau nilai yang diinginkan
44

untuk temperatur gas proses keluaran superheater dan


temperature gas keluaran preheater. Kontroller MPC akan
memberikan sinyal kontrol kepada aktuator sistem gas reforming,
sinyal kontrol yang diberikan adalah hasil perhitungan optimisasi
berdasarkan fungsi kriteria yang melibatkan model plant.
Selanjutnya sinyal kontrol optimal MPC yang berupa arus akan
mengatur bukaan control valve yang digunakan untuk mengatur
variabel manipulasi masing-masing variabel proses, sehingga
variabel proses dapat mencapai nilai set point yang diinginkan.

3.3.1 Linierisasi plant


Perancangan sistem kontrol prediktif dimulai dengan
melakukan linearisasi plant. Linearisasi plant ini bertujuan untuk
mendapatkan model linear plant sistem gas reforming. Metode
linearisasi yang digunakan pada perancangan ini adalah metode
deret taylor, namun karena sistem gas reforming disusun oleh
beberapa plant nonlinear maka dalam proses linearisasi plant ini
dibantu fitur linmod pada matlab. Fitur linmod pada matlab
menggunakan metode linearisasi jacobian. Sehingga dalam
matriks jacobian terdapat deret taylor. Dari hasil linearisasi plant
ini nantinya didapatkan nilai matriks A,B,C dan D yang
selanjutnya dinyatakan dalam bentuk state space seperti
persamaan berikut:

x(k+1) = Ax(k) + Bu(k) (3.24)


y(k) = Cx(k) (3.25)

Dari model state space ini nantinya akan diperoleh model


prediksi sebagaimana ditunjukan pada persamaan (2.12). Model
prediksi ini akan digunakan untuk memprediksi output pada
horizon tertentu.

3.3.2 Penentuan parameter MPC


45

Setelah didapatkan model prediksi yang digunakan untuk


memprediksi keluaran plant, maka langkah selanjutnya adalah
minimasi fungsi kriteria dari plant. Fungsi kriteria plant
ditunjukkan oleh persamaan (3.26). persamaan tersebut
merupakan penjumlahan fungsi kuadratik dari error (selisih)
antara output prediksi dengan set point atau reference trajectory
dan perubahan sinyal kontrol.

(3.26)

y (t  i | t ) : keluaran terprediksi untuk i- langkah kedepan


saat waktu k
r (t  i | t ) :nilai trayektori acuan (reference trajectory)
uˆ (t  i | t ) : perubahan nilai sinyal kendali terprediksi
untuk i-langkah kedepan saat waktu k
Q(i) dan R(i) : faktor bobot
Hp : horizon prediksi
Hu : horizon kontrol

Dalam perhitungan sinyal kontrol MPC terdapat


parameter-parameter yang digunakan untuk menghasilkan sinyal
kontrol. Parameter-parameter tersebut diantaranya adalah:
 Horizon prediksi (Hp)
Horizon prediksi merupakan besarnya rentang interval
kedepan yang digunakan oleh controller untuk memprediksi
output dari plant. Pada perancangan ini horizon prediksi yang
digunakan adalah 10.
 Horizon kontrol (Hu)
Horizon kontrol merupakan besarnya rentang interval
kedepan yang digunakan untuk menghitung sinyal kontrol.
46

Pada perancangan ini horizon kontrol yang digunakan adalah


1.
 Interval kontrol
Waktu sampling yang digunakan oleh controller untuk
menghitung sinyal kontrol. Pada perancangan ini interval
kontrol yang digunakan adalah 0.1.
 Konstrain
Konstrain adalah batasan nilai yang dipengaruhi oleh
keterbatasan plant. Konstran pada perancangan ini hanya
diberikan pada amplitudo sinyal input atau sinyal yang
dikeluarkan kontroller. Konstrain input minimal adalah 4mA
dan maksimal adalah 20mA. Konstrain ini didapatkan dari
inputan kontrol valve minimal arus listrik 4 mA dan
maksimal 20 mA.

4 ≤ u(k) ≤ 20

 Bobot output
Bobot output adalah nilai yang berfungsi untuk menentukan
akurasi dari setiap output yang harus tracking pada set
pointnya. Bobot output yang digunakan pada simulasi ini
adalah 0.1. bobot output dinyatakan dengan:


S y (k )   w y j[r j (k  i)  y j (k  i)]
p ny
2

i 1 j 1 (3.26)

Sy (k) : weighted sum of squared deviations


k : sampling interval pada saat ke-k
k+i : sampling interval pada saat ke-k+i
p : jumlah control interval dalam prediksi horizon
ny : jumlah output plant
w yj :bobot untuk output j
47

[rj (k+1)-yj (k+1)] Merupakan deviasi terprediksi untuk output


j disaat k+1. Bobot harus bernilai 0 atau positif 1 dari sasaran
hasil controller dengan tujuan untuk memperkecil Sy (k).
 Bobot laju
Bobot laju adalah nilai yang berfungsi untuk memperkecil
bobot adjustment kontroller. Meningkatan bobot laju akan
menyebabkan controller menghasilkan pengaturan yang teliti.
Bobot laju yang digunakan pada simulasi ini adalah 0.1.
Bobot laju dinyatakan oleh:


2
M n mv
Su (k )   w j u j (k  i  1)
u

i 1 j 1 (3.27)

SΔu (k) : weighted sum of controller adjustments


M : jumlah interval dalam prediksi horizon
nmv : jumlah manipulated variabel
wj Δu : rate wieght
Δu(k+j-1): pengaturan terprediksi manipulated variable j
pada sampling interval k+j-1

Langkah selanjutnya adalah mensimulasikan kontroller MPC


yang telah dirancang untuk sistem gas reforming. Parameter yang
digunakan kontroller MPC untuk menghitung sinyal kontrol
adalah parameter yang telah di tentukan sebelumnya. Langkah
perhitungan sinyal kontrol MPC telah di tunjukkan pada gambar
2.11. Apabila simulasi controller MPC hasil perancangan
menghasilkan respon yang baik, yaitu output dapat mengikuti
nilai set point dengan error dibawah 2% maka pembuatan
algoritma MPC telah selesai. Namun apabila respon kontrolnya
masih buruk, output memiliki error lebih dari 2% maka perlu
dilakukan setting ulang parameter yang digunakan di algoritma
MPC. Tahapan perancangan algoritma controller MPC bisa
dilihat pada gambar 3.5.
48

Mulai

Linearisasi model sistem gas


reforming PT Pupuk Kaltim

Penentuan parameter MPC

Simulasi sistem kontrol

Tidak

Respon kontrol
baik?

Ya

Selesai

Gambar 3.5 Diagram alir pembuatan algoritma MPC

3.4 Uji Performansi Sistem Kontrol Prediktif dengan


Struktur Centralized
Langkah selanjutnya, untuk menguji kehandalan dari sistem
kontrol prediktif dengan struktur centralized yang telah
dirancang , maka perlu dilakukan pengujian. Pada tugas akhir ini
uji yang dilakukan adalah uji tracking set point dan uji noise.
Pengujian ini akan membandingkan performansi kontrol dari
algoritma MPC dan PI. Performansi yang ditinjau adalah
maximum overshoot(Mp ), settling time (Ts ), dan error steady
state (ess ). Pengujian tersebut dilakukan sebagai berikut:

 Uji tracking set point


Uji set point bertujuan untuk mengetahui kemampuan sistem
kontrol dalam mengendalikan variabel proses terhadap
49

adanya perubahan set point naik dan turun pada waktu


tertentu. Pada Uji ini, set point temperature keluaran
superheater dinaikkan dari 365 ke 370 dan temperature
keluaran preheater dinaikkn dari 212.4 ke 220. Setelah steady
set point kembali diturunkan ke set point awalnya.
 Uji Beban
Uji beban bertujuan untuk mengetahui kemampuan sistem
kontrol dalam mengendalikan variabel proses terhadap
adanya perubahan beban yang diberikan. Beban pada sistem
gas reforming adalah T gas proses masuk dan T water in
masuk. Beban dirubah naik dan dirubah turun. Perubahan
beban naik dan turun untuk sistem kontrol PI dan MPC
dilakukan pada detik ke 350. Untuk uji beban naik suhu
dinaikkan 5o C dari suhu normal dan beban turun diturunkan
5o C dari suhu normalnya.
 Uji noise
Uji noise dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem
kontrol untuk tetap mengendalikan variabel proses sesuai set
point terhadap adanya gangguan atau noise berupa sinyal
random dengan variance tertentu. Besarnya variance noise
yang digunakan untuk menguji sistem kontrol adalah sebesar
0.027% pada pengendalian temperatur keluaran superheater
dan 0.023% pada pengendalian temperatur gas keluaran
preheater.
50

Halaman inin sengaja dikosongkan


BAB IV
HASIL DAN PEMABAHASAN

4.1 Hasil Simulasi


Pada sub-bab ini dilakukan analisis terhadap simulasi
pemodelan sistem gas reforming yang telah dibuat. Pemodelan
yang dianalisa adalah pemodelan plant sistem gas reforming pada
keadaan open loop, closed loop menggunakan sistem kontrol PI
dan closed loop menggunakan sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized. Analisa dilakukan dengan mengamati respon
temperatur gas proses keluaran superheater dan temperatur gas
proses keluaran preheater pada beberapa keadaan, yaitu open
loop, closed loop dengan sistem kontrol PI dan closed loop
dengan sistem prediktif kontrol dengan struktur centralized.

4.1.1 Simulasi open loop


Simulasi open loop dilakukan dengan mensimulasikan
model matematis yang telah dibuat tanpa memberi kontroller pada
plant. Sebagai input, digunakan sinyal step dengan besar 15. 49
mA untuk input pertama dan 15.45 mA untuk input yang kedua.
Nilai input yang diberikan tersebut adalah nilai inputan plant pada
kondisi steady.

Gambar 4. 4 Respon open loop temperatur gas superheater


51
52

Gambar 4. 5 Respon open loop temperatur gas preheater


Gambar 4.1-4.2 diatas menunjukkan respon open loop dari
sistem saat diberi inputan steady. Ketika plant superheater diberi
inputan control valve sebesar 15.4 9mA maka suhu gas proses
keluaran superheater akan menunju pada titik steadinya pada
suhu 365. Sedangkan untuk inputan control valve pada preheater
diberi inputan dengan besar 15.49mA maka suhu gas proses
keluarannya preheater akan menuju 212.

4.1.2 Simulasi closed loop dengan kontroller PI dan validasi


Setelah mensimulasikan plant secara open loop langkah
selanjutnya adalah mensimulasikan plant pada kondisi closed
loop dengan controller PI (proportional-integral). Temperatur gas
proses keluaran superheater dan temperatur gas proses keluaran
preheater dikontrol pada set pointnya. Set point untuk T gas
superheater adalah pada 365 dan T gas preheater adalah 212.4.
Pada simulasi ini nilai parameter controller PI yang
digunakan adalah Kp=1 dan Ki=1 untuk loop kontrol superheater
sedangkan untuk loop kontrol preheater Kp=2 dan Ki=2.
53

Gambar 4. 3 Respon Close loop (PI) temperatur gas superheater

Gambar 4. 4 Respon Close loop (PI) temperatur gas preheater


Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 diatas menunjukkan grafik
respon temperatur gas proses keluaran superheater dan preheater
saat dikontrol dengan controller PI. Dari gambar tersebut
kontroller mampu mengontrol plant mencapai set pointnya.
Setelah dilakukan simulasi pemodelan open loop dan closed
loop plant secara komputasi, selanjutnya dilakukan validasi
54

model yang telah dibuat dengan real plant. Perbandingan antaran


model closed loop dengan real plant ditunjukkan pada table 4.1.

Tabel 4.1Perbandingan data proses model dengan real pant


Variabel Model Real Plant
Superheater
Flow gas proses 10.36 m3 /s 10.36 m3 /s
Temperatur out
365 365
superheater
Preheater
Flow water 0.061m3 /s 0.061m3 /s
Temperatur gas
212.4 212.5
out preheater

Dari data pada table 4.1 terlihat bahwa data proses pada
model plant yang disimulasikan tidak jauh berbeda atau
mendekati kondisi pada real plant. Dengan demikian model dapat
dikatakan valid dan selanjutnya model plant akan di kontrol
menggunakan algoritma MPC yang telah dirancang.

4.1.3 Simulasi closed loop dengan kontroller MPC


Setelah model closed loop dengan sistem kontrol PI valid
maka tahap selanjutnya adalah melakukan perancangan sistem
kontrol prediktif dengan struktur centralized. Sistem gas
reforming yang sebelumnya di kontrol oleh sistem kontroller PI
untuk selanjutnya akan digantikan dengan kontroller MPC yang
telah dirancang. Kontroller MPC yang dirancang pada simulsi ini
menggunakan nilai parameter horizon prediksi 50, horizon
kontrol 1, interval kontrol 0.1, bobot laju input 0.1, bobot output
1, serta konstrain sinyal kontrol minimum 4 mA dan maksimum
20 mA.
55

Gambar 4. 5 Respon Closed loop(MPC) temperatur gas


superheater

Gambar 4. 6 Respon Close loop(MPC) temperatur gas preheater


Gambar 4.5 dan gambar 4.6 menunjukkan grafik respon
saat dikontrol menggunakan kontroller MPC. Dari gambar
tersebut kontroller MPC hasil perancngan mampu mengontrol
proses variabel dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan respon
sistem mampu mengikuti set point yang di tentukan.
56

Dari hasil tersebut diketahui bahwa hasil respon closed loop


sistem pada kondisi normal dengan kontroller PI dan kontroller
MPC memiliki perbedaan. Kontroller MPC mampu memberikan
hasil yang lebih bagus dengan Mp yang lebih kecil, Ts yang lebih
cepat dan e ss yang lebih kecil. Sehingga dapat dikatakan MPC
mampu bekerja lebih baik dengan perancangan yang pas pada
suatu kondisi tertentu. Pada table 4.1 bisa dilihat perbandingan
kontroller PI dan MPC pada kondisi normal.

Tabel 4. 2 Parameter hasil simulasi pada keadaan normal


T gas superheater T gas preheater
MPC PI MPC PI
Settling time
17.8 s 92.8 s 75 s 151 s
(s)
Ess (%) 0% 0% 0% 0.01%
Maximum
0.4532% 1.9059% 0% 5.4595%
overshoot (%)

4.2 Hasil Uji Sistem Kontrol


Tahap selanjutnya adalah menguji sistem kontrol PI dan
sistem kontrol MPC yang sudah dirancang. Pengujian sistem
kontrol ini bertujuan untuk mengetahui performansi dari masing-
masing sistem kontrol. Uji yang dilakukan terdiri dari uji tracking
set point, uji noise dan meninjau penggunaan manipulated
variable untuk mengetahui penghematan yang dilakukan.

4.2.1 Uji tracking set point


Uji tracking set point dilakukan untuk mengetahui
keandalan sistem kontrol dalam mengontrol variable proses sesuai
dengan set point yang diberikan.
Pada uji tracking set point ini terdapat dua kondisi
perubahan, set point naik dan set point turun. Untuk T
superheater dinaikkan sebesar 370 dari yang sebelumnya 365,
kemudian untuk uji set point turun dilakukan penurunan dari 370
ke 365. Sedangkan untuk T preheater dinaikkan menjadi 220
57

yang sebelumnya adalah 212.4, kemudian ketika uji set point


turun dari 220 diturunkan menjadi 212.4.

 Kontroller PI

Gambar 4. 7 Uji tracking set point (PI) temperatur gas


superheater

Gambar 4. 8 Uji tracking set point (PI) temperatur gas preheater

Gambar 4.7 dan 4.8 menunjukkan grafik respon sistem


dengan menggunakan sistem kontrol PI. Dari gambar tersebut
58

terlihat kontroller PI mampu mengontrol variabel proses sesuai


dengan set point diberikan, baik set point naik atau turun.
Gambar 4.9 dan gambar 4.10 menunjukkan respon grafik
respon sistem dengan menggunakan kontroler MPC saat
dilakukan uji set point. Dari gambar tersebut MPC mampu
mengontrol proses variabel sesuai dengan set point yang
diberikan sebagaimana kontroller PI. Pada table 4.2 bisa dilihat
perbandingan antara PI dan MPC.

 Kontroller MPC

Gambar 4. 9 Uji tracking set point (MPC) temperatur gas


superheater
59

Gambar 4. 10 Uji tracking set point (MPC) temperatur gas


preheater
Dari gambar tersebut terlihat bahwa MPC mampu meperkecil
kesalahan pada kontroller PI, dengan kata lain MPC mampu
memberikan performansi kontrol yang lebih baik. Dengan
performansi kontrol yang lebih baik maka penggunaan
manipulated variable akan lebih optimal.

Tabel 4. 3 Parameter hasil uji tracking set point naik


T gas superheater T gas preheater
MPC PI MPC PI
Settling time
9s 30 s 11.2 s 40 s
(menit)
Ess (%) 0% 0.01% 0% 0.1%
Maximum
0.087% 0% 0% 0.4%
overshoot (%)
60

Tabel 4. 4 Parameter hasil uji tracking set point turun


T gas superheater T gas preheater
MPC PI MPC PI
Settling time
11 s 20 s 12 s 30 s
(menit)
Ess (%) 0% 0.01% 0% 0.01%
Maximum
0.0023% 0% 0% 0.8%
overshoot (%)

4.2.2 Uji Beban


Uji beban dilakukan untuk mengetahui kemampuan
kontroller dalam mengatasi perubahan beban atau disturbance
yang muncul pada loop pengendaliannya. Dengan melakukan
pengujian ini akan diketahui apakah sistem kontrol dapat menjaga
variabel proses pada set pointnya walaupun terdapat disturbance
atau perubahan beban kontrol.
Uji beban yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah
dengan menaikkan dan menurunkan beban pada sistem
pengendalian. Pada sistem gas reforming bagian superheater
yang dianggap beban adalah temperatur gas masuk (T. gasin) dan
pada preheater yang dianggap beban adalah temperatur air masuk
(T. waterin).

Beban naik
Pada uji beban naik, temperatur gas masuk (T. gas in)
dinaikkan sebesar 395o C dan temperatur air masuk (T. water in)
dinaikkan sebesar 185o C. Peningkatan beban pada sistem kontrol
dilakukan setelah sistem kontrol steady. Pada sistem kontrol PI
peningkatan beban dilakukan pada detik ke 200 sedangkan pada
sistem kontrol MPC peningkatan beban dilakukan pada detik
100 .
61

 Kontroller PI

Gambar 4. 11 Uji beban naik (PI) temperatur gas


superheater

Gambar 4. 12 Uji beban naik (PI) temperatur gas preheater


Gambar 4.11 – Gambar 4.12 diatas menunjukkan grafik
respon sistem dengan menggunakan kontroller PI saat dilakukan
62

uji beban naik. Dari gambar tersebut terlihat akibat penaikan


beban sistem menyebabkan temperatur gas superheater dan
temperatur gas preheater berubah. Namun dengan adanya sistem
kontrol PI temperature gas superheater dan temperature gas
preheater dijaga kembali menuju set point masing-masing.
 Kontroller MPC

Gambar 4. 13 Uji beban naik (MPC) temperatur gas


superheater

Gambar 4. 14 Uji beban naik (MPC) temperatur gas


preheater
63

Gambar 4.13 dan gambar 4.14 menunjukkan respon sistem


kontrol MPC dalam mengatasi perubahan beban naik. Ketika
terjadi perubahan beban naik terdapat perubahan variabel proses
terhadap set pointnya. Dengan adanya kontroller MPC, variabel
proses dijaga kembali menuju set pointnya. Dari gambar 4.13 dan
4.14 bisa dilihat bahwa MPC lebih baik dalam menangani
perubahan beban naik pada sistem.
Pada saat terjadi perubahan beban naik sistem kontrol PI dan
MPC menghasilkan respon untuk mejaga variabel proses tetap
pada set pointnya. Perbandingan respon antara sistem kontrol PI
dan MPC dalam menangani beban naik terdapat pada tabel 4.5.
Dari parameter tersebut MPC kontroller bekerja lebih baik dalam
menangani beban naik. MPC kontroller menghasilkan settling
time , Ess dan Maximum overshoot lebih kecil.

Tabel 4. 5 Parameter hasil uji beban naik


T gas superheater T gas preheater
MPC PI MPC PI
Settling time
6s 85 s 7s 91 s
(menit)
Ess (%) 0% 0.01 % 0% 0.1%
Maximum
0.3173% 0.9567% 0.31% 1.37%
overshoot (%)

Beban turun
Setelah pengujian beban naik dilakukan pengujian beban turun
dengan mengubah temperatur gas masuk (T. gasin) dan
temperature air masuk (T. waterin) menjadi lebih rendah dari
kondisi normalnya. Temperatur gas masuk (T. gasin) diturunkan
menjadi 385o C dan temperatur air masuk (T. waterin) diturunkan
menjadi 185o C. Penurunan beban ini dilakukan ketika sistem
kontrol PI dan MPC dalam keadaan steady, pada sistem kontrol
PI perubahan beban dilakukan pada detik ke 200 dan pada sistem
kontrol MPC dilakukan pada detik ke 100.
64

 Kontroller PI

Gambar 4. 15 Uji beban turun (PI) temperatur gas


superheater

Gambar 4. 16 Uji beban disturbance turun (PI) temperatur


gas preheater
65

Gambar 4.15 dan gambar 4.16 menunjukkan grafik


respon sistem menggunakan kontroller PI saat dilakukan uji
beban turun. Seperti perubahan beban naik perubahan beban turun
menyebabkan variabel proses berubah terhadap set pointnya.
Namun respon sistem dapat kembali menju nilai set pointnya.
 Kontroller MPC

Gambar 4. 17 Uji beban turun (MPC) temperatur gas


superheater

Gambar 4. 18 Uji beban turun (MPC) temperatur gas


preheater
66

Gambar 4.17 dan gambar 4.18 menunjukkan grafik


respon sistem dengan menggunakan kontroller MPC saat
dilakukan uji beban turun. Kontroller MPC mampu mengatasi
perubahan beban turun sehingga variabel proses dijaga tetap ke
set pointnya.
Pada saat terjadi perubahan beban turun, sistem kontrol
berusaha menjaga variabel proses pada set pointnya. Dalam
menjaga variabel proses pada set pointnya, sistem kontrol akan
menghasilkan respon dinamik sesuai dengan performansinya.
Kontroller yang bagus akan menghasilkan parameter settling time
, Ess, dan Maximum overshoot yang minim. Pada tabel 4.6 dapat
dilihat perbandingan antara sistem kontrol PI dan MPC dalam
mengatasi perubahan beban turun. Dari parameter pada tabe; 4.6
MPC bekerja lebih baik dengan mengahsilkan settling time , Ess,
dan Maximum overshoot yang kecil.

Tabel 4. 6 Parameter hasil uji beban turun


T gas superheater T gas preheater
MPC PI MPC PI
Settling time
7 80 s 8 90 s
(menit)
Ess (%) 0% 0.01% 0% 0.01%
Maximum
0.317% 0.8398% 0.31% 1.37%
overshoot (%)

Dari hasil pengamatan uji beban yang dilakukan, baik uji


beban naik dan beban turun terhadap parameter-parameter pada
tabel 4.5 dan 4.6 MPC memiliki keunggulan daripada kontroller
PI dalam menangani perubahan beban yang dilakukan. Dengan
hasil performansi yang lebih baik, MPC mampu mengoptimalkan
sistem gas reforming.
67

4.2.4 Uji Noise


Uji noise dilakukan untuk mengetahui kehandalan dari
sistem kontrol untuk mengontrol variabel proses tetap mengikuti
set point dengan adanya noise. Pada uji noise ini, besarnya noise
2.7% pada T gas superheater dan 2.3% pada T gas preheater.

 Kontroller PI

Gambar 4. 19 Uji noise (PI) temperatur gas superheater

Gambar 4. 20 Uji noise (PI) temperatur gas preheater


68

Gambar 4.9 dan gambar 4.10 menunjukkan bahwa sistem


kontrol PI mampu mengontrol variabel proses tetap berada di
sekitar set point. Meskipun variabel proses berfluktuatif, sistem
kontrol PI mampu menjaga variabel proses mengikuti set point.
 Kontroller MPC

Gambar 4. 21 Uji noise (MPC) temperatur gas superheater

Gambar 4.22 Uji noise (MPC) temperatur gas preheater


69

Gambar 4.11 dan gambar 4.12 adalah respon dari T gas


superheater dan T gas preheater yang dikontrol dengan MPC saat
di uji noise. Dari gambar tersebut bisa dilihat bahwa MPC mampu
mengatasi noise yang diberikan dan menjaga variabel proses
mengikuti set point.
Dari keseluruhan uji yang telah dilakukan dapat disimpulkan
kontroller MPC yang dirancang mampu mengontrol variabel
proses dengan baik. Pada sub bab selanjutnya akan di bahas
menghitung penghematan operational cost dengan menerapkan
Kontroller MPC.

4.3 Perhitungan Penghematan Operational cost


Tahap selanjutnya adalah menghitung besarnya saving atau
penghematan operational cost yang diperoleh setelah mengganti
sistem kontrol PI dengan sistem kontrol MPC dengan struktur
centralized. Dengan performansi yang lebih baik dari PI, sistem
kontrol MPC mampu mengoptimisasi variabel manipulasi yang
digunakan. Perhitungan konsumsi gas proses pada superheater
dan feed water pada preheater dilakukan dengan merekam data
laju gas proses dan feed water.
N N
J c f   C f w f   Ce we
i 1 i 1 (4.1)
Dimana wf merupakan laju gas proses per detik (m3 /s) dan we
laju feed water(m3 /s). Jika diasumsikan Cf (harga gas proses)
adalah Rp. 4000/m3 da Ce adalah Rp. 200/ m3 , diperoleh
operational cost dari plant dengan kontroller PI dan kontroller
MPC dalam waktu yang sama. Operational cost dihitung untuk
mengetahui pengaruh performansi kontrol yang dihasilkan oleh
kontroller, semakin kecil operational cost maka bisa dikatakan
kontroller bekerja optimal. Perhitungan operational cost akan
dilakukan pada saat sistem berjalan normal dan saat sistem diberi
perlakuan uji seperti uji beban, uji tracking dan uji noise.
70

4.3.1 Operational cost Dalam Keadaan Normal

Gambar 4.23 Perubahan laju gas proses pada Superheater


kondisi normal

Gambar 4.24 Perubahan laju feed water pada Preheater kondisi


normal
71

JP I = 151.753.921.6 + 21.742,13767 = 151.775.663,7


JMP C = 151.465.903.6 + 21.751,4141 = 151.487.655
Gambar 4.23 dan gambar 4.24 adalah respon perubahan
variabel manipulasi yaitu laju gas superheater dan laju gas
preheater ketika sistem kontrol bekerja pada kondisi normal. Dari
perubahan manipulasi variabel tersebut akan dihitung operational
cost ketika menggunakan sistem kontrol PI dan MPC dengan
menggunakan persamaan 4.1. Hasil perhitungan operational cost
menunjukan bahwa sistem kontrol MPC memiliki operational
cost yang lebih minim dari sistem kontrol PI. Setelah dirata-rata,
diperoleh operational cost dari plant per detik sebagai berikut:

J P I= = Rp 42.159,90658

JMP C= = Rp 42.079,90418

selanjutnya besarnya penghematan operational cost yang


diperoleh setelah menerapkan sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized dapat dihitung dengan:

Saving = ( 100 – 100 )%

= ( 100 – 100 )%

= 0.18975%
Dengan demikian sistem kontrol MPC dengan struktur
centralized dapat meminimalkan operational cost hingga
0.18975% (Rp 288.000/Jam) dibandingkan dengan sistem kontrol
PI. Sistem kontrol MPC mampu meminimalkan operational cost
karena sistem kontrol MPC memiliki respon yang lebih baik dari
sistem kontrol PI.
72

4.3.2 Operational cost Saat Tracking Set point

Gambar 4.25 Perubahan laju gas proses pada Superheater


kondisi tracking

Gambar 4.26 Perubahan laju feed water pada Preheater kondisi


tracking
73

JP I = 22.400.000 + 6.440= 22.406.440


JMP C = 21.900.000 + 6.580 = 21.906.580
Gambar 4.25 dan gambar 4.26 adalah respon perubahan
variabel manipulasi yaitu laju gas superheater dan laju gas
preheater ketika sistem kontrol bekerja pada kondisi tracking set
point. Berdasarkan data pada gambar 4.25 dan 4.26 operational
cost dihitung menggunakan persamaan 4.1 Hasil perhitungan
operational cost, sistem kontrol MPC memiliki operational cost
yang lebih rendah, hal tersebut disebabkan karena sistem kontrol
PI memiliki maximum overshoot dan ess yang lebih rendah dari
sistem kontrol PI ketika terjadi pergantian set point. Setelah
dirata-rata, diperoleh operational cost dari plant per detik sebagai
berikut:
J P I= = Rp 44.700

JMP C= = Rp 43.900

Selanjutnya besarnya penghematan operational cost yang


diperoleh setelah menerapkan sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized dapat dihitung dengan:

Saving = ( 100 – 100 )%

= ( 100 – 100 )%

= 1.78%
Dengan demikian sistem kontrol MPC dengan struktur
centralized dapat meminimalkan operational cost hingga 1.78%
(Rp. 2.88 Jt/jam) dibandingkan dengan sistem kontrol PI. Dalam
menangani perubahan set point yang diberikan sistem kontrol
MPC mampu meminimalkan operational cost karena sistem
kontrol MPC memiliki respon yang lebih baik dari sistem kontrol
PI.
74

4.3.3 Operational cost Saat Terjadi Perubahan Beban


Beban Naik

Gambar 4.27 Perubahan laju gas proses pada Superheater


kondisi beban naik

Gambar 4.28 Perubahan laju feed water pada Preheater kondisi


beban naik
75

JP I = 19.483.902,45 + 6.278,46 = 19.490.180


JMP C = 19.100.000 + 6.390 = 19.100.000
Gambar 4.27 dan gambar 4.28 adalah respon perubahan
variabel manipulasi yaitu laju gas superheater dan laju gas
preheater ketika sistem kontrol bekerja pada kondisi perubahan
beban naik. Hasil perhitungan operational cost dengan persamaan
4.1 menggunakan data pada gambar 4.27 dan 4.28 menunjukkan
bahwa operational cost dengan sistem kontrol MPC dibandingkan
operational cost menggunakan sistem kontrol PI memiliki nilai
yang lebih kecil. Dalam menghadapai perubahan beban naik
sistem kontrol MPC dibandingkan sistem kontrol PI memiliki
nilai maximum overshoot yang lebih kecil dan lebih cepat dalam
mengatasi perubahan beban naik. Setelah dirata-rata, diperoleh
operational cost dari plant per detik sebagai berikut:
J P I= = Rp 38.980,36

JMP C= = Rp 38.200

Selanjutnya besarnya penghematan operational cost yang


diperoleh setelah menerapkan sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized dapat dihitung dengan:

Saving = ( 100 – 100 )%

= ( 100 – 100 )%

= 2,00%
76

Beban Turun

Gambar 4.29 Perubahan laju gas proses pada Superheater


kondisi beban turun

Gambar 4.30 Perubahan laju feed water pada Preheater kondisi


beban turun
77

JP I = 23.400.000 + 5.850 = 23.405.850


JMP C = 23.200.000 + 5.780 = 23.205.780
Gambar 4.29 dan gambar 4.30 adalah respon perubahan
variabel manipulasi yaitu laju gas superheater dan laju gas
preheater ketika sistem kontrol bekerja pada kondisi perubahan
beban turun. Hasil perhitungan operational cost dengan
persamaan 4.1 menggunakan data pada gambar 4.29 dan 4.30
menunjukkan bahwa operational cost dengan sistem kontrol MPC
dibandingkan operational cost menggunakan sistem kontrol PI
memiliki nilai yang lebih kecil. Dalam menghadapai perubahan
beban turun sistem kontrol MPC dibandingkan sistem kontrol PI
memiliki nilai maximum overshoot yang lebih kecil dan lebih
cepat dalam mengatasi perubahan beban turun. Setelah dirata-rata,
diperoleh operational cost dari plant per detik sebagai berikut:
J P I= = Rp 46.811,7

JMP C= = Rp 46.411,56

Selanjutnya besarnya penghematan operational cost yang


diperoleh setelah menerapkan sistem kontrol prediktif dengan
struktur centralized dapat dihitung dengan:

Saving = ( 100 – 100 )%

= ( 100 – 100 )%

= 0.85%
Dengan demikian sistem kontrol MPC dengan struktur
centralized dapat meminimalkan operational cost hingga 2 % (Rp
2.8 Jt/jam) saat terjadi kenaikan beban kontrol dan 0.85% (Rp
1.44 Jt/jam) ketika terjadi beban kontrol turun jika dibandingkan
dengan sistem kontrol PI. Sistem kontrol MPC mampu
78

meminimalkan operational cost karena sistem kontrol MPC


memiliki respon yang lebih baik dari sistem kontrol PI dalam
menangani perubahan beban kontrol.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari eksperimen yang telah dilakukan maka didapatkan hasil
sebagai berikut ini :
1. Kontroller MPC yang telah dirancang dan digunakan dalam
simulasi ini memberikan hasil terbaik dengan parameter
kontrol sebagai berikut: horizon prediksi 50, horizon kontrol
1, interval kontrol 0.1, bobot laju 0.1, bobot output 1, serta
constraints 4 mA dan 20 mA.
2. Kontroller MPC mampu meningkatkan performansi kontrol
dari sistem gas reforming dan meminimalkan operational cost
hingga 2% atau menghemat 2.8jt rupiah dalam 1 jam
dibandingkan dengan kontroller PI.
3. Sistem gas reforming dengan kontrol MPC dan PI mampu
mengatasi gangguan seperti perubahan beban, perubahan set
point dan terdapatnya noise pada sistem pengukuran.

5.2 Saran
Dari hasil tugas akhir ini dapat diberikan beberapa saran
untuk pengembangan penelitian selanjutnya antara lain :

1. Untuk mendapatkan model yang lebih tepat, dilakukan


pemodelan dengan model yang lain seperti neural network .
2. MPC diterapkan pada proses atau sistem yang lain.
3. Menggunakan MPC khusus nonlinear jika sistem yang
digunakan adalah nonlinear.

79
80

Halaman ini sengaja dikosongkan


DAFTAR PUSTAKA

[1] DR. Bustanul Arifin, Pembangunan Pertanian:Paradigma


Kebijakan dan Strategi Revitalisasi, Jakarta: Grasindo, 2005
[2] “Pupuk Kaltim,” PT. Pupuk Kaltim, [Online]. Available:
http://www.pupukkaltim.com/ina/home/. [Diakses 9 Januari
2017].
[3] Sukardi, Sirait dan Endin. Panduan Pengoperasian Pabrik
Amonia Kaltim 5, Bontang: PT. Pupuk Kalimantan Timur,
2013.
[4] Saez, D., Cipriano, A., dan Ordys, A.2002.Optimisation of
Industrial Processes at Supervisory Level:Application to
Control of Thermal Power Plants,Springer Verlag, London
[5] Camacho, E.F. dan Bordons, C. 2004. Model Predictive
Control.SpringerVerlag,London.
[6] Aditya Nugraha, Levi, Ya’umar, dan Ketherin Indriawati.
2012. "Perancangan Sistem Kontrol Prediktif Pada PLTGU
PT. PJB UP Gresik Dengan Struktur Centralized"
[7] Budinis, S., N. dan F. Thornhill, 2015."Control of
Centrifugal Compressors Via Model Predictive Control for
Enhanced Oil Recovery Applications
[8] Antonio Flores T, 2002, "Modelling of a Dynamic
Countercurrent Tubular Heat exchanger”
[9] B. W. Bequette, Process Dynamics Modelling, Analysis and
Simulation, New Jersey: Prentice Hall, 1998.
[10] Maciejowski, J.M.. 2003. Predictive control with
constraints. Prentince Hall, London.
[11] R. Fachrudin, Perancangan Pengendali Model Predictive
Control (Mpc) pada Sistem Heat exchanger dengan Jenis
Karakteristik Shell and Tube, Depok: Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, 2010

81
82

Halaman ini sengaja dikosongkan

You might also like