You are on page 1of 36

Tugas Lapangan Terbang

PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG

I. MERENCANAKAN ARAH, PANJANG dan LEBAR RUNWAY


1.1 Analisa Angin
Analisa angin adalah dasar dari perencanaan lapangan terbang sebagai pedoman pokok.
Pada umumnya, Run Way (R/W) dibuat sedapat mungkin harus searah dengan arah angin yang
dominan (Prevalling Wind), agar gerakan pesawat pada saat take off dan landing dapat bergerak bebas
dan aman, sejauh komponen angin samping (Cross Wind) yang tegak lurus arah bergeraknya pesawat.
Maksimum Cross Wind yang diijinkan tidak hanya tergantung pada ukuran pesawat, tapi juga pada
konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan.
Persyaratan FAA (Federal Aviation Administration) untuk Cross Wind semua lapangan terbang
(kecuali utility) :
o Run Way harus mengarah sedemilkian sehingga pesawat take off dan landing pada 95%
dari waktu dan Cross Wind.
o Cross Wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk utility Cross Wind diperkecil menjadi 11,5
mph.
Persyaratan ICAO (International Civil Aviation Organization) :
Pesawat dapat take off dan landing pada sebuah lapangan terbang, minimal 95 % dari waktu dan
komponen Cross Wind.
Berikut ini adalah klasifikasi panjang landasan pacu (ARFL / Aeroplane Reference Field Length)
ICAO :
o Cross Wind 20 knots (37 km/jam) AFRL = 1500 m atau lebih
o Cross Wind 13 knots (24 km/jam) AFRL = 1200 s.d 1499
o Cross Wind 10 knots (19 km/jam) AFRL = < 1200 m
Menurut ICAO dan FAA, penentuan arah runway harus dibuat berdasarkan arah yang
memberikan wind coverage yang sedemikian rupa, sehingga pesawat dapat take off dan landing
minimal 95 %, berlau bagi seluruh kondisi cuaca. Dari hasil perhitungan Konfigurasi Run Way, maka
diperoleh persentase angin yang paling maksimum atau domain adalah angin : N – S = 100 %
Data persentase angin tersebut digunakan dalam menentukan arah Run Way dengan
mempertimbangkan tipe pesawat yang akan menggunakan airport dengan menganggap komponen
“Cross Wind” bertiup dalam dua arah.

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

0-3 6-10 10-16 16-22 > 22


3-6 Knots Jumlah
Knots Knots Knots Knots Knots
CALM 412 0 0 0 0 0 412
N 0 680 280 45 12 2 1019
NE 0 515 179 37 8 2 741
E 0 700 300 62 7 0 1069
SE 0 486 192 58 10 0 746
S 0 512 275 36 14 1 838
SW 0 725 200 35 11 1 972
W 0 800 186 44 8 0 1038
NW 0 616 312 40 6 0 974
Jumlah 412 5034 1924 357 76 6 7809

Untuk perhitungan prosentase angin sebagai berikut :


Contoh :
 CALM = 412
Maka = (412 / 7809) x 100% = 5,276 %
 Kecepatan 4 – 6 knots arah N
Maka = (680 / 7809) x 100% = 8,708 %

0-3 3-10 10-16 16-22 > 22


Knots 3-6 Knots Knots Knots Knots Knots Jumlah
CALM 5,276 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 5,276
N 0,000 8,708 3,586 0,576 0,154 0,026 13,049
NE 0,000 6,595 2,292 0,474 0,102 0,026 18,325
E 0,000 8,964 3,842 0,794 0,090 0,000 13,689
SE 0,000 6,224 2,459 0,743 0,128 0,000 9,553
S 0,000 6,557 3,522 0,461 0,179 0,013 23,242
SW 0,000 9,284 2,561 0,448 0,141 0,013 12,447
W 0,000 10,245 2,382 0,563 0,102 0,000 13,292
NW 0,000 7,888 3,995 0,512 0,077 0,000 25,740
Jumlah 5,276 64,464 24,638 4,572 0,973 0,077 100,000

Data persentasi angin diatas kemudian digunakan untuk menentukan arah runway dengan
mempertimbangkan jenis tipe pesawat yang akan menggunakan airport dan menganggap bahwa
komponen Cross Wind bertiup dalam dua arah.

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

LEBAR JALUR KONTROL ANGIN


Gunakan tabel “ AERODROME REFERENCE CODE dari ICAO (Pelengkap Kuliah Lapangan
Terbang, DR.Ir.Freddy Jansen,M.Eng.).
 Pesawat DC - 8 - 43
 Kode angka huruf = 4D
 ARFL = 2947 m
 Jarak terluar roda pendaratan = 7,5 m
 Wingspan = 43,4 m
 Nilai maksimum permissible crosswind
component = 20 knots
 Lebar jalur kontrol angin = 2 x cross wind (20)
= 40 knots
 Pesawat B – 747 – 200
 Kode angka huruf = 4E
 ARFL = 3150 m
 Jarak terluar roda pendaratan = 12.4 m
 Wingspan = 59.6 m
 Nilai maksimum permissible crosswind
component = 20 knots
 Lebar jalur kontrol angin = 2 x cross wind (20)
= 40 knots
 Pesawat DC – 10 – 30
 Kode angka huruf = 4D
 ARFL = 3170 m
 Jarak terluar roda pendaratan = 12,6 m
 Wingspan = 50,4 m
 Nilai maksimum permissible crosswind
component = 20 knots
 Lebar jalur kontrol angin = 2 x cross wind (20)
= 40 knots

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Dari beberapa data pesawat rencana diatas, dipilih ARFL terbesar yang akan menjadi dasar dari
perencanaan Run Way. Maka dapat dipilih pesawat rencananya adalah Pesawat DC – 10 – 30, dengan
data karakteristik pesawat sebagai berikut :
- Jenis Pesawat DC – 10 – 30
- Kode Angka 4D
- ARFL 3170 m
- Jarak Terluar Roda Pendaratan 12,6 m
- Wing Span 50,4 m
- Nilai Maksimum Permissible Cross Wind
Componen 20 Knots
- Lebar Jalur Kontrol Angin 2 x 20 Knots = 40 knots

Konfigurasi Runway

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Arah N-S (Utara – Selatan)


5,276+[8,708+6,595+8,964+6,224+6,557+9,284+10,245+7,888]+[3,586+2,292+3,842+2,459+3,522+2,5
61+2,382+3,995]+[0,576+0,474+0,794+0,743+0,461+0,448+0,563+0,512]+[0,154+(0,998x0,102)+(0,62
6x0,090)+(0,998x0,128)+0,179+(0,998x0,141)+(0,626x0,102)+(0,998x0,077]+[0,026+(0,026x0,883)+0,0
13+0,011]= 99,923 %

Arah E-W (Timur – Barat)


5,276+[8,708+6,595+8,964+6,224+6,557+9,284+10,245+7,888]+[3,586+2,292+3,842+2,459+3,522+2,5
61+2,382+3,995]+[0,576+0,474+0,794+0,743+0,461+0,448+0,563+0,512]+
[(0,626x0,154)+(0,998x0,102)+0,090+(0,998x0,128)+(0,626x0,179)+(0,998x0,141)+0,102+(0,998x0,077
)]+[(0,833x0,026)+(0,833+0,013]=99,832%

Arah NE-SW (Timur Laut – Barat Daya)


5,276+[8,708+6,595+8,964+6,224+6,557+9,284+10,245+7,888]+[3,586+2,292+3,842+2,459+3,522+2,5
61+2,382+3,995]+[0,576+0,474+0,794+0,743+0,461+0,448+0,563+0,512]+
[(0,998x0,153)+0,102+(0,998x0,090)+(0,626x0,128)+(0,998x0,179)+0,141+(0,998x0,102)+(0,626x0,077
)]+[(0,883x0,026)+0,026+(0,883x0,013)+0,013] = 99,918%

Arah SE-NW (Tenggara – Barat Laut)


5,276+[8,708+6,595+8,964+6,224+6,557+9,284+10,245+7,888]+[3,586+2,292+3,842+2,459+3,522+2,5
61+2,382+3,995]+[0,576+0,474+0,794+0,743+0,461+0,448+0,563+0,512]+
[(0,998x0,153)+(0,626x0,102)+(0,998x0,090)+0,128+(0,998x0,179)+(0,626x0,141)+(0,998x0,102)+0,07
7]+[(0,883x0,026)+(0,883x0,013)+(0x0,019)] = 99,909%

Jadi arah runway : N - S ( 99,923%)

II. Merencanakan Run Way (R/W), Taxi Way (T/W) dan Exit Way
1. a). Panjang Runway

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Panjang runway (R/W) biasanya ditentukan berdasarkan pesawat rencana


terbesar yang akan beoperasi pada airport yang bersangkutan. Dalam perencanaan ini, diambil
pesawat rencana DC 10 - 30 dengan kode 4D dan ARFL = 3170 m
Elevasi = 17 m
Slope = 0.7 %
Temperature (T)
T1(oC) = (21,0 ~ 21,2 ~ 21,4 ~ 20,6 ~ 20,8 ~ 21,2)
T2 (oC)= (31,1 ~ 30,8 ~ 30,4 ~ 31,2 ~ 30,7 ~ 30,4)
Ketiga data di atas dipakai untuk mengkoreksi panjang runway :
1.2 Koreksi terhadap elevasi
Setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dari permukaan laut rata-rata, ARFL bertambah 7 %
E
L1 = Lo (1 + 0.07 )
300
Dimana : L1 = Panjang runway terkoreksi
Lo = ARFL
E = Elevasi
17
L1 = 3170 [ 1+ 0,07 ]
300
= 3182,574 m
2.2 Koreksi terhadap temperature
T1 = Temperatur rata-rata dari temperature harian rata-rata tiap bulan
T2 = Temperatur rata-rata dari temperature harian maksimum tiap bulan
Tahun T 1( oC) T 2( oC)
1 21,0 31,1
2 21,2 30,8
3 21,4 30,4
4 20,6 31,2
5 20,8 30,7
6 21,2 30,4
n=6 ∑T1 = 156,2 ∑T2 = 184,6
Ket : T1 = Temperatur rata-2 dari temperature harian rata-2 dalam bulan terpanas.
T2 = Temperatur harian maksimum dalam bulan terpanas

T1 = Tot T1 / n T2 = Tot T2 / n
= 156,2 / 6 = 184,6 / 6
= 26,033 °C = 30,767 °C

T 2 - T1
Trefektif = T1 +
3

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

30,767  26,033
= 26,033 +
3
= 27,611 °C
Panjang runway harus dikoreksi terhadap termperatur sebesar 1 % untuk setiap kenaikan 1
°C, sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m diatas permukaan laut, temperature turun 6,5
°C .

L2 = L1 ( 1 + 0,01 ( Treff – To)


Dimana : L2 = Panjang R/W setelah dikoreksi
To = Temperatur standar sebesar 59 °F = 15 °C

T0 = (15 °C – 0.0065 E)
Maka :
L2 = L1 [ 1+ 0.001 ( Tr eff – ( 15 – 0,065 E ))]
= 3182,574 [ 1 + 0,001 ( 27,611 – ( 15 – 0,065 (17)))]
= 3226,226 m

3.2 Koreksi terhadap Slope


Bila ARFL lebih besar dari 900 m, panjang runway bertambah dengan koreksi slope sebesar
1,0 % setiap kemiringan 1 %
L3 = L2 (1+ 0,10 x S / 1%) ; S = Slope
L3 = 3226,226 ( 1+ 0,10 X (0,7/1))
= 3452,06 m
Maka panjang runway direncanakan L = 3452,06 m

b). Lebar Runway (R/W)


Berdasarkan ICAO, lebar R/W direncanakan berdasarkan kode angka huruf dari pesawat-
pesawat yang akan dilayani oleh lapangan terbang. Dalam perencanaan ini, pesawat rencana yang
digunakan adalah DC – 10 - 30 dengan kode huruf 4D. dengan menggunakan table “ Widths And
Shoulders “ (dilampirkan) dari ICAO untuk kode huruf 4D, diperoleh:
1. Lebar Perkerasan Struktural = 45 m
2. Lebar Total = 60 m
3. Lebar Bahu Landasan = 15,34 m
4. Lebar Area Keamanan = 700 ft = 214 m

 Area keamanan landasan (Runway Safety Area) termasuk didalamnya perkerasan


structural, bahu landasan serta area bebas hambatan, rata dan pengaliran airnya terjamin.
Area ini harus mampu dilewati peralatan-peralatan pemadam kebakaran, mobil – mobil

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

ambulance, truk-truk penyapu landasan (sweeper), dalam keadaan dibutuhkan mampu


dibebani pesawat yang keluar dari perkerasan structural .
 Blast Pad, suatu area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada permukaan yang
berbatasan dengan ujung landasan. Area ini selalu menerima jet blast yang berulang. Area
ini bisa dengan perkerasan atau ditanami rumput. Pengalaman menunjukan bahwa panjang
blast pad untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 200 ft = 60 m. kecuali untuk pesawat
berbadan lebar, panjang yang dibutukan oleh blast pad sebaiknya 400 ft = 120 m.
 Perluasan area keamanan (Safety Area) dibuat apabila perlu ukurannya tidak tentu
tergantung kebutuhan local.

2. Taxiway (T/W)
Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari landas pacu ke
terminal dan sebaliknya atau dari landas pacu ke hangar pemeliharaan.
Taxiway diatur sedemikian hingga pesawat yang baru saja mendarat tidak mengganggu
pesawat lain yang siap menuju landasan pacu.
Rutenya dipilih jarak terpendek dari bangunan terminal menuju ujung landasan yang
dipakai untuk areal lepas landas.
Dibanyak lapangan terbang, taxiway membuat sudut siku-siku dengan landasan, maka
pesawat yang akan mendarat harus diperlambat sampai kecepatan yang sangat rendah sebelum
belok ke taxiway.
Karena kecepatan pesawat saat di taxiway tidak sebesar saat dilandasan pacu, maka
persyaratan mengenai kemiringan memanjang, kurva vertical dan jarak pandang tidak seketat
pada landasan. Oleh sebab itu, lebar taxiway masih tetap bergantung dari ukuran lebar pesawat.
a.Lebar Taxiway
ICAO telah menetapkan bahwa lebar taxiway dan lebar total taxiway (lebar perkerasan dan
bahu landasan). Dalam data tugas didapat pesawat rencana DC 10-30 dengan kode huruf
D. Gunakan table 4-7 dan table 4-8 (dilampirkan).
o Dari table 4-7, untuk kode huruf D diperoleh : jarak bebas minimum dari sisi terluar
roda utama dengan perkerasan taxiway 4,5 m.
o Dari table 4-8, untuk kode huruf D dipeoleh :
 Lebar taxiway (T/W) = 23 m (75 ft)
 Lebar total Taxiway = 38 m (125 ft)

b.Kemiringan (Slope) dan Jarak Pandang (Sight Distance)


Persyaratan yang dikeluarkan oleh SCAO untuk taxiway dengan kode huruf D (table 4-9)
adalah :

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

 Kemiringan memanjang maksimum = 1,5 %


 Perubahan kemiringan memanjang max = 1 % per 30 m
 Jarak pandang minimum = 300 m dari 3 m diatas
 Kemiringan transversal max. dari taxiway = 1,5 %
 Kemiringan transversal max. dari bagian yang diratakan pada strip taxiway :
- Miring ke atas = 2,5 %
- Miring ke bawah = 5%

Sumbu Perkerasan

Daerah Aman
Bahu
Perkerasan Struktural
5% 1.5 %

7.50 m 23.00 m 7.50 m

38.00 m

POTONGAN MELINTANG TAXIWAY

c. Jari-jari Taxiway (T/W)


1. Menggunakan Rumus (Analitis)
V
0.388xW
R = (125 xf ) atau R =
( T / 2) s

Dimana : V = Kecepatan pesawat saat memasuki taxiway


f = Koefisien gesekan antara ban pesawat dengan
permukaan perkerasan
s = Jarak antara titik tengah roda pendaratan utama dengan
tepi perkerasan
= ½ wheel track + FK (ambil 2,5)
T = Lebar taxiway
W = Wheel base (jarak roda depan dengan roda pendaratan)
utama
Dalam menghitung jari-jari taxiway diambil jenis pesawat rencana yaitu DC-10-30 dari table 1-1
diperoleh :
Lebar wheel track = 10,67 m
Lebar whell base = 22,07 m
Lebar taxiway (T/W) = 23 m
S = ½ x 10,67 +2,5
= 7,835 m

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

0,388 x 22,07 2
Maka jari-jari taxiway (R) = = 51,56 m ≈ 52 m
( 23 / 2)  7,835

4. Exit Taxiway
Fungsi exit taxiway adalah menekan sekecil mungkin waktu penggunaan landasan oleh pesawat
yang mendarat. Exit taxiway dapat ditempatkan dengan membuat sudut siku-siku terhadap landasan
atau kalau terpaksa sudut yang lain yang juga bisa. Exit taxiway yang mempunyai sudut 30° disebut “
Kecepatan Tinggi “ atau cepat keluar sebagai tanda bahwa taxiway tersebut direncanakan
penggunaannya bagi pesawat yang harus cepat keluar. Apabila lalu lintas rencana pada jam-jam
puncak kurang dari 26 gerakan (mendarat atau lepas landas), maka exit taxiway menyudut siku cukup
memadai. Lokasi exit taxiway ditentukan oleh titik sentuh pesawat waktu mendarat pada landasan dan
kelakuan pesawat waktu mendarat.
 Exit Taxiway Kecepatan Tinggi (Right Angle Exit Taxiway)

R/W

T/W

Untuk menentukan jarak lokasi exit taxiway dari “ Threshold “, dihitung dengan rumus : Jarak dari
Threshold kelokasi exit taxiway = jarak touch down + D
S1  S 2
Dimana : D = jarak touch down ke titik A =
2a
S1 = Kec. Touch down (m/s)
S2 = Kec. Awal ketika meninggalkan landasan
a = Perlambatan
Dalam tugas ini diketahui pesawat rencana : DC – 10 -30, sehingga untuk :
 Kec. Touch down (S1) = 259 km / jam = 140 knots
 Jarak. Touch down dengan desain Group D = 450 m
 Perlambatan (a) = 1,5 m/s²
 Kec. Awal saat meninggalkan Landasan = 9 m/det
Dari jarak touch down yang sesuai, maka didapat jarak dari threshold sampai ke titik awal kurva
exit taxiway (titik A) = 2150 m (untuk design group D). Tapi jarak yang didapatkan ini harus ditambah 3
% per 300 m (1000 ft) setiap kenaikan dari permukaan laut, dan sekitar 1 % setiap 5,6 °C (10°F ) dan
diukur dari 15°C = 59 °F.

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Letak exit taxiway


Letak exit taxiway ditentukan oleh titik sentuh pesawat tertentu waktu mendarat pada landasan
dan kelakuan pesawat waktu mendarat. Untuk menentukan jarak exit taxiway dari ujung runway adalah
dengan rumus :
S E = Jarak titik sentuh dari R/W + D
( S12 )  ( S 2 2 )
D =
2a
Diketahui : S1 = 259 km/jam = 72 m/det
S2 = 9 m/det
Jarak titik sentuh dari ujung R/W untuk desain group D = 450 m
a = 1,5 m/det
(72 2 ) - (9 2 )
D = = 1701 m
2(1,5)

S E = Jarak titik sentuh dari ujung R/W +D


= 450 + 1701
= 2151 m ~ Lo
a. Koreksi terhadap elevasi
Setiap kenaikan 300 m dari muka laut jarak harus ditambah 3 %, maka :
E 17
L1 = Lo [ 1 + (0.03 x )] = 2151 [ 1+ 0,03 x )] = 2154,6567 m
300 300

b. Koreksi terhadap temperature


Setiap kenaikan 5,6 °C dari kondisi standar (15 °C = 59 °F) jarak bertambah 1 % maka :
TEFF  15 O 27,611  15
L2 = L1 x [ 1+ (0,01 x [ ])] = 2154,6567 [ 1+ 0,01 x [ 5,6
])]
5,6

= 2203,1788 m
Distance to exit taxiway = 2203,1788 m

6. Holding Bay
Pada lapangan terbang yang mempunyai lalu lintas padat perlu dibangun Holding Bay. Dengan
disediakannya Holding Bay maka pesawat dari apron dapat menuju ke landasan dengan cepat dan
memungkinkan sebuah pesawat lain untuk menyalip masuk ujung landasan tanpa harus menunggu
pesawat didepannya yang sedang menyelesaikan persiapan teknis.
Keuntungan-keuntungan Holding Bay antara lain :

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

1. Keberangkatan pesawat tertentu yang harus ditunda karena sesuatu hal, padahal pesawat
tersebut sudah masuk taxiway menjelang sampai ujung landasan tidak menyebabkan
tertundanya pesawat lain yang ada dibelakangnya. Pesawat dibelakangnya bisa melewati
pesawat didepannya diholding bay. Penundaan pesawat depan misalnya untuk
penambahan payload yang sangat penting pada saat sebelum lepas landas, penggantian
peralatan rusak yang diketahui sesaat sebelum tinggal landas.
2. Pemeriksaan altimeter (alat pengukur tinggi) sebelum terbang dan memprogram alat bantu
navigasi udara apabila tidak bisa dilakukan apron.
3. Pemanasan mesin sesaat sebelum lepas landas.

Holding Bay bisa juga digunakan sebagai titik pemeriksaan Aerodrome untuk VOR (Very Omny
High), karena untuk pemeriksaan itu pesawat harus berhenti untuk menerima sinyal dengan benar.
Ukuran Holding Bay tergantung pada :
1. Jumlah dan posisi pesawat yang akan dilayani ditentukan oleh frekuensi pemakaiannya.
1. Tipe-tipe pesawat yang akan dilayani
2. Cara-cara / perilaku pesawat masuk dan meninggalkan Holding Bay.

Ditentukan pula bahwa kebebasan antara pesawat yang sedang diparkir dengan pesawat yang
melewatinya, yaitu ujung sayap pesawat, tidak boleh kurang dari 15 m, apabila pesawat yang bergerak
adalah tipe turbo jet, dan 10 m apabila pesawat yang bergerak adalah tipe propeller.
Holding Bay harus ditempatkan di luar area kritis yaitu sekitar instalasi ILS (Instrument Landing
System) agar terhindar dari gangguan pada peralatan Bantu pendaratan. Agar tercapai operasi
penerbangan yang aman dan selamat dilapangan terbang, diperlukan jarak minimum dari sumbu
landasan ke holding bay atau posisi taxi holding, tidak boleh kurang dari persyaratan yang diberikan
pada table 4 – 12.

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

PERENCANAAN TERMINAL AREA

Perencanaan Apron
Apron merupakan bagian lapangan terbang yang disediakan untuk memuat, dan menurunkan
penumpang dan barang dari pesawat, pengisian bahan bakar parkir pesawat dan pengecekan alat
mesin yang seperlunya untuk pengoperasian selanjutnya.
Dimensi apron dipengaruhi oleh :
 Jumlah gate position
 Konfigurasi parkir pesawat
 Cara pesawat masuk dan keluar
 Karakteristik pesawat terbang, termasuk pada saat naik (take off) dan turun (landing).
Gate Position
Dalam menentukan gate position yang diperlukan, dipengaruhi oleh :
 Kapasitas runway per jam
 Jenis pesawat dan prosentasi jenis pesawat tersebut
 Lamanya penggunaan gate position oleh pesawat (gate occupancy time)
 Prosestasi pesawat yang tiba dan berangkat
Jumlah gate position ditentukan dengan rumus :
Vxt
G =
U
Dimana : V = Volume rata – rata
t = Rata – rata gate occupancy time (per jam)
U = Utilization factor (factor pemakaian)
Untuk penggunaan secara bersama oleh semua pesawat, berlaku U dengan nilai dari 0,6 – 0,8
(dipakai 0,7). Untuk roda pada gate occupancy time (t) pada setiap kelas pesawat dibagi per jam (tiap
60 menit).
- Pesawat kelas A = 60 menit
- Pesawat kelas B = 45 menit
- Pesawat kelas C = 30 menit
- Pesawat kelas D & E = 20 menit
Untuk kapasitas runway per jam (V) dibagi 2 per jumlah setiap jenis pesawat yang dilayani.
Sesuai data tugas ini, jenis pesawat yang dilayani adalah :
- Pesawat DC – 8 – 43 : 4 buah
- Pesawat B – 747 – 200 : 3 buah
- Pesawat DC – 10 – 30 : 5 buah

( 4 ) x(60 )
a. Pesawat DC – 8 – 43 (kelas A) ------ G1 = 2 60 = 2,857 ≈ 3
0,7

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

( 3 ) x(60 )
b. Pesawat B – 747 – 200 (kelas A) ------ G1 = 2 60 = 2,14 ≈ 2
0,7

( 5 ) x(60 )
c. Pesawat DC – 10 – 30 (kelas A) ------ G1 = 2 60 = 3,571 ≈ 4
0,7
Jumlah gate position untuk semua jenis pesawat yang akan dilayani adalah :
= G1 + G2 + G3
=3+2+4
= 9 buah

Turning Radius (r)


Turning radius untuk masing-masing pesawat dihitung dengan menggunakan rumus :
r = ½ x (wind span + wheel track) + fordward roll
Dimana, Fordward roll (pada keadaan standar) = 3,048 m (10 ft)
a. Pesawat DC – 8 – 43
Dik :
- wingspan = 43,4 m
- wheel track = 6,35m
Maka :
Turning Radius (r) = ½ x (43,4 + 6,35 ) + 3,048
= 27,923
Luas gate = π x r2
= π x 27,9232
= 2449,480 m

b. Pesawat B – 747 – 200


Dik :
- wingspan = 59,66 m
- wheel track = 11 m
Maka :
Turning Radius (r) = ½ x (59,66 + 11) + 3,048
= 36,854
Luas gate = π x r2
= π x 36,8542 = 4266,965 m
c. Pesawat DC – 10 – 30
Dik :
- wingspan = 49,17 m
- wheel track = 10,67 m

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Maka :
Turning Radius (r) = ½ x (49,17 + 10,67) + 3,048
= 32,968
Luas gate = π x r2
= π x 32,9682
= 3414,562m

Luas Apron
 Panjang apron :
Panjang apron dihitung dengan menggunakan rumus :
P = G . W + (G-1) c + 2Pb
Dimana : P = Panjang apron
G = Gate position
W = Wingspan
Pb = Panjang badan pesawat
C = wing tip clearance --- menurut ICAO (table 4-13)
a. Pesawat DC – 8 – 43 (kode A)
Dik : G = 3 C = 7,5 m
W= 43,4 Pb = 57,12 m
Maka : P1 = G.W +(G-1).C+2.Pb
= 3 x 43,4 + (3 – 1) x 7,5 + 2 x 57,12
= 259,44m

b. Pesawat B – 747 – 200 (kode A)


Dik : G = 2 C = 7,5 m
W= 59,6 Pb = 53,82 m
Maka : P1 = G.W +(G-1).C+2.Pb
= 2 x 59,6 + (2 – 1) x 7,5 + 2 x 53,82
= 234,34 m

c. Pesawat DC – 10 – 30 (kode A)
Dik : G = 4 C = 7,5 m
W= 49,17 Pb = 55,34 m
Maka : P1 = G.W +(G-1).C+2.Pb
= 4 x 49,17 + (4 – 1) x 7,5 + 2 x 55,34
= 329,86 m

Jadi, panjang apron total (P total) adalah :

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

P total = P1 + P2 + P3
= 259,44 m + 234,34 m + 329,86 m
=823,74 m ≈ 824 m
 Lebar Apron
Lebar apron dihitung dengan menggunakan rumus :
L = 2. P b + 3. c
Lebar apron dihitung berdasarkan pesawat rencana yaitu DC – 10 - 30
Dengan Pb = 55,35 dan C = 7,5; sehingga :
L = 2 x 55,34 + 3 x 7,5
= 133,18 m ≈ 133 m
Jadi, akan dibangun apron dengan luas total, yakni :
Luas = 824 x 133 = 109.592 m2

Perencanaan Hanggar
Hanggar direncanakan untuk 2 pesawat. Dalam hal ini direncanakan berdasarkan ukuran
pesawat rencana yaitu DC -10 -30. Luas hangar dihitung dengan rumus :
L = 2 x (wingspan x Panjang badan pesawat)
= 2 x (49,17 x 55,34)
= 5442,1356
L = 5.442 m2
Ruang gerak dan peralatan reparasi diambil 300 m²,
Sehingga total luas hangar adalah :
L total = 5.442 + 300
= 5.742 m2

Passanger Terminal
Luas passenger terminal diperhitungkan terhadap ruang gerak dan sirkulasi dari penumpang,
yaitu : untuk pesawat dengan jenis masing-masing dapat diperkirakan jumlah penumpang per pesawat
dalam 1 jam.

 Pesawat DC – 8 – 43
Dik : - Jumlah pesawat 4 buah
- Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan 130 orang/pesawat
Maka : jumlah penumpang = 4 x 130 = 520 orang

 Pesawat B – 747 – 200


Dik : - Jumlah pesawat 3
- Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan 364 orang/pesawat

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Maka : jumlah penumpang = 3 x 364 = 1092 orang

 Pesawat DC – 10 – 30
Dik : - Jumlah pesawat 5
- Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan 345 orang/pesawat
Maka : jumlah penumpang = 5 x 345 = 1725 orang

Total penumpang = 520 orang + 1092 orang + 1725 orang


= 3.337 orang
Asumsi : Jika tiap orang memerlukan ruang gerak 3 m 2 dan tiap penumpang membawa 2 orang
pengantar. Maka, luas passenger terminal adalah :
L = [3.337 + (2 x 3.337)] x 3 = 30.033 m2

Parking area
Ada beberapa cara untuk menentukan luas parking area, walaupun kadang-kadang cara tersebut
tidak dapat dilakukan karena ada perbatasan.
Cara-cara tersebut antara lain :
1. Mendapatkan proyeksi harian penumpang yang masuk (datang) dan keluar (berangkat) lapangan
terbang. Jumlah ini dikonversikan kejumlah kendaraan untuk menentukan akumulasi puncak dari
jumlah kendaraan.
2. Menghubungkan akumulasi maksimum jumlah kendaraan dengan jam-jam sibuk jumlah penumpang
pada tahun yang diketahui. Koreksi ini dipergunakan untuk memproyeksikan permintaan kendaraan
pada jam-jam sibuk dimasa depan.
Batasan dari kedua cara ini adalah : karakteristik sifat kendaraan sulit untuk menentukan tingkat
estimasi kendaran dan lain-lain. Rata-rata luas ruang parkir untuk 1 mobil adalah lebar 2,6 m dan
panjang 5,5 m
Dalam tugas ini telah dihitung :
- Banyaknya penumpang pada jam sibuk = 3.337 orang
- Banyaknya pengantar (2 pengantar / penumpang) = 6.674 orang
- Total = 10.011 orang

Asumsi : Tiap mobil memuat 3 orang


Sehingga jumlah mobil : 10.011 / 3 = 3337 kendaraan
Asumsi : Jumlah mobil pengantar = jumlah mobil penjemput

Jadi, jumlah mobil keseluruhan : 2 x 3337 = 6.674 kendaraan


Diketahui bahwa ukuran pemakaian ruang parkir yang normal untuk 1 buah mobil termasuk bagian
samping adalah : 2,6 x 5,5 = 14,3 m2

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Jadi, luas areal parkir yang direncanakan adalah :


= 14,3 x 6.674 = 95438,2 m2
Ruang gerak sirkulasi dari pada mobil sama dengan luas areal parkir mobil. Jadi, total luas areal parkir
adalah :
L total = 2 x 95438,2 m2
= 190876,4 m2

Terminal Building
Terminal building fungsinya adalah untuk melayani segala keperluan yang akan berangkat dan
tiba, termasuk barang-barangnya. Untuk memenuhi segala kebutuhan yang menyangkut kebutuhan
penumpang tersebut didalam terminal building harus memenuhi fasilitas-fasilitas antara lain :
a. Fasilitas untuk operasi perusahaan penerbangan
- Ruang perkantoran
- Tempat penerimaan bagasi
- Tempat untuk memproses keberangkatan penumpang
- Ruang kedatangan penumpang
- Loket informasi
- Ruang telekomunikasi
- Ruang petugas keamanan

b. Fasilitas untuk kantor pemerintah


- Kantor bea dan cukai
- Kantor pos
- Kantor / Stasiun pengamat cuaca
- Kantor kesehatan

c. Fasilitas untuk kenyamanan penumpang


- Restoran
- Pertokoan
- Ruang tunggu
- Ruang VIP
- Telepon umum
- Bank / ATM
- Asuransi
- Tempat penitipan barang
- Dll

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

PERENCANAAN PERKERASAN STRUKTURAL

Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya
dukung yang berlainan. Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat. Permukaan yang
rata menghasilkan jalan pesawat yang comfort, maka harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas
kebawah cukup kekerasan dan ketebalannya sehingga tidak mengalami “DISTRES” (perubahan
bentuk perkerasan karena tidak mampu menahan beban yang diberikan di atasnya).
Perkerasan fleksibel adalah perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dan agregat digelar di
atas permukaan material granular mutu tinggi. Perkerasan fleksibel terdiri dari lapisan surfase course,
base course dan subbase course. Masing-masing bisa terdiri dari satu atau lebih lapisan. Semuanya
digelar diatas tanah asli yang dipadatkan (subgrade) yang bisa terletak diatas tanah timbunan atau asli.
Perkerasan kaku (rigid) adalah perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton,digelar di atas
granular atau subbase course yang telah dipadatkan dan ditunjang oleh lapisan tanah asli dipadatkan
(subgrade), yang pada kondisi-kondisi tertentu kadang-kadang subbase tidak diperlukan.

A. Perencanaan Perkerasan Struktural fleksibel Runway dan Taxiway


Dari data yang ada :
 Maximum Take Off Weight (MTOW)
- DC 8 – 43 = 144242 kg
- B 747 – 200 = 352893 kg
- DC 10 – 30 = 260816 kg
 Roda Pendaratan
- DC 8 – 43 = DTWG
- B 747 – 200 = DDTWG
- DC 10 – 30 = DDTWG
 Annual Departure

Jenis Pesawat Annual Departure


DC 8 – 43 15.000
B 747 - 200 6.000
- CBR Sub DC 10 – 30 15.000 Base : 25 %
- CBR Sub Grade :
Titik 1 2 3 4 5 6
CBR 4 8 7 5 4 5

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

* Perhitungan Nilai CBR


- Cara analitis
Jumlah titik =6
X = Xi/n
= (4 + 8 + 7 + 5 + 4 + 5) / 6
= 5,5
Titik (n) CBR (Xi) (Xi – X)2
1 4 2,25
2 8 6,25
3 7 2,25
4 5 0,25
5 4 2,25
6 5 0,25
Jumlah 13,5
( Xi X ) 2
13,5
Simpangan Baku : Sd = = = 1,643
n 1 5

Nilai CBR batas bawah Nilai CBR batas atas


X – sd = 5,5 – 1,643 X – sd = 5,5 + 1,643
= 3,857 = 7,143

Jadi pada kondisi confidance kumulatif 95 % didapat nilai CBR Subgrade di antara 3,857 % dan 7,143
%. Dalam tugas ini CBR rencana diambil 5,5 % (tanah buruk) untuk nantinya akan distabilisasi ke CBR
7 % (tanah yang baik).

* Perhitungan Tebal Perkerasan


Dik : CBR Sub Grade : 5,5 %
CBR Sub Base : 25 %
Pesawat yang dilayani :
Jenis Pesawat Annual Departure
DC 8 – 43 15.000
B 747 – 200 6.000
DC 10 – 30 15.000

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

- Menentukan pesawat rencana


MTOW (kg) Annual Tebal total perkerasan Jumlah
Tipe roda
Pesawat Departure sementara Roda
pendaratan

DC 8 – 43 144242 DTWG 15000 45” 8


B 747 - 200 352893 DDTWG 6000 48” 16
DC 10 – 30 260816 DDTWG 15000 50” 16

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Karena tebal total perkerasan sementara terbesar adalah 50” dari pesawat, maka yang dipakai sebagai
pesawat rencana untuk menentukan tebal perkerasan adalah pesawat DC – 10 - 30 (dengan tipe
roda pendaratan DDTWG).

- Menghitung Ekuivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana


1. Hitung R2
2. Hitung W2 (kg)

W2 = 1 x 0,95 x MTOW tiap pesawat


n
n = jumlah roda masing-masing pesawat

3. Hitung W1 (kg)

W1 = 1
n x 0,95 x MTOW pesawat rencana
n = jumlah roda pesawat rencana
= 16 buah

4. Hitung R1 dengan rumus = Log R1 = Log R2 ( w2


1
)2
w1
1
W2 2
R1 = 10 log R 2 (
W1
)

 Pesawat DC – 10 – 30
R2 = 15000 = 15000
W1 = 1/16*(0,95)* (260.816) = 15.485,95 kg
W2 = 1/16*(0,95)* (260.816) = 15.485,95 kg
W2 1 / 2
log R1  log R 2 x ( )
W1

15.485,95 1 / 2
log R1  log 15000 x ( )
15.485,95

R1 = 15000

 Pesawat B – 747 - 200


R2 = 6000
W1 = 15.485,95 kg
W2 = 1/16*(0,95)* (352.893) = 20.958,36 kg
W2 1 / 2
log R1  log R 2 x ( )
W1

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

20.958,36 1 / 2
log R1  log 6000 x ( )
15.485,95

R1 = 24.848,80

 Pesawat B – 8 - 43
R2 = 15000*(1,0) = 15000
W1 = 15.485,95 kg
W2 = 1/8*(0,95)* (144.242) = 17.128,73 kg
W2 1 / 2
log R1  log R 2 x ( )
W1

17.128,73 1 / 2
log R1  log 15000 x ( )
15.485,95

R1 = 24.661,2

Jadi total Equivalent Annual Departure adalah :


R1 total = 15000 + 24.848,8 + 24.661,2
= 64.510

Jumlah Annual
Pesawat MTOW R2 W2 W1 R1
Roda Departure

DC 10 – 30 8 15000 260.816 15.000 15.485,95 15.485,95 15.000

B 747 – 200 16 6000 352.893 6.000 20.958,36 15.485,95 24.848,8

DC 8 – 43 16 15000 144.242 15.000 17.128,73 15.485,95 24.661,2


= 64.510
EKUIVALENT ANNUAL DEPARTURE (R1)

Jadi Equivalent Annual Departure yang akan digunakan dalam menghitung tebal perkerasan adalah
64.510.

Menghitung tebal perkerasan dengan pesawat rencana

Data – data yang diperlukan untuk perhitungan :


- pesawat rencana : DC 10 - 30
- MTOW : 260.816 kg
- Tipe roda pendaratan : DDTWG
- Equivalent annual departure : 64.510
- CBR Sub Grade : 5,5 %
- Direncanakan subgrade dengan stsbilitas tanahmencapai CBR = 7%
- CBR Sub Base : 25 %

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Subgrade CBR = 5,5 %


Didapat lebar total = 50 inch
Koreksi 105,132 %, maka tebal total = 105,132 % x 50 inch = 52,566 inch
Subbase CBR = 25% didapat tebal = 26 inch
Koreksi 102 %, maka tebal = 105,132 % x 26 inch = 27,33 inch
Jadi total subbase = 52,566 – 27,33 = 25,236 inch
Surface = 5 inch
Jadi, tebal Base course = 27,33 – 5 = 22,33 inch

SURFACE 5”

BASE CORSE 22,33”


52,566”

SUB BASE COURSE y = 25,36”

SUB GRADE CBR 5,5 %

 Sub Grade stabilisasi CBR = 7 %


Didapat tebal total = 50 inch
Subbase CBR = 25% didapat tebal = 26 inch
Jadi total subbase = 50 – 26 = 24 inch
Surface = 5 inch
Jadi, tebal Base course = 26 – 5 = 21 inch

SURFACE 5”
BASE COURSE 21”

50”
SUB BASE COURSE x = 24”

SUB GRADE STABILISASI CBR 7%


SUB GRADE TANAH ASLI CBR 5,5 %

 Sub Grade stabilisasi CBR = 7 % dengan tebal total = 50 inch

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Didapat tebal minimum Base Course = 20,5 inch


Jadi didapat tebal subbase adalah : 24 + 21 – 20,5 = 24,5 inch

SURFACE 5”
BASE COURSE 20,5”

50”
SUB BASE COURSE x = 24,5”

SUB GRADE STABILISASI CBR 7%


SUB GRADE TANAH ASLI CBR 5,5 %

Dengan menggunakan rumus :


t ( y  x)
z = y  ( x  y)

Dimana : z = Tebal subbase yang ditentukan

y = Tebal subbase untuk tanah A

x = Tebal subbase untuk tanah B

t = Tebal subbase stabilitas sari lapisan tanah B

Maka,

t ( y  x)
z = y  ( x  y)

t (25,236  24)
24,5 = 28,6 
(24  25,236)

t = 29,32 inch = 74,473 cm

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

SURFACE 5”
BASE COURSE 20,5”

50”
SUB BASE COURSE x = 24,5”

SUB GRADE STABILISASI CBR 7% t = 29,32


SUB GRADE TANAH ASLI CBR 5,5 %

B. Perencanaan Perkerasan Kaku Untuk Apron


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketebalan perkerasan rigid antara lain :
 Lalu-lintas pesawat
 Ramalan lalu-lintas
 Kekuatan subgrade atau kombinasi subbase-subgrade
Perencanaan perkerasan kaku untuk apron dihitung berdasarkan metode FAA.
Dalam menentukan perkerasan rigid dengan metode FAA (lihat buku “Merancang, Merencana
Lapangan Terbang” hal 356), dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tentukan ramalan ‘Annual Departure” dari masing-masing pesawat.


2. Tentukan tipe roda pendaratan untuk setiap tipe pesawat.
3. Tentukan maximum take off weight dari maing-masing pesawat.
4. Tentukan tipe pesawat rencana,dengan prosedur dibawah ini ;
- perkirakan harga K dari subgrade (dalam tugas telah ditentukan)
- tentukan flexural strength beton

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

- gunakan data-data dari flexural strength,harga k,MTOW,dan annual departure untuk


menentukan tebal perkerasan yang diperlukan,yang akan didapat dengan memakai
kurve-kuve rencana yang sesuai dengan tipe-tipe pesawat.
1. Konversikan tipe roda pendaratan tiap tipe pesawat yang diramalkan
harus dilayani ke pesawat rencana
2. Tentukan wheel load tiap-tiap tipe pesawat ,95 % MTOW ditopang oleh
roda pendaratan.
3. Hitung equivalent annual departure
4. Hitung total equivalent annual departure.
5. Gunakan harga-harga flexural strength, harga k, MTOW pesawat
rencana,dan equivalent annual departure total sebagai data untuk menghitung
perkerasan rigid dengan kurva rencana yang sesuai.

MTOW Tipe Roda Forecast Annual Jumlah


Pesawat
(kg) Pendaratan Departure Roda
Dual Tandem Wheel
DC 8 – 43 144242 15000 8
Gear (DTWG)
Double Dual Tandem
B 747 200 352893 6000 16
Wheel Gear (DDTWG)
DoubleDual Tandem
DC 10 - 30 260816 15000 16
Wheel Gear (DDTWG)

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Menentukan tipe pesawat rencana


Harga k (modulus of subgrade reaction) adalah 300 psi. Direncanakan untuk apron
menggunakan beton dengan mutu K-300 dimana untuk K-300 = 300 kg/cm 2 = 300 x 14,22 lb/in 2 =
4266 Psi. sehingga flexural strength adalah ;
1
MR = k x (fc’) 2 ; k = konstanta (8, 9, atau 10)----diambil k =10

1
MR = 10 x ( 4266) 2

= 653,146 Psi
Di plot pada grafik untuk masing – masing pesawat nilai flexural strength,harga k,MTOW,dan annual
departure.
DC 10 – 30 tebal perkerasan adalah 16,8 inchi ≈ 17 inchi
B 747 - 200 tebal perkerasan adalah 15,65 inchi ≈ 16 inchi
DC 8 - 43 tebal perkerasan adalah 15,5 ≈ 16 inchi

Setelah melihat tebal perkerasan yang dihasilkan oleh masing – masing pesawat diperoleh bahwa
pesawat DC 10 - 30 dengan konfigurasi roda DTWG yang menghasilkan perkerasan rigidl paling tebal
yaitu 17 inchi.

Menghitung Ekuivalent Annual Departure (R 1) pesawat rencana


Hitung R2
R2 = Faktor konversi ke DWG x Annual departure pesawat.
Faktor konversi dari DDTWG ke DTWG (dilampirkan tabel 6-6) = 1,0
Tabel Faktor Konversi
Konversi dari ke Faktor Pengali
Single wheel Dual Wheel 0,80
Single wheel Dual Tandem 0,50
Dual Wheel Dual Tandem 0,60
Double Dual Tandem Dual Tandem 1,00
Dual Tandem Single wheel 2,00
Dual Tandem Dual Wheel 1,70
Dual Wheel Single wheel 1,30
Double Dual Tandem Dual Wheel 1,70

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

1. Hitung W2

W2 = 1
n x 0,95 x MTOW tiap pesawat
n = jumlah roda masing-masing pesawat
2. Hitung W1

W1 = 1
n x 0,95 x MTOW pesawat rencana
n = jumlah roda pesawat rencana
= 8 buah

4. Hitung R1 dengan rumus = Log R1 = Log R2 ( w2


1
)2
w1
1
W2 2
R1 = 10 log R 2 (
W1
)

 Pesawat DC – 10 – 30
R2 = 15000 = 15000
W1 = 1/16*(0,95)* (260.816) = 15.485,95 kg
W2 = 1/16*(0,95)* (260.816) = 15.485,95 kg
W2 1 / 2
log R1  log R 2 x ( )
W1

15.485,95 1 / 2
log R1  log 15000 x ( )
15.485,95

R1 = 15000

 Pesawat B – 747 - 200


R2 = 6000
W1 = 15.485,95 kg
W2 = 1/16*(0,95)* (352.893) = 20.958,36 kg
W2 1 / 2
log R1  log R 2 x ( )
W1

20.958,36 1 / 2
log R1  log 6000 x ( )
15.485,95

R1 = 24.848,80

 Pesawat B – 8 - 43
R2 = 15000*(1,0) = 15000
W1 = 15.485,95 kg
W2 = 1/8*(0,95)* (144.242) = 17.128,73 kg

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

W2 1 / 2
log R1  log R 2 x ( )
W1

17.128,73 1 / 2
log R1  log 15000 x ( )
15.485,95

R1 = 24.661,2

Jadi total Equivalent Annual Departure adalah :


R1 total = 15000 + 24.848,8 + 24.661,2
= 64.510

Gunakan harga-harga flexural strength, harga k, MTOW pesawat rencana,dan equivalent


annual departure total sebagai data untuk menghitung perkerasan rigid dengan kurva rencana yang
sesuai. Dengan demikian didapat tebal perkerasan rigid yang dibutuhkan pesawat adalah 7,17” ≈ 8” =
20,32 ≈ 21 cm.

21 cm Slab Beton
31 cm

10 cm Sub Base (Pasir Batu)

Sub Grade

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

C. Perhitungan Penulangan (Pembesian)


Jumlah besi yang diperlukan untuk penulangan pada perkerasan rigid ditentukan dengan
rumus:
0,64 L L t
As =
fs

Dimana : As :luas penampang melintang setiap lebar/panjang slab (inch)/luas


penampang besi tulangan ( cm 2 )
L : panjang/lebar slab ( m atau juga ft)
H : tebal slab ( inchi atau mm ), tebal perkerasan rigid yang paling kritis
Fs : tegangan tarik baja (Psi atau MN/m)
Dari data :
- mutu baja : U – 32
kg
- fs : 1850
cm 2
-H : 18,21 cm
-L : diambil 5 m, sebagai perencanaan baik.
0,64 x 500 500 x 21
o Tulangan : As = = 17,72 cm 2
1850

Direncanakan menggunakan tulangan D-10 mm, dimana :


1
Luas penampang (As) = D 2
4
1
=  10 2
4

= 78,58 2
mm
= 0,785 cm 2

17,72
Jumlah Tulangan : n = 0,785 = 21,02 ≈ 22 buah

500
Jarak Tulangan : = 22,57 ≈ 23 cm
22
Jadi Tulangan yang dipakai adalah 22 D – 10 mm – 23 cm

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

D. Joint (Sambungan)
Joint dibuat pada perkerasan kaku agar beton bisa mengembang dan menyusut sehingga
mengurangi tekanan bengkok akibat gesekan, perubahan temperatur, perubahan kelembaban, serta
untuk melengkapi konstruksi.
Joint dikategorikan menurut fungsinya, yaitu joint yang berfungsi untuk mengembang
(expansion joint) dan susut (contruction joint).
1. Expansion Joint
Expansion joint berfungsi ruang untuk beton mengembang sehingga terhindar adanya
tegangan tekuk.yang tinggi yang bisa menyebabkan slab beton menjadi lengkung.
Biasanya expansion joint dibuat pada slab beton yang menyudut pada satu sama lain.
2. Construction Joint
- Memanjang
Joint seperti ini terdapat pada tepi setiap jalur pengecoran dan dibuat dengan
menggunakan tulangan dowell sebagai pemindah beban pada bagian itu. (Tipe C, lihat
buku “Merancang, Merencana lapangan Terbang”, hal 388).
T 0.1 T

2
T 0.2 T
Slope 1:4

Tipe C - Kunci

- Melintang
Sambungan melintang diperlukan pada akhir pengecoran setiap harinya, apabila

pengecoran diperhitungkan akan berhenti selama 1 jam atau lebih, misalnya karena
2
hujan akan turun sehingga pengecoran berhenti. Pada titik penghentian ini harus
dibuat construction joint melintang. Apabila penghentian ini sudah dekat dengan
construction joint rencana, maka disarankan membuat joint dengan dowell.

0.5 T

0.5 T
T

Dowel diberi gemuk satu sisi

TipeD - Dowel
3. Constraction Joint (Dummy Joint)
Yaitu suatu permukaan pada potongan beton yang sengaja diperlemah sehinga bila
terjadi penyusutan slab beton, tegangan susut bisa diperingan. Dan bila material beton
harus retak, retak terjadi pada bidang yang telah dipersiapkan itu. Tegangan susut bisa
terjadi dikarenakan perubahan temperature, kelembaban dan geseran.
- Memanjang

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

Dipakai untuk jalur pengecoran yang lebarnya melebihi 25 ft dan dibuat


diantara 2 construction joint memanjang, yang menurut joint tipe H.

Alurnya digergaji atau


dicetak pada acuan

TipeH - Dummy
- Melintang
FAA menyarankan pembesian dowell untuk 2 joint pertama pada masing-
masing sisi dari expansion joint dan semua construction joint melintang dalam perkerasan
rigid dengan penulangan. Untuk construction joint ini digunakan menurut construction joint
tipe F.
Alurnya digergaji atau
dicetak pada acuan

0.5 T

0.5 T
T

Dowel diberi gemuk satu sisi

Tipe F - Dowel

4. Jarak Antar Joint


Jarak anatr joint berdasarkan table 6-14 (dilampirkan) untuk slab beton dengan tebal
lebih besar dari 15” (38,1 cm), maka jarak joint maksimum baik untuk melintang dan
memanjang adalah 25 ft.
5. Joint Sealant
Dipakai untuk mencegah menembusnya air dan benda asing kedalam joint. Dalam
perencanaan ini dipakai joint sealant siap pasang yang sudah diproduksi dari pabrik.
Ukuran joint sealant ini diambil berdasarkan daftar dari PSA seperti tercasntum pada table

6-17. Untuk jarak joint 25 ft dipakai lebar joint 1 ” dan lebar seal 9
4 16 ”.
6. Dowell
Besi ini dipasang pada joint. Berfungsi sebagai pemindah beban melintang
sambungan, juga berfungsi mengatasi penurunan vertical relative pada slab beton ujung.
Ukuran dowell harus proporsional dewngan beban yang harus dilayani dan direncanakan
untuk berbagai tebal slab seperti tercantum pada table 6-15 (dilampirkan).
Untuk tebal slab beton 7,17” ≈ 8”
- Diameter : 1” (25 mm)
- Panjang : 19” (46 cm)
- Jarak :12” (31 cm)

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

- Cara grafis
 Batas Atas
CBR dari data sebelumnya :
CBR Frekuensi (f) f f Kumulatif
 f  f x 100 %
4 2 0,3333 33,33 % 33,33 %
5 2 0.3333 33.33 % 66,66 %
7 1 0,1666 16,66 % 83,32 %
7,79 - - - 95 %
8 1 0,1666 16,66 % 100 %
 f  6

Untuk confidance 95 %, CBR yang terwakili 7,79 %


- Cara grafis :

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

 Batas Bawah
CBR dari data sebelumnya :
CBR Frekuensi (f) f f Kumulatif
 f  f x 100 %
8 1 0,1666 16,66 % 16,66 %
7 1 0,1666 16,66 % 33,32 %
5 2 0.3333 33.33 % 66,65 %
5,46 - - - 95 %
4 2 0.3333 33.33 % 100 %
 f  6

Untuk confidance 95 %, CBR yang terwakili 5,46 %

Tugas :

PERENCANAAN BANDAR UDARA

CHRISIANSEN KAUNANG

070 211 015

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015


Tugas Lapangan Terbang

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO 2010

Chrisiansen Kaunang / 070 211 015

You might also like