You are on page 1of 16

A.

Pengertian
AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit
keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan
dan syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-
kata tersebut dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV)(Sudoyo,2006).

B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatau agen viral yang disebut
HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
lympadenopathy Associate Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Vius
(HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus) Retrovirus
ditularkan melalui (Nurarif, 2013) :
1. Hubungan seksual (anal , oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang telah terinfeksi vius HIV.
2. Jarum suntik/ tindik/ tato yang tidak steril dan pakai bergantian
3. Mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV
4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui air susu ibu (asi)

C. Patofisiologi
Menurut Nurarif, (2013) penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatau
agen viral yang disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang
disebut lympadenopathy Associate Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia
Vius (HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus)
Retrovirus ditularkan melalui: Hubungan seksual (anal , oral, vaginal) yang
tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi vius
HIV.Jarum suntik/ tindik/ tato yang tidak steril dan pakai bergantian.
Mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV. Ibu penderita HIV
positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui
air susu ibu (asi). Human Immunodeficiency Virus (HIV) ini masuk kedalam
tubuh dengan menginfeksi sistem kekebalan tubuh yang sering disebut CD4
atau Sel T, saat sistem kekebalan tubuh terinfeksi makan jumlah CD4 akan
menurun (CD4 < 200 sel per ml) sehingga sistem kekebalan tubuh akan
melemah dan dapat menimbulkan gejala penurunan bb (<10%) tanpa sebab,
infeksi saluran pernafasan atas, sariawan, diare, badan menjasi kurus,
kesadaran menurun, nyeri sendi, bercak merah dikulit, kandidiasis. Dari
beberapa tanda gejala diatas dapat menimbulkan berbagai macam masalah
kesehatan, penangan lebih lanjut dapat mencegah infeksi pada pasien HIV,
obat-obatan viral, support emosional.

D. Manifestasi klinik
Menurut Nurarif, (2013) ada beberapa manifestasi klinik berdasarkan
gambaran klinik :
1. Fase klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh
2. Fase klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab, infeksi saluran pernafasan atas
(sinusitis, tonsilitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster,
infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, popular pruritik, eruption,
infeksi jamur pada kuku.
3. Fase klinik 3
Penurunan BB (>10%) tanpa sesab, diare kronik tanpa sebab sampai >1
bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan). Kandidiasis oral
menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat
misalnya: pneumonia, empyema (nanah dirongga tubuh terutama pleura,
abses pada otak skelet, infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakterimia,
gangguan inflamasi berat pada pelvik, stomatitis, ginggivitis atau
periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl)
4. Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis pneumonia,
pneumonia bakteri berulang, infeksi herpes simplex kronik (orolabial,
genetalia atau anorektal >1 bulan) Oesophageal candidiasis, TBC,
toksoplasma di SSP, miningitis, infeksi progresif.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan menurut Nurarif, (2013) yaitu:
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk
HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang
mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan
dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau
lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau
lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut
ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya
AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat
esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel.
Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta),
efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel
tuan rumah dan dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa
kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari
intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang
mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan
pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke
anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang
dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa
hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian
pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi
50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan
sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari
Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV
sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa
satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi
tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa
obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling
kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV
sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi
occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP,
maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang
yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk
memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk
mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan
memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk
PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari
PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah
terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan
bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya
pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses
terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif
100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan
mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula
kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang
terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti
HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset
AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi,
tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan
secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks,
2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis

F. Komplikasi
1. MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
2. Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
3. Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
4. Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
G. Konsep asuhan keperawatan
1. Demografi
Berisi identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan
imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.
Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan
penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji
status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan
penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
a. Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapiradiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
b. Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein – liosing enteropati (peradangan usus).

3. Pengkajian perubahan pola fungsi


a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleran activity, progresi malaise, perubahan
pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b. Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada
cedera.
Tanda : Perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan, mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
d. Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,
perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
e. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi
yang buruk, edema
f. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan
status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal, tremor, kejang, hemiparesis, kejang.
h. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum/local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada
pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentan
gerak, pincang.
i. Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak
pada dada
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya
sputum.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka, transfuse darah,
penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal/ abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan
umum.
k. Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan, herpes genetalia
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
m. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi,
penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik.

4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Serologi
Didapatkan sero positif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan
IgM.Deteksi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody
(IFA), aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbentassay (ELISA).
Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi
kemudian bertahan seumur hidup.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mono nuclear predominan
dan elevasi protein.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase
Chain Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif
pada cairan bronco alveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari
penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang
positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena
tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.
d. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple
dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan
homogen dan disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya.
Ensefalitis tokso plasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa
lesi.
e. Biopsiotak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsy otak .

5. Pathways keperawatan (terlampir)


6. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
mukus berlebihan
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan asupan oral
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keadaan mudah letih
f. Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi
7. Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan agen cidera a. Pain level a. Lakukan pengkajian nyeri
biologis b. Pain control b. Observasi non verbal dari
c. Comfort level rasa keridaknyamanan
Kriteria hasil: c. Gunakan komunikasi
a. Mampu mengontrol nyeri terapeutik untuk mengetahui
b. Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang d. Konrol lingkungan yang
c. Menyatakan rasa nyaman dapat mempengaruhi nyeri
nyeri berkurang seperti suhu ruang,
pencahayaan, kebisingan.
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologi (nafas
dalam dan distraksi)
f. Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri.
g. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri.
Ketidakefektifan pola NOC NIC
napas berhubungan a. Respiratory status: a. Monitor respirasi dan
dengan hiperventilasi ventilation saturasi
b. Respiratory status: airway b. Monitor TD, nadi, suhu,
patency dan RR
c. Vital sign status c. Monitor aliran oksigen
Kriteria hasil: d. Oxygen therapi
a. Menunjukan jalan napas e. Pertahankan jalan napas
yang paten (frekuensi yang paten
pernapasan dalam rentang f. Posisikan pasien untuk
normal) memaksimalkan ventilasi
b. Tanda-tanda vital dalam g. Atur intake untuk cairan
rentang normal (tekanan mengoptimalkan
nadi, tekanan darah) keseimbangan
Ketidakefektifan bersihan NOC: NIC:
jalan napas berhubungan a. Respiratory status: a. Monitor status oksigen
dengan sekresi mukus Ventilation pasien
berlebihan b. Respiratory status: airway b. Pastikan kebutuhan oral
patency suction
Kriteria hasil: c. Informasikan pada klien dan
a. Menunjukan jalan napas keluarga tentang suction
yang paten (irama nafas, d. Berikan O2 dengan
frekuensi napas dalam menggunakan nasal untuk
rentang normal, tidak ada memfasilitasi suction
suara napas abnormal) nasotrakeal
e. Lakukan suction untuk
mengeluarkan sekret
f. Kolaborasi pemberian obat
untuk mengencekan sekret

Ketidakseimbangan NOC: NIC:


nutrisi kurang dari a. Nutrition status a. Monitor adanya penurunan
kebutuhan berhubungan b. Nutrition status: flood and berat badan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
dengan penurunan asupan fluid intake b. Monitor jumpah aktivitas
oral c. Nutrien intake c. Monitor kulit kering dan
Kriteria hasil: perubahan pigmentasi
a. Adanya peningkatan berat d. Monitor turgor kulit
badan sesuai dengan tujuan e. Monitor rambut kering,
b. Berat badan ideal sesuai kusam, mudah patah
dengan tinggi badan f. Ajarkan pasien bagaimana
c. Mampu mengidentifikasi membuat cacatan makanan
kebutuhan nutrisi harian
g. Ajarkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
h. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
i. Berikan makanan yang
terpilih, support makan
sedikit tapi sering
j. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Intoleransi aktivitas NOC NIC
berhubungan dengan a. Energy conservation a. Monitor respon fisik, emosi,
keadaan mudah letih b. Activity tolerance sosial, dan spiritual
c. Self care b. Bantu klien untuk
Kriteria hasil: mengidentifikasi aktivitas
a. Berpartisipasi dalam yang mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa disertai c. Bantu untuk memilih
peningkatan tekanan darah, aktivitas yang konsisten
nadi dan RR sesuai dengan kemampuan
b. Mampu melakukan aktivitas fisik
sehari-hari d. Bantu klien untuk membuat
c. Tanda-tanda vital normal jadwal latihan diwaktu
d. Mampu berpindah luang
e. Bantu pasien untuk
mengambangkan motivasi
diri dan penguatan
f. Kolaborasi dengan tenaga
rehabilitas medik dalam
merencanakan program
terapi yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda, 2013. Aplikasi Asuhan Bedasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Herdman T Heather, 2015. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-
2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIV/AIDS DI
RUANG RAJAWALI 6B RSUP DR KARIADI SEMARANG

Persiapan Praktik Ruang : Rajawali 6B


Tanggal Praktik : 30 Oktober – 11 November 2017
Nama Mahasiswa : Dewi Sinta W. K
NIM : G3A017074
Nama Pembimbing :
Saran Pembimbing :
Tanda Tangan Pembimbing :

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

You might also like