Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Pengawasan Minum Obat (PMO)
Skripsi Pengawasan Minum Obat (PMO)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menurut laporan WHO (1999) diperkirakan 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara berkembang. Sekitar 75% pasien
10% dari penderita TB sedunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101 orang. Insidensi kasus TB BTA positif
Ancaman TB Paru yang lain adalah adanya Multiple Drug Resistance (MDR) yang
terjadi karena penderita TB tidak patuh dalam mengkonsumsi Obat Anti TBC
(OAT) secara teratur, hal ini disebabkan karena beberapa hal salah satunya adalah
Obat (PMO) dan penderita itu sendiri. Hal tersebut bisa terjadi tidak tuntasnya
pengobatan TB Paru yang relatif lama dan kebosanan pada penderita dalam
OAT yang tersedia saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang
cukup banyak dan dapat menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh karena itu
dikembangkan dan digunakan sejak 2003 OAT jenis FDC yaitu kombinasi OAT
dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dengan jumlah kandungan masing-masing
penggunaan Obat Anti TBC jenis Fixed Dose Combination (OAT-FDC) atau
2002).
Berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2007
untuk TB Paru penemuan kasus baru BTA (+) tahun 2005 sebanyak 17.523 orang,
tahun 2006 sebanyak 17.304 orang dan tahun 2007 tribulan II sebanyak 8.225
orang, diketahui jumlah kasus baru BTA (+) setiap tahun mengalami trend yang
kasus penderita TB dengan BTA (+) sejumlah 755 kasus dengan jumlah suspek
9.088 kasus, kasus BTA neg, Rontgen positif sejumlah 905 kasus. Angka
kesembuhan berjumlah 679 kasus, Angka CDR 57%, proporsi angka BTA (+)
45%. Sedangkan berdasarkan profil Puskesmas Klirong I pada tahun 2008 sampai
dengan sekarang jumlah pasien TB Paru BTA (+) sejumlah 31 kasus, BTA (–)
Rontgen (+) sejumlah 11 kasus, pasien luar wilayah 18 kasus. BTA Rate 7,8 %,
CDR 56%, Proporsi BTA (+) berjumlah 81 %, pengobatan lengkap 4 kasus, dan
rumah dari PMO. Dari data tingkat kepatuhan pasien berobat di Puskesmas
Klirong I pada tahun 2008 sejumlah 12 orang (50 %), pada tahun 2009 sejumlah 7
menelan obat sesuai jumlah dan waktu minum obat yang ditentukan. Penderita
dari 2 minggu akan mengulangi pengobatan dari awal dengan tetap memeriksakan
Peran perawat di puskesmas dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dan
B. Perumusan Masalah
berobat?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melakukan evaluasi sejauh mana hubungan pengetahuan PMO tentang
berobat.
2. Tujuan Khusus
OAT - FDC
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Masyarakat
a. Lingkup Keilmuan
b. Lingkup Masalah
c. Lingkup Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah seluruh PMO dan pasien TB Paru di Puskesmas
Klirong I.
d. Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus sampai Oktober tahun 2009.
F. Keaslian Penelitian
dilakukan, tetapi penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain oleh:
1. Basuki (2005) dengan judul ” Peran Pengawas Menelan Obat Pada Penderita
orang responden dari PMO dan 34 orang responden dari pasien TB Paru,
kalau dirinya menjadi PMO dan terdapat 19 orang PMO (55,88 %) tidak
tinggal serumah dengan penderita dan PMO yang tinggal serumah dengan
mengetahui kalau pasien TBC sudah minum OAT, 28 orang pasien TBC
minum obat secara teratur dan 6 orang pasien (17,65 %) tidak minum OAT
secara teratur, hal ini kemungkinan karena PMO tidak tinggal serumah
dengan pasien atau mungkin karena pasien merasa sudah sembuh atau bosan
digunakan yaitu menggunakan OAT terbaru yaitu jenis FDC. Selain itu
ini dilakukan selama 2 bulan dengan jumlah responden 33 orang dari 250
penelitian yang dilakukan Frida Ani Noor dengan penelitian yang dilakukan
penulis meneliti PMO tidak hanya sebatas pada keluarga tetapi seluruh PMO
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengetahuan
a. Definisi
tahu dari manusia, yang menjawab what dan terjadi setelah orang
(Nurhidayati, 2005)
b. Tingkat Pengetahuan
1. Tahu (know)
2. Memahami (comprehension)
3. Aplikasi (Application)
sebenarnya).
4. Analisis
lain.
5. Sintesis
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
6. Evaluasi
c. Dasar-Dasar Pengetahuan
1) Pengalaman
diri sendiri,
Maha Esa.
2) Ingatan
dipercaya.
6) Logika
7) Bahasa
telah diketahuinya.
pengetahuan.
pengetahuan.
5) Pendidikan
(Depdiknas,2003).
pendidikan tinggi.
berjenjang.
menjadi:
seorang PMO dan PMO harus diberi pelatihan singkat tentang perlunya
pengawasan minum obat setiap hari. Beberapa hal yang perlu diketahui
obat dan mengetahui cara mengatasi bila ada efek samping, cara
dan jika tidak minum OAT satu kali, maka fase awal dan seminggu
3. Pengobatan TB Paru
dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, supaya semua
kuman persister dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan
ditelan sebagai dosis tunggal pada saat perut kosong. Apabila paduan
Lanjutan.
Pada tahap ini penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
Bila saat tahap ini diberikan secara tepat, penderita menjadi tidak
yang lebih lama dan obat yang diberikan lebih sedikit untuk
kekambuhan.
kuman sudah resisten terhadap 2 atau lebih jenis OAT, maka penderita
dilakukan pada:
a. Akhir tahap Intensif dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke2
pengobatan kategori 2
5. Obat Anti Tuberculosis Fixed Doses Combination (OAT – FDC)
Obat Anti Tuberculosis Fixed Doses Combination (OAT – FDC) adalah
obat tablet yang isinya terdiri dari kombinasi beberapa jenis obat dengan
lain:
a. Mudah pemberiannya
Satu tablet sudah mengandung beberapa jenis obat yang
hanya beberapa jenis tablet sudah cocok untuk semua kategori dan
yaitu:
a. Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4FDC.
4. 275 mg Etambutol
3. Aquabidest Untuk sementara belum tersedia Tablet 3FDC dan tablet FDC anak.
7. Kategori Pengobatan
Kategori pengobatan FDC hanya terdiri dari 2 kategori, Yaitu kategori 1
dan kategori 2.
1. Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)
berat)
c. Penderita TB Ekstra Paru (ringan/ berat) Meskipun kategori
pada:
a. Penderita TB BTA positif kambuh
UPK
4. Kepatuhan
Kepatuhan (Complience) berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar atau
hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh suatu
(Wikipedia, 2000)
Kepatuhan dalam berobat menggunakan OAT jenis FDC meliputi
kepatuhan dalam menelan OAT secara teratur dan terus menerus tanpa
terputus setiap hari (terutama dalam fase intensif/ awal), sesuai dengan
dosis yang dianjurkan, sesuai dengan jumlah obat yang ditelan, sesuai
dengan waktu menelan obat dan sesuai dengan jadual kunjungan berobat
terjadi bila pasien tidak menelan obat selama 1 sampai 14 hari walaupun
Mangkir juga terjadi bila pasien menelan obat tidak sesuai dengan dosis
lebih dari seharusnya. Selain itu, pasien dikatakan mangkir bila pasien
Teratur.
Dicatat
Lama Lamanya Perlu Hasil Tindakan
Pengobatan Pengobatan Tidaknya Pemeriksaan Kembali Pengobatan
Sebelumnya Terputus Pemeriksaan Dahak Sebagai
Dahak
Negatif - Lanjutkan
Kat-1
Negatif - Lanjutkan
Kat-1
> 8 minggu Ya Positif Pengoba Mulai
tan dengan
setelah Kat-2 dari
Default awal
Negatif - Lanjutkan
Kat-1
5. Kerangka Teori
Pengetahuan PMO tentang Pengobatan TB Paru
Peran Pemegang Progam P2TB Paru Puskesmas
Kepatuhan Pasien Berobat
Tidak Patuh
Peran Perawat
Patuh
Wikipedia, 2000.
Skema 1
Kepatuhan Pasien
Menelan Obat
1. Patuh
2. Tidak Patuh
Pengetahuan PMO
1. Baik
2. Cukup baik
3. Kurang baik
4. Tidak baik
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi:
1.Pengetahuan PMO
2.Pengetahuan Pasien
3.Usia PMO
4.Usia Pasien
5.Peran Perawat
7. Keluarga Pasien
Skema 2
6. Hipotesa Penelitian
pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen dinilai
hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini variable independen dan dependen
dinilai secara simultan pada satu saat, jadi tidak ada follow up (Al Ummah, 2008)
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
penelitian ini adalah PMO yang terdaftar di Puskesmas Klirong I dengan jumlah
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu
probability Sampling yaitu total sampling (sampel jenuh) artinya semua populasi
diambil sebagai sampel (Sugiyono, 2005). Sedangkan untuk sampel PMO diambil
3. Kriteria Sampel
4. Pasien yang tercatat sebagai pasien TB Paru BTA negatif, Rontgen positif.
6. Pasien yang tercatat sebagai pasien pindahan/ rujukan dari Unit Pelayanan Kesehatan
7. Pasien pendatang dari luar wilayah Klirong I yang sedang menjalani pengobatan tetapi
C. Variabel Penelitian
Di dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Yang
menjadi variabel bebas adalah pengetahuan PMO tentang pengobatan TB Paru jenis
FDC, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah kepatuhan pasien berobat.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala
yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu format kuesioner yang berfungsi sebagai
alat bantu observasi untuk mengetahui pengetahuan PMO berjumlah 13 soal dan
menelan OAT pasien TB Paru. Untuk kuesioner pengobatan FDC peneliti membuat
jawaban yang disediakan oleh peneliti. Angket dibuat seperti lembar test (pilihan
ganda).
1. Instrumen untuk data sekunder dengan menggunakan data hasil pencatatan dan
Klirong I
2. Untuk melaksanakan observasi menggunakan Kuesioner.
3. Alat-alat yang dipakai adalah buku catatan lapangan,
F. Tekhnik Pengumpulan Data
Data primer berasal dari kuesioner sedangkan data sekunder diperoleh dari
dokumen pencatatan dan pelaporan Program P2TB Paru Puskesmas tahun 2008.
Kuesioner dibagikan sendiri secara langsung ke semua PMO dan semua pasien
TB Paru di wilayah Puskesmas Klirong I pada saat pasien mengambil obat dengan
PMO atau pasien berhalangan hadir mengambil obat, peneliti akan mendatangi
selesai maka diteruskan dengan uji coba instrument. Instrumen tersebut dicobakan
pada sampel. Jumlah anggota sampel yang digunakan minimal 30 orang (Sugiyono,
2005).
Kuesioner tentang OAT Jenis FDC bagi pasien TB Paru diuji kevalidan dan
reabilitasnya. Uji validitas dan reliabilitas diujikan pada kader yang bukan PMO dan
belum dilatih PMO di wilayah Puskesmas Klirong I pada pertemuan rutin kader
kali saja.
a. Validitas
dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono,
2005).
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
Rumus:
Keterangan:
X : r : koefisien korelasi
Y :
Parameter dari hasil uji r xy adalah besarnya koefisien korelasi pearson product
moment antara 0,0 sampai 1 dikatakan valid bila besarnya r xy hitung lebih besar
dari r xy table. Atau secara lebih mudah bila koefisien korelasinya lebih besar (>)
dari 0,050. Uji korelasi dilakukan dengan cara mengkorelasikan item alat ukur
dengan jumlah keseluruhan item alat ukur yang ada (Riwidikdo, 2008).
Setelah dilakukan uji validitas menggunakan rumus Korelasi Pearson Product
TB Paru jenis FDC dengan nilai r hitung lebih besar daripada nilai table (0,361)
pada derajat signifikansi 5%. Kemudian dilakukan perbaikan pada jawaban (a, b, c
dan d) pada semua soal lalu diujikan kembali dengan rumus yang sama dengan
hasil 13 pertanyaan dinyatakan valid yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 13, 14, 16,
17 dan 18 dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0,361). Maka selain soal
1998).
Pengujian instrument penelitian ini menggunakan internal consistency dan
Kuesioner
Untuk kuesioner hasil yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode Alpa
Cronbach. Dengan instrument dikatakan reliable apabila nilai (a) hitung lebih
besar dari nilai (a) table (0,361) pada derajat signifikansi 5%. Rumus yang
Rumus:
Dengan keterangan:
Hasil dari uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach menghasilkan a sebesar 0,7399.
Hal ini menunjukkan nilai a lebih besar dari a tabel (0,631) dengan derajat
penelitian.
H. Tekhnik Analisa Data
Analisa data yang digunakan yaitu dengan cara:
a. Pengetahuan PMO tentang pengobatan TB Paru jenis FDC
1. Menghitung jumlah angket yang kembali
2. Memeriksa kelengkapan jawaban dari responden
3. Melakukan tabulasi data untuk masing-masing soal.
4. Menentukan skor tertinggi dari tiap soal
5. Menghitung presentase jawaban dengan skor tertinggi
6. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan PMO tentang pengobatan TB Paru jenis
Jumlah benar
Nilai :_____________________x 100%
Jumlah nilai soal
7. Menentukan kedudukan presentase jawaban dengan kategori menurut Arikunto (1998),
dengan kriteria:
menunjukkan bungkus obat yang habis diberi nilai (1), bila sebaliknya diberi
nilai (0).
2. Melakukan tabulasi data untuk masing-masing soal:
c. Korelasi/ hubungan pengetahuan PMO tentang pengobatan TB Paru jenis FDC dengan
jenis FDC dengan kepatuhan pasien menelan Obat yaitu dengan menggunakan
bivariat yang akan digunakan oleh peneliti untuk menerangkan keeratan hubungan
antara kedua variabel yang diteliti yaitu menggunakan uji statistik korelasi Chi
Kuadrat.
Rumus:
Keterangan:
: Chi Square
o : frekuensi yang diperoleh dari hasil pengamatan sampel
: frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari frekuensi yang
dan deskriptif yang selanjutnya dilakukan penerjemahan data untuk menalar situasi,
peristiwa dan interaksi yang diamati. Kemudian data dianalisa secara manual dan
Pengumpulan data dilaksanakan oleh peneliti dibantu oleh 1 orang asisten dan
pasien untuk mengambil obat dan memperlihatkan bungkus obat yang habis. Setelah
PMO dan pasien datang, peneliti membagikan langsung kuesioner kepada PMO
untuk kemudian diisi. Sebelum PMO dan pasien mengisi, terlebih dahulu dijelaskan
cara pengisian kuesioner dan ceklist. Peneliti juga mengisi lembar TB. 01 dan TB. 05
jawaban dari 4 jawaban yang tersedia pada setiap soalnya dengan memberi tanda
silang (X). Soal berjumlah 13 soal yang berisi tentang pengobatan TB Paru jenis
FDC.
Kemudian dilakukan recheck terhadap keabsahan jawaban yang diberikan dan dilakukan
pengecekan dokumentasi. Bila PMO atau pasien berhalangan hadir mengambil obat,
peneliti akan mendatangi rumah PMO atau pasien tersebut. Bila pasien datang
mengambil obat sesuai jadwal akan diberi dianggap patuh dan diberi nilai 1, bila
kelengkapannya lalu ditabulasi dengan memberikan skor pada data-data yang masuk.
Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan data dengan pendekatan penelitian
yang telah ditentukan peneliti pada rencana analisa data. Hasil dari pengolahan data
pengetahuan Pengawas Menelan obat (PMO) tentang pengobatan TB Paru jenis Fixed
pasien tidak hanya tergantung dari peran PMO saja tetapi dipengaruhi oleh peran
itu sendiri.
M.Kesulitan Penelitian
Kesulitan yang dirasakan oleh peneliti yaitu waktu yang terbatas untuk penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2009 sampai dengan Oktober 2009
Obat (PMO) Puskesmas Klirong I sebanyak 30 orang dan Pasien TB Paru dewasa
sejumlah 30 orang.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
a. Karakteristik PMO
Jumlah terbesar responden PMO berumur 31 – 40 tahun yaitu sebanyak
12 orang (40 %). Jenis kelamin responden PMO terbesar yaitu laki-laki 18
orang (60 %). Pendidikan terakhir PMO paling banyak adalah 20 orang (66,7
%). Lama menjadi PMO sebagian besar selama 2 – 4 tahun sebanyak 21 orang
D III 0 0
PMO 2 – 4 tahun 21 70
> 5 tahun 6 20
adalah SMA yaitu 20 orang (66,7 %). Lama pasien menderita TB Paru yang
Tabel 4.2:
31 – 40 Tahun 10 33,33
> 41 Tahun 3 10
D III 3 10
S1 0 0
2. Analisis Univariat
Tabel 4.3:
Pengetahuan PMO Tentang Pengobatan TB Paru Jenis FDC Puskesmas Klirong I
Baik 29 96,7
Cukup 1 3,3
Total 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 29 orang PMO (96,7 %) dari 30
jenis FDC dan 1 orang PMO (3,3 %) mempunyai pengetahuan yang cukup
ceklist yang sudah dibagikan dan diisi oleh pasien serta menggunakan lembar
Tabel 4.4:
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 17 orang (56,7 %) dari 30 orang
mematuhi program pengobatan dengan tidak berobat dan menelan obat FDC
3. Analisis Bivariat
Tabel 4.5:
n % n % n% Baik 16 53,4
13 43,3 29 96,7
pasien TB Paru yang patuh berobat memiliki PMO dengan pengetahuan yang
berobat dan memiliki PMO dengan pengetahuan baik. Sebanyak 1 orang (3,3
pengetahuan yang cukup sedangkan tidak ada pasien (0 %) yang tidak patuh
Klirong I.
Dari hasil uji statistik dapat dilihat bahwa menggunakan chi square
dengan hasil approx signifikansi sebesar 0.374. Dengan signifikansi < 0,005
maka Ha ditolak dan Ho diterima yang artinya tidak ada hubungan yang
Paru jenis FDC dengan kepatuhan pasien berobat di wilayah kerja Puskesmas
Klirong I. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Riwidikdo (2008) yang
menerangkan bahwa bila hasil p > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang
C. Pembahasan
1. Karakteristik responden
responden PMO berumur 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 12 orang (40 %), kelompok
umur PMO berusia 21 – 30 tahun sebanyak 7 orang (23,3 %) dan kelompok umut
berusia > 40 tahun sebanyak 11 orang (36,7 %). Hal ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Basuki (2005) bahwa PMO dengan usia 32 – 40 tahun di
Puskesmas mecapai 41,18 %, sedangkan usia < 30 tahun hanya 35,29 % dan usia >
40 tahun juga hanya 23,53 %. Pada interval umur tersebut merupakan umur yang
produktif identik dengan idealisme yang tinggi, semangat kerja yang meningkat dan
penuh optimisme. Pada kategori ini seorang PMO memiliki kinerja atau semangat
pengabdian yang tinggi, mudah diajak kerjasama dengan tenaga kesehatan setempat
berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Basuki (2005) bahwa
sebagian besar PMO adalah pasangan dari pasien TB sendiri suami atau istrinya
dan kader kesehatan setempat. Pendapat dari Depkes (2001) yaitu semua orang
dapat menjadi PMO antara lain keluarga penderita, kader kesehatan, petugas
kesehatan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain-lain dengan syarat bersedia
disetujui serta dapat meyakinkan penderita. Penunjukan PMO yang pertama kali
dilihat adalah kesanggupan keluarga (suami atau istri, anak, orang tua dan lain-lain)
untuk menjadi PMO bagi anggota keluarganya sendiri. Bila tidak ada yang bersedia
menjadi PMO barulah kita mencari dari tetangga sekitar atau kader kesehatan dan
seterusnya.
orang (33,3 %). Green cit Notoatmojo (1993) berpendapat bahwa pendidikan
sehingga tidak menjadi halangan bagi seorang PMO untuk memberikan motivasi
Paru, PMO mendapat pelatihan singkat dari pemegang program TB Paru atau
Gambaran lama menjadi PMO adalah sebagian besar PMO memiliki lama
sedangkan lama menjadi PMO < 1 tahun hanya 3 orang (10 %) dan lama menjadi
PMO > 5 tahun hanya 6 orang (20 %). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sumarwanto (2008) bahwa lama waktu menjadi PMO sesuai dengan
lama waktu menjadi kader kesehatan di Puskesmas yang sekaligus menjadi lama
waktu menjadi PMO. PMO yang berasal dari kader kesehatan sekaligus menjadi
seorang PMO bagi pasien TB di sekitar tempat tinggalnya, selain itu ada beberapa
dimungkinkan seseorang beberapa kali menjadi PMO bagi pasien TB Paru yang
PMO (23,3 %) sudah pernah dilatih menjadi PMO sedangkan 23 orang (76,7 %)
belum pernah mengikuti pelatihan PMO. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sumarwanto (2008) bahwa PMO yang berasal dari kader kesehatan
sudah pasti mendapat pelatihan PMO dari Puskesmas setempat. Selain itu bagi
PMO yang belum pernah mendapat pelatihan PMO mendapat penyuluhan singkat
(short course) tentang PMO oleh petugas kesehatan yang menjadi pemegang
berjumlah 10 orang (33,33 %) dan yang berumur > 40 tahun berjumlah 3 orang (10
%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Depkes (2001) bahwa
Peneliti berasumsi selain penderita dengan usia produktif juga penderita biasanya
menjadi menurun. Selain itu, lokasi tempat kerja penderita memicu terjadinya TB
Paru.
(16,67). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Basuki (2005) bahwa
tingkat pendidikan SMA yaitu berjumlah 20 orang (66,7 %) sedangkan pasien yang
memiliki tingkat pendidikan SMP berjumlah 7 orang (23,3 %), pendidikan DIII
berjumlah 3 orang (10 %). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Basuki
(2005) bahwa tingkat pendidikan SMA lebih banyak terkena TB Paru dikarenakan
pengetahuan mereka tentang pencegahan TB Paru masih kurang. Peneliti berasumsi
pasien dengan tingkat pendidikan SMA lebih mudah bergaul dengan orang-orang
yang perokok aktif, bekerja di lokasi dengan asap, debu dan bahan-bahan yang
tahun berjumlah hanya 2 orang (6,7 %). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Sumarwanto (2008), Basuki (2005) dan Frida Noor (2008) bahwa
sebagian besar pasien TB Paru adalah kasus penemuan baru dengan lama menderita
< 1 tahun. Peneliti berasumsi pasien TB Paru dengan lama menderita lebih dari 1
tahun termasuk pasien TB paru yang kambuh, gagal berobat dan mangkir atau tidak
patuh berobat.
2. Analisis Univariat
pengobatan TB Paru jenis FDC yang dimiliki oleh PMO di Puskesmas Klirong
I.
menkonsumsi obat anti TBC terutama PMO yang tidak tinggal serumah dengan
pasien harus selalu rutin memantau pengobatannya. Hasil penelitian ini juga
seorang PMO khususnya PMO yang berasal dari kader. Hal ini dimaksudkan
pengobatannya dari PMO, karena PMO adalah orang yang terdekat dengan
pasien.
pasien (43,3 %) tidak mematuhi pengobatan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah peran PMO dalam mendampingi dan memotivasi
orang (66,7 %). Hal ini berpengaruh kepada pasien yang berpendidikan D III
sejumlah 3 orang (10 %), SMA sejumlah 20 orang (66,7 %) dan SMP berjumlah
7 orang (23,3 %) terutama dalam proses penyampaian komunikasi, informasi,
edukasi dan motivasi kepada pasien. Diantara ketidakpatuhan pasien yang diteliti
ada beberapa yang tidak dipenuhi oleh pasien dalam pengobatan misal: jumlah
obat yang ditelan, seharusnya jumlah obat yang ditelan 3 tablet tetapi yang
tidak menunjukkan pembungkus bekas obat yang diminum dan tidak menelan
obat sesuai aturan pengobatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
pasien, peran perawat di Puskesmas dan jarak lokasi tempat tinggal dengan
3. Analisis Bivariat
Dari hasil uji statistik dapat dilihat bahwa menggunakan chi square
dengan hasil approx signifikansi sebesar 0.374. Dengan signifikansi > 0,005 maka
Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
pasien berobat di wilayah kerja Puskesmas Klirong I. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Riwidikdo (2008) yang menerangkan bahwa bila hasil p > 0,05
artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara dua variabel yang diujikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Noor (2008) mengatakan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan PMO terutama yang berasal dari keluarga pasien dengan
kepatuhan pasien menelan obat. PMO yang berasal dari keluarga terbukti sangat
dan benar-benar memantau pengobatannya. Tetapi PMO yang berasal bukan dari
Hasil ini sesuai dengan asumsi peneliti, bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan PMO tentang pengobatan TB Paru jenis FDC ini dengan kepatuhan
baik tetapi tidak menjamin pasien patuh berobat di Puskesmas. Hal ini dipengaruhi
peran perawat Puskesmas, usia PMO dan pasien serta jarak tempuh lokasi tempat
kesadaran untuk berobat menjadi kurang. Pasien tidak mengetahui alasan berobat
dan akan berhenti berobat bila keadaan tubuhnya dirasa membaik. Pasien yang
berobat ke Puskesmas akan menjadi tidak patuh bila keluarga pasien tidak
mendukung anggota keluarganya yang sakit untuk berobat. Jadi, keluarga harus
selalu memotivasi pasien untuk berobat dan menjadi sembuh. Peran perawat di
Puskesmas juga harus selalu memotivasi PMO dan pasien. Perawat juga harus
memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada PMO dan pasien. Usia pasien
yang terlalu tua akan menghambat kepatuhan pasien berobat. Kelemahan tubuhnya
akan sulit dan lupa menerima informasi dari PMO dan perawat, sehingga dosis
pengobatan,cara minum obat, saat minum obat menjadi tidak sesuai dengan
informasi yang telah diberikan. Jarak tempuh lokasi tempat tinggal pasien dengan
Puskesmas juga menjadi hambatan pasien untuk patuh berobat. Alasan jauh,
BAB V
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat diambil kesimpulan bahwa
tidak ada hubungan antara pengetahuan Pengawas Menelan Obat (PMO) tentang
pengobatan TB Paru jenis Fixed dose Combination (FDC) dengan kepatuhan pasien
berobat setelah dianalisis menggunakan chi square yaitu dengan nilai signifikansinya
0.374. Pengetahuan PMO tentang pengobatan TB Paru yang baik tidak menjamin
pasien patuh berobat di Puskesmas. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor diantaranya
PMO dan pasien serta jarak tempuh lokasi tempat tinggal pasien dengan Puskesmas.
B. Saran
daerah selain anggaran dari WHO/ Global Fund terutama dalam pengadaan
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, 2007, Peran PMO Pada Penderita TBC Dalam Mengkonsumsi Obat Anti
Muhammadiyah Gombong.
Irawan,Prasetya, Dr, M.Sc, 2003, Logika Dan Prosedur Penelitian Pengantar Teori dan
Noor, Frida Ani, 2008, Hubungan PMO Keluarga dengan Kepatuhan Menelan Obat
Phapros, 2007, Pedoman Pengobatan OAT FDC Kategori ! dan II, Jakarta, Phapros.
Qosim, Ahmad, 2007, Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prinsip Lima
Rahmat, Haikin,dr, 2000, Petunjuk Penggunaan Obat Anti Tuberculosis Fixed Dose