You are on page 1of 15

TUGAS PJBL (Problem Based Learning) FP TOPIK 3

PPOM
Student Learning Objective (SLO) disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Blok Respiratory Sistem Semester 4 TA 2014-2015

Disusun oleh :
KELOMPOK 3/ REGULER 1 dan 2

Cicilia Gorreti Putri (135070200111013)


Akhmad Arifinar Arrois (135070200111014)
Hadyarani Wulan M. (135070200111015)
Nindia Setyaningrum (135070200111016)
Benny Bimantara V. (135070200111017)
Syahra Sonia Andhiki (135070200111018)
Dwi Uswatun S. (135070200111019)
Lintang Diah Yuniarti (135070218113029)
Eky Wahyu M. (135070207111012)
Shannastaniar Aisya Adif (135070207113009)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
PPOM

DEFINISI

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau PPOM (Penyakit Paru


Obstruksi Menahun) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya
hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru,
dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal
dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya (PDPI, 2003).

ETIOLOGI

Etiologi PPOK yang utama adalah emfisema, bronkitis kronik, dan


perokok berat. Yang karakteristik dari bronkitis kronik adalah adanya
penyempitan dari dinding bronkus (diagnosis fungsional), sedangkan dari
emfisema adalah diagnosis histopatologinya, sementara itu pada perokok berat
adalah diagnosis kebiasaan merokoknya (habit).
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada
orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada
“dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok
yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.Enviromental
tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala
respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut
terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.Merokok selama masa
kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam
kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin
tersebut.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batu bara, arang,
kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP
memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan
seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita
dan anak-anak setiap tahunnya.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
5. Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.

FAKTOR RESIKO

Faktor Resiko PPOM antara lain :


1. Genetik
Suatu analisa hubungan genetik dengan PPOK yang telah diketahui adalah
defisiensi alpha-1 antitrypsin.Penelitian hubungan genetik telah
mengimplikasikan berbagai gen dalam patogenesis PPOK, namun demikian masih
menunjukan hasil yang inkosisten dan varian genetik fungsional (selain defisiensi
alpha-1 antitrypsin) belum secara definitif teridentifikasi.
2. Merokok
Resiko PPOK pada perokok tergantung pada banyaknya rokok yang dikonsumsi,
usia pertama kali merokok, jumlah total rokok yang dihisap pertahun dan status
merokok saat ini.Perlu diketahui bahwa tidak semua perokok mengalami PPOK.
Ini menunjukan bahwa faktor genetik telah memodifikasi resiko tiap individu.Di
sisi lain, perokok pasif bisa beresiko mengalami PPOK
3. Debu dan bahan kimia okupasi
Paparan ini meliputi agen kimia dan debu organik atau anorganik serta bau-bauan
yang pada suatu analisa survey, paparan ini menyebabkan 10-20% gejala dan
gangguan fungsional yang konsisten dengan gejala PPOK
4. Polusi udara di dalam dan luar rumah
Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik atau
partikel dari emisi kendaraan bermotor
5. Pertumbuhan dan perkembangan paru
Proses pertumbuhan dan perkembangan paru yang kurang baik selama masa
gestasi, kelahiran dan paparan selama anak-anak, berpotensi meningkatkan resiko
PPOK
6. Stress Oksidatif
Terjadi oleh karena ketidakseimbanagn oksidan dan antioksidan yang tidak hanya
menghasilkan perlukaan langsung pada paru tapi juga mengaktivasi mekanisme
molekuler yang menginisiasi inflamasi paru
7. Infeksi
Infeksi oleh bakteri dan virus dapat berkontribusi pada patogenesis dan progresi
PPOK. Kolonisasi bakteri dihubungkan dengan inflamasi saluran nafas yang dapat
juga berperan pada eksaserbasi.

8. Status social ekonomi


Adanya bukti bahwa berkembangnya PPOK berbanding terbalik dengan
peningkatan sosial ekonomi.Masih belum jelas apakah ini karena golongan
ekonomi yang rendah lebih banyak terpapar polutan di dalam ataupun diluar
rumah atau faktor lainnya
9. Nutrisi
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan daya tahan
otot respirasi
10. Asma
Asma dapat menjadi faktor resiko berkembangnya PPOK meskipum buktinya
tidak bersifat konklusif, Dalam suatu penelitian kohor berjangka panjang yaitu
The Tucson Epidemiological Study of Airway Obstructive disesase, pada orang
dewasa dengan asma menunjukan resiko 12x lebih besar menderita PPOK
dibandingkan orang dewasa tanpa asma.
KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi (derajat) PPOM sesuai dengan ketentuan Perkumpulan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai berikut :
 PPOK Ringan Gejala klinis:

- Dengan atau tanpa batuk


- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1 Spirometri:
- VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
- VEP1 / KVP < 70%
 PPOK Sedang Gejala klinis:
- Dengan atau tanpa batuk
- Dengan atau tanpa produksi sputum.
- Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70% atau - 50% < VEP1 < 80% prediksi.
 PPOK Berat Gejala klinis:
- Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
- Eksaserbasi lebih sering terjadi
- Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri:
- VEP1 / KVP < 70%, - VEP1 < 30% prediksi atau
- VEP1 > 30% dengan gagal napas kronik Gagal napas kronik pada PPOK
ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah, dengan kriteria:
- Hipoksemia dengan normokapnia atau
- Hipoksemia dengan hiperkapnia
EPIDEMIOLOGI

Merupakan penyebab kematian keempat tertinggi di dunia dan


diperkirakan akan menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia pada tahun 2020
(ATS & ERS, 2004). Pada Tahun 2004 diestimasi terdapat 64 juta penderita PPOK
di seluruh dunia, dan lebih dari 3 jutanya meninggal pada tahun 2005, setara
dengan 5% dari total kematian global di tahun tersebut. Hampir 90% dari seluruh
kematian karena PPOK terjadi di negara miskin dan berkembang (WHO, 2008).
Di Indonesia sendiri, tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Hasil survei penyakit tidak
menular oleh Dirjen PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun
2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya
(2%) (Depkes RI, 2004).
PATOFISIOLOGI

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.
Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (FEV1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (FEV1/FVC).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen
asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Parenkim paru kolaps terutama
pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru
secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps , sehingga
dapat terjadi sesak nafas. Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi
predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada
PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag
untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak
diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan. 25 Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.
Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari ppom adalah antara lain:
1. Malfungsi kronis pada sistem pernafasan
2. Batuk dan produksi dahak pada pagi hari
3. Sputum atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
4. Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi kuning
atau hijau karena adanya nanah. Batuk yang produktif dahak memburuk
menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin
banyak
5. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan otot-otot pernafasan
tambahan untuk bernafas (Mansjoer, 2000 : 480) Napas pendek sedang
berkembang menjadi napas pendek akut
6. Pasien sering mengalami infeksi pernapasan dan kehilangan berat badan
menurun atau cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak
akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga.
Pasien mudah lelah, mudah mengalami penurunan berat badan sebagai akibat
dari nafsu makan yang menurun. Penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan
selera makan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak
cukupnya oksigenasi sel dalam sistem gastrointestinal (Reeves, 2001 : 44)
Tanda dan gejala menurut klasifikasi
 Bronkitis kronis : batuk produktif, kronis pada bulan bulan musim dingin
 Empiema : dispnea, takipnea, saat inspeksi ditemukan barrel chest,
penggunaan otot bantu pernapasan, saat diperkusi ditemukan hiperresonan,
penurunan femitus pada seluruh bidang paru, saat diauskultasi terdengar
kreakles, ronchi dan perpanjangan ekspirasi, hipoksemia, hiperkapnia,
anoreksia, penurunan BB, kelemahan
 Asma bronkhiale : sesak napas, dada terasa berat, wheezing, batuk non
produktif, takikardi dan takipnea,

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
-Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
-Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
-Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
2. Palpasi
-Sela iga melebar
3. Perkusi
- Hipersonor
4. Auskultasi
-Fremitus melemah
-Suara nafas vesikuler melemah atau normal
-Ekspirasi memanjang
-Bunyi jantung menjauh
-Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan
spirometri.10,11The National Heart, Lung, dan Darah Institute
merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih
tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak
persisten.25 Meskipun spirometri merupakan gold standard dengan
prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang
dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut:
1. Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
putum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
4. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%
2. Tomography : untuk memnitor paru
3. Hitung darah lengkap
4. EKG

PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara


2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau
eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah
H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan
peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 –
0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
3. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas
tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

PENCEGAHAN
Pencegahan pneumonia antara lain dengan :
Penderita PPOM lebih rentan terkena infeksi virus. Sehingga sebaiknya
dilakukan vaksin secara rutin. Misalnya vaksin untuk mencegah pneumonia atau
influenza. Terdapat literatur yang menyebabkan untuk melakukan vaksin
influenza tiap satu tahun sekali dan vaksin pneumonia setiap 6 tahun sekali atau
lebih.
Ada pula beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga tubuh tetap
sehat adalah dengan:
1. Menghindari berbagai hal yang dapat menyebabkan paru-paru iritasi.
Misal: asap, polusi, udara kering atau dingin.
2. Ambil waktu untuk olahraga secara teratur.
3. Memastikan untuk istirahat dengan cukup.
4. Makan makanan bergizi.
5. Berhenti menjadi perokok aktif maupun pasif.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari PPOM menurut Tucker (1998 : 238) adalah

1. Disritmia

2. Gagal pernafasan akut

3. Gagal jantung

4. Kor pulmoner

5. Edema perifer

6. Hepatomegali

7. Sianosis

8. Distensi vena leher

9. Murmur regurgitasi

10. Polisitemia

11. Peptik dan refluks esofagus

Komplikasi dari PPOM menurut Mansjoer (2000 : 481) infeksi yang berulang,
pneumothoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronis, gagal nafas,
dan cor pulmonal.

Komplikasi dari PPOM menurut Smeltzer (2002 : 596)

1. Gagal atau insufisiensi pernapasan

2. Atelektasis

3. Pneumonia

4. Pneumothoraks
5. Hipertensi paru
DAFTAR PUSTAKA

-Khairani, fathia. 2009. PPOK.


http://eprints.undip.ac.id/43859/2/FATHIA_KHAIRANI_G2A009079_BAB_2_K
TI.pdf. Diakses tanggal 07 Maret 2015. Pukul 19.09 WIB.
-Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2, EGC, Jakarta.Grainger
-Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of Imaging,
second edition, Churchil Livingstone, page : 122

You might also like