You are on page 1of 5

Rut 4: 13 – 17

“ Dan dialah yang akan menyegarkan jiwamu dan memelihara engkau pada waktu rambutmu telah putih;
sebab menatumu yang mengasihgi engkau telah melahirkannya, perempuan yang lebih berharga bagimu
dari tujuh anaklaki-laki.” (Rut 4: 15)

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,

Ketika Tuhan sedang sibuk menciptkan Hawa, Adam menonton dengan asyiknya. Sebentar-sebentar ia
berkomentar, “Tuhan, bikin rambutnya yang keriting ! Tuhan alis matanya jangan begitu ! Tuhan matanya
yang belo yah ! Tuhan, hidungbya kok pesek ? Tuhan, bibirnya jangan terlalu tebal ! Tuhan, dadanya yang
begini donk ! ““Ah, kamu hanya merecoki saja. Kamu diam saja, tanggung beres,” kata Tuhan kepada
Adam sambil terus bekerja. Tetapi adam masih saja terus mengoceh.irnya Tuhan hilang kesabaranNya
dan berkata, “Sudah kamu tidur saja!” Karena itu Tuhan menjadikan Adam tertidur dengan nyenyaknya
ketika Hawa dijadikan. Akibatnya Adam menerima seorang istri semacam “terima jadi”. Begitulah tutur si
empunya cerita, sampai sekarang suami adakalanya kurang puas dengan sikap, tindakan, penampilan
dan rupa istrinya.

Cerita tadi adalah salah satu dari sekian banyak cerita para rabi agama Yahudi yang mengunggulkan pria
dan melecehkan kedudukan wanita. Kedudukan laki-laki diutamakan sedangkan kedudukan wanita
diremehkan.

Saudara, tidak berbeda dengan masyarakat timur Tengah lainnya, demikian juga masyarakat Yahudi
purba menganut budaya pria-centris. Dalam budaya demikian wanita bukanlah suatu pribadi melainkan
benda, sebuah barang. Ia milik mutlak suaminya yang boleh diperlakukan sesuka hati.

William Barclay pernah meringkaskan pandangan yang meremehkan kaum wanita sebagaimana yang
terungkap dalam Talmud (semacam penjelasan dari hukum taurat) dengan kata-kata demikian: “ Dalam
doa pagi orang Yahudi……seorang pria Yahudi setiap pagi mengucapkan doa syukur kepada Allah bahwa
Allah tidak menciptakan dia sebagai seorang kafir, seorang budak atau seorang wanita.” Adalah nasib
malang jika seseorang dilahirkan sebagai seorang wanita.
Selanjutnya, suatu tragedi, bahwa diantara bapak-bapak gereja yang pertama, yang karena terpengaruh
oleh Talmud daripada kebenaran Alkitab, ada yang merendahkan derajat kaum wanita dalam ucapan-
ucapannya. Tertualianus, misalnya menyatakan bahwa wanita adalah pintu masuk iblis, wanita dalah
pembujuk pria. “Engkau wanita begitu mudah merusak gambar Allah, yaitu pria. Akibat ganjaran yang
engkau terima yaitu kematian bahkan Anak Allah, Yesus, pun harus menderita kematian.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Kitab Rut justru ditulis salah satu tujuannya adalah untuk menyanggah pandangan yang merendahkan
martabat wanita. Tidak banyak memang masukan buat kita tentang Rut. Yang kita tahu Rut adalah
menantu yang setia terhadap mertuanya dan keyakinannya serta ketaatannya kepada Tuhan, Allah israel.
Namun kalau kita baca kitab Rut ini secara lebih seksama lagi maka ada beberapa hal yang kita dapatkan
dari dalamnya. yaitu:

Rut adalah seorang wanita yang memiliki rasa percaya diri yang mantab (3: 1-5). Rut tidak minder apalagi
takut dalam melakukan sesuatu. Ini dapat kita lihat pada waktu Rut melakukan apa yang diminta oleh
Naomi, agar ia menemui Boas.

Rut adalah seorang wanita yang dapat mengambil keputusan (1: 16-18). Pada ayat-ayat ini kita dapat
lihat bagaimana Rut berani mengambil suatu keputusan yang dinilainya baik.

Rut adalah seorang wanita yang memiliki perhatian yang besar pada masa depannya (3:9-18).

Hal-hal tersebut memang tidak diuraikan secara panjang lebar dan rinci dalam kitab Rut ini. Namun
sekali pun demikian, kita dapat melihatnya melalui sejauh mana peran Rut terhadap keluarganya. Dan
bagaimana juga tindakan Rut dalam mendidik Obed, sehingga anaknya itu menjadi anak yang termasyur
namanya, menjadi berkat bagi keluarga dan bangsanya sebagaimana seorang hamba Tuhan.

Saudara, dalam tradisi orang Yahudi perempuan mendapat tempat yang tidak istimewa, tidak sejajar
dengan laki-laki seperti yang telah saya katakan. Dan kalau kita melihat pada diri Rut yang bukan hanya
seorang perempuan yang berada pada posisi kelas bawah, tetapi ia juga seorang perempuan asing
(moab), bangsa kelas dua jika dibandingkan dengan bangsa Israel. Sebab bangsa Israel mengangap
merekalah bangsa yang paling hebat, bangsa pilihan Allah.
Tetapi sekalipun demikian Rut tidak merasa bahwa semuanya itu merupakan hambatan baginya untuk
menunjukkan peran sertanya sebagai seorang istri, ibu, menatu serta sebagai bagian dari bangsa Israel.
Rut percaya bahwa ada nilai-nilai berharga dalam dirinya yang harus dikembangkan, disalurkan dan
diwujudkannya. Rut tidak akan menjadi manusia yang bersumber daya bagi kehidupan keluarga,
masyarakat dan umat Tuhan jika ia tidak mengembangkan dan mewujudkan nilai-nilai yang berharga di
dalam dirinya. Rut tidak akan menjadi wanita yang bersumber daya jika ia tidak menggunkan talenta
yang diberikan Tuhan kepadanya. Nilai-nilai yang berharga dalam diri Rut itu adalah:

Ketaatan dan kepercayaan kepada Tuhan, Allah Israel.

Kasih setianya kepada keluarga

Rasa percaya diri (tidak merasa rendah diri)

Berani dalam mengambil keputusan

Mempunyai pandangan yang maju bagi kehidupan masa depannya.

Kesemuanya itu pada akhirnya mempengaruhi dia dalam mendidik Obed. Sehingga Obed menjadi orang
yang termasyur namanya, menjadi berkat bagi keluarga dan bangsanya. Oleh sebab itu tidak
mengherankan jika tetangga-tetangga berkata kepada Naomi, sang mertua, “Terpujilah Tuhan…sebab
menatumu (maksudnya Rut) yang mengasihi engkau telah melahirkannya, perempuan yang lebih
berharga bagimu dari tujuh anak laki-laki.” (Rut 4: 14-15).

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Dengan menampilkan tokoh Rut, penulis kitab ini hendak memperlihatkan bahwa wanita sebenarnya
punya potensi yang berharga yang dapat ia sumbangkan dalam kehidupan sehari-harinya. Kitab Rut
ditulis untuk membuka mata kaum pria Yahudi saat itu agar menghargai dan memberi tempat yang
penting terhadap peran wanita tersebut. Dan tentunya kitab Rut juga ditulis untuk mebuka mata wanita
Yahudi agar mereka menyadari bahwa sebagai wanita mereka juga dapat ambil bagian dalam
kehidupanbangsa yahudi.

Kedudukan pria dan wanita menurut penulis kitab ini adalah sejajar, sederajat. Melalui tokoh ini, penulis
hendak memperlihatkan bahwa wanita dapat menjadi mitra/rekan sekerja yang sepadan bagi pria
seperti yang diunyatakan Tuhan pada saat Ia menjadikan manusia seperti yang tercatat dalam Kejadian
2: 18, 21-22 (bacakan !!!!)
Berkaitan dengan ayat-ayat tersebut, Augustinus, seorang bapak gereja yang hidup pada abad ke-3,
pernah menuliskan sajak tentang wanita demikian:

Wanita diciptakan dari rusuk pria

Bukan dari kepalanya untuk menjadi tuan atas pria

Bukan pula dari kakinya suapa diinjak-injak

Melainkan dari sisinya

Untuk menjadi mitra yang sepadan

Dekat pada lengannya untuk dilindungi

Dan dekat dengan hatinya untuk dicintai

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Setidak-tidaknya selama abad ini, termasuk di Indonesia, kedudukan dan peranan wanita telah
mengalami perubahan yang sangat cepat. Sudah banyak wanita yang mempunyai posisi penting pada
suatu pekerjaan. Bahkan Jhon Naismit dan Patricia Aburdeene, dalam bukunya Megatrend 2000,
meramalkan bahwa dekade 90-an ini akan muncul pemimpin-pemimpin wanita. Di dlam gereja pun
sudah banyak wanita yang menjadi pendeta jemaat atau Tua-Tua. Bahkan sudah ada pula yang menjadi
ketua Sinode.

Sekarang ini yang penting bukan lagi mengejar emansipasi melainkan bagaimana supaya keberadaannya
sebagai wanita yang memiliki sumber daya, yang memiliki nilai-nilai yang berharga dalam dirinya itu
diakui oleh pria. Sebab salah satu faktor penghambat peran serta wanita dalam banyak aspek kehidupan
bersumber dari wanita itu sendiri yang merasa tidak dapat berbuat apa-apa; merasa rendah diri yang
berlebihan, merasa rendah diri yang berlebihan, meras diri tidak memiliki kemampuan yang dapat
disumbangkan bagi orang lain. Misalnya: Ditunjuk menjadi Tua-Tua tidak mau dengan alasan tidak bisa
apa-apa. Nanti malah-malah nyesek-nyesekkin ruang rapat saja.

Sebgai contoh lain dari wanita yang mau mengembangkan kemmpuan yang ada dalam dirinya ialah
Katharina Von Bora (Kathe). Kathe ini adalah seorang biarawati muda dari biara Moriethorn. Ia sangat
tertarik dengan pidato dan ajaran Martin Luther mengenai pembaharuan gereja. Hal ini mendorongnya
untuk berkenalan dengan Martin Luther; dan pada akhirnya ia menjadi istri Luther.

Kathe tidak saja berperan sebagai ibu rumat tangga tetapi ia juga berusaha menempatkan dirinya
sebagai pendamping, pendorong semangat dan adakalanya sebagai penasehat terhdap suaminya. Selain
itu ia juga berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Kathe bukan saja seorang yang taat dan percya
kepada Tuhan tetapi ia juga mengasihi keluarga dan sesamanya. Ia sadar betul bahwa sekalipun ia
seorang wanita tetapi ada banyak hal yang dapat dilakukannya dan diberikan bagi orang lain. Marthin
Luther pun pada mulanya tidak menyangka jika Kathe berani memberikan beberapa pandangannya
terhadap perjuangan yang dilakukannya. Kathe ingin membuktikan melalui apa yang dilakukannya
selama ini bahwa Tuhan juga memberikan kemampuan yang sama kepada laki-laki dan prempuan.

Hanya yang menjadi permasalahannya ialah: Apakah wanitanya itu sendiri mau mengembangkan dan
mewujudnyatakan nilai-nilai berharga yang ada dalam dirinya atau tidak, seperti Rut dan Kathe ?

Amin.

Be blessed,

You might also like