You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

1.1.1 Hubungan alam, masyarakat dan budaya dalam perkembangan kota

Interaksi manusia dengan lingkungan alamnya sebagai manifestasi dari


kesatuan ruang, waktu dan kegiatan di dalamnya, dikenal dengan cultural
landscape (Platcher dan Rossler, 1994; UNESCO, 1994) yang dalam bahasa
Indonesia dikenal istilah saujana. Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan arti
saujana adalah sejauh mata memandang. Memandang sesuatu dalam ranah yang
lebih kompleks. Sementara dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia (1993),
dijelaskan tentang pusaka saujana sebagai gabungan pusaka alam dan budaya
dalam kesatuan ruang dan waktu.

Keyakinan masyarakat sebagai bagian dari budaya terhadap kondisi alam


akan sangat mempengaruhi sikap dan tindakan masyarakat dalam memperlakukan
alam (Platcher dan Rossler, 1994). Alam berubah karena tindakan manusia dengan
keyakinan atas potensinya. Perubahan tersebut akan berjalan dinamis dengan
keunikan-keunikan yang terjadi yang menunjukkan adanya interaksi serta
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan masyarakat sebagai
pelaku perubahan (Ashworth, 1991).

Letak geografis sebagai bagian dari kondisi alam menjadi pertimbangan


dalam perkembangan kota (Longstreth, 2008; Rossi, 1982; Burn and Carol, 1954),
yang dalam prosesnya, juga akan dipengaruhi oleh aspek perekonomian.
Perkembangan Kota Yogyakarta tidak lepas dari sumbu filosofis dan sumbu
imajiner yang menjelaskan posisi Kraton sebagai bagian dari tatanan kosmologis.
Kota Istanbul berkembang sebagai kota suci yang berada di atas bukit dengan
struktur kota yang dipengaruhi oleh posisinya di persimpangan Bosphorus dan
Laut Marmara (Hough, 1990). Wachau, kota lembah, berkembang dengan adanya
aliran sungai besar dan permukiman di dataran tinggi dengan perkebunan
1
anggurnya serta Kota Kyoto yang berkembang dengan pemahaman pada lima
pegunungan dan sungai serta beberapa kota-kota di dunia yang berkembang karena
letak geografisnya. Termasuk dalam kasus ini adalah Kota Magelang yang
berkembang yang dipengaruhi oleh letak geografisnya dengan posisi dikelilingi
gunung dan adanya sungai yang mengalir di sebelah Barat dan Timur kota (Utami,
2001).

1.1.2 Inspirasi alam dalam perkembangan kota

Alam dengan segala potensinya menjadi pertimbangan dalam


perkembangan Kota Magelang. Alam menjadi inspirasi masyarakatnya dalam
membentuk ruang-ruang suci yang terbentuk dari gunung yang mengelilinginya.

Alam dan budaya masyarakat selalu menjadi faktor utama dalam


perkembangan ruang Kota Magelang dari waktu ke waktu. Kota Magelang
berhubungan dengan alam sekitarnya. Perkembangan morfologi fisik Kota
Magelang terinspirasi oleh alam yang telah membentuknya. Tujuh gunung yang
mengelilingi Kota Magelang menjadi faktor utama dalam perkembangan ruang
kota dari waktu ke waktu. Gunung-gunung yang mengelilingi Kota Magelang
dengan arti dan nilai masing-masing menjadi batas ruang pandang Kota Magelang
yang dikenal dengan saujana (sejauh mata memandang) dengan budaya dan
kegiatan yang melatarbelakanginya. Tujuh gunung yang mengelilingi dan satu
bukit yang berada di selatan kota menjadi batas pandang yang tidak terbatas.
Selain gunung dan bukit, sungai sebagai bagian dari lingkungan alam ikut menjadi
faktor pembentuk ruang kota sejak awal berdirinya Kadipaten Magelang (Utami,
2001). Budaya masyarakat dengan cara pandangnya terhadap alam telah
membentuk Kota Magelang menjadi satu kota yang menarik untuk diteliti di setiap
periode waktu. Budaya masyarakat selalu berkembang dan ikut mempengaruhi
pembentukan Kota Magelang sesuai dengan periode waktunya.

Alam dengan letak geografis yang berada di lembah beberapa gunung


menyebabkan Kota Magelang pada periode Kerajaan Mataram Kuno sebagai salah
2
satu tempat yang dianggap suci apalagi didukung dengan adanya aliran dua sungai
besar (Sarkar, 1969, Degroot, 2010). Keberadaan Bukit Tidar yang ada di
sebelah Selatan kota yang sampai saat ini,dalam cerita turun-temurun dan sering
dipercayai sebagai pakuning Pulau Jawa1 (pakunya Pulau Jawa) mendukung
kesuciannya. Tempat yang suci dengan gunung pembentuk kesuburan tanah dan
pembentuk keindahan panorama alam, telah mempengaruhi perkembangan kota
yang juga didukung dengan posisi yang strategis. Fungsi kebondalem2 pada masa
kerajaan Mataram Baru (Nessel, 1935; Danoesoegondo, 1936; Soeroyo, 2000)
menjadi salah satu bukti bahwa potensi alam yang bisa didapat di Kota Magelang
dimanfaatkan oleh masyarakatnya untuk mengembangkan kota, walaupun ada
campur tangan dari pihak luar, yaitu kerajaan sebagai pusat pemerintahan.

Letaknya yang berada di lembah dengan daerahnya cenderung datar yang


merupakan jalur utama transportasi, mempunyai panorama indah serta mempunyai
tanah yang subur, menyebabkan Kota Magelang selalu dipilih menjadi kota
pemerintahan yang didasarkan pada pertimbangan potensi alam tersebut. Ibu kota
kabupaten, ibu kota karesidenan, kota militer, kota beristirahat dengan
dikembangkan banyak hotel serta kota perkebunan mendasari perkembangan Kota
Magelang dengan didukung kebijakan dari pemerintahan yang sedang berkuasa.

Alamnya yang indah tersebut, sering sekali dikomparasikan dengan


beberapa kota-kota pegunungan baik kondisi saat ini maupun pada masa kolonial
Belanda, misalnya yaitu Kota Malang (Handinoto, 2004; Pemerintah Kota, 1936).
Posisinya yang sama-sama strategis di antara kota-kota penting bagi Belanda dan
berada di lokasi pedalaman menjadikan Kota Magelang dan Kota Malang dipilih
sebagai kota garnizun (Handinoto, 2004). Malang merupakan kota yang dibentuk
oleh lembah tiga sungai, yaitu Sungai Berantas, Sungai Bango dan Sungai

1
Beberapa cerita turun temurun mempercayai bahwa Bukit Tidar merupakan bukit yang berfungsi
sebagai pusatnya Pulau Jawa. Jika dicabut atau runtuh, Pulau Jawa akan hancur karena terombang-
ambing oleh laut. Bukit Tidar secara khusus diceritakan di bab 4.
2
Kebondalem adalah kebun miliknya Sunan Surakarta, yang berisi sayur-sayuran dan makan
makanan. Fungsi daerah Magelang sebagai kebondalem terjadi pada periode Kerajaan Mataram
Baru.

3
Amprung dan dikelilingi oleh beberapa gunung, yaitu Gunung Arjuno, Gunung
Semeru, Gunung Kawi dan Gunung Bromo. Keadaan geografis tersebut
menjadikan Kota Malang yang dikembangkan oleh Ir. Thomas Karsten sebagai
kota yang mempunyai pemandangan alam yang indah (Handinoto, 1996).

Namun sejak tahun 1980-an, alam mulai ditinggalkan dalam perencanaan


Kota Magelang, seiring dengan budaya masyarakat yang berubah dalam melihat
alam sebagai potensi kota. Beberapa bangunan yang mempunyai orientasi
pemandangan ke beberapa gunung mulai dibongkar dan digantikan dengan
bangunan baru dengan bentuk dan fasad yang tidak berorientasi pada alam sekitar,
misalnya Gedung Balai Kota yang berorientasi ke arah gunung di sebelah Barat
dan Timur telah dibongkar dan dibangun kembali gedung baru Perusahaan Daerah
Air Minum atau PDAM yang berorientasi pada lokasi (Utami, 2001).

Kawasan mati menjadi salah satu alasan dalam pembangunan kota yang
sudah mulai jenuh pada titik-titik tertentu khususnya di pusat kota (Utami, 2001).
Sejak tahun 1990-an dan khususnya setelah tahun 2000, telah terjadi perubahan
keyakinan masyarakat kota dalam memandang alam sebagai inspirasi. Beberapa
ruang terbuka hijau telah berubah menjadi pertokoan, sementara beberapa ruang
yang awalnya menjadi ruang bersejarah dengan potensi kesuburan lahannya serta
panorama alamnya seiring dengan waktu berubah menjadi perumahan dan
pertokoan. Kompleks Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) Kramat atau yang saat ini
dikenal dengan Rumah Sakit Dr.Soeroyo, awalnya merupakan kawasan yang
mempertimbangkan potensi alamnya pada aspek kesuburan dan keindahan, saat ini
sebagian ruangnya terbukanya sudah bergeser menjadi perumahan, fasilitas
pendidikan dan pertokoan. Kawasan ruas Jalan Bayeman, berawal sebagai salah
satu bagian dari kebun kebondalem dengan potensi letak yang strategis untuk
menikmati keindahan alamnya berkembang sebagai daerah hunian yang asri dan
nyaman, namun sejak periode tahun 2000 telah bergeser menjadi kawasan
perekonomian.

Penelitian ini akan berada pada ranah ilmu saujana yang akan banyak
mengkaji hubungan antara alam, manusia dan budayanya dengan wilayah
4
administrasi Kota Magelang sebagai unit amatannya dan didukung wilayah
Kabupaten Magelang sebagai pembentuk alam dan orientasi pandangnya. Tujuan
utama dalam penelitian ini adalah menggali konsep saujana yang mempengaruhi
perkembangan bentuk Kota Magelang untuk membangun teori lokal terkait konsep
saujana dengan empiris Kota Magelang.

1.2 Perumusan Masalah

Alam Kota Magelang pada saat ini sudah tidak menjadi inspirasi bagi
masyarakatnya. Seiring dengan waktu telah terjadi pergeseran konsep saujana
dalam perkembangan kota yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan
pandangannya. Alam sebagai salah satu potensi kota yang membentuk tanah yang
subur serta panorama yang indah, justru tidak dimanfaatkan optimal dalam
pengolahan tata ruang kota. Ruang-ruang terbuka semakin berkurang yang
digantikan dengan bangunan pertokoan. Jarak pandang kota terhadap panorama
alam semakin pendek seiring dengan pengembangan kawasan yang tidak
mempertimbangkan potensi alam.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini melihat secara detil dan mendalam konsep saujana pada masa
lalu dan masa kini dengan tiga periode perkembangan ruang fisiknya, yaitu konsep
saujana pada periode daerah Magelang sebagai bagian dari kerajaan dengan
beberapa desa atau wanua-nya, konsep saujana pada perkembangan fisik ruang
Kota Magelang di bawah penguasaan kolonial dan serta konsep yang terbentuk di
Kota Magelang setelah Indonesia merdeka tahun 1945. Berdasarkan kondisi yang
ada saat ini dan kondisi di setiap periode perkembangan ruangnya, maka dalam
penelitian ini akan diajukan beberapa pertanyaan yaitu :

5
a. Inspirasi alam seperti apakah yang mendasari pembentukan dan
perkembangan Kota Magelang?

b. Bagaimana alam memberi inspirasi pembentukan dan perkembangan Kota


Magelang ?

c. Seperti apakah konsep saujana yang bisa dikaji dalam perkembangan Kota
Magelang ?

d. Seperti apakah wujud saujana Kota Magelang dengan keunggulannya?

e. Bagaimana karakteristik saujana Kota Magelang mengalami perubahan dan


kesinambungan ?

1.4 Keaslian Penelitian

Banyak penelitian yang telah dilakukan di dunia barat yang membahas


tentang keterkaitan alam lingkungan dengan sejarah terbentuknya suatu kota yang
didukung oleh keberadaan sejarah dan sosial budaya masyarakatnya. Penelitian-
penelitian tersebut dilakukan seiring dengan pentingnya pemahaman lingkungan
dengan melihat segala aspek yang melingkupinya.

Beberapa penelitian dan buku yang mengulas hubungan alam dengan


sejarah pembentukannya antara lain adalah The Morphology of Landscape oleh
Sauver (1995) yang membahas hubungan yang selalu berjalan dinamis antara
kondisi geografis terhadap sosial budaya masyarakat sebagai pelaku kegiatan
dalam kehidupannya. Burns (1954) menuliskan sebuah buku yang berjudul Site
Matters, Design Concepts, Histories and Strategies yang menjelaskan tentang site,
konsep-konsep design yang berdasarkan salah satunya sejarah dan budaya yang
melingkupinya. Longstreth (2008) menuliskan tentang keterkaitan alam, budaya
dan manusia sebagai pelaku kegiatan dalam suatu lingkungan alam yang dikaitkan
juga dengan proses panjang pembentukan lingkungan buatannya dalam bukunya
yang berjudul Cultural Landscapes, Balancing Nature and Heritage in

6
Preservation Practice. Sementara dalam bukunya The Form of Cities, Political
Economy and Urban Design (2006) yang ditulis oleh Alexander R Cuthbert
menjelaskan tentang bentuk kota dipengaruhi teori-teori yang sudah ada dan
didukung keberadaan sosial, budaya serta simbol-simbol tertentu yang diyakini
baik oleh penguasa lokal maupun masyarakat sebagai pengguna lingkungan kota,
politik, modernitas dan globalisasi.

Penelitian di Indonesia belum cukup banyak yang mengkaji tentang


hubungan alam dengan pembentukan kotanya. Saat ini lebih banyak penelitian
yang berfokus pada morfologi kota kolonial dan tradisional dengan sejarah
pembentukannya dalam kaitannya sebagai kota bersejarah ataupun kota pusaka,
antara lain yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Padang dan
Medan. Namun penelitian berbasis pada hubungan alam dan bentuk ruangnya
yang masuk dalam ranah keilmuan saujana masih jarang dilakukan.

1.4.1 Penelitian Terkait dengan Kajian Alam dan Sejarah terhadap Kota dan
Kawasan Bersejarah di Indonesia

Penelitian-penelitian yang melihat kota pusaka dengan sudut pandang alam


dan lingkungannya dalam perkembangan kota masih sangat jarang dilakukan.
Beberapa penelitian yang mengambil studi kasus kota pusaka dengan tinjauan alam
atau landsekapnya dalam perkembangan kota dilakukan oleh Muhsin MZ (1994)
dengan judul Kota Bogor, Studi Kasus Tentang Perkembangan Ekologi Kota
(Abad ke 19 sampai ke 20) yang melihat sejarah perkembangan Kota Bogor
dengan kondisi lingkungan alam yang ada dengan kajian sejarah dan Sonjaya JA
(2005) yang meneliti Dataran Dieng dengan judul Pengelolaan Warisan Budaya di
Dataran Tinggi Dieng, Kajian Lansekap, Sejarah Pengelolaan dan Nilai Penting
dengan melihat Sejarah dan Pengelolaan situs bersejarah di dataran tinggi Dieng
dengan kajian arkeologi.

Seiring penelitian ini dilakukan ada tiga disertasi yang telah mengungkap
tentang pusaka saujana khususnya pusaka saujana Borobudur. Soeroso (2007)
7
dengan judul Penilaian Kawasan Pusaka Borobudur dalam Kerangka Perspektif
Multiatribut Ekonomi Lingkungan dan Implikasinya Terhadap Kebijakan
Manajemen Ekowisata yang membahas dari segi ekonomi lingkungan Borobudur
sebagai daerah wisata baik sebagai monumen maupun kawasan wisata. Selain itu
disertasi yang membahas cultural landscape dilakukan juga oleh Fatimah (2012)
dengan judul A Study on Community-based Cultural Landscape Conservation in
Borobudur yang membahas pusaka saujana dengan penekanan pada pelestarian
berbasis masyarakat pusaka saujana di kawasan Borobudur dengan konsentrasi
pada kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan rural tourism. Rahmi (2012)
dalam ranah ilmu lingkungan meneliti pusaka saujana dengan judul Pusaka
Saujana Borobudur Studi Hubungan antara Bantanglahan dan Budaya Masyarakat
yang merumuskan konsep pusaka saujana Borobudur dengan mengkaji potensi dan
interaksi antara sistem bentanglahan dan sosio-budaya masyarakat.

1.4.2 Keaslian penelitian terkait dengan penelitian tentang Kota Magelang

Penelitian sebelumnya Utami (2001), dengan judul Perkembangan Elemen-


Elemen Dominan di Kota Magelang menguraikan (1) perkembangan Kota
Magelang yang ada saat ini berdasarkan lay out tata ruang yang dikembangkan
sejak tahun 1810 pada saat Inggris datang dan membangun tiga elemen dasar kota
yakni alun-alun, kadipaten dan masjid; (2) sungai yang mengalir di Kota Magelang
yaitu Sungai Progo dan Elo menjadi salah satu pembentuk fisik kota dan
pembentuk ruang kota yang sejak periode kolonial sampai pada tahun 2000 yang
tidak mengalami perubahan secara signifikan. Temuan akhir menyebutkan bahwa
ada empat kaca mata untuk melihat perkembangan Kota Magelang yaitu : (1)
lokasi kawasan bersejarah; (2) kebertahanan ; (3) bentuk bangunan dan (4)
peranan.

Irna Saptaningrum (2007), dengan tesisnya yang berjudul Pengelolaan


Kawasan Arkeologi di Kota Magelang mengamati bangunan-bangunan bersejarah
namun tidak melihat sudut pandang konsep ruang dan masih terbatas untuk

8
beberapa bangunan. Penelitian terkait sejarah Magelang dan kawasan bersejarah di
Magelang lainnya tidak mengulas secara mendetil dan menyeluruh, karena hanya
fokus pada satu aspek yang telah dilakukan Asmiyatun (2005) dan Martiwi (2010).
Asmiyatun (2005) melakukan penelitian dengan judul Perjuangan Rakyat
Magelang dalam Mempertahankan Kemerdekaan Tahun 1947-1949 yang berfokus
pada peristiwa sejarah rakyat Magelang disertai dengan deskripsinya. Martiwi
(2010) meneliti salah satu kawasan bersejarah Magelang, Kwarasan dengan judul
Tipologi Arsitektur Rumah Tinggal Kolonial Karya Thomas Karsten, Studi Kasus
Kawasan Kwarasan, Magelang yang dalam penelitiannya Martiwi
mendeskripsikan tipologi rumah tinggal di kawasan Kwarasan Magelang berfokus
pada gaya arsitektur, fasad, skala, material, material dan layout serta karakter
rumah tinggal.

Penelitian lainnya dalam bentuk tesis yang membahas ruang Kota


Magelang dari aspek arsitektur dan perencanaannya yang diketahui sampai saat ini
yaitu (1) Wardhini (1996) dengan judul penelitiannya yaitu Tipologi Lingkungan
Perubahan Baru di Kotamadya Magelang dengan studi kasus perumahan baru yang
dibangun oleh developer swasta murni yang telah dilakukan dengan fokus pada
perumahan-perumahan baru yang ada di Magelang; (2) Panrelly (1996) dengan
penelitian yang dilakukan berjudul Kajian Kecenderungan Perubahan Fungsi
Lahan Sepanjang Jalan Raya Magelang dengan studi kasus jalan raya Magelang
ringroad; (3) Santoso (1996) dengan Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Kota
dengan Studi Kasus Kawasan Sukarno Hatta dan Beringin Kotamadya Magelang
yang dilakukan oleh yang menjelaskan tentang perubahan tata guna lahan di
kawasan sebelah Selatan kota yang dalam perkembangannya merupakan kawasan
baru akibat dari pembukaan generator baru; (4) Arkony (2002), Kajian Kualitas
Hijau Kawasan Permukiman Di Sekitar Obyek Wisata Rekreasi Taman Kyai
Langgeng; (5) Arifin Z (2003) dengan Arahan Penataan Ruang Jalan Sebagai
Ruang Public Pada Kawasan Komersial Kajian Pada Setting Elemen Fisik Dan
Aktifitas : Studi Kasus Penggal Jalan Pemuda Kota Magelang yang berfokus pada
penataan ruang dengan menjelaskan street furniturenya dalam skala urban; (6)
Obeng (2005) dengan Pola Sebaran Perumahan, Sarana Prasarana Kota Magelang
9
yang menjelaskan keterkaitan antara pola sebaran perumahan, sarana dan prasaran
kota di Kota Magelang pada tahun 1975-2003 yang menghasilkan temuan bahwa
sebarannya dalam bentuk konsentris dan seiring dengan waktu terjadi gabungan
sebaran dalam bentuk konsentris dan memanjang; (7) Sukmaputra (2006) dengan
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Magelang yang menjelaskan pada ruang
terbuka yang ada di Magelang dengan kondisi saat ini dan (8) Rahayu (2008),
melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Kawasan Strategis : Studi Kasus Kota Magelang berfokus pada
faktor-faktor yang memberi pengaruh pada perkembangan kawasan dengan
melihat stakeholder dan posisi geografisnya.

Jurnal yang pernah disusun oleh penulis terkait dengan sejarah dan ruang
Kota Magelang yang pernah ditulis sebelumnya yaitu Penyimpangan Perletakan
Elemen Ibu Kota Kabupaten Di Jawa (2003) yang menceritakan tentang
penyimpangan pola Kota Magelang ditinjau dari pola umum kota kolonial; Pola
Permukiman Indis Karya Karsten, Studi Kasus Kwarasan Magelang (2004) yang
membahas tentang penyimpangan posisi Karesidenan di Magelang karena lebih
berfokus pada alam dan strategi perlawanan pada masa kolonial Belanda ; Empat
Konsep Menelusuri Elemen Dominan dalam Perkembangan Suatu Kota, Studi
Kasus Perkembangan Kota Magelang, Jawa Tengah (2005) yang menjelaskan
empat proposisi yang dipakai dalam melihat perkembangan kota dengan studi
kasus Kota Magelang sebagai kota kecil yang memiliki sejarah panjang dan
Kawasan Bersejarah Magelang Pada Masa Mataram Kuno (2009) yang
menceritakan daerah Meteseh dan Dumpoh di Magelang dengan fokus sebagai
daerah peninggalan kerajaan Mataram Kuno.

Proseding sebagai hasil dari seminar yang pernah dilakukan oleh penulis
sebagai dasar penelitian dan hasil dari proses penelitian yang sedang berjalan yaitu
(1) Konsep Sustainable dalam Pola Kota Indis Magelang, Penerapan Teknologi
Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Secara Berkelanjutan (2008) yang
membahas Magelang sebagai salah satu kota indis dengan basis ekologis dengan
pemaparan konsep awal kota berbasis alam dan pengambilan kasus salah satu

10
kawasan bersejarah di Magelang, yaitu kawasan Kwarasan; (2) Historical
Approach dalam Pemahaman Konsep Ruang Kerajaan Mataram Kuno (2009)
dengan menjelaskan konsepsi ruang pada periode Kerajaan Mataram Kuno dengan
basis utama pada penyebaran candi dan prasasti di Kabupaten Magelang dan Kota
Magelang terkait pembentukan ruang kosmologisnya; (3) Studi Eksplorasi Ruang
Kota Magelang Periode Kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Baru (2009) yang
membahas tentang posisi Magelang pada periode Mataram Kuno sebagai tempat
yang suci dan periode Mataram Baru pada saat Magelang sebagai kebondalem
Susuhunan Surakarta; (4) Landsekap dalam Perkembangan Kota Magelang
Sebagai Kota Bersejarah (2009) yang membahas kondisi alam dalam
perkembangan kota Magelang dalam kaitannya gunung dan sungai dengan sejarah
pembentukannya; (5) Konfliks Ruang Bersejarah dan Ruang Ekonomi dalam
Penciptaan Colective Memory, Studi Kasus Jalan Tentara Pelajar dan Jalan
Diponegoro Magelang yang membahas tentang konflik yang terjadi pada ruas jalan
Tentara Pelajar (Bayeman) dan ruas jalan Diponegoro (Jendralan) yang
diakibatkan aspek ekonomi yang dikembangkan oleh masyarakat Kota Magelang
khususnya pemerintah sebagai penentu kebijakan pembangunan kota (2010) dan
(6) Conflicts Between The Economic Space And Natural Landscape, Case Study:
Magelang, Central Java (2011) yang membahas pusat Kota Magelang dengan
adanya perubahan fungsi lahan dan konsep kota pusaka dengan collective memory-
nya. Beberapa presentasi terakhir yang dilakukan dalam seminar international
yaitu dengan judul Magelang as Het Central Park Van Java, 2011 yang membahas
tentang Magelang sebagai kota taman yang dikembangkan pada masa kolonial
dengan pendekatan periode-periode waktu sebelumnya, Seeking Cultural
Landscape on Magelang, Juli 2012 serta Cultural landscape Heritage, Case Study:
Magelang, Central Java, September 2012 yang membahas hasil temuan penelitian
disertai dengan beberapa kesimpulan penelitian.

Sejauh yang diketahui, ada beberapa jurnal dan tulisan terkait dengan
sejarah atau ruang di Kota Magelang yang pernah ditulis peneliti lain. Sumalyo
(1993) dalam bukunya Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia mengulas
kawasan yang dirancang oleh Karsten yaitu Kwarasan, Magelang yang dilanjutkan
11
oleh Ardiyanto (2001) dalam Prinsip Konsep Karsten Tentang Perencanaan
Kawasan Permukiman Kota dengan Studi Kasus Semarang, Malang, Magelang,
Yogyakarta dan Bandung. Sementara Handinoto (2004) menuliskan Magelang
sebagai kota garnizun dan pusat pelatihan militer dalam jurnalnya dalam Kebijakan
Politik dan Ekonomi Pemerintah Kolonial Belanda yang Berpengaruh pada
Morfologi (Bentuk dan Struktur) Beberapa Kota di Jawa.

Sementara buku tentang Kota Magelang antara lain (1)


Wetenwaardigheden van Magelang oleh HJ Sjouke (1935) yang menuliskan
beberapa bangunan yang ada pada tahun 1935 dengan deskripsi keunikannya serta
menceritakan kondisi Kota Magelang tahun 1935-an; (2) Magelang, De Bergstad
Van Midden Java Middelpunt Van De Tuin Van Java, yang ditulis pemerintah
Belanda pada tahun 1936 tentang pemandangan alam Kota Magelang yang indah
dengan adanya gunung dan daerah sekitarnya berdasarkan latar belakang sejarah
pembentukan kota; (3) De Legende van Magelang oleh Cor Huisman (1964) yang
mengulas salah satu legenda yang berkembang di masyarakat Magelang pada masa
kolonial Belanda. Legenda berfokus pada keberadaan gunung-gunung yang ada di
sekitar lembah Magelang; (4) Zo was Het in Magelang, 1965 yang membahas
kondisi Kota Magelang pada periode 1935-1940an dengan mengulas bangunan
yang ada dan menceritakan secara detil kondisi jalannya; (5) Perjuangan Magelang
dengan Putra-putranya, Sukimin, 1984 berfokus pada kegiatan yang terjadi pada
agresi militer ke dua 1948 di Magelang dan (6) Pembangunan Kota Indah (The
Central of Java) dulu dan sekarang oleh Sukimin, 1984 bercerita tentang kondisi
kota masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan sampai periode tahun 1980an
dengan fokus pembangunan kawasan dan bangunannya.

1.4.3 Posisi penelitian terhadap penelitian yang sudah dilakukan

Untuk memperjelas posisi penelitian yang akan dilakukan terhadap


penelitian dan kajian yang pernah dilakukan, di bawah ini ditabelkan beberapa
penelitian, jurnal dan buku yang sudah disebutkan di atas :

12
Tabel 1.1 Penelitian yang sudah dilakukan terkait lokasi penelitian
Kajian Penelitian

Lingkungan
Bidang Unit

Arsitektur

Budaya
Sejarah
No Peneliti Judul Penelitian (Lokasi)
Ilmu Amatan

1 Sjouke, 1935 Wetenwaardigheden van Magelang Sejarah Kota


2 Pemerintah Magelang, De Bergstad Van Midden Java Sejarah Kota
Kota, 1936 Middelpunt Van De Tuin Van Java
3 Huisman C, De Legende van Magelang Sejarah Kota
1964
4 AN van Der Zo was Het in Magelang Sejarah Kota
Veen, 1965
5 Sukimin, 1984 Perjuangan Magelang dengan putra- Sejarah Kota
putranya
6 Sukimin, 1984 Pembangunan Kota Indah (The Central of Sejarah Kota
Java) dulu dan sekarang
7 Sumalyo, 1993 Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia Arsitektur Kawasan
8 Muhsin M, Kota Bogor, Studi Kasus Tentang Sejarah Kota
1994 Perkembangan Ekologi Kota (Abad ke 19
sampai ke 20)
9 Wardhni P, Tipologi Lingkungan Perubahan Baru di Urban Kota
1996 Kotamadya Magelang Planning
10 Panrelly P, Kajian Kecenderungan Perubahan Fungsi Urban Kawasan
1996 Lahan Sepanjang Jalan Raya Magelang Planning
11 Santoso Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Kota Urban Kawasan
BB,1996 dengan Studi Kasus Kawasan Sukarno Hatta Planning
dan Beringin Kotamadya Magelang
12 Sumalyo, 1993 Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia Arsitektur Kawasan
13 Utami, 2001 Perkembangan Elemen-Elemen Dominan di Arsitektur Kota
Kota Magelang
14 Ardiyanto, Prinsip Konsep Karsten Tentang Arsitektur Kawasan
2001 Perencanaan Kawasan Permukiman Kota
Studi Kasus Semarang, Malang, Magelang,
Yogyakarta Dan Bandung
15 Arkony PR, Kajian Kualitas Hijau Kawasan Urban Kawasan
2002 Permukiman Di Sekitar Obyek Wisata Design
Rekreasi Taman Kyai Langgeng
16 Arifin Z, 2003 Arahan Penataan Ruang Jalan Sebagai Urban Kawasan
Ruang Public Pada Kawasan Komersial Planning
Kajian Pada Setting Elemen Fisik Dan
Aktifitas : Studi Kasus Penggal Jalan
Pemuda Kota Magelang
17 Handinoto, Kebijakan Politik dan Ekonomi Pemerintah Arsitektur Kota
2004 Kolonial Belanda yang Berpengaruh pada
Morfologi (Bentuk dan Struktur) Beberapa
Kota di Jawa
18 Sonjaya JA, Pengelolaan Warisan Budaya di Dataran Arkeologi Kawasan
2005 Tinggi Dieng, Kajian Lansekap, Sejarah
Pengelolaan dan Nilai Penting (Dieng)
19 Asmiyatun, Perjuangan Rakyat Magelang Dalam Sejarah Kota
2005 Mempertahankan Kemerdekaan Tahun
1947-1949
20 Obeng ML, Pola Sebaran Perumahan, Sarana Prasarana Urban Kota
2005 Kota Magelang Planning
21 Sukmaputra Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Urban Kota
SY, 2006 Magelang Planning
22 Saptaningrum Pengelolaan Kawasan Arkeologi di Kota Arkeologi Kawasan
I, 2007 Magelang
23 Rahayu H, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Urban Kota
2008 Perkembangan Kawasan Strategis Studi Planning
Kasus Kota Magelang
24 Martiwi, 2010 Tipologi Arsitektur Rumah Tinggal Arsitektur Kawasan
Kolonial Karya Thomas Karsten, Studi
Kasus Kawasan Kwarasan, Magelang

13
Sementara itu, beberapa jurnal dan prosiding yang sudah dihasilkan oleh
peneliti mempunyai posisi seperti yang dijelaskan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 1.2 Jurnal dan Prosiding yang sudah dipublikasikan (2003-2012)

Kajian
Penelitian
Posisi

Lingkungan
Terhadap Unit

Arsitektur
No Judul Penelitian

Budaya
Sejarah
Penelitian Amatan
(*)

1 Penyimpangan Perletakan Elemen Ibu Kota Awal Kawasan


Kabupaten Di Jawa, 2003
2 Pola Permukiman Indis Karya Karsten, Studi Kasus Awal Kawasan
Kwarasan Magelang, 2004
3 Empat Konsep Menelusuri Elemen Dominan Dalam Awal Kota
Perkembangan Suatu Kota, Studi Kasus
Perkembangan Kota Magelang, Jawa Tengah, 2005
4 Konsep Sustainable Dalam Pola Kota Indis Bagian I Kota
Magelang, Penerapan Teknologi Untuk penelitian
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Secara
Berkelanjutan, 2008
5 Kawasan Bersejarah Magelang Pada Masa Mataram Bagian I Kawasan
Kuno, 2009 penelitian
6 Historical Approach dalam Pemahaman Konsep Bagian I Kawasan
Ruang Kerajaan Mataram Kuno, 2009 penelitian
7 Studi Eksplorasi Ruang Kota Magelang Periode Bagian I Kawasan
Kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Baru, 2009 penelitian
8 Landsekap dalam Perkembangan Kota Magelang Bagian II Kota
Sebagai Kota Bersejarah, 2009 penelitian
9 Konfliks Ruang Bersejarah dan Ruang Ekonomi Bagian II Kawasan
dalam Penciptaan Colective Memory, Studi Kasus penelitian
Jalan Tentara Pelajar dan Jalan Diponegoro
Magelang, 2010
10 Conflicts Between The Economic Space And Natural Bagian II Kota
Landscape, Case Study : Magelang, Central Java, penelitian
2011
11 Magelang as Het Central Park Van Java, 2011 Bagian II Kota
penelitian
12 Seeking Cultural Landscape on Magelang, 2012 Bagian III Kota
penelitian
13 Cultural Landscape Heritage in Indonesia, Case Bagian III Kota
Study : Magelang, Central Java, 2012 penelitian

* Ket tabel : awal adalah jurnal/prosiding akan digunakan sebagai data awal untuk merumuskan awal
penelitian; bagian I penelitian adalah hasil dari eksplorasi data; bagian II penelitian adalah beberapa
kesimpulan sementara yang sudah dihasilkan dalam proses penelitian ; bagian III penelitian adalah hasil
setelah konsep saujana mulai ditemukan.

14
1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberi manfaat secara umum pada ilmu pengetahuan
untuk mengisi dan memperkaya pemahaman saujana perkotaan ataupun pusaka
saujana perkotaan. Sementara manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh
masyarakat Kota Magelang, penelitian ini akan dapat memberikan informasi
tentang pertimbangan-pertimbangan yang selalu ada dalam perkembangan tata
ruang Kota Magelang serta dalam memberi pemahaman akan arti penting
pemanfaatan potensi alam dalam perkembangan kota di masa yang akan datang.
Penelitian ini juga diharapkan bisa dimanfaatkan oleh pelaku kebijakan.

1.6 Tujuan Penelitian


Mengacu pada latar belakang dan permasalahan yang ada, dalam penelitian
ini bertujuan untuk merumuskan konsep saujana Kota Magelang.
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. mendokumentasikan perkembangan bentuk ruang Kota Magelang sebagai
satu wujud saujana
b. mengkaji karakteristik dan keunggulan saujana Kota Magelang serta
perubahannya dan kesinambungannya
c. merumuskan konsep saujana Kota Magelang

1.7 Lingkup Penelitian

Penelitian ini berada dalam ranah arsitektur, lingkungan, sejarah dan


budaya yang berusaha mencari teori saujana yang dapat dibangun dari penggalian
konsep-konsep saujana yang mempengaruhi kota sejak periode Kerajaan Mataram
Kuno sampai saat ini dengan melihat alam sebagai inspirasinya. Eksplorasi akan
dilakukan dengan unit amatan berupa Kota Magelang. Penelitian akan berfokus
pada tindakan atau ekspresi masyarakat dalam mengembangan ruang fisiknya pada
periode sebagai bagian dari kerajaan, periode kolonial dan periode setelah
Indonesia merdeka yaitu tahun 1945-2010.

15

You might also like