Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian
serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara
dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur
dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan semakin
berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka
penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat.Badan atau perusahaan
merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini merupakan penyumbang bagi
penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Badan
Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT),
Perseroan Komanditer (CV), Perseroan lainnya, BUMN atau BUMD, Firma, Kongsi, Koperasi,
Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi sosial politik, Lembaga, Bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif, Bentuk Usaha Tetap.
2
II.II. Variabel Perhitungan PPh Badan
Berdasarkan ketentuan UU Perpajakan tahun 2008 pasal 17 ayat 1, tarif Pajak Penghasilan
untuk Wajib Pajak Badan adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak
tahun pajak 2010.
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
(lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 b dan ayat 2 b yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan secara umum dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Tarif 12,5% Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka seluruh Penghasilan
Kena Pajak dikalikan dengan 12,5%
Contoh:
Misalnya peredaran bruto Rp 2,4 Miliar, total PKP Rp240 juta, Maka pajak penghasilan terutang
12,5% x Rp 240 juta = Rp 30 juta.
b. Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang = 12,5% X PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 25% X PKP
dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas.
c. Tarif 25% bagi Badan dengan peredaran bruto melebihi jumlah Rp 50.000.000.000.
Misalnya, peredaran bruto Rp 60 Miliar sehingga total PKP Rp 6 miliar dikalikan dengan tarif 25%.
3
II.IV. Pajak Penghasilan Pasal 22
1. Atas impor:
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD =
1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat
tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x
nilai impor.
7. Atas penjualan
4
Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Contoh Kasus 1:
Pada tanggal 1 Januari 2017, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dengan harga faktur
US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk dalam barang-barang
tertentu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.010/2016. Biaya
asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10%
dari harga faktur.
Bea masuk dan PPN masing-masing sebesar 20%. Kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan pada
saat itu sebesar US$1= Rp13.500. Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai
jika PT ABC memili API (Angka Pengenal Impor)?
5
Wajib Pajak membayar PPh Pasal 22 atas impor sebesar Rp46.575.000. Maka penyetoran PPh
Pasal 22 ke bank persepsi atau kantor pos dengan kode jenis setoran pajak 411122-100.
4 1 1 1 2 2 1 0 0
6
Jurnal PPh Pasal 22 barang impor.
1 Januari 2017
Pembelian Rp1.863.000.000
PPh 22 Rp46.575.000
Kas Rp2.095.875.0000
Contoh Kasus 2:
PT. MMM (sudah PKP) sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan barang &
jasa, pada tanggal 10 September 2015 menjual barang kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat
dengan nilai sebesar Rp. 150 juta, Bendahara Pemprov Jabar melakukan pembayaran pada tanggal
25 September 2015. PT. MMM menerima SSP dari Bendahara Pemprov Jabar pada tanggal 15
Oktober 2015. Bagaimana jurnal PT. MMM ?
Penjelasan:
Bendahara Pemprov Jabar akan memungut PPh pasal 22 atas transaksi dengan PT. MMM dengan
tarif 1,5% x Rp. 150 Juta = Rp2.250.000
PT. MMM akan melakukan penagihan kepada Bendahara Pemprov sebesar = Rp150.000.000 +
(10% x 150.000.000) = Rp165.000.000
7
Jurnal PT. MMM
10 September
Penjualan Rp150.000.000
25 September
Kas Rp147.750.000
10 Oktober
8
Wajib Pajak membayar PPh Pasal 22 atas impor sebesar Rp46.575.000. Maka penyetoran PPh
Pasal 22 ke bank persepsi atau kantor pos dengan kode jenis setoran pajak 411122-900.
4 1 1 1 2 2 9 0 0
9
Pembuatan SPT masa untuk PPh 21 setelah semua transaski telah berakhir atau pada akhir masa
periode. Misi SPT berdasarkan dari Daftar bukti pemungutan atau SSP.
10
II.V. Pajak Penghasilan Pasal 23
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung
dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh Pasal 23 :
a. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
b. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
23.
Contoh Kasus 1:
Pada tanggal 2 september 2016, PT “XXX” membayar royalti kepada Ibu Nani sebagai penulis
buku sebesar Rp35.000.000. Diketahui juga bahwa Ibu Nani telah memiliki NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak).
PPh Pasal 23 yang harus dipotong PT “XXX” = 15% x Rp35.000.000 = Rp5.250.000
Saat terutang: akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu 30 September 2016
Kas 29.750.000
11
Saat Penyetoran: Paling lambat 10 Oktober 2016
Kas 5.250.000
12
Contoh Kasus 2:
Pada tanggal 1 Januari 2015 PT Ibu membayar jasa konsultasi yang dilakukan oleh PT Ayah
sebesar Rp20.000.000.
Atas transaksi ini PT Ayah akan memungut PPN sebesar 10% x Rp20.000.000 = Rp2.000.000 dan
PT Ibu akan memungut PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp20.000.000= Rp400.000
Kas 21.600.000
Kas 21.600.000
Penjualan 20.000.000
13
Melaporkan SPT dengan didasarkan bukti pemotongan atau SSP Pajak Penghasilan Pasal 23
14
II.V. Pajak Penghasilan Pasal 24
Contoh Kasus 1:
PT Perdana di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai berikut:
25% x Rp1.000.000.000
Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah sebesar
Rp100.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN. Jumlah ini diperoleh dengan
membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang
atau dibayar di LN, kemudian dipilih jumlah yang terendah.
15
Contoh Kasus 2:
PT Mulia memperoleh penghasilan dari Amerika sebesar Rp1.000.000.000 atas jasa maklon yang
diberikan. PT Mulia sudah dikukuhkan sebagai PKP. Atas penghasilan ini telah dipotong pajak di
Amerika sebesar Rp50.000.000,-. Maka atas penghasilan dan pajak ini dicatat:
Kas 950.000.000
PPN Keluaran 0
Pendapatan 1.000.000.000
Catatan: jasa maklon merupakan jenis jasa tertentu yang atas ekspornya dikenai PPN 0%
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 30/PMK.03/2011
16
II.VI. Pajak Penghasilan Pasal 25
17
18