Professional Documents
Culture Documents
Tugas Pajak
Tugas Pajak
NIM : 1601103010061
PRODI : S1-AKUNTANSI
Rekonsiliasi Fiskal
A. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan
fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Rekonsilisasi fiskal
dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi
(komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal).
Laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari
sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Penyebab
perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan
prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya,
serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
Jika suatu entitas (Wajib Pajak) harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda, maka disamping
terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan uang juga akan terjadi tidak tercapainya tujuan menghindari
manipulasi pajak. Menurut Bambang Kesit (2001), untuk mengatasi masalah tersebut digunakan beberapa
pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, yaitu:
1. Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan keuangan komersial.
2. Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis.
3. Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan-ketentuan pajak dalam laporang
keuangan bisnis.
Untuk menjembatani adanya perbedaan tujuan kepentingan laporan keuangan komersial dengan
laporan keuangan fiskal serta tercapainya tujuan efisiensi maka lebih dimungkinkan untuk menetapkan
pendekatan yang kedua. Perusahaan hanya menyelenggarakan pembukuan menurut akuntansi komersial,
tetapi apabila akan menyusun laporan keuangan fiskal barulah menyusun rokonsiliasi terhadap laporan
keuangan komersial tersebut.
1) Penerimaan menurut PSAK merupakan penghasilan tetapi undang – undang Pajak Penghasilan
(PPh) bukan penghasilan. Contoh: Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
Milik Daerah dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
a. Dividen berasal dari cadangan laba ditahan
b. bagian perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Usaha Milik Daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar
kepemilikan saham tersebut.
2) Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan penghasilan tetapi menurut UU Pajak
Penghasilan (PPh) merupakan penghasilan. Contohnya: penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-
pihak yang ada hubungan istimewa.
3) Penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat final.
Yaitu suatu penghasilan atau biaya baru akan diakui berbeda sepanjang tidak memenuhi syarat – syarat
pengakuannya dalam ketentuan perpajakan. namun jika memenuhi ketentuan perpajakan maka
perbedaan yang timbul dalam pengakuan menurut fiskal akan menjadi hilang dan pengakuannya akan
sama dengan pengakuan menurut prinsip akuntansi. contoh:
1) Biaya perjalanan yang dapat dikurangkan dari enghasilan bruto adalah biaya perjalanan pegawai
peusahaan untuk kepentingan perusahaan yang dilengkapi dengan bukti – bukti yang sah, misal:
surat tugas, tiket, kwitansi hotel, atau pembayaran ke biro perjalanan. Uang saku dalam perjalanan
dinas merupakan objek PPh Pasal 21 dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2) Biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah usaha
yang dilakuakan di Indonesia.
3) Kerugian piutang usaha kecuali Bank dan Sewa Guna Usaha (SGU), piutang yang dapat
dihapuskan adalah piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normative
(dilampirkan di SPT Tahunan PPh).
D. Beda Tetap yang disebabkan praktek – praktek akuntansi yang tidak sehat:
1) Keperluan pribadi pemilik atau pemegang saham dan keluargannya yang dibayar perusahaan dan
dibukukan sebagai beban usaha.
2) Keperluan pribadi pegawai perusahaan yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban
usaha.
B. Koreksi negatif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena pajak secara fiskal
menjadi berkurang yang selanjutnya berdampak memperkecil penghasilan kena pajak. Koreksi
negatif biasanya dilakukan akibat adanya:
C. Kredit Pajak
Untuk mendapatkan pajak yang masih harus dibayar pada suatu tahun pajak maka atas pajak yang
terhutang perlu dikurangi dengan kredit pajak. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau
setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus
sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Kredit pajak yang dapat dikurangkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun adalah Pajak
Penghasilan yang Telah dilunasi dalam tahun berjalan oleh WP Dalam Negeri
Dan Bentuk Usaha Tetap baik yang dibayar sendiri oleh oleh WP dan BUT tersebut maupun yang dipotong
serta dipungut oleh pihak lain, berupa:
1) PPh yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21)
2) PPh yang dipungut pihak lain (Pasal 22)
3) PPh yang dipotong pihak lain (Pasal 23)
4) Kredit PPh luar negeri (Pasal 24)
5) Pembayaran yang dilakukan sendiri oleh WP (Pasal 25)
Langkah-langkah menghitung Pajak Penghasilan Terutang pada akhir tahun untuk Wajib Pajak Badan:
1) Memperoleh laporan keuangan komersial (laporan laba rugi) beserta rincian-rinciannya yang
dihasilkan oleh sistem pembukuan. Meneliti akun-akun dalam laporan keuangan (komersial) untuk
melakukan rekonsiliasi fiskal.
2) Menyesuaikan penyajian laporan laba rugi komersial kedalam bentuk penyajian yang sesuai dengan
ketentuan perpajakan.
3) Melakukan rekonsiliasi fiskal dan mengklasifikasikan pendapatan dan beban yang terdapat dalam
laporan keuangan fiskal menjadi penghasilan dan pengurangan sesuai ketentuan perpajakan.
4) Menghitung dan mengklasifikasi jumlah penghasilan neto menurut sifatnya yaitu penghasilan yang
pengenaan pajaknya tidak final, penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, dan
penghasilan yang bukan Objek Pajak.
5) Menghitung Penghasilan Kena Pajak .
6) Menghitung kredit pajak yang dibolehkan.
7) Menghitung pajak yang masih harus dibayar (lebih bayar).
8) Menentukan penghasilan yang dikenakan PPh final serta jumlah yang telah dipotong/dipungut .
9) Menentukan penghasilan yang bukan objek Pajak Penghasilan.
Kredit pajak penghasilan adalah pajak – pajak yang telah dibayar sendiri atau telah dipotong oleh pihak lain
yang berkaitan dengan transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak lain. Yang perlu diperhatikan atas pajak
– pajak yang dapat dikreditkan antara lain seperti berikut:
1) PPh yang dapat dikreditkan tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dalam
rangka mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
2) Masa bulan perolehan PPh yang dikreditkan berada pada masa tahun PPh yang terhutang.
3) Kredit pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi seperti berikut ini:
4) Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain
5) Pajak yang dibayar sendiri
6) Surat Tagihan Pajak