You are on page 1of 39

HASIL PEMBELAJARAN BLOK KEPERAWATAN KOMUNITAS 3

“ PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS “

DISUSUN OLEH:

FAISAL HUMAM

G2A116004

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPETAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
KONSEP DASAR KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Definisi
Pelayanan keperawatan professional yang ditujukan pada masyarakat dengan
penekanan pada kelompok resiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang
optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan tanpa mengabaikan
pengobatan dan rehabilitasi dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dan melibatkan masyarakat sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pelayanan keperawatan ( Spradley, 1985 dan Logan and Dawkin, 1987 )
B. Tujuan
Tujuan dari keperawatan komunitas adalah untuk upaya pencegahan dan peningkatan
kesehatan masyarakat melalui upaya sebagai berikut
1. Pelayanan keperawatan langsung ( Direct care ) terhadap individu, keluarga, kelompok
dalam konteks komunitas
2. Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat dan mempertimbangkan
bagaimana masalah atau issue kesehatan masyarakat mempengaruhi keluarga, individu
dan kelompok

C. Kegiatan Promosi Kesehatan


Pendekatan dari organisasi promosi kesehatan, pusat kesejahteraan dan pusat
kesehatan tradisional menggunakan pendekaatan yang berbeda dapat dilihat pada table 3-1
kegiatan promosi kesehatan dapat dilakukan pada tingkat pemerintah seperti program
perbaikan gizi secara nasional atau kegiatan pada tingkat personal sebagai contohnya adalah
program latihan individu.
Program promosi kesehatan pada tingkat individu dapat dilakukan secara aktif atau
pasif. Strategi pasif digunakan pada klien yang menerima usaha promosi kesehatan.
Contohnya adalah adanya usaha pemeliharaan dan pengadaan air bersih serta pembuangan
limbah, hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit.
Strategi aktif bergantung pada komitmen individu serta keterlibatannya dalam
mengadopsi program promosi untuk kesehatannya. Strategi aktif sangat penting untuk
mengontrol kehidupan dan tanggung jawabnya terhadap kesehatannya sendiri. Contoh
strategi aktif dalam mengubah pola hidup adalah:
1. pengelolaan program diet guna memperbaiki nutrisi
2. program bantuan diri untuk mengurangi stress yang berhubungan dengan orang tua
3. program latihan untuk kekuatan dan ketahanan otot
4. kombinasi diet dan latihan guna mengontrol/menurunkan berat badan.
Usaha kesehatan yang paling baik adalah kombinasi dari strategi pasif dan aktif.
D. Tipe program promosi kesehatan
Berbagai variasi program dapat digunakan dalam promosi kesehatan, yang antara lain adalah
1. Penyebarluasan informasi.
Penyebaran informasi merupakan tipe dasar dalam promosi kesehatan. Metode yang
digunakan dapat bervariasi yang antara lain adalah penggunaan koran, brosur, poster,
gambar atau buku. Informasi yang disebarkan pada masyarakat terutama yang berkaitan
dengan perubahan pola hidup dan perilaku individu untuk meningkatkan kualitas
hidupnya. Sebagai contoh adalah bahaya mengemudikan mobil bila dalam keadaan
mabuk, perlunya imunisasi pada bayi dan anak, hipertensi, bahaya penggunaan obat –
obat terlarang, AIDS dan sebagainya. Penyebaran informasi digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kepedulian individu dan kelompok pada kebiasaan hidup
sehat.
2. Pengkajian tampilan kesehatan dan harapan.
Dilakukan untuk memotivasi individu agar dapat secara spesifik mengurangi resiko dan
dapat mengembangkan kebiasaan hidup sehat. Pengkajian harapan difokuskan pada
pengingkatan penggunaan metode yang lebih positif.
3. Perubahan pola hidup dan perilaku.
Kegiatan ini menuntut partisipasi individu untuk dapat mengubah kualitas hidup secara
umum individu akan mengubah gaya hidupnya setelah mendapatkan informasi dan
merasa perlu adanya perubahan perilaku yang lebih menguntungkan bagi dirinya.
4. Program control lingkungan.
Mempunyai pengembangan respons dalam menumbuhkan kepedulian manusia terhadap
lingkungan yang membahayakan dirinya seperti racun, polusi udara maupun air.
E. Seting kegiatan promosi kesehatan
Program promosi kesehatan dapat dilakukan baik secara individu maupun pada keluarga di
rumah atau pada komunitas yang dilakukan di sekolah, tempat kerja maupun rumah sakit.
Banyak individu akan merasa nyaman jika mempunyai perawat, konsultan diet atau pelatih
kebugaran yang datang kerumahnya untuk memberikan penyuluhan dan mengikuti
perkembangannya sesuai dengan kebutuhan.
Tipe program diupayakan agar tidak membebani pembiayaan, oleh kerena itu pendekatan
kelompok atau grup jauh lebih efektif karena selain lebih murah juga memotivasi untuk
terlaksananya program dengan baik. Program komunitas biasanya dilakukan beberapa kali di
suatu kota atau negara. Tipe program bergantung pada keahlian kelompok/institusi yang
melaksanakannya seperti promosi kesehatan, proteksi spesifik, dan skrining untuk deteksi
dini suatu penyakit.

F. Model Promosi Kesehatan


Ada tiga model promosi kesehatan yang banyak dianut pada saat ini yaitu :
1. Model promosi kesehatan menurut Pender
Model dari Nola Pender, menekankan pada promosi kesehatan daripada perilaku proteksi
atau prevensi. Model ini mempunyai tiga kategori perilaku promosi yaitu (a) factor kognitif
dan persepsi, (b) factor modifikasi, (c) pilihan kegiatan.
Factor kognitif dan persepsi. Factor kognitif dan persepsi merupakan pengantar utama dalam
mekanisme motivasi untuk memperoleh dan mempertahankan perilaku promosi kesehatan
yang cukup hal – hal sebagai berikut.
1. Pentingnya kesehatan, informasi kesehatan ditempatkan pada posisi yang tinggi, hal ini
diperlihatkan dengan perilaku membaca informasi tentang kesehatan dari buku – buku
saku yang ada.
2. Control kesehatan, masyarakat mengetahui bahwa dirinya dikontrol kesehatannya.
Control dilakukan dengan melihat perilaku masyarakat itu sendiri seperti kebiasaan
merokok dan kedisiplinan penggunaan sabuk pengaman di dalam mobil.
3. Memaksimalkan usaha sendiri, konsep ini merujuk pada suatu keyakinan individu bahwa
dirinya telah berhasil mencapai apa yang diinginkan, sebagai contohnya adalah
pencapaian berat badan ideal sebagai hasil dari latihan yang teratur.
4. Pengertian kesehatan, cara seseorang mendefinisikan kesehatan dapat dipengaruhi oleh
ketertarikannya pada perilaku promosi kesehatan.
5. Status kesehatan, pencapaian status kesehatan dapat dipengaruhi oleh frekuensi dan
intensitas dari perilaku promosi kesehatan yang diterima.
6. Keuntungan dari promosi kesehatan, keuntungan yang didapat dari promosi kesehatan
(contoh kebugaran fisik, kesejahteraan psikologis dan menurunnya stress) dipengaruhi
oleh tingkat partisipasi individu dalam melaksanakan program promosi kesehatan.
Dengan pengulangan perilaku itu sendiri merupakan kekuatan dan pendorong untuk
mendapatkan keuntungan dalam memperoleh kesehatan yang optimal.
7. Rintangan, persepsi individu tentang rintangan dalam melaksanakan program adalah
keterbatasan waktu dan fasilitas sehingga sulit mewujudkan kegiatan tersebut.
Factor modifikasi mencakup hal – hal sebagai berikut :
1. Factor demografi seperti : umur, jenis kelamin, ras, suku, pendidikan dan penghasilan.
2. Karakteristik biologis seperti : presentase lemak dan total berat badan yang berkaitan
dengan ketaatannya berlatih.
3. Pengaruh interpersonal seperti : harapannya kepada seseorang yang berarti dalam
hidupnya, pola perawatan kesehatan keluarga dan interaksinya dengan petugas kesehatan
professional.
4. Factor situasi seperti : kemudahan untuk mendapatkan alternative promosi kesehatan dan
pilihan lingkungan (contoh : hotel dan menu restoran merupakan pilihan yang terjaga
kesehatannya).
5. Factor perilaku seperti : pengalaman yang diperoleh, pengetahuan dan keterampilan
dalam mempromosikan kesehatan.
6. Pilihan seseorang terhadap kegiatan promosi kesehatan bergantung pada pilihan internal
dan pilihan eksternal. Pilihan internal adalah ketertarikan seseorang pada potensi untuk
bertumbuh atau meningkatkan perasaan sejahtera. Pilihan eksternal, dapat dilihat dari
pembicaraan seseorang tentang pola perilakunya serta informasi yang di dapat dari media
cetak tentang kesehatannya seseorang atau keluarganya dan perhatiannya terhadap
lingkungan.
2. Model promosi kesehatan menurut Kulbok
Model Kulbok menekankan pada perilaku kesehatan yang sifatnya preventif. Kegiatan
yang di lakukan merupakan upaya maksimal dalam menyimpan kesehatan (“stock in
health”). Hipotesis yang disampaikan adalah pentingnya factor social dan sumber
kesehatan bagi seseorang. Sumber social merujuk pada tingkat pendidikan dan
penghasilan keluarga. Sumber kesehatan merujuk pada kesejahteraan psikologis secara
umum, persepsinya tentang kesehatan itu sendiri, status kesehatan, tingkat
energy/kekuatan, kemampuannya menggunakan sumber kesehatan yang ada, partisipasi
dalam kelompok social dan jumlah dari teman – teman akrab yang dapat membantunya.
Perilaku preventif berhubungan dengan kegiatan fisik, diet, tidur, merokok, minum
alcohol, minum kopi, higiane gigi, penggunaan sabuk pengaman, pemanfaatan tenaga
kesehatan professional untuk mencegah penyakit serta control tekanan darah.
3. Model promosi kesehatan menurut Neuman
Dalam model promosi kesehatan yang disampaikan oleh Betty Neuman (1995),
prevensi kesehatan terdiri dari tiga tingkat yaitu primer, sekunder, dan tersier. Factor yang
terpenting adalah adanya garis pertahanan pada setiap individu. Klien menurut Neuman
adalah suatu system terbuka yang terdiri dari struktur dasar atau sumber energy inti pusat
(fisiologi, psikologi, sosiokultural, dan spiritual) dikelilingi oleh dua lingkaran konsentris
atau garis pertahanan, garis perlawanan menunjukkan factor internal yang membantu
klien bertahan melawan stressor di luar garis pertahanan. Pada bagian dalam/garis normal
pertahanan menggambarkan garis yang kuat, menunjukkan keadaan individu seimbang
atau keadaan beradaptasi, garis pertahanan fleksibel digambarkan sebagai garis patah –
patah bersifat dinamis dan secara cepat berubah melebihi periode yang pendek. Ini
merupakan penyangga perlindungan yang mencegah stressor masuk ke dalam garis
normal pertahanan variable tertentu (misal, gangguan tidur) dapat menyebabkan
perubahan yang cepat dalam garis fleksibel pertahanan.
Neuman menjelaskan bahwa stressor sebagai kekuatan di lingkungan yang mengubah
system kestabilan. Stressor dikategorikan sebagai stressor intrapersonal yang terjadi di
dalam individu, misalnya infeksi. Stressor interpersonal terjadi di antara individu
misalnya pengharapan peran yang realistic, sedangkan stressor ekstra-personal terjadi di
luar individu contohnya adalah masalah keuangan
Reaksi individu terhadap sressor bergantung pada tingkat kekuatan garis
pertahanannya, bagian dari reaksi sistem individu dapat beradaptasi terhadap stressor dan
efek ini dikenal sebagai rekonstruksi keperawatan yang berfokus pada pertahanan
kestabilan system intervensi keperawatan terdiri dari :
1. Prevensi primer, mengidentifikasi factor resiko, berusaha mengurangi stressor dan
berfokus pada melindungi garis pertahanan normal dan memperkuat garis fleksibel
pertahanan.
2. Prevensi sekunder, berhubungan dengan interaksi atau tritmen aktif segera setelah
gejala terjadi. Focus memperkuat garis pertahanan, mengurangi reaksi dan
meningkatkan factor pertahanan lain.
3. Prevensi tersier, merujuk pada intervensi sekunder yang telah dilakukan. Focus pada
adaptasi ulang dan stabilitas serta proteksi pada rekonstruksi atau kembali sehat
setelah pengobatan. Perawat menekankan pada pendidikan klien dalam memperkuat
garis pertahanan terhadap stressor dan cara untuk mencegah reaksi ualang atau
regresi.

G. Tahap Perubahan Perilaku Kesehatan


Perubahan perilaku kesehatan merupakan suatu fenomena siklik yang terjadi dalam
beberapa tahap. Tahap pertama merupakan suatu tingkatan ketika individu belum berfikir
secara serius tentang perubahan perilaku, dengan waktu seseorang akan mencapai tahap
akhir, ia akan mampu melakukan perubahan dengan baik. Salah satu model perubahan yang
dianut adalah model Prochaska dan Diclemente (1982, 1992) yang terbagi dalam tahap –
tahap sebagai berikut : (1) sebelum niat dilaksanakan, (2) niat, (3) persiapan, (4) kegiatan, (5)
mempertahankan.
Seseorang tidak selalu berhasil dalam melaksanakan tahap – tahap tersebut. Oleh
karena itu seorang perawat harus memahami teori perubahan perilaku ini agar dapat
membantu kliennya dengan baik (lihat Tabel 3-2).
1. Tahap sebelum niat dilaksanakan. Seseorang belum berfikir untuk mengubah perilakunya,
juga belum mempunyai niat untuk mencari informasi tentang perilaku. Aspek negative
yang muncul karena belum mengetahui keuntungan yang akan didapat dari perubahan
tersebut. Banyak orang mempercayai bahwa perilaku dapat di control oleh individu
sendiri dan dapat juga mendatangkan penolakan atau konfrontasi terhadap informasi.
2. Bagaimana seseorang secara serius ingin mengubah perilaku yang spesifik, secara aktif
mengumpulkan informasi, menyatakan secara verbal tentang rencana perubahan perilaku
dimasa yang akan datang. Pada fase ini individu mulai percaya bahwa perubahan perilaku
akan membuat kesehatannya menjadi lebih baik. Kadang – kadang orang menjadi
bimbang.
3. Persiapan pada fase ini seseorang dapat memehami kegiatan yang akan dilakukan dan
mempersiapkan diri untuk perubahan tersebut. Seseorang sudah percaya bahwa ada
keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya perubahan yang dilakukan dan membuat
perencanaan spesifik untuk perubahan tersebut. Beberapa orang pada tahap ini sudah
melakukan perubahan kecil – kecilan seperti mengurangi gula dan kopi mereka
4. Kegiatan. Seseorang sudah mengimplementasikan perubahan dengan strategi yang sudah
terpola secara baik seperti meninggalkan kebiasaan lama dan mulai melaksanakan
kebiasaan yang baru. Untuk mencegah terjadinya pengulangan pada kebiasaan yang lama
diperlukan kegiatan secara kontinu dalam beberapa minggu atau bulan.
5. Mempertahankan. Secara terintegrasi seseorang telah melaksanakan perubahan tersebut
yang tercermin dalam kehidupannya sehari – hari dan tidak kembali pada kehidupan yang
lama.
H. Peran Perawat Dalam Promosi Kesehatan
Keberadaan perawat sangat penting dalam promosi kesehatan. Karena dia harus membantu
individu maupun komunitas untuk mengubah perilaku.
KOTAK 3-7 Peran perawat dalam promosi kesehatan. (sumber: kozier, dkk., 1997).
Model pola perilaku hidup sehat dan sikap.
Memfasilitasi klien dalam melakukan pengkajian, implementasi, dan evaluasi tujuan
kesehatan.
Mendidik klien untuk dapat merawat diri, membuat strategi agar tetap sehat, perbaikan
nutrisi, mengelola stress dan meningkatkan kerja sama.
Membantu individu, keluarga dan komunitas untuk dapat meningkatkan kesehatannya.
Mendidik klien untuk dapat menjadi konsumen kesehatan yang efektif.
Membantu individu, keluarga dan komunitas agar dapat mengembangkan pilihan tentang
promosi kesehatan.
Membimbing klien untuk dapat mengembangkan pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan yang efektif.
Mendorong klien dan keluarganya untuk dapat ikut mempromosikan kesehatan.
Membantu advokasi pada komunitas untuk dapat mengubah/menciptakan lingkungan yang
sehat.

Yang kurang sehat menjadi perilaku sehat dan dapat dipertahankan sepanjang
hidupnya. Kegiatan promosi kesehatan merupakan hubungan kolaborasi baik dengan klien
maupun tenaga kesehatan lain/dokter. Peran perawat bukan bekerja untuk mereka, tetapi
bekerja sama dengan mereka guna memfasilitasi proses pengkajian, evaluasi dan mengerti
tentang kesehatan. Perawat dapat berperan sebagai advokat, konsultan, pendidik maupun
coordinator pelayanan. Sebagai contoh peran perawat dalam promosi kesehatan dapat dilihat
pada Kontak 3-7.
Dalam melaksanakan perannya, perawat dapat bekerja dengan individu dari berbagai
rentang usia, berbagai tipe keluarga dan berbagai kelompok yang spesifik. Keberhasilan
perawat dalam melaksanakan perannya dapat dilihat dari kemandirian individu maupun
kelompok yang dikelolanya agar dapat memperlihatkan tanggung jawabnya, adanya
peningkatan pengetahuan tentang kesehatan serta dapat mempertahankan perilaku sehat
sepanjang hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy Nasrul, Drs. 1995. Perawatan Kesehatan Keluarga. Jakarta : EGC


Ali Zaidin, SKM, MBA, MM. 2006. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC
MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN KOMUNITAS

“ COMUNITY AS PARTNER “

A. Model community as partner


Terdapat dua komponen utama yaitu:
A. Roda pengkajian komunitas, terdiri :
a. Inti komunitas (the community core).
1) Demografi.
Variabel yang dapat dikaji adalah jumlah balita baik laki-laki maupun
perempuan.Data diperoleh melalui. Puskesmas atau kelurahan berupa laporan
tahunan ataurekapitulasi jumlah kunjungan pasien yang berobat.
2) Statistik vital.
Data statistik vital yang dapat dikaji adalah jumlah angka kesakitan dan
angkakematian balita.Angka kesakitan dan kematian tersebut diperoleh
dari penelusuran data sekunder baik dari Puskesmas atau Kelurahan.
3) Karakteristik penduduk.
Variabel karakteristik penduduk meliputi:
a) Fisik : jenis keluhan yang dialami oleh warga terkait anaknya. Perawat
mengobservasi ketika ada program posyandu.
b) Psikologis : efek psikologis terhadap anak maupun orang tua yaitu
berupakesedihan karena anaknya berisiko tidak bisa bermain dengan anak-
anak sebay alainnya dan pertumbuhan anak pun akan terhambat atau sulit
untuk berkembang.
c) Sosial : sikap masyarakat terhadap adanya kasus penyakit masih acuh dan
tidak memberikan tanggapan berupa bantuan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan,namun orang tua membawa anak ke posyandu rutin untuk
ditimbang.
d) Perilaku : seperti pola makan yang kurang baik mungkin
mempengaruhi penyebab anak mengalami gizi kurang, diare dan penyakit l
ainnya, terlebih banyak orang tua yang kurang mampu dalam hal ekonomi.
b. Subsistem komunitas (thecommunity subsystems)
1) Lingkungan fisik.
2) Sistem kesehatan.
3) Ekonomi.
4) Keamanan dan transportasi.
5) Kebijakan dan pemerintahan.
6) Komunikasi.
7) Pendidikan.
8) Rekreasi.
c. Persepsi (perception).
Persepsi masyarakat dan keluarga terhadap suatu penyakit balita masih acuh,
mungkin dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ataupun kurangnya
pengetahuan kesehatan mengenai suatu penyakit.

B. Proses keperawatan (Sumber: Anderson McFarlan: Community as Partner)


a. Pengkajian.
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis
terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut
permasalahan pada fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi maupun spiritual
dapat ditentukan.
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan untuk
mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan negatif yang berbenturan
dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya yang dimiliki
komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Dalam tahap
pengkajian ini terdapat lima kegiatan, yaitu : pengumpulan data, pengolahan data,
analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan
prioritas masalah.

Pengumpulan data

1) Data inti
a) Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
b) Data demografi
c) Vital statistic
d) Nilai dan kepercayaan
2) Subsistem
a) Lingkungan fisik
b) Pelayanan kesehatan dan sosial
c) Ekonomi
d) Keamanan dan transportasi
e) Politik dan pemerintahan
f) Komunikasi
g) Pendidikan
h) Rekreasi

Jenis data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari:
1) Data subjektif: yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang
dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas, yang diungkapkan
secara langsung melalui lisan.
2) Data objektif: data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan
pengukuran.
Sumber data
1) Data primer: data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa
atau perawat kesehatan masyarakat dari individu, keluarga, kelompok dan
komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian.
2) Data sekunder: data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya,
misalnya : kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien atau medical record
(Wahit, 2005).

Cara pengumpulan data


1) Wawancara atatu anamnesa,
2) Pengamatan,
3) Pemeriksaan fisik.

Pengolahan data
1) Klasifikasi data atau kategorisasi data
2) Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally
3) Tabulasi data

Interpretasi data analisis data


Tujuan analisis data :
1) menetapkan kebutuhan komuniti;
2) menetapkan kekuatan;
3) mengidentifikasi pola respon komuniti;
4) mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.

Penentuan masalah atau perumusan masalah kesehatan


Prioritas masalah
Prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu mempertimbangkan
berbagai faktor sebagai kriteria:
1) perhatian masyarakat;
2) prevalensi kejadian;
3) berat ringannya masalah;
4) kemungkinan masalah untuk diatasi;
5) tersedianya sumber daya masyarakat;
6) aspek politis.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik yang
aktual maupun potensial.Masalah aktual adalah masalah yang diperoleh pada saat
pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul
kemudian.American Nurses Of Association (ANA). Dengan demikian diagnosis
keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang status dan
masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.

c. Perencanaan
1) Tahapan pengembangan masyarakat persiapan, penentuan prioritas daerah,
pengorganisasian, pembentukan pokjakes (kelompok kerja kesehatan).
2) Tahap diklat.
3) Tahap kepemimpinan koordinasi intersektoral, akhir, supervisi atau kunjungan
bertahap.

d. Pelaksanaan/Implementasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari
implementasi keperawatan, antara lain:
1) Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-
hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi,
memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi
penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai
kebutuhan, dan lain lain.
2) Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,
meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan
jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
3) Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,
melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data
dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan
keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
e. Evaluasi atau penilaian
Menurut Ziegler, Voughan–Wrobel, & Erlen (1986) dalam Craven & Hirnle
(2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Evaluasi struktur
2) Evaluasi proses
3) Evaluasi hasil

DAFTAR PUSTAKA

Natsir Muhammad. 2014. Konsep-Community-as-Partner-Diperkenalkan-Anderson-Dan-


McFarlane-Model-Ini-Merupakan-Pengembangan-Dari-Model-Neuman-Yang-
Menggunakan-Pendeka.

Anderson, E.T., and McFarlane, J.(2000). Community as partner: Theory and practice in
nursing, 3rd.ed, Philadelpia: Lippincott
Allender, J.A., and Spradley, B.W.(2001). Community health nursing : Concepts and
practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott
Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Salemba Medika
:Jakarta.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan Komunitas 1.
Cv Sagung Seto : Jakarta
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS MODEL CAP

A. Proses keperawatan (Sumber: Anderson McFarlan: Community as Partner)


a. Pengkajian.
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis
terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut
permasalahan pada fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi maupun spiritual
dapat ditentukan.
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan untuk
mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan negatif yang berbenturan
dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya yang dimiliki
komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Dalam tahap
pengkajian ini terdapat lima kegiatan, yaitu : pengumpulan data, pengolahan data,
analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan
prioritas masalah.

Pengumpulan data

Tujuan : Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai


masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus
diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik,
psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta faktor lingkungan yang
mempengaruhinya.

1) Data inti
a) Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
Riwayat terbentuknya sebuah komunitas (lama/baru). tanyakan pada orang-
orang yang kompeten atau yang mengetahui sejarah area atau daerah itu.
b) Data demografi
Karakteristik orang-orang yang ada di area atau daerah tersebut, distribusi
(jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnis), jumlah penduduk.
c) Vital statistic
Meliputi kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama kematian atau
kesakitan.
d) Nilai dan kepercayaan
Nilai yang dianut oleh masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan,
kepercayaan-kepercayaan yang diyakini yang berkaitan dengan kesehatan,
kegiatan keagamaan di masyarakat, kegiatan-kegiatan masyarakat yang
mencerminkan nilai-nilai kesehatan.
2) Subsistem
a) Lingkungan fisik
Catat lingkungan tentang mutu air, flora, perumahan, ruang, area hijau,
binatang, orang-orang, bangunan buatan manusia, keindahan alam, air, dan
iklim.
b) Pelayanan kesehatan dan sosial
Catat apakah terdapat klinik, rumah sakit, profesi kesehatan yang praktek,
layanan kesehatan publik, pusat emergency, rumah perawatan atau panti
werda, fasilitas layanan sosial, layanan kesehatan mental, dukun
tradisional/pengobatan alternatif.
c) Ekonomi
Catat apakah perkembangan ekonomi di wilayah komunitas tersebut maju
dengan pesat, industri, toko, dan tempat-tempat untuk pekerjaan, adakah
pemberian bantuan sosial (makanan), seberapa besar tingkat pengangguran,
rata-rata pendapatan keluarga, karakteristik pekerjaan.
d) Keamanan dan transportasi
Apa jenis transportasi publik dan pribadi yang tersedia di wilayah komunitas,
catat bagaimana orang-orang bepergian, apakah terdapat trotoar atau jalur
sepeda, apakah ada transportasi yang memungkinkan untuk orang cacat.
Jenis layanan perlindungan apa yang ada di komunitas (misalnya: pemadam
kebakaran, polisi, dan lain-lain), apakah mutu udara di monitor, apa saja jenis
kegiatan yang sering terjadi, apakah orang-orang merasa aman.
e) Politik dan pemerintahan
Catat apakah ada tanda aktivitas politik, apakah ada pengaruh partai yang
menonjol, bagaimana peraturan pemerintah terdapat komunitas (misalnya:
pemilihan kepala desa, walikota, dewan kota), apakah orang-orang terlibat
dalam pembuatan keputusan dalam unit pemerintahan lokal mereka.
f) Komunikasi
Catat apakah oaring-orang memiliki tv dan radio, apa saja sarana komunikasi
formal dan informal yang terdapat di wilayah komunitas, apakah terdapat
surat kabar yang terlihat di stan atau kios, apakah ada tempat yang biasanya
digunakan untuk berkumpul.
g) Pendidikan
Catat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi, pendidikan lokal,
reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas ekstrakurikuler, layanan
kesehatan sekolah, dan tingkat pendidikan masyarakat.
h) Rekreasi
Catat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi utama, siapa yang
berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan kebiasaan masyarakat
menggunakan waktu senggang.

Jenis data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari:
1) Data subjektif: yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang
dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas, yang diungkapkan
secara langsung melalui lisan.
2) Data objektif: data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan
pengukuran.

Sumber data
1) Data primer: data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa
atau perawat kesehatan masyarakat dari individu, keluarga, kelompok dan
komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian.
2) Data sekunder: data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya,
misalnya : kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien atau medical record
(Wahit, 2005).

Cara pengumpulan data


1) Wawancara atatu anamnesa,
2) Pengamatan,
3) Pemeriksaan fisik.
Pengolahan data
1) Klasifikasi data atau kategorisasi data
2) Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally
3) Tabulasi data

Interpretasi data analisis data


Tujuan analisis data :
1) menetapkan kebutuhan komuniti;
2) menetapkan kekuatan;
3) mengidentifikasi pola respon komuniti;
4) mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.

Penentuan masalah atau perumusan masalah kesehatan


Prioritas masalah
Prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu mempertimbangkan
berbagai faktor sebagai kriteria:
1) perhatian masyarakat;
2) prevalensi kejadian;
3) berat ringannya masalah;
4) kemungkinan masalah untuk diatasi;
5) tersedianya sumber daya masyarakat;
6) aspek politis.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik yang
aktual maupun potensial.Masalah aktual adalah masalah yang diperoleh pada saat
pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul
kemudian.American Nurses Of Association (ANA). Dengan demikian diagnosis
keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang status dan
masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.

c. Perencanaan
1) Tahapan pengembangan masyarakat persiapan, penentuan prioritas daerah,
pengorganisasian, pembentukan pokjakes (kelompok kerja kesehatan).
2) Tahap diklat.
3) Tahap kepemimpinan koordinasi intersektoral, akhir, supervisi atau kunjungan
bertahap.

d. Pelaksanaan/Implementasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari
implementasi keperawatan, antara lain:
1) Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-
hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi,
memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi
penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai
kebutuhan, dan lain lain.
2) Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,
meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan
jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
3) Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,
melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data
dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan
keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
e. Evaluasi atau penilaian
Menurut Ziegler, Voughan–Wrobel, & Erlen (1986) dalam Craven & Hirnle
(2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.Persediaan
perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan administrasi,
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang
diinginkan.
2) Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup
jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik,
validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal
perawat.
3) Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Natsir Muhammad. 2014. Konsep-Community-as-Partner-Diperkenalkan-Anderson-Dan-


McFarlane-Model-Ini-Merupakan-Pengembangan-Dari-Model-Neuman-Yang-
Menggunakan-Pendeka.

Anderson, E.T., and McFarlane, J.(2000). Community as partner: Theory and practice in
nursing, 3rd.ed, Philadelpia: Lippincott
Allender, J.A., and Spradley, B.W.(2001). Community health nursing : Concepts and
practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott
Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Salemba Medika
:Jakarta.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan Komunitas 1.
Cv Sagung Seto : Jakarta
UPAYA KESEHATAN SEKOLAH

A. Definisi UKS
Usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan disekolah dengan sasaran masyarakat
sekolah dan lingkungannya. UKS merupakan wadah untuk meningkatkan kemampuan
hidup sehat untuk capai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Anak selalu butuh tumbang secara terus menerus sehinggag perlu pendekatan kesehatan
yang spesifik dalam hubunganya dengan kebutuhan perubahan

B. Masalah kesehatan yang sering muncul: dibedakan menurut usia perkembangan


1. 5-12 tahun : kecelakaan, ISPA, pneumoni, malnutrisi, gangguan gigi.
2. 13-19 tahun : kehamilan, salah gunakan obat, alkohol, kecelakaan, bunuh diri,
peny.akibat hub seks

C. Demografi dan kependudukan:

1. Kelompok usia 7-21 th kurang lbh 35 %.

2. Belum semuanya tertampung di sekolah

3. Tdk semua anak sehat.

4. Angka kesakitan 3,8 % (paling kecil).

5. Terbanyak : kasus anemia , Masalah kenakalan remaja, hub seks pranikah cenderung
meningkat

D. Tujuan UKS
1. Tujuan Umum :
Mewujudkan dan menumbuh kembangkan kemandirian anak untuk hidup sehat.
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan kemampuan anak untukk menolong diri sendiri melalui:
b. Peka terhadap masalah kesehatan (diri, keluarga, lingkungan)
c. mampu berfikir berorientasi pemcahan masalah kesehatan dan pengendalian
diri.
d. Meningkatkan kemampuan anggota keluarga khususnya ibu dalam mengasuh anak
sehingga terbentuk perilaku hidup sehat.
E. Model Konseptual Kesehatan sekolah

1. Status kesehatan anak.

2. Pendidikan kesehatan.

3. Sekolah : Pelyanan Kesehatan, pendidikan, lingkunga, psiko, kebutuhan nutrisi,


konseling, pendidikan kesehatan.

4. Komunitas: Pelyanan kesehatan, sosial program, pendidikan kesehatan, psiko.

5. Media: Pendidikan, elektronik, komersial, regulasi.

F. Komponen Program Kesehatan Sekolah (Trias UKS)

1. Pelayanan kesehatan

2. Pendidikan kesehatan

3. Kesehatan Lingkungan sekolah

a. Pelayanan Kesehatan
Jumlah perbandingan perawat dg murid:1:750 ( umum ), 1:250 (siswa ada yang
bermasalah), 1: 125 ( ketidakmampuan lebih).
1) Screening:
Menetapkan apakah sreening akan dilakukan.
Kembangkan perencanaan dan manajemen data.
Ajarkan pada kader sekolah cara screening.
Rujuk siswa.
Kerjasama dalam perencanaa, implementasi dan evaluasi.
a) Screening yang dilakukan:
a) Penglihatan, pendengaran, gigi, scoliasis, analisis faktor resiko.
b) Screening dilakukan pada akhir menjelang awal tahun sekolah.
c) Penemuan kasus
b) Bentuk selektif dari screening.
Termasuk penyelidikan anak dengan perilaku tertentu, lingkungan
keluarga, status kesehatan yg beresiko sakit, absen, penampilan akademik.
Yang termasuk beresiko adalah:
a) Absen > 10 % hari sekolah.

b) Sering sakit

c) Gangguan fisik.

d) Masalah emosional.

2) Surveilance status imunisasi


3) Manajemen keluhan minor.
Mengembengkan pertolongan pertama dan perawatan emergency : sakit
abdm, kepala, telinga, pingsan.
a) Punya kit P3K
b) Pemberian pengobatan
c) Dasar keperluan untuk pemberian pengobatan di sekolah:
 Hanya dengan izin tertulis ortu.
 Resep hanya dengan tulisan dokter/delegasi
 Resep indvidu, label khusus utk msg2 anak.
 Catat: nama, obat, dosis,waktu, pemberi.Penyimpanan obat.
d) Konseling
Bertanggung jawab untuk berikan info, mendengar aktif, dukung care,
harus dapat dipercaya, tolong klien utk ambil keputsan.Bisa gunakan
student peer.
e) Manajemen kasus
Aktivitas umum yg dilakukan oleh perawat sekolah.
f) PHC
Kegiatan PHC dan promosi kes.Pemr fisik, tes lab simple, diag dan
penanganan mas kes minor.
g) Pely kes siswa dg kebutuhan khusus ( yg pengaruhi kemampuan
belajar)
G. Pendidikan Kesehatan
Identik dengan promosi kesehatan.
Promosi : lebih pada aktifitas.
Pendidikan: merupalkan . Teknik utk capai tujuan.
Komponen pendidikan kesehatan:
1. Anjuran pemeliharaan kes.

2. Pencegahan penyebaran peny infeksi.

3. Perawatan diri.

4. Pendidikan utk anak dg mas kronis agar lbh mengerti penyakitnya.

5. Bgmn penggunaan sist pely kes.

Tujuan umum dari komponen pendidikan kesehatan:

1. Mendidik anak bgmn melindungi kes.

2. Mengajar anak utk mempunyai kebiasaan hdp sehat, bertgjwb pd kes diri, kelg
dan masy.

3. Mengajar bagaimana anak menggunakan sistem pely kes.

H. Kesehatan lingkungan

1. Fisik.

2. Psikologis.

3. Sosial.

lingkungan fisik meliputi;

a. Konstruksi ruang dan bangunan;

b. Sarana air bersih dan sanitasi;

c. Halaman;

d. Pencahayaan, ventilasi, kebisingan;

e. Kepadatan kelas, jarak papan tulis, meja/kursi;

f. Vektor penyakit;

g. Kantin/Warung sekolah.
Lingkungan psikis

a. Memberikan perhatian terhadap perkembangan peserta didik

b. memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak didik yang bermasalah

c. membina hubungan kejiwaan antara guru dengan peserta didik.

Lingkungan social

a. Membina hubungan yang harmonis antara guru dengan guru

b. membina hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta didik

c. membina hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan peserta


didik lainnya

d. membina hubungan yang harmonis antara guru, murid, dan karyawan


sekolah, serta masyarakat sekolah.

I. TOLOK UKUR KEBERHASILAN PEMBINAAN


Dilihat dari peserta didik :

1) Sehat, tidak sakit-sakitan dan bebas narkotika

2) Absensi sakit menurun

3) Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sesuai dengan golongan usia

4) Murid TK dan sekolah dasar/madrasah telah mendapatkan imunisasi ulangan.

Dilihat dari lingkungan sekolah :

1) Semua ruangan dan kamar mandi, jamban, dan pekarangan bersih

2) Tidak ada sampah

3) Ada sumber air bersih


J. Peranan Perawat Pada Kegiatan UKS
1. Sebagai pelaksana askep di sekolah :

a. Mengkaji masalah kes dan keperawatan peserta didik dengan melakukan


pengumpulan data, analisa data, dan perumusan masalah dan prioritas
masalah.

b. Penyusunan perencanaan kegiatan UKS bersama TPUKS

c. Melaksanakan kegiatan UKS sesuai dengan rencana kegiatan yang disusun

d. Penilaian dan pemantauan hasil kegiatan UKS

e. Pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

2. Sebagai pengelola kegiatan UKS.

a. Anggota dalam TPUKS

b. Koordinator UKS di puskesmas.

3. Sebagai penyuluh dalam bidang kesehatan.


UPAYA KESEHATAN KERJA

A. Pengertian
Ilmu kesehatan kerja mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan dan
kesehatan. Ilmu tidak hanya menyangkut hubungan antara efek lingkungan kerja dengan
kesehatan pekerja, tetapi hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuan
untuk melakukan tugas yang harus dikerjakan.
Menurut International Labor Organization ( ILO) salah satu upaya dalam
menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan
penerapan peraturan perundangan antara lain melalui :
1. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )
2. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.
3. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan
langsung di tempat kerja.
ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi
pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari
risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan
psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus utama kesehatan
kerja, yaitu:
1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja
2. Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan
kesehatan
3. Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang mendukung kesehatan
dan keselamatan di tempat kerja juga meningkatkan suasana sosial yang positif dan
operasi yang lancar serta meningkatkan produktivitas perusahaan.

Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan kerja antara lain:
1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
2. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
4. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja
5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja ,
6. pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja
7. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus
Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja

B. Kapasitas Kerja, Beban Kerja, Lingkungan Kerja


Kapasitas kerja,beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam system kesehatan kerja. Dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja terlalu
berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja
menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja pada saat bekerja,
misalnya panas,debu,zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan trhadap
pekerja. Beban beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama sama
menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja.
Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko bahaya di tempat
kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam Undang-undang No.
36 tahun 2009 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja
dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja

C. Kebijakan Upaya Kesehatan Kerja (Ukk)


Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya kesehatan kerja di
tempat pelayanan kerja yaitu :

1. UKK dilaksanakan secara paripurna, berjenjang dan terpadu.


2. Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan kesehatan
pada kesehatan tingkat primer maupun rujukan.
3. Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans & standar
pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.
4. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna
5. Promosi K3 dilaksanakan secara optimal
6. Peningkatan koordinasi pelaksanaan UKK pada Tingkat Nasional, Propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan & Kelurahan/Desa.
7. Memberdayakan Puskesmas sebagai jejaring pelayanan yang efektif dibidang
kesehatan kerja pada masyarakat pekerja utamanya di sektor informal.
8. Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK) sebagai
mitra kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3)

D. Strategi Upaya Kesehatan Kerja

1. PEMBINAAN PROGRAM

a. Perluasan jangkauan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat pekerja formal &


informal melalui sistem yankes yang sudah berjalan & potensi pranata sosial yang
sudah ada.
b. Peningkatan mutu pelayanan dengan standardisasi, akreditasi & SIM (Sistem
Informasi Manajemen)
c. Promosi K3 dilaksanakan dengan pendekatan Advokasi, Bina Suasana, dan
Pemberdayaan & Pembudayaan K3 dikalangan dunia usaha & keluarganya serta
masyarakat sekelilingnya.
d. Pengembangan program Upaya Kesehatan Kerja melalui Kabupaten/Kota Sehat

2. PEMBINAAN INSTITUSI
a. Pengembangan jaringan yankesja yg meliputi Pos UKK, Klinik Perusahaan,
Puskesmas, BKKM (Balai Kesehatan Kerja Masyarakat) & Rumah Sakit
b. Pengembangan jaringan kerjasama & penunjang yankesja, baik lintas program
maupun lintas sektor
c. Pelembagaan K3 di tempat kerja yang merupakan wahana utama penerapan
program K3
d. Memperjelas peran manajemen & serikat pekerja dalam program K3.

3. PENINGKATAN PROFESIONALISME

a. Penambahan tenaga ahli K3 di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.


b. Peningkatan Kemampuan & Keterampilan K3 petugas kesehatan melalui Diklat.
c. Pengembangan profesionalisme K3 bekerjasama dengan ikatan profesi terkait.

E. Pelayanan Kesehatan Kerja


Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di tempat
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap tenaga kerja yang berdampak positif bagi peningkatan produktifitas
kerja.
Syarat pengadaan pelayanan kesehatan kerja, didasarkan pada :

a. UU NO.36 tahun 2009 tentang Kesehatan


b. Kepmenkes No. 920 tahun 1986 tentang upaya pelayanan swasta di bidang medik.
c. Permenakertrans RI No.03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan kerja dimana
Pelayanan Kesehatan kerja diadakan tergantung pada jumlah tenaga kerja & tingkat
bahayanya

F. Ruang Lingkup Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja

a. Pemeriksaan dan seleksi calon pekerja & pekerja


b. Pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif)
c. Peningkatan mutu & kondisi tempat kerja
d. Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja & lingkungan kerja
e. Pembentukan & pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan kesehatan
kerja
G. Jenis Program Pelayanan Kesehatan Kerja
Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada pelayanan:
a. Promotif
1. Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
2. Pemeliharaan berat badan yang ideal
3. Perbaikan gizi, menu seimbang & pemilihan makanan yang sehat & aman,
Higiene Kantin.
4. Pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat (Hygiene & sanitasi)
5. Kegiatan fisik : Olah raga, kebugaran
6. Konseling berhenti merokok /napza
7. Koordinasi Lintas Sektor
8. Advokasi
b. Preventif
1. Pemeriksaan kesehatan (awal, berkala, khusus)
2. Imunisasi
3. Identifikasi & pengukuran potensi risiko
4. Pengendalian bahaya (Fisik, Kimia, Biologi, Psikologi, Ergonomi)
5. Surveilans Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(PAHK), Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) & penyakit lainnya.
6. Monitoring Lingkungan Kerja .
c. Kuratif
1. Pertolongan pertama pada kasus emergency.
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
3. Melakukan rujukan
4. Pelayanan diberikan pada pekerja yang sudah mengalami gangguan kesehatan.
5. Pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun
penyakit akibat kerja.
6. Terapi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan terapi kasual/utama & terapi
simtomatis
d. Rehabilitatif
1. Rehabilitasi medik
2. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya yang
masih ada secara maksimal.
3. Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.
e. Pelayanan Rujukan
RUJUKAN MEDIK –> pengobatan & rehabilitasi –> Pos UKK –> Puskesmas –>
BKKM –> RSU/RS.Khusus
RUJUKAN KESEHATAN :
1. Sampel Lingkungan –> Balai Teknik Kesehatan Lingkungan/Balai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
2. Sampel Laboratorium –> Balai Latihan Kerja
3. Kasus Pencemaran –> Kabupaten/Ko
TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS

RELAKSASI OTOT

1. Definisi Relaksasi Otot Progresif


Jacobson memberikan pengertian sebagai berikut: relaksasi adalah terapi atau
latihan relaksasi untuk membawa seseorang pada keadaan relaks pada otot-otot. Jika
seseorang berada pada keadaan santai akan terjadi pengurangan timbulnya reaksi
emosi yang menggelora, baik pada susunan syaraf pusat maupun susunan syaraf
otonom yang lebih lanjut dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat, baik secara
jasmani maupun rohani.
Relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation) didefinisikan sebagai
suatu teknik relaksasi yang menggunakan serangkaian gerakan tubuh yang bertujuan
untuk melemaskan dan memberi efek nyaman pada seluruh tubuh (Corey, 2005).
Relaksasi otot progresif merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari
dan digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan sehingga
menimbulkan rasa nyaman tanpa tergantung pada hal/subjek di luar dirinya,
Soewondo (2012).

2. Tujuan Relaksasi Otor Progresif


Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan potter (2005), tujuan dari teknik ini adalah
untuk:
a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan
darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolic.
b. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen;
c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak
memfokuskan perhatian serta relaks;
d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi;
e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan,
gagap ringan, dan
g. Membangun emosi positif dari emosi negative.

3. Indikasi Dan Kontraindikasi Relaksasi Otot Progresif


Indikasi
a. Klien lansia yang mengalami gangguan tidur (insomnia).
b. Klien lansia yang sering mengalami stress.
c. Klien lansia yang mengalami kecemasan.
d. Klien lansia yang mengalami depresi.
Kontra Indikasi
a. Klien lansia yang mengalami keterbatasan gerak, misalnya tidak bisa
menggerakkan badannya.
b. Klien lansia yang menjalani perawatan tirah baring (bed rest).

FOOT DIABETIC SPA

1. Definisi Foot Diabetic Spa


Spa kaki diabetes merupakan terapi untuk pasien diabetes mellitus secara
menyeluruh mulai dari senam kaki, pembersihan (skin cleansing), foot mask dan
foot massage (affiani & puji, 2017). Spa kaki diabetik terdiri dari berbagai macam
kegiatan yaitu senam kaki diabetik sebelum pelaksanaan spa kaki, skin cleansing
yaitu pembersihan dengan menggunakan sabun mandi bayi yang lembut dan
ringan, pedicure yaitu pemotongan dan pengikisan kuku jika responden memiliki
kuku yang sedang panjang, foot mask yaitu tindakan memberikan lulur dengan
tujuan untuk membersihkan sel-sel kulit mati, tetapi untuk tindakan ini tidak
dilakukan setiap hari agar lapisan kulit tidak semakin menipis, dan terakhir adalah
foot massage yaitu pemijatan superfisial pada kaki untuk meningkatkan sirkulasi
darah. Spa kaki diabetik ini dilakukan ±30 menit. Kegiatan-kegiatan di dalam spa
kaki diabetik memberikan pengaruh terhadap sirkulasi darah perifer secara
menyeluruh. Kegiatan-kegiatan tersebut selain dapat melancarkan aliran darah,
juga membuat pasien merasa nyaman dan rileks (affiani & puji, 2017)
Terapi SPA dapat meningkatkan metabolisme glutation. Otsuka (1996) dalam
Nasermoaddeli & Kagamimori (2005) menyatakan bahwa dari uji coba terkontrol
klinis pada 12 pasien DM tipe II di Hokkaido yang dilakukan terapi SPA selama
dua atau tiga kali sehari dalam empat minggu dengan suhu air antara 39 sampai 40
derajat celcius (tidak ada data tentang komposisi mineral), didapatkan hasil bahwa
sebagian ada perbaikan metabolisme glutation.
Glutation merupakan antioksidan sel untuk mencegah kerusakan oksidatif
(Nuttal et al., 1999). Kombinasi dari kedua tindakan tersebut diharapkan akan
mempercepat pengurangan neuropati perifer diabetik terutama peningkatan
sensasi kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kombinasi
senam kaki diabetik dan terapi SPA terhadap peningkatan sensasi kaki pasien
neuropati perifer diabetik.
2. Tujuan Foot Diabetic Spa
Tindakan kombinasi senam kaki diabetik dan terapi SPA memiliki tujuan yang
sama yakni meningkatkan sirkuasi darah. Hasil penelitian ini senada dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pasien DM dengan neuropati
yang dilakukan perawatan kaki dengan menjaga sirkulasi darah kaki dihasilkan
kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali berisiko terjadi ulkus
diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur
(Calle, Pascual, & Duran, 2001).
Spa kaki diabetik merupakan serangkaian kegiatan perawatan kaki yang di
dalamnya terdapat kegiatan senam kaki, pembersihan dengan air hangat, dan
pemijatan (Purwanto, 2014).

3. Indikasi dan Kontraindikasi Foot Diabetic Spa


1. Indikasi
a. Pasien penderita hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
b. Pasien stroke ringan
c. Pasien dengan reumatik
d. Ibu post natal untuk melancarkan asi
2. Kontraindikasi
Tekanan dan gesekan harus dihindari pada luka dan memar serta pada kondisi
kulit seperti ruam, luka bakar, dan sengatan matahari. Gerakan menekan di
sekitar keseleo pergelangan kaki dan cedera tulang lainnya harus dibatasi.
Perawat sebaiknya memakai sarung tangan pelindung ketika melakukan foot-
spa. Tindakan foot-spa digunakan untuk membantu menormalkan jaringan
tubuh dan organ, oleh karena itu hal-hal yang menjadi kontraindikasi harus
dihindari sehingga tidak menyebabakan potensi bahaya ke daerah tubuh yang
lain.
SENAM OTAK
1. Definisi Senam Otak
Senam otak atau Brain Gym adalah serangkaian latihan gerak yang sederhana untuk
memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari. Gerakan-
gerakan yang dilakukan untuk merangsang otak. Aktifitas ini dapat berguna untuk
menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri manusia. Otak kanan biasanya berisi hal-
hal yang bersifat emosional, seni dan berperasaan. Sedangkan otak kiri lebih bersifat
rasional dan abstrak.
2. Tujuan
Menurut Sapardjiman (2007) tujuan senam otak adalah sebagai berikut:
a. Untuk membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat
sehingga kegiatan belajar atau bekerja berlangsung menggunakan seluruh otak
(whole brain)
b. Mengurangi stress emosional dan pikiran lebih jernih
c. Menjadikan orang lebih bersemangat, lebih konsentrasi, lebih kreatif dan efisien
d. Memampuan berbahasa dan daya ingat meningkat
e. Hubungan antar manusia dan suasana belajar/bekerja lebih rileks dan senang.

3. Indikasi dan Kontra Indikasi


Indikasi :
a. Dapat dilakukan oleh lansia atau orang yang terkena demensia maupun tidak dan
masih mampu untuk melakukan senam
b. Anak dengan gangguan hiperaktif
c. abnormalitas pada bagian otak (misalnya anak tuna grahita), sulit berkonsentrasi,
mudah depresi, lansia dengan dimensia, dan anak autis
d. Senam otak dapat digunakan oleh orang dewasa yang mengalamistres
Kontra Indikasi
a. Pasien dengan stroke
b. Pasien dengan gangguan otak karena trauma
BABY MASSAGE
1. Definisi Pijat Bayi
Pijat bayi merupakan salah satu cara yang menyenangkan untuk menghilangkan
ketegangan dan perasaan gelisah terutama pada bayi.
Pijat bayi adalah gerakan usapan lambat dan lembut pada seluruh tubuh bayi yang
dimulai dari kaki, perut, dada, wajah, tangan dan punggung bayi.
Pijat bayi merupakan salah satu bentuk rangsang raba.

2. Tujuan baby massage


a. Memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut jantung, sistem pernafasan, sistem
pencernaan, dan sistem pernafasan dan sistem kekebalan tubuh.
b. Menurunkan stres bayi diare yang mengalami hospitalisasi dengan dehidrasi
ringan dan sedang.
c. Meningkatkan kuantitas tidur bayi yang mengalami hospitalisasi. Meningkatkan
kualitas tidur pada bayi umur 3-6 bulan
d. Meningkatkan perkembangan motorik kasar pada bayi umur 3-6 bulan.
e. Meningkatkan perkembangan motorik halus pada bayi umur 3-6 bulan.
f. Membuat otot-otot bayi lebih kuat, dan koordinasi tubuhnya lebih baik.
g. Mempererat kelekatan (bonding) antara anak dan orangtua, serta membuat bayi
merasa nyaman.

3. Indikasi dan kontraindikasi


Indikasi dilakukannya pemijatan yaitu:
a. Bayi dapat dipijat sejak lahir.
b. Bila bayi dibawah usia 2 bulan, pemijatan dilakukan dengan lembut.
c. Pemijatan setiap hari selama 15 menit dalam 6 hingga 7 bulan pertama
hidupnya akan sangat bermanfaat bagi bayi.
d. Pemijatan dapat dilakukan hingga usia 3 tahun.
kontraindikasi
a. Memijat bayi langsung setelah selesai minum seharusnya diberi jarak kira-kira
2 jam setelah selesai minum
b. Saat bayi dalam keadaan tidak sehat; memijat bayi pada saat bayi tidak mau
dipijat (biasanya dengan tanda bayi rewel, menangis, dan memberontak)
c. Memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi

You might also like