You are on page 1of 31

 

 
BAB II
 
LANDASAN TEORI
 

2.1.  Planetary Gearbox

  Untuk pengertian secara umumnya sistem roda gigi planet adalah


sebuah sistem roda gigi yang terdiri dari sun gear, carrier gear dan ring gear atau
 
internal gear. Satu set sistem roda gigi planet dapat menghasilkan putaran yang
 
bervariasi seperti peningkatan kecepatan, pengurangan kecepatan, perubahan arah,
netral,
  dan direct drive.

Gambar 2.1 Konstruksi planetary gearbox

Untuk sebuah planetary gear set sederhana terdiri dari :

 Roda gigi matahari (sun gear)


 Roda gigi perantara (carrier gear)
 Roda gigi dalam (ring gear atau annulus)

Jika dilihat dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa susunan


dari sebuah sistem roda gigi planet hampir mirip dengan susunan tata surya kita.
Roda gigi matahari terletak dipusat susunan. Roda gigi ini terletak di tengah dan
sebagai poros perputaran. Roda gigi matahari dapat berupa rancangan spur atau
helical gear. Roda gigi matahari bertautan dengan gigi pada roda gigi perantara.
Roda gigi perantara adalah roda gigi yang disusun dalam kerangka yang disebut
carrier gear yang dapat terbuat dari besi tuang, alumunium atau pelat baja dan

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox II-1


 
 
II-2

 
dirancang dengan sebuah pin untuk masing-masing carrier gear. Roda gigi
 
perantara berputar pada needle bearing yang diposisikan diantara shaft planetary
  carrier dan carrier gear.
  Jumlah roda gigi perantara didalam sebuah sistem roda gigi planet
tergantung
  dari beban yang dipikul. Transmisi kendaraan otomatis harus
mempunyai tiga roda gigi perantara sedangkan heavy duty highway trucks dapat
 
mempunyai sebanyak 5 roda gigi perantara dalam planetary carrier dalam sistem
 
roda gigi planetnya. Roda gigi perantara mengelilingi poros tengah roda gigi
matahari
  dan dilingkari oleh roda gigi dalam. Roda gigi dalam bertindak seperti
sebuah
  pengikat yang menahan keseluruhan roda gigi bersama dan memberikan
kekuatan yang besar pada unit. Roda gigi dalam diletakkan pada jarak terjauh dari
 
poros pusat dan karena itu berfungsi sebagai tuas terbesar pada poros pusat. Untuk
membantu mengingat rancangan sistem roda gigi planet, gunakan sistem tata
surya sebagai contohnya. Matahari adalah pusat tata surya dengan planet berputar
disekelilingnya, karena itu disebut sistem roda gigi planet. Roda gigi matahari dan
roda gigi perantara memiliki jumlah gigi paling kecil, sedangkan roda gigi dalam
memiliki jumlah gigi paling banyak.

2.1.1. Prinsip Kerja Planetary Gearbox


Setiap komponen dalam satu set roda gigi planet, yaitu roda gigi
matahari, roda gigi perantara, dan roda gigi dalam dapat berputar atau ditahan.
Perpindahan tenaga melalui sebuah sistem roda gigi planet hanya mungkin ketika
satu komponen ditahan atau jika dua komponen ditahan bersama. Salah satu dari
tiga komponen yaitu roda gigi matahari, roda gigi perantara atau roda gigi dalam
dapat digunakan sebagai penggerak atau komponen input. Pada saat bersamaan,
komponen yang lain tetap berputar dan kemudian menjadi komponen yang
ditahan atau diam. Komponen ketiga kemudian menjadi bagian yang digerakkan
atau output. Tergantung pada komponen yang menjadi penggerak, yang ditahan,
dan yang digerakkan, peningkatan torsi atau peningkatan kecepatan akan
dihasilkan oleh sistem roda gigi planet. Arah output juga dapat dibalik melalui
berbagai kombinasi.

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-3

  Tabel 2.1 Aturan hukum cara kerja planetary gearbox

2.1.2. Klasifikasi Planetary Gearbox


Untuk menghitung rasio roda gigi/reduction ratio pada sistem roda
gigi rumusnya berbeda dengan cara menghitung rasio roda gigi pada roda gigi
tanpa planetary. Sistem roda gigi planet dibagi menjadi dua, yaitu:

2.1.2.1. Sistem Satu Tingkat Planetary Gearbox


Yang akan kita bahas sekarang adalah mencari reduction ratio untuk
single stage planetary gear system. Perhatikan gambar di bawah, gambar tersebut
adalah gambar sistem roda gigi planet yang hanya menggunakan satu buah planet
pinion penghubung antara roda gigi matahari dengan roda gigi dalam. Karena
hanya menggunakan satu buah planet pinion maka disebut dengan sistem roda
gigi planet 1 tingkat. Artinya putaran dari roda gigi matahari (input) menuju ke
roda gigi dalam (output) hanya direduksi satu kali (single stage).

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-4

  Gambar 2.2 Sistem satu tingkat planetary gearbox

 
Rumus untuk menghitung reduction ratio nya adalah:
 
(S x Ns) + (R x Nr) = (S + R) x Nc
  Dimana:
S = Jumlah gigi roda gigi matahari
R = Jumlah gigi roda gigi dalam
Ns = Jumlah putaran roda gigi matahari
Nr = Jumlah putaran roda gigi dalam
Nc = Jumlah putaran roda gigi perantara

Untuk menentukan kemana arah putaran dan besarnya putaran output


pada sistem roda gigi planet 1 tingkat dapat dilihat pada gambar berikut:
1. Apabila Carrier Ditahan
Apabila roda gigi matahari sebagai input berputar kekanan, kemudian
carrier ditahan. Maka roda gigi dalam sebagai output akan berputar berlawanan
(kekiri / negatif) dengan jumlah putaran lebih kecil dari pada roda gigi matahari.
Selain menggunakan rumus diatas, hubungan antara kecepatan putaran roda gigi
matahari terhadap kecepatan putaran roda gigi dalamnya dapat ditulis dengan
persamaan berikut ini:
Kecepatan roda gigi matahari Jumlah gigi roda gigi dalam
=
Kecepatan roda gigi dalam Jumlah gigi roda gigi matahari
atau Ns : Nr = R : S

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-5

 
Gambar 2.3 Roda gigi perantara ditahan
 

 2. Apabila Ring Gear Ditahan


Apabila roda gigi matahari sebagi input berputar kekanan, kemudian
 
roda gigi dalam ditahan maka roda gigi perantara akan berputar searah roda gigi
matahari dengan jumlah putaran lebih kecil dari roda gigi matahari. Hubungan
antara kecepatan putaran roda gigi matahari terhadap kecepatan putaran roda gigi
perantara dapat ditulis dengan persamaan berikut ini:
Sun gear speed :Carrier speed = (Ring gear teeth + Sun gear teeth) : Sun gear
teeth atau : Ns : Nc = (R + S) : S

Gambar 2.4 Ring gear ditahan

3. Apabila Sun Gear Ditahan


Roda gigi matahari dapat ditahan jika kondisi roda gigi dalam dan
roda gigi perantara diijinkan untuk berputar. Pada kasus ini roda gigi dalam dan
roda gigi perantara akan berputar dengan arah yang sama dengan kecepatan
putaran roda gigi dalam lebih tinggi dari pada kecepatan putaran roda gigi

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-6

 
perantara.Hubungan antara kecepatan putaran roda gigi dalam dengan kecepatan
 
putaran roda gigi perantara dapat ditulis dengan persamaan berikut ini:
  Ring gear speed : Carrier speed = (Ring gear teeth + Sun gear teeth) : Ring gear
  atau : Nr : Nc = (R + S) : R
teeth

  Apabila susunan planetary gear yang dipasang pada mesin hanya


terdiri dari satu set planetary gear system seperti pada komponen final drive,
 
maka rumus a, b, atau c dapat digunakan. Tetapi apabila susunan sistem roda gigi
 
planet yang dipasang pada mesin terdiri dari beberapa planetary gear seperti pada
  flow transmission, maka sebaiknya menggunakan rumus dasar (S x Ns) +
torque
(R x  Nr) = (S + R) x Nc.

  2.1.2.2. Sistem Dua Tingkat Planetary Gearbox


Rasio kecepatan dari roda gigi penggerak dengan roda gigi yang
digerakkan adalah tergantung jumlah gigi dari masing - masing roda gigi.
Kebanyakan pemakaian dari sistem roda gigi planet terdapat pada sistem transmisi
yang mana untuk kecepatan putar dan arah putar dari input dapat diubah
bervariasi dalam berbagai tingkatan pada sistem roda gigi planet.

Gambar 2.5 Sistem dua tingkat planetary gearbox

Input shaft dihubungkan dengan roda gigi perantara (carrier gear),


sedangkan output shaft dihubungkan dengan roda gigi matahari. Ketika kedua
roda gigi dalam ditahan diam (dengan cara mengikat roda gigi dalam dengan
case). Maka roda gigi matahari yang selanjutnya sebagai output akan mendapat
tenaga putar dari input. Dikarenakan adanya perbedaaan jumlah gigi dari kedua

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-7

 
roda gigi matahari (lihat gambar) maka apabila clutch untuk speed 2 dilibatkan,
 
output putarannya akan lebih cepat daripada clutch untuk speed 1 yang dilibatkan.
 
2.1.3. Komponen Planetary Gearbox
 
1. Roda Gigi Matahari
 
Roda gigi matahari terletak dipusat susunan. Ini adalah roda gigi
  terkecil dalam susunan dan terletak di tengah dan sebagai poros perputaran. Roda
  gigi matahari juga dapat berupa rancangan spur atau helical gear. Roda gigi
matahari bertautan dengan gigi pada roda gigi perantara.
 

Gambar 2.6 Roda gigi


matahari

2. Roda Gigi Perantara


Roda gigi perantara mengelilingi poros tengah roda gigi matahari dan
dilingkari oleh roda gigi dalam. Planetary pinion gear adalah gear kecil yang
disusun dalam kerangka yang disebut planetary carrier. Planetary carrier dapat
terbuat dari besi tuang, alumunium atau pelat baja dan dirancang dengan sebuah
shaft untuk masing-masing planetary pinion gear. Planetary pinion berputar pada
needle bearing yang diposisikan diantara shaft planetary carrier dan planetary
pinion. Jumlah planetary pinion didalam sebuah carrier tergantung dari beban
yang dipikul. Transmisi kendaraan otomatis harus mempunyai tiga planetary
pinion dalam planetary carrier. Planetary pinion mengelilingi poros tengah Roda
gigi matahari dan dilingkari oleh annulus atau ring gear.

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-8

  Gambar 2.7 Roda gigi


perantara
 
3. Roda Gigi Dalam
 
Roda gigi dalam bertindak seperti sebuah pengikat yang menahan
keseluruhan
  roda gigi bersama dan memberikan kekuatan yang besar pada unit.
Roda
  gigi dalam diletakkan pada jarak terjauh dari poros pusat dan karena itu
berfungsi sebagai tuas terbesar pada poros pusat. Untuk membantu mengingat
 
rancangan planetary gear set, gunakan sistem tata surya sebagai contohnya. Roda
gigi mataharia dalah pusat tata surya dengan planet berputar disekelilingnya,
karena itu disebut planetary gear set.

Gambar 2.8 Roda gigi dalam

4. Rumah Planetary Gear Box


Rumah merupakan tempat dimana planetary gear set dipasang, yang
sekaligus menjadi penghubung antara poros input dan poros output.

Gambar 2.9 Rumah planetary


gearbox

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-9

 
5. Bantalan
 
Bantalan adalah komponen yang berfungsi sebagai peredam getaran
  yang ditimbulkan oleh putaran roda gigi. Jenis bantalan yang umum dipakai
adalah
  needle bearing dengan alasan karena needle bearing mempunyai
efektivitas
  meredam getaran yang sangat tinggi, dan umurnya relatif lebih lama
kalau dibandingkan dengan jenis bearing lainnya.
 

Gambar 2.10 Bantalan

6. Carrier Shaft
Carrier shaft merupakan komponen dalam planetary gearbox yang
berfungsi sebagai penyangga carrier. Komponen ini tersambung pada piringan,
yang kemudian piringan tersebut akan dihubungkan pada poros output.

Gambar 2.11 Carrier shaft

2.2. Rumus Perhitungan Diameter Poros, Roda Gigi, dan Kepala Pembagi
Keberhasilan suatu alat sangat dipengaruhi oleh cara menghitung dan
menganalisis suatu sistem kerjanya. Berikut perhitungan yang digunakan dalam
pengerjaan rancang bangun planetary gearbox ini.

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-10

 
2.2.1. Perhitungan Diameter Poros
 

  Langkah awal dalam merencanakan sebuah poros adalah analisa


beban-beban
  yang bekerja padanya, pada perancangan planetary gearbox ini,
poros
  selain menerima beban puntir dari penggerak mula juga menerima beban
aksial maupun radial. Tiga beban tersebut harus diikutsertakan dalam perhitungan
 
dimensi poros, oleh karena itu perlu dilakukan pengecekan ulang dengan
 
mengikutsertakan harga beban aksial maupun radial.
 

2.2.1.1.
  Perhitungan Diameter Poros dengan Beban Puntir

 
1. Daya yang akan ditransmisikan P : kw/hp
Putaran poros motor penggerak n1 : rpm
2. Faktor koreksidaya yang akan fc :1–2
ditransmisikan.
3. Daya rencana Pd : P. fc (kw/hp)
4. Torsi / Momen puntir
Pd
Pd  T .   T  (N.m)

5. Tegangan geser yang diijinkan τa (N/mm2)
Tegangan geser dihitung atas dasar kelelahan puntir.
Kelelahan puntir = 40 % . kelelahan tarik
Kelelahan tarik = 45 % . kekuatan tarik (σu)
τa = 40 % . 45 % . σu
τa = 1 / 5,6 . σu Untuk bahan SF
τa = 1 / 6 . σu Untuk bahan SC
Faktor ini dinyatakan dengan Sf 1

 Alur pasak  konsentrasi 


 poros ber tan gga   tegangan   Sf 2  1,3  3
   
u
a  ( N / mm 2 )
Sf1 . Sf 2

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-11

 
6. Faktor koreksi momen puntir (Kt)
 
Kt  1  Beban dikenakan sec ara halus
  Kt  1  1,5  Beban dikenakan sedikit keju tan
  Kt  1,5  3  Beban dikenakan dengan keju tan
7. Faktor koreksi beban lentur (Cb)
 
Cb  1  Tidak ada beban lentur
  Cb  1,2  2,3  Ada beban lentur

 
8. Diameter Poros (ds, do, di )
 
T 

  J R

  Dimana: T = Torsi yang terjadi


τ = Tegangan geser yang terjadi.
R = Jari-jari (d/2)
J = Momen inersia polar

 
J
32
d4 
32
do 4
 di 4 
1/ 3
T   d / 2 .T 16  5,1 
  .d 4   d3  .T  d   .T 
 / 32 . d 4
d /2 32   .  

  a

Poros Pejal
1/ 3
 5,1 
ds   . Kt . Cb . T 
 a 
Poros Berongga
T 


 / 32 . do  di
4 4

do / 2
T . do / 2
 / 32 . do 4  di 4  

 di 4  T . do / 2
 / 32 . do . 1  4
4
 
 do  

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-12

 
di
  k
do

 / 32 . do 3 .1  k 4  
  T
2 .
 
T / 2 .
do 3 
 

 / 32 . 1  k 4 
 
16 .T
do 3 
  
 .  . 1 k 4 
1/ 3
   5,1 
do   .T
   . 1  k4
 
  a
 
1/ 3
 5,1 
do   . Kt . Cb . T 

 a . 1  k
4
 

2.2.1.2. Perhitungan Diameter Poros dengan Beban Lentur

1.
Beban Lentur M : N.mm / kg.mm
2. Tegangan geser yang diijinkan τa (N/mm2)
Tegangan geser dihitung atas dasar kelelahan puntir.
Kelelahan puntir = 40 % . kelelahan tarik
Kelelahan tarik = 45 % . kekuatan tarik (σu)
τa = 40 % . 45 % . σu
τa = 1 / 5,6 . σu Untuk bahan SF
τa = 1 / 6 . σu Untuk bahan SC

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-13

  Faktor ini dinyatakan dengan Sf 1


   Alur pasak  konsentrasi 
 poros ber tan gga   tegangan   Sf 2  1,3  3
     
u
  a  ( N / mm 2 )
Sf1 . Sf 2
 
3. Faktor koreksi momen puntir (Kt)
  Kt  1  Beban dikenakan sec ara halus
  Kt  1  1,5  Beban dikenakan sedikit keju tan
Kt  1,5  3  Beban dikenakan dengan keju tan
 
4. Faktor koreksi momen lentur (Km)
Km  1,5  Tumbukan halus
Km  1  2  Tumbukan ringan
Km  2  3  Tumbukan berat
5. Diameter Poros (ds, do, di )
M 

I R
Dimana: M= Momen lentur yang terjadi
σ = Tegangan lentur yang terjadi.
R= Jari-jari (d/2)
I = Momen inersia

 
I
64
d4 
64
do 4
 di 4 
1/ 3
M   d /2.M 32 10,2 
  .d 4   d3  .M  d  .M
 / 64 . d 4
d /2 64   .   

  a

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-14

 
Poros Pejal
 
1/ 3
10,2 
  ds   . Kt . Km . M 
a 
  Berongga
Poros
 
M 
  

 / 64 . do  di
4 4

do / 2
 
M . do / 2
 / 64 . do 4  di 4  
  
   di 4  M . do / 2
 / 64 . do 4 . 1  4  
 do  
 
di
k
do

 / 64 . do 3 .1  k 4  
M
2 .
M / 2 .
do3 

 / 64 . 1  k 4 
32 . M
do3 

 .  . 1 k 4 
1/ 3
 10,2 
do   .M
 . 1  k 
4
 
  a
1/ 3
 10,2 
do   . Kt . Km . M 

 a . 1  k
4
 

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-15

 
2.2.1.3. Perhitungan Dieameter Poros dengan Beban Puntir dan Lentur
 

 
1. Daya yang akan ditransmisikan P : kw/hp
 
Putaran poros motor penggerak n1 : rpm
2. Faktor koreksidaya yang akan fc :1–2
ditransmisikan.
3. Daya rencana Pd : P. fc (kw/hp)
Pd
4. Torsi / Momen puntir Pd  T .   T  (N.m)

5. Beban Lentur M : N.mm / kg.mm

6. Tegangan geser yang diijinkan τa (N/mm2)


Tegangan geser dihitung atas dasar kelelahan puntir.
Kelelahan puntir = 40 % . kelelahan tarik
Kelelahan tarik = 45 % . kekuatan tarik (σu)
τa = 40 % . 45 % . σu
τa = 1 / 5,6 . σu Untuk bahan SF
τa = 1 / 6 . σu Untuk bahan SC
Faktor ini dinyatakan dengan Sf 1

 Alur pasak  konsentrasi 


 poros ber tan gga   tegangan   Sf 2  1,3  3
   
u
a  ( N / mm2 )
Sf1. Sf 2

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-16

 
7. Faktor koreksi momen puntir (Kt)
 
Kt  1  Beban dikenakan sec ara halus
  Kt  1  1,5  Beban dikenakan sedikit keju tan
  Kt  1,5  3  Beban dikenakan dengan keju tan
8. Faktor koreksi momen lentur (Km)
 
Km  1,5  Tumbukan halus
 
Km  1  2  Tumbukan ringan
  Km  2  3  Tumbukan berat
9.   Diameter Poros (ds, do, di )

   2  4 2
 max 
2
 
Beban Torsi

T  T .R T .d / 2
    
J R J  / 32 . d 4

Dimana : T = Torsi yang terjadi


τ = Tegangan geser yang terjadi.
R = Jari-jari (d/2)
J = Momen inersia polar

 
J
32
d4 
32
do 4
 di 4 

Beban Lentur
M  M .R M .d / 2
    
I R I  / 64 . d 4

Dimana : M = Momen lentur yang terjadi


σ = Tegangan lentur yang terjadi.
R = Jari-jari (d/2)
I = Momen inersia

 
I
64
d4 
64
do 4
 di 4 

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-17

 
2 2
   M .d / 2   T .d / 2 
  / 64 . d 4   4 .   / 32 . d 4 
   
   max 
2
 
64 . d / 2
. M2  T2
   .d 4
 max 
2
 
2 2
 64 . M . d / 2   64 .T . d / 2 
    .d 4     .d 4 
   
   max 
2
  32 . d
. M2  T2
 .d 4
 max 
2

5,1
 max  . M2 T2
d3

1/ 3
 5,1 
d  . M2 T2
 max 

 max  a

Poros Pejal
1/ 3
 5,1 
ds   . Km . M  2
 Kt .T 
2

 a 

Poros Berongga

2 2
 M . do / 2   T . do / 2 
  / 64 . do 4  di 4   4 .   / 32 . do 4  di 4 
   
   
 max 
2

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-18

 
2 2
 64 . M . do / 2   64 .T . do / 2 
    . do 4  di 4     . do 4  di 4 
   
   
 max 
  2

 
64 . do / 2
. M2  T2
   

 . do 4  di 4 
max
2
 
di
k
  do

  32 . do
. M2  T2
   

 . do 4 1  k 4 
max
2
5,1
  . M2 T2
max 3

do . 1  k 4

1/ 3
 5,1 
do   . M2 T2 
 
max . 1  k
4
 

1/ 3
 5,1 
 Km . M   Kt .T  
2 2
do   .
 a . 1  k
4
 

 max  a

2.2.2. Perhitungan Roda Gigi


Roda gigi digunakan untuk mentransmisikan daya besar dan putaran
yang tepat. Roda gigi memiliki gigi disekelilingnya, sehingga penerusan daya
dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang saling berkait. Roda gigi sering
digunakan karena dapat meneruskan putaran dan daya yang lebih bervariasi dan
lebih kompak daripada menggunakan alat transmisi yang lainnya, selain itu roda
gigi juga memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan alat transmisi
lainnya, yaitu :
 Sistem transmisinya lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan daya yang
besar.

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-19

 
 Sistem yang kompak sehingga konstruksinya sederhana.
 
 Kemampuan menerima beban lebih tinggi.
   Efisiensi pemindahan dayanya tinggi karena faktor terjadinya slip sangat
  kecil.

  Kecepatan transmisi roda gigi dapat ditentukan sehingga dapat digunakan


dengan pengukuran yang kecil dan daya yang besar.
 
Roda gigi harus mempunyai perbandingan kecepatan sudut tetap antara dua poros.
 
Disamping itu terdapat pula roda gigi yang perbandingan kecepatan sudutnya
dapat
  bervariasi. Ada pula roda gigi dengan putaran yang terputus-putus. Dalam
teori,
  roda gigi pada umumnya dianggap sebagai benda kaku yang hampir tidak
mengalami perubahan bentuk dalam jangka waktu lama.
 

2.2.1.1. Klasifikasi Roda gigi


Rodagigi diklasifikasikan sebagai berikut :
 Menurut letak poros.
 Menurut arah putaran.
 Menurut bentuk jalur gigi

a. Menurut Letak Poros


Menurut letak poros maka rodagigi diklasifikasikan seperti tabel berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi roda gigi menurut letak poros


Letak Poros Rodagigi Keterangan
Roda gigi lurus Klasifikasi atas dasar
Roda gigi miring bentuk alur gigi
Roda gigi
Roda gigi miring ganda
dengan poros sejajar
Roda gigi luar Arah putaran berlawanan
Roda gigi dalam dan Arah putaran sama
pinion Gerakan lurus dan
Batang gigi dan pinion berputar
Roda gigi kerucut lurus
Roda gigi kerucut spiral
Roda gigi kerucut zerol Klasifikasi atas dasar
Roda gigi dengan poros Roda gigi kerucut miring bentuk jalur gigi
berpotongan Roda gigi kerucut miring
ganda

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-20

 
Roda gigi permukaan Roda gigi dengan poros
  dengan poros berpotongan berbentuk
berpotongan istimewa
 

  Roda gigi miring silang Kontak gigi


Batang gigi miring silang Gerak lurus dan berputar
 

  Roda gigi Roda gigi cacing silindris


dengan poros Roda gigi cacing
  silang selubung ganda
Roda gigi cacing samping
  Roda gigi hiperboloid
Roda gigi hipoid
  Roda gigi permukaan
silang
 

b. Menurut arah putaran


Menurut arah putarannya, roda gigi dapat dibedakan atas :
 Roda gigi luar ; arah putarannya berlawanan.
 Roda gigi dalam dan pinion ; arah putarannya sama

c. Menurut bentuk jalur gigi


Berdasarkan bentuk jalur giginya, roda gigi dapat dibedakan atas :
1. Roda gigi Lurus
Roda gigi lurus digunakan untuk poros yang sejajar atau paralel.
Dibandingkan dengan jenis roda gigi yang lain roda gigi lurus ini paling mudah
dalam proses pengerjaannya (machining) sehingga harganya lebih murah. Roda
gigi lurus ini cocok digunakan pada sistim transmisi yang gaya kelilingnya besar,
karena tidak menimbulkan gaya aksial.

Gambar 2.12 Roda gigi lurus

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-21

 
Ciri-ciri roda gigi lurus adalah :
 
1. Daya yang ditransmisikan < 25.000 Hp
  2. Putaran yang ditransmisikan < 100.000 rpm
3. Kecepatan
  keliling < 200 m/s
4. Rasio
  kecepatan yang digunakan
 Untuk 1 tingkat ( i ) < 8
 
 Untuk 2 tingkat ( i ) < 45
 
 Untuk 3 tingkat ( i ) < 200
( i )  = Perbandingan kecepatan antara penggerak dengan yang digerakkan
5. Efisiensi
  keseluruhan untuk masing-masing tingkat 96% - 99% tergantung
desain dan ukuran.
 

2. Roda gigi dalam


Roda gigi dalam (atau roda gigi internal, internal gear) adalah roda
gigi yang gigi-giginya terletak dibagian dalam dari silinder roda gigi. Berbeda
dengan roda gigi eksternal yang memiliki gigi-gigi diluar silindernya. Roda gigi
internal tidak mengubah arah putaran.

Gambar 2. 13 Roda gigi


dalam
3. Roda gigi heliks
Roda gigi heliks (helical gear) adalah penyempurnaan dari spur.
Ujung-ujung dari gigi-giginya tidak paralel terhadap aksis rotasi, melainkan
tersusun miring pada derajat tertentu. Karena giginya bersudut, maka
menyebabkan roda gigi terlihat seperti heliks. Gigi-gigi yang bersudut
menyebabkan pertemuan antara gigi-gigi menjadi perlahan sehingga pergerakan
dari roda gigi menjadi halus dan minim getaran. Berbeda dengan spur di mana
pertemuan gigi-giginya dilakukan secara langsung memenuhi ruang antara gigi
sehingga menyebabkan tegangan dan getaran. Roda gigi heliks mampu
dioperasikan pada kecepatan tinggi dibandingkan spur karena kecepatan putar

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-22

 
yang tinggi dapat menyebabkan spur mengalami getaran yang tinggi. Spur lebih
 
baik digunakan pada putaran yang rendah. Kecepatan putar dikatakan tinggi jika
  kecepatan linear dari pitch melebihi 25 m/detik. Roda gigi heliks bisa disatukan
secara
  paralel maupun melintang. Susunan secara paralel umum dilakukan, dan
susunan
  secara melintang biasanya disebut dengan skew.

 
Gambar 2.14 Roda gigi heliks

4. Roda gigi bevel


Roda gigi bevel (bevel gear) berbentuk seperti kerucut terpotong
dengan gigi-gigi yang terbentuk di permukaannya. Ketika dua roda gigi bevel
bersinggungan, titik ujung kerucut yang imajiner akan berada pada satu titik, dan
aksis poros akan saling berpotongan. Sudut antara kedua roda gigi bevel bisa
berapa saja kecuali 0° dan 180°.

Gambar 2.15 Roda gigi bevel

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-23

 
5. Roda gigi Hypoid
 
Roda gigi hypoid mirip dengan roda gigi bevel, namun kedua aksisnya
  tidak berpotongan.
 

 
Gambar 2.16 Roda gigi hypoid
 

  6. Roda gigi mahkota


Roda gigi mahkota (crown gear) adalah salah satu bentuk roda gigi
bevel yang gigi-giginya sejajar dan tidak bersudut terhadap aksis. Bentuk gigi-
giginya menyerupai mahkota. Roda gigi mahkota hanya bisa dipasangkan secara
akurat dengan roda gigi bevel atau spur.

Gambar 2.17 Roda gigi mahkota

7. Roda gigi cacing


Roda gigi cacing (worm gear) menyerupai screw berbentuk batang
yang dipasangkan dengan roda gigi biasa atau spur. Roda gigi cacing merupakan
salah satu cara termudah untuk mendapatkan rasio torsi yang tinggi dan kecepatan
putar yang rendah. Biasanya, pasangan roda gigi spur atau heliks memiliki rasio
maksimum 10:1, sedangkan rasio roda gigi cacing mampu mencapai 500:1.
Kerugian dari roda gigi cacing adalah adanya gesekan yang menjadikan roda gigi
cacing memiliki efisiensi yang rendah sehingga membutuhkan pelumasan. Roda
gigi cacing mirip dengan roda gigi heliks, kecuali pada sudut gigi-giginya yang

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-24

 
mendekati 90 derajat, dan bentuk badannya biasanya memanjang mengikuti arah
 
aksial. Jika ada setidaknya satu gigi yang mencapai satu putaran mengelilingi
  badan roda gigi, maka itu adalah roda gigi cacing. Jika tidak, maka itu adalah roda
gigi  heliks. Roda gigi cacing memiliki setidaknya satu gigi yang mampu
mengelilingi
  badannya beberapa kali. Jumlah gigi pada roda gigi cacing biasanya
disebut dengan thread. Dalam pasangan roda gigi cacing, batangnya selalu bisa
 
menggerakkan roda gigi spur. Jarang sekali ada spur yang mampu menggerakkan
 
roda gigi cacing. Sehingga bisa dikatakan bahwa pasangan roda gigi cacing
merupakan
  transmisi satu arah.

Gambar 2.18 Roda gigi cacing

Perhitungan Roda Gigi

Gambar 2.19 Nama-nama bagian roda gigi

 Modul :
d
m dimana : d = diameter lingkar jarak bagi
z
z = gigi

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-25

 
 Jarak bagi lingkar :
 
 .d
  t dimana : d = diameter lingkar jarak bagi
z
  z = Jumlah gigi
 t   .m

 
 Tinggi kepala = m

   Tinggi kaki = m + ck
 
dimana : ck = 0.25 x m (kelonggaran puncak)
 

   Tebal gigi
.m
Tebal gigi 
2

1. Daya yang akan ditransmisikan P : Kw/Hp


Putaran poros motor penggerak n1 : rpm
Putaran poros mesin yg digerakan n2 : rpm
Perbandingan putaran i :
Diameter pinion d1 : mm
Diameter wheel d2 : mm
Jarak antar sumbu poros C : mm

2. Faktor koreksi fc
3. Daya rencana Pd : P. fc
4. Diameter sementara lingkar jarak bagi
2.C 2.C.i
d1  d2 
1 i 1 i
5. Pemilihan modul :

 Pd 
n   mod ul
 max 
6. Jumlah gigi :
d1 d2
Z1  Z2 
m m

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-26

 
7. Diameter lingkar jarak bagi :
 
d1 = m. Z1 d2 = m. Z2
 

8.  Kelonggaran puncak

  Ck = 0.25 . m

 
9. Diameter kepala
 
dk1 = (Z1 + 2). m dk2 = (Z2 + 2). m
 

 Diameter kaki :
df1 = (Z1 – 2). m – 2 . Ck
 
df2 = (Z2 – 2). m – 2 . Ck
Tinggi gigi :
H = 2.m + Ck

10. Faktor bentuk gigi


Z1  .......  Y1  Z2  .......  Y2 
11. Kecepatan keliling gear :
 .d .n
V
60
12. Gaya tangensial :

102 . Pd
Ft 
V
13. Faktor dinamis :
fv = (tabel fv)
14. Bahan gear
Kekuatan tarik σu / σB (kg/mm2)
Teg.lentur ijin σa(kg/mm2)
Kekerasan HB
Faktor teg.kontak KH (kg/mm2)
15. Beban lentur yg diijinkan persatuan lebar
Fb   a .m.Y . fv
(kg/mm)

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-27

 
Fb1   a1.m.Y1. fv
 
Fb2   a 2 .m.Y2 . fv
 
Beban permukaan yg diijinkan persatuan lebar (kg/mm)
 
2.Z 2
  FH  f v .KH .d1
Z1  Z 2
  16. Lebar gigi :

  Ft
b
F min
 
2.2.3. Perhitungan Kepala Pembagi
 
Kepala pembagi adalah sebuah alat bantu pada mesin frais yang
  sangat penting, ia dibutuhkan jika pada permukaan benda kerja harus dibuat alur
atau bentuk profil lainnya pada jarak tertentu, juga pada pembuatan profil roda
gigi, segi empat atau segi enam dan sebagainya. Pada dasarnya kepala pembagi
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kepala pembagi langsung dan kepala
pembagi universal.

2.2.3.1. Kepala Pembagi Langsung


Kepala pembagi langsung ini biasanya digunakan pada mesin gerinda
alat, baik sebagai alat bantu yang kemudian dipasangkan pada mesin maupun
sebagai bagian dari mesin. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kepala
pembagi ini digunakan pada mesin freis sebagai alat bantu pada pekerjaan-
pekerjaan ringan dan sederhana. Kepala pembagi ini mempunyai pelat pembagi
yang dapat diganti dan dipasang langsung pada spindelnya.
Dengan memutar spindel nose maka pelat pembagi akan ikut berputar,
pengunci indeks atau pena indeks masuk kedalam alur “V” atau lubang pada pelat
indeks pada posisi pengefreisan yang baru.

a. Pelat Pembagi dengan Alur “V”


Pelat pembagi ini biasanya mempunyai 24 atau 60 pembagian, tetapi
tidak menutup kemungkinan ada juga pembagian yang lain. Untuk pembagian 24
atau 60 adalah sangat baik karena tidak ada pecahannya. Untuk 24 pembagian : 2,
3, 4, 6, 8, 12, 24 dan untuk 60 pembagian : 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, 30, 60.

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-28

 
Untuk mempermudah penempatan posisi yang baru, maka pelat pembagi
 
mempunyai angka jumlah pembagian yang dibuat pada salah satu sisinya.
 

b. Pelat
  Pembagi dengan Lubang-lubang

  Pelat pembagi dengan lubang indeks mempunyai angka jumlah lubang


yang digrafir pada bagian melingkarnya. Untuk menghitung jumlah lubang yang
 
dikehendaki, pelat pembagi harus diputar untuk mencapai posisi yang baru.
 

c. Penentuan
  Jarak Lubang atau Alur pada Pelat Indeks

  Untuk menentukan jarak lubang atau alur “V” (nc) yang dikehendaki,
maka jumlah lubang atau alur pada pelat indeks (n) dibagi dengan pembagian
 
yang kita kehendaki (Z). Jika Z diketahui dalam jumlah pembagian, maka
𝑛
𝑛𝑐 = 𝑍
dan jika pembagian yang dikehendaki diketahui dalam besar sudut (α)
𝛼 .𝑛
maka 𝑛𝑐 = 360°

2.2.3.2. Kepala Pembagi Universal


Kepala pembagi universal merupakan alat bantu yang penting pada
mesin freis sebab tidaklah sempurna jika bekerja pada mesin freis tidak sama pada
pekerjaan pembagian. Dengan bantuan peralatan ini, kita dapat mengerjakan
macam-macam pembagian seperti pembagian langsung yang sudah dikerjakan
pada kepala pembagi langsung dan pembagian tak langsung yang tidak dapat
dikerjakan pada kepala pembagi langsung, dengan bantuan kotak roda gigi beserta
roda giginya. Kepala pembagi ini juga dapat mengerjakan jenis pembagian
diferensial (pembagian kompensasi) yang tidak dapat dikerjakan pada kedua jenis
pembagian diatas.
Pemotongan bentuk spiral (helikal) dan bentuk cam juga dapat
dikerjakan dengan pertolongan alat ini, kepala pembagi ini juga dapat diputar dari
posisi horizontal (sejajar meja mesin) ke posisi tegak (90° terhadap meja mesin).
Jadi pada prinsipnya tidak ada jenis pekerjaan pembagian yang tidak dapat
dikerjakan pada mesin freis. Begitu sempurnanya sehingga alat ini dinamakan
“kepala pembagi universal”. Ada tiga cara dasar dalam pekerjaan pembagian
dengan menggunakan kepala pembagi universal pada mesin freis yaitu :

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-29

 
a. Pembagian Langsung
  Pekerjaan pembagian langsung pada kepala pembagi universal sedikit
agak  berbeda dengan kepala pembagi langsung. Pada kepala pembagi universal
kita  harus melepas hubungan antara ulir cacing dengan roda gigi cacing agar
pergerakan spindel lebih leluasa. Sedangkan rumus-rumus perhitungan
 
pembagiannya sama seperti pada kepala pembagi langsung, yaitu :
  𝑛 𝛼 .𝑛
𝑛𝑐 = 𝑍
dan 𝑛𝑐 = 360°
 

b. Pembagian
  tidak langsung
  Jika angka pembagian Z tidak memungkinkan lagi untuk dikerjakan
pada pembagian langsung, maka kita menggunakan cara pembagian tak langsung,
sebab pada cara ini tersedia tiga variasi pelat indeks dengan jumlah lubang seperti
ditunjukkan pada tabel dibawah. Pada pekerjaan ini roda gigi cacing dan ulir
cacing dalam keadaan terpasang, sehingga pada saat kita memutar tuas indeks nc,
putaran ini akan diteruskan oleh poros berulir cacing ke roda gigi cacing yang
dipasang menjadi satu dengan spindel benda kerja. Perbandingan putaran antara
poros berulir cacing dengan roda gigi cacing biasanya 40:1 artinya 40 kali putaran
tuas nc akan sama dengan satu kali putaran spindel benda kerja. Perbandingan ini
biasanya disebut rasio kepala pembagi (i) atau i = 40:1. Perbandingan ini tidak
selamanya 40:1 tergantung dari pembawaan kepala pembagi.

Tabel 2.3 Pelat indeks 1 dalam satu set


Nomor Jumlah Lubang setiap
Jumlah Lingkaran
pelat Lingkaran
1 5 27, 31, 34, 41, 43
2 5 33, 38, 39, 42, 46
3 4 29, 36, 37, 40

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-30

 
Tabel 2.4 Pelat indeks 2 dalam 1 set
  Nomor Jumlah Lubang setiap
Jumlah Lingkaran
pelat Lingkaran
 
1 6 15, 18, 21, 29, 37, 43
  2 6 16, 19, 23, 31, 39, 47
  3 6 17, 20, 27, 23, 41, 49

 
Jumlah lubang pada pelat indeks sangat bervariasi, tergantung dari
 
pembawaan kepala pembagi. Setiap kepala pembagi universal biasanya sudah
 
disertakan satu set pelat indeks (3 buah) dengan variasi lubang yang berbeda.
  Karena 40 putaran tuas indeks (nc) menghasilkan satu kali putaran

  benda kerja (i = 40:1), maka untuk Z pembagian yang sama dari benda keja
adalah :
40 𝑖
𝑛𝑐 = putaran. Jika Z diketahui dalam jumlah pembagian, maka : 𝑛𝑐 =
𝑍 𝑍

Jika pembagian yang dikehendaki diketahui dalam besar sudut (α), maka :
𝛼. 𝑖
𝑛𝑐 =
360°
Dimana :
Nc = jumlah putaran tuas indeks
I = rasio kepala pembagi (40:1)
Z = jumlah pembagian
α = besar sudut pembagian

Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan pembagian, terlebih


dahulu harus diketahui rasio kepala pembagi (i) dengan jalan putar tuas indeks
(nc) dengan tangan sambil dihitung dan perhatikan putaran spindel benda kerja
sampai satu putaran penuh dan pastikan berapa jumlah putaran tuas indeks (nc).
Bila pembagian yang dikehendaki (Z) lebih besar dari 40, maka ulir
cacing (tuas indeks nc) harus diputar kurang dari satu putaran. Jika pembagian
pembagian yang dikehendaki (Z) kurang dari 40, maka pecahan hasil pembagian
harus diubah menjadi sejumlah angka. Dan pecahan yang terakhir ini harus diubah
sampai penyebutnya sama dengan salah satu dari jumlah lubang pada pelat indeks

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 
 
II-31

 
yang tersedia. Pembilangnya akan menunjukkan sejumlah lubang yang harus kita
 
putar pada pelat indeks untuk menambah beberapa putaran penuh yang diperoleh
  dari pembagian tersebut.
 
c. Pembagian Diferensial
 
Dengan metode pembagian diferensial, kita dapat mengerjakan setiap
  pekerjaan pembagian pada mesin freis. Metode ini memungkinkan pembagian
  dengan angka pecahan yang penyebutnya tidak cocok dengan jumlah lubang yang
tersedia pada pelat indeks. Pelat indeks tidak dimatikan (tidak dikunci), akan
 
tetapi harus ikut bergerak ketika tuas indeks (nc) diputar. Ketika tuas indeks
 
diputar, putaran dari tuas indeks ini akan diteruskan ke poros berulir cacing, poros
  ini akan menggerakkan roda gigi cacing yang dipasang menjadi satu dengan
spindel benda kerja. Dengan perantaraan roda-roda gigi pengubah yang dipasang
pada poros spindel benda kerja, putaran ini akan diteruskan ke pelat indeks
sehingga pelat indeks ikut berputar.

Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox


 

You might also like