You are on page 1of 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR DIARE

1. Definisi

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak

normal atau tidak biasanya, perubahan yang terjadi berupa peningkatan

volume, keenceran, dan kehilangan cairan serta elektrolit secara

berlebihan. Maka berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak

normal yang dapat mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit

apabila frekuensi melebihi batas normal dengan bentuk tinja yang encer

atau cair dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, lebih dari 3

kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari (Depkes RI. 2012).

2. Klasifikasi Diare.

Menurut Wong dkk (2008), diare dapat di kelompokkan menjadi

beberapa jenis sebagai berikut:

a. Diare cair akut

Diare cair akut memiliki ciri utama yaitu gejalanya dimulai

secara tiba-tiba, tinjanya encer dan cair, pemulihan biasanya terjadi

dalam waktu 3-7 hari. Kadang kala gejalanya bisa berlangsung

sampai 14 hari. Lebih dari 75% orang yang terkena diare mengalami

diare cair akut.

9
10

b. Disentri

Disentri memiliki dua ciri utama yaitu adanya darah dalam tinja,

mungkin desertai kram perut, berkurangnya nafsu makan dan

penurunan berat badan yang cepat. Sekitar 10-15% anak-anak

dibawah usia lima tahun (balita) mengalami disentri.

c. Diare yang menetap atau persisten

Diare yang menetap atau persisten memiliki tiga ciri utama yaitu

pengeluaran tinja encer disertai darah, gejala berlangsung lebih dari

14 hari dan ada penurunan berat badan. Diare kronis adalah istilah

yang digunakan bagi diare yang berulang atau berlangsung lama.

Hal ini tidak disebabkan oleh infeksi apapun, tetapi sering kali akibat

gangguan pencernaan. Diare jangka panjang yang disebabkan oleh

infeksi disebut diare persisten.

3. Etiologi Diare

Menurut Dewi (2011) diare dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain :

a. Infeksi

1) Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan

merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enteral

meliputi :

a) Infeksi bakteri disebabkan oleh Vibrio, E. coli, Salmonella,

Shigella campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan

sebagainya.
11

b) Infeksi virus disebabkan oleh enterovirus, seperti virus

ECHO (Enterocytophatogenic Human Orphan Virus),

coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus,

dan sebagainya.

c) Infeksi parasit disebabkan oleh cacing (Ascaris, Trichiuris,

Oxyuris,dan Strongylodies),protozoa(Entamoebahistolytica,

Giardia lamblia, dan Trichomonashominis), serta jamur

(Candida albicans).

2) Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat

pencernaan, misalnya otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,

bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.

b. Malabsorpsi .

Malabsorpsi yang terjadi meliputi karbohidrat (disakarida

(intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa) serta monosakarida

(intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa), lemak, dan protein.

c. Makanan, misalnya makanan basi, beracun, dan alergi.

d. Psikologis, misalnya rasa takut atau cemas.

Selain faktor di atas menurut Nursalam (2009) ada bebeapa

prilaku yang dapat meningkatkan resiko diare yaitu sebagai berikut:

a. Tidak memberi asi secara penuh untuk 4-6 bulan pertama

kehidupan.

b. Menggunkan botol susu yang tidak bersih

c. Air minum yang tercemar oleh bakteri


12

d. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang

tinja, atau sebelum menjamah makanan.

4. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi

gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi

cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa

lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur

dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya

defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya

asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh

usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah

diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau

akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Nursalam.

2009). Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit,

maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit

berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir

bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Hassan. 2013).

Menurut (Alimul, 2009), dinyatakan bahwa berdasarkan

banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat

dibagi menjadi :
13

a. Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi

karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada

tanda-tanda dehidrasi.

b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau

lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai

berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun,

tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan

pemeriksaan fisik dalam batas normal.

c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi,

kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu,

mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang,

selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata

berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)

dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.

d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan

dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami

takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi

yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun

besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak
14

mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya

menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3

detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

5. Patofisiologis

Menurut (Brunner & Suddarth,2012), proses terjadinya diare

dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan factor diantaranya, yaitu :

a. Faktor infeksi.

Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme

(kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian

berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat

menurunkan permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan

kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus

dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Selain itu juga dikatakan

bahwa adanya toksin bakteri yang akan menyebabkan sistem

transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi

yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

b. Faktor malabsorpsi.

Merupakan kegagalan dalam melakukan absopsi yang

mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.


15

c. Faktor makanan.

Ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap

dengan baik, sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan

yang kemudian menyebabkan diare.

d. Faktor psikologis.

Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic usus yang

akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat

menyebabkan diare.
16

6. Pathway

Faktor infeksi faktor malabsorpsi fakrot makanan faktor psikologi


(beracun,basi)

Masuk kesaluran peradangan dan toksin tidak dapat rangsangan saraf


pencernaan menurunkan diserap simpatik
kemampuan intestinal

Sel mukus usu peningkatan motilitas hiperperistaltik usus .


mengalami iritasi usus & ketidak mampuan
usus menyerap
makanan
Iritasi usus absorbsi & cairan
elektrolit berlebih

Produk-produk
sekretonik termasuk
DIAREkurang informasi MK6:
defisiensi
mukus pengetahua
n
Peningkatan motilitas
usus

Tubuh kehilangan defekasi sering output kerusakan mukosa


cairan dan elektrolit meningkat mukus
Iritasi kulit
Dehidrasi tidak ada makan MK5: Nyeri
yang diserap
MK3: kerusakan
Penurunan vol cairan MK3 kerusakan
integritas kulit MK4: perubakan
ekstra sel integritas kulit MK4: perubahan
nutrisi
nutrisi

MK1: Merangsang pusat


kekurangan pengaturan suhu
volume cairan & di hipotalamus
elektrolit
MK2: hipertermi

Gambar 2.1

Sumber : Bruner & Suddart, (2011); Nanda, NIC. NOC (2015)


17

7. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Keyle dan Carman (2015), pemeriksaan diagnostik

yang harus dilakukan untuk mengetahui penyebab diare adalah:

a. Hitung darah lengkap

b. Sifat kimia

c. Urin analisis

d. Pemeriksaan feses rutin serta pemeriksaan feses untuk organisme

infeksius atau parasite

e. Proktosigmoidoskopi dan enema berium.

8. Komplikasi

Menurut Ngastiyah. (2007) komplikasi yang terjadi pada

penderita diare adalah :

a. Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotnik, isotonik atau hipertonik).

b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan elektokardiogram).

d. Hipoglikemia.

e. Intoleransi skunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan

defisiensi enzim laktase.

f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi protein, akibat muntah dan diare, jika lama atau

kronik.
18

9. Penatalaksanaan

Menurut Brunner & Suddarth (2012), penatalaksanaan diare ada

2 yaitu:

a. Penatalaksanaan Medis.

1) Penatalaksanaa medis primer diarahkan pada upaya

mengontrol gejala, mencegah komplikasi, dan

menyingkirkan atau mengatasi penyakit penyebab.

2) Medikasi tertentu (misalnya antibiotik dan agen anti-

inflamasi) dan anti diare (misalnya loperamida (Imodium)

dan difenoksilat (lomotil) dapat mengurangi tingkat

keparahan diare dan penyakit tersebut.

3) Menambah cairan oral seperti larutan elektrolit dan

glukosa oral dapat diprogramkan.

4) Antimikroba diprogramkan ketika agents infeksius telah

teridentifikasi atau diare tergolong berat.

5) Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada

pasien yang sangat muda atau pasien lansia.

b. Penatalaksanaan Keperawatan.

1) Dapatkan riwayat kesehatan lengkap untuk

mengidentifikasi karakter dan pola diare.

2) Lakukan pengkajian fisik lengkap, beri perhatian khusus

pada auskultasi (bising usus karakteristik), palpasi adanya


19

nyeri tekan pada abdomen, inspeksi feses (ambil sampel

untuk pemeriksaan).

3) Inspeksi membrane mukosa dan kulit untuk mengetahui

status hidrasi, dan kaji area perianal

4) Anjurkan pasien untuk beristirahat, minum cairan, dan

makan-makanan yang rendah bungkal sampai periode akut

reda.

5) Anjurkan diet lembut (semipada ke padat) apabila pasien

dapat menoleransi makanan.

c. Cara Mencegah Timbulnya Diare pada Anak.

Menurut Depkes RI (2012), kegiatan pencegahan penyakit diare

pada anak yang benar dan efektif yang dilakukan dengan:

1) Perilaku sehat

2) emberian ASI.

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat

makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang

untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI

saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur

6 bulan.

3) Makanan pendamping ASI.

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi

secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang

dewasa.
20

4) Menggunakan air bersih yang cukup.

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan

melalui face-oral kuman tersebut dapat ditularkan bila

masuk kedalam mulut melalui makanan, minuman atau

benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,

makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang

dicuci dengan air tercemar.

5) Mencuci tangan.

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan yang penting dalam penularan kuman diare

adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,

terutama setelah buang air besar, sesudah membuang tinja

anak, sebelum menyiapkan makanan anak dan sebelum

makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare

(menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).

6) Menggunakan jamban.

Beberapa Negara membuktikan bahwa upaya penggunaan

jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan

risiko terhadap penyakit diare.

7) Membuang tinja bayi yang benar.

Banyak orang beranggap bahwa tinja bayi itu tidak

berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula

menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.


21

d. Penyehatan lingkungan.

1) Menyediakan air bersih.

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat

ditularkan melalui air, antara lain adalah diare, kolera,

disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan

berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik

secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam

memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

2) Pengelolahan sampah.

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat

berkembang biaknya factor penyakit seperti lalat, nyamuk,

tikus, dan kecoak. Dimana binatang tersebut merupakan

salah satu binatang yang dapat menjadi pengantar diare

melalui makanan, maka dari itu kita harus mengelolah

sampah dalam lingkungan sebaik-baiknya.

3) Sarana pembuangan air limbah.

4) Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga

harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber

penularan penyakit, khususnya diare.


22

B. KONSEP TUMBUH KEMBANG

1. Pengertian

Pertumbuhan adalah sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran,

sedangkan perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi

secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling

tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran (Supartini.

2014).

Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif,

yaitu bertambahnya jumlah, ukuran , dimensi pada tingkat sel, organ,

maupun individu,sedangkan perkembangan (development) adalah

bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil

dari proses pematangan/maturitas (Soetjiningsih. 2014).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan

merupakan bertambahnya jumlah sel yang bersifat kuantitatif dapat di

ukur sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan fungsi

alat tubuh sesuai pola yang kompleks yang bersifat kualitatif dalam proses

pematangan

2. Pola pertumbuhan fisik terarah

Menurut Wong (1995) dalam Marmi (2012) pola perkembangan

fisik yang terarah terdiri dari dua prinsip yaitu cephalocaudal dan

proximal distal meliputi:


23

a. Cephalocaudal adalah pola pertumbuhan dan perkembangan yang

dimulai dari kepala yang ditandai dengan perubahan ukuran kepala

yang lebih besar, kemudian berkembang kemampuan untuk

menggerakkan lebih cepat dengan menggelengkan kepala dan

dilanjutkan ke bagian ekstremitas bawah lengan, tangan dan kaki.

b. Proximaldistal yaitu pola pertumbuhan dan perkembangan yang

dimulai dengan menggerakkan anggota gerak yang paling dekat

dengan pusat atau sumbu tengah, seperti menggerakkan bahu dahulu

baru kemudian jari-jari.

3. Pola perkembangan dari umum ke khusus

Pola pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dengan

menggerakkan daerah yang lebih umum (sederhana) dahulu baru

kemudian daerah yang lebih kompleks.Misalnya melambaikan tangan

kemudian memainkan jari (Marmi. 2012).

4. Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan.

Menurut Marmi (2012) pola perkembangan berlangsung dalam

tahapan perkembangan adalah Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam

setiap tahapan perkembangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi

dini perkembangan selanjutnya. Pada masa ini dibagi menjadi lima tahap

yaitu:

a. Masa lahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan

jaringan tubuh.
24

b. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar

rahim dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan.

c. Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang

mempengaruhinya dan mempunyai kemampuan untuk melindungi

dan menghindari dari hal yang mengancam dirinya.

d. Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat,

sikap, minat dan cara penyesuaian dengan lingkungan.

e. Masa remaja, terjadi perubahan kearah dewasa sehingga kematangan

pada tanda-tanda pubertas.

5. Pola perkembangan di pengaruhi oleh kematangan dan latihan atau

belajar.

Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan atau

belajar yaitu terdapat saat yang siap untuk menerima sesuatu dari luar

untuk mencapai proses kematangan dan kematangan yang dicapainnya

dapat disempurnakan melalui rangsangan yang tepat (Marmi. 2012).

6. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

a. Faktor herediter

Faktor genetika atau herediter merupakan faktor yang dapat

diturunkan sebagai dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh-

kembang anak. Faktor ini ditandai dengan intensitas dan kecepatan

dalam pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap

rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.

(Marmi. 2012).
25

b. Faktor lingkungan

Menurut Supartini (2014) faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah

lingkungan prantal, lingkungan eksternal, dan lingkungan interna anak

meliputi :

1) Lingkungan prenatal

Lingkungan di dalam uterus sangat besar pengaruhnya

terhadap perkembangan fetus sehingga dapat mempengaruhi

kondisi lingkungan yang ada yang dapat memepengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin misalnya gangguan nutrisi

karena ibu kurang mendapat gizi yang adekuat.

2) Pengaruh budaya lingkungan

Budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi

bagaimana mereka memersepsikan dan memahami kesehatan

serta prilaku hidup sehat.Bagitu juga keyakinan untuk melahirkan

dengan meminta pertolongan petugas kesehatan di sarana

kesehatan atau tetap memilih dukun beranak, dilandasi oleh nilai

budaya yang dimilki.

3) Status sosial ekonomi keluarga

Anak yang berada dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga

yang sosial ekonominya rendah, tentunya keluarganya akan

mendapat kesulitan untuk membantu anak tingkat pertumbuhan

dan perkembangan yang optimal serta keluarga dapat menunjang


26

anaknya misalnya anak mendapatkan imunisasi dari pihak

pelayanan kesehatan.

4) Nutrisi

Telah disebutkan bahwa untuk bertumbuh dan berkembang,

anak membutuhkan zat gizi yang esensial mencakup protein,

lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air yang harus

dikonsumsi secara seimbang, dengan jumlah yang sesuai

kebutuhan pada tahapan usiannya.

5) Iklim atau cuaca

Iklim tertentu dapat mempengaruhi status kesehatan anak,

seperti pada musim penghujan yang dapat menimbulkan bahaya

banjir dan dapat menimbulkan penyakit misalnya penyakit diare

penyakit kulit. Demikian juga dimusim kemarau ketika sulit

mendapatkan air bersih, angka kejadian seperti diare akan

meningkat. Maka dari itu masyarakat dapat mengantisipasi

kejadian tersebut dan melakukan tindakan pencegahan.

6) Posisi anak dalam keluarga

Posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah,

atau anak bungsu akan mempengaruhi bagaimana pola anak

tersebut diasuh dan dididik dalam keluarga. Oleh karena itu,

kemampuan intelektual anak tunggal akan dapat lebih cepat

berkembang dan mengembangkan harga diri yang positf.


27

Anak pertama biasanya mendapatkan perhatian penuh karena

belum ada saudara yang lain. Anak tengah diantara anak tertua

dan anak bungsu biasanya orang tua cenderung agak kurang

peduli dalam merawat anak dan sering kali membuat anak lebih

mandiri, tetapi kurang maksimal dalam pencapaian prestasi di

banding anak pertama. Anak terkecil adalah anak yang termuda

usiannya dalam keluarga dan biasanya mendapatkan perhatian

penuh dari semua anggota keluarga sehingga membuat anak

mempunyai kepribadian yang hangat, ramah dan penuh perhatian

dari orang lain.

c. Faktor Internal

Menurut Supartini (2014) faktor internal yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai

berikut yaitu:

1) Kecerdasan

Kecerdasan dimiliki anak sejak ia dilahirkan. Anak yang

dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang rendah tidak akan

mencapai prestasi yang cemerlang walaupun stimulus yang

diberikan lingkungan demikian tingggi. Sementara anak yang

dilahirkan dengan tingkat kecerdasan tinggi dapat didorong

oleh stimulus lingkungan untuk berprestasi secara cemerlang.

2) Pengaruh hormonal
28

Ada tiga hormon utama yang memengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan anak, yaitu hormon somatrotropik,

hormon tiroid, dan hormon gonadotropin Hormon

somatotropin (growth hormone) terutama digunakan selama

masa kanak-kanak yang memengaruhi pertumbuhan tinggi

badan karena menstimulasi terjadinya prolifersasi sel

kartilago dan system skeletal. Apabila kelebihan, hal ini akan

menyebabkan gigantisme, yaitu anak tumbuh sangat tinggi

dan besar, dan apabila kekurangan, menyebabkan dwarfism

atau kecil. Hormon tiroid menstimulasi pertumbuhan sel

interstisial dan testis untuk memproduksi testosteron, dan

ovarium untuk memproduksi ekstrogen. Selanjutnya,

testoteron akan menstimulasi perkembangan karakteristik

seks akan menstimulasi perkembangan karakteristik seks

sekunder anak perempuan, yaitu menghasilkan ovum.

3) Pengaruh emosi

Orang tua terutama ibu adalah orang terdekat tempat anak

belajar untuk bertumbuh dan berkembang. Anak belajar dari

orang tua untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.

Dengan demikian, apabila orang tua memberi contoh perilaku

emosional, seperti melempar sandal atau sepatu bekas

dipakai, membentak saat anak rewel, marah saat jengkel,

anak akan belajar untuk menirukan perilaku orang tua


29

tersebut. Anak belajar mengekspresikan perasaan dan

emosinya dengan meniru perilaku orang tuanya. Apabila pola

seperti ini dibiarkan, anak akan mengembangkan perilaku

emosional seperti di atas karena maturasi atau pematangan

kepribadian diperoleh anak melalui proses belajar dari

lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, orang tua harus

berhati-hati dalam bersikap karena apabila orang tua senang

membentak, anak akan belajar untuk berbicara kasar pada

orang lain. Apabila orang tua suka marah dan jengkel, anak

akan belajar bersikap kasar pada orang lain. Orang tua adalah

model peran bagi anak.

7. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Anak

Menurut Hidayat (2012) Tahap pertumbuhan dan

perkembangan fisik anak meliputi :

Tumbuh kembang infant/bayi, umur 0-12 bulan.

Umur 1 bulan

a. Fisik : Berat badan akan meningkat 150-200 gr/mg,

tinggi badan meningkat 2,5 cm/bulan, lingkar kepala

meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan seperti ini

berlangsung sampai bayi umur 6 bulan.

b. Motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat

kepala dengan dibantu oleh orang tua, tubuh

ditengkurapkan, kepala menoleh ke kiri ataupun ke


30

kanan, reflek menghisap, menelan, menggenggam sudah

mulai positif.

c. Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah.

d. Sosialisasi : bayi sudah mulai tersenyum pada orang

yang ada disekitarnya.

8. Cara Deteksi Tumbuh Kembang Anak

Menurut Hidayat (2012) cara deteksi tumbuh kembang anak

adalah sebagai berikut :

a. Penilaian melakukan penilaian terhadap pertumbuhan anak

terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi

tumbuh kembang pada anak, diantaranya cara pengukuran

antropometrik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan radiologi.

1) Pengukuran antropometrik

Pengukuran antropometrik ini dapat meliputi pengukuran

berat badan, tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala dan

lingkar lengan atas

2) Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan ini bagian dari antropometrik yang

digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan

semua jaringan yan ada pada tubuh misalnya: tulang, otot,

lemak, cairan tubuh, sehingga akan dapat diketahui status

keadaan gizi anak atau tumbuh kembang anak.


31

3) Pengukuran Tinggi

Pengukuran ini merupakan bagian dari pengukuran

antropometrik yang digunakan untuk memulai status

perbaikan gizi, di samping faktor genetik.

4) Pengukuran lingkar kepala

Pengukuran lingkar kepala ini dapat digunakan untuk menilai

pertumbuhan otak, penilaian ini dapat melihat apabila

pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) maka menunjukkan

adanya reterdasi mental, sebaliknya apabila otaknya besar

(volume kepala meningkat) akibat penyumbatan pada aliran

cairan cerebrospinalis.

5) Pengukuran Lingkar Lengan Atas

Penilaian ini digunakan untuk penilaian jaringan lemak dan

otok akan tetapi penilaian ini tidak banyak berpenguruh pada

keadaan jaringan tubuh apabila dibanding dengan berat

badan. Penilaian ini juga dapat dipakai untuk menilai status

gizi pada anak usia pra sekolah.

6) Pemeriksaan Fisik

Dalam melakukan penilaian terhadap pertumbuhan dan

perkembangan anak dapat ditentukan dengan melakukan

pemeriksaan fisik, dengan melihat bentuk tubuh, anggota

gerak jaringan otot, lengan atas, pantat dan paha yang

dilakukan pada pemeriksaan triseps, rambut dan gigi geligi.


32

7) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini dilakukan guna menilai keadaan

pertumbuhan dan perkembangan dengan status keadaan

penyakit, adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan dalah

sebagai berikut pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan

serum protein (albumin dan globulin), hormonal, dan lain-

lain.

8) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai umur tumbuh

kembang seperti umur tulang, apabila dicurigai adanya

gangguan pertumbuhan.

b. Penilaian perkembangan anak

Untuk menilai perkembangan anak pertama yang dapat

dilakukan adalah dengan wawancara tentang faktor kemungkinan

yang menyebabkan gangguan dalam perkembangan, kemudian

melakukan tes skrining perkembangan anak dengan DDST, tes IQ

dan tes Psikologis lainnya selain itu juga dapat dilakukan tes

lainnya seperti evaluasi dalam lingkungan anak yaitu

interaksianak selama ini, evaluasi fungsi penglihatan,

pendengaran, bicara, bahasa serta melakukan pemeriksaan fisik

lainnya seperti pemeriksaan neurologis, metabolik, dan lain-lain.

Dalam menilai skrining tes ini banyak beberapa tes yang

dapat digunakan diantaranya tes intelegensi standford binet, skala


33

intelegensi Wechsler untuk anak prasekolah dan sekolah, skala

perkembangan menurut gesell(gesell infant scale), skala bayle

(bayle infant scale of development), tes motor visual bender

gestalt, tes menggambar orang, tes perkembangan adaptasi sosial,

DDST, diagnostik perkembangan fungsi munchen tahun pertama.

Dalam cara penilaian tes perkembangan dalam hal ini yang akan

dijelaskan adalah cara menurut denver (DDST) dan diagnostic

perkembangan fungsi munchen tahun pertama.

c. Cara Melakukan Denver Development Screening Test (DDST).

Dalam melakukan tes ini terdapat beberapa perkembangan dalam

penggunaaan tes, saat ini telah terjadi revisi atau perubahan dalam

penggunaan tes yang dikenal dengan nama DDST-R dan saat ini

menggunakan DDST II yang sudah mengalami penyempurnaan

dalam pengukuran.

Pada penilaian DDST ini menilai perkembangan anak dalam

empat faktor diantaranya penilaian terhadap personal sosial,

motorik halus, bahasa, dan motorik kasar, dengan persyaratan tes

sebagai berikut:

1) Lembar formulir DDST II

2) Alat bantu atau peraga seperti benang wol merah, manik-

manik, kubus warna merah kuning hijau biru, permainan

anak bola kecil, bola tenis kertas dan pensil.


34

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Menurut Nursalam (2013) pengkajian Diare akan didapatkan

sesuai dengan perjalanan patologis penyakit. Secara umum keluhan

utama pasien adalah frekuensi BAB sering dan cair dengan lendir

atau tanpa lendir dan darah. Kaji gejala dan tanda mneingkatnya

suhu, terutama pada malam hari, frekuensi BAB, tanda-tanda

dehidrasi, tidak ada nafsu makan, dan penurunan kesadaran.

a. Identitaas pasein

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,

tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang

tua, pekerjaan orang tua. Untuk umur pada pasien diare akut,

sebagian besar adalah anak di bawah dua tahun. Insiden paling

tinggi umur 6 – 11 bulan pada masa ini mulia di berikan

makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki

hampir sama dengan anak perempuan.

b. Keluhan utama

Buang air besar (BAB) lebih tiga kali sehari. BAB

kurang dari empat kali dengan konsistensi cair (diare tanpa

dehidrasi). BAB 4 – 10 kali sehari dengan konsistensi cair

(dehidrasi ringan/sedang). BAB lebih dari sepulukh kali

(dehidrasi berat). Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari


35

adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah

diare persisten.

c. Riwayat penyakit sekarang menurut (Nursalam. 2013) sebagai

berikut:

1) Mula-mula bayi/anak menjadi cengang, gelisah, suhu badan

mungkin meningkat. Nafsu mkan berkurang atau tidak ada,

kemungkinan timbul diare.

2) Tinja makin cair, mungkin di sertai lendir atau lendir dan

darah. Warna tinja beruabah menjadi kehhijauan karena

bercampur empedu.

3) Anus dan daerah sekitar timbul lecet karena sering defeksi

dan sifatnya makin lama makin asam.

4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare.

5) Bila pasien telah banyak kejilangan cairan dan elektrolit,

gejala dehidrasi mulai tampak.

6) Diuresisi, yaitu terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/bb/jam) bila

trjadi dehidrasi. Urin normal pada diare tanpa dehidrasi. Urin

sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada

urin dalam waktu enam jam (dehidrasi berat).

d. Riwayat kesehatan meliputi sebagai berikut.

1) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi

campak. Diare lebih sering terjadi dan berakibat berat pada

anak – anak dengan campak atau yang menderita campaka


36

dalam empat minggu terakhir, yaitu akibat penurunan

kekebalan pada pasien.

2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan

(antibiotik) karena faktor ini salah satu kemungkinan

penyebab diare.

3) Riwayat penyakit yang sering terhadap anak dibawah dua

tahun biasanya batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi

sebelum, selama, dan setelah diare. Hal ini untuk melihat

tanda atau gejala infeksi lain yang menyebabkan diare,

seperti OMA, tonsilitis, faringitis, bronkopneumania,

ensefalitis.

e. Riwayat nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi

hal sebagi berikut:

1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat

mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.

2) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak,

diberikan menggunakan botol atau dot, kerena botol yang

tidak bersih akan mudah terjadi pencemaran.

3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrassi tidak

merasa haus (minum biasa), pada dehidrasi ringa/sedang

anak merasa haus, ingin minum banyak, sedangkan pada

dehidrasi berat anak malas minum atau tidak bisa minum.


37

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

a) Baik, sadar (tanpa dehidrasi)

b) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan/sedang).

c) Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat).

2) Berat badan

anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami

penurunan berat badan sebagai berikut (Nursalam,2013).

Table 2.1 Table Penurunan Berat Badan

Kehilangan berat badan (%)

Tingkat dehidrasi Bayi Anak besar

Dehidrasi ringan 5 % (50 ml/kg) 3 % (30 ml/kg)

Dehidrasi sedang 5-10 %(50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)

Dehidrasi berat 10-15 % (100-150 ml/kg 9 % (90 ml/kg)

3) Kulit

Untuk mengetahui elastisitas kulit, kita dapat

melakukan pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit

daerah perut dengan kedua ujung jari (bukan kedua kuku).

turgor kembali cepat kurang dari dua detik dan ini berarti

diare tanpa dehidrasi. Turgor kembali lambat bila cubitan

kembali dalam waktu dua detik danini berarti diare denga

dehidrasi ringan/sedang. Turgor kulit kembali snagt lambat


38

bila cubitan kembali lebih dari dua detik dan ini tyermasuk

diare dengan dehidrasi berat.

4) Kepala

Anak di bawah dua tahun yang mengalami dehidrasi,

ubun-ubunnya biasanya cekung.

5) Mata.

Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelpak mata

normal. Bila dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung

(cowong). Sedangkan dehidrasi berat, kelopak mata sangat

cekung.

6) Mulut dan lidah

Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi), mulut dan

lidah kering (dehidrasi ringan/sedang), mulut lidah sangat

kering (dehidrasi berat).

7) Abdomen kemungkinan distensi, kram bising usu meningkat.

8) Anus, adakah iritasi pada kulitnya.

9) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam

menegakkan diagnosis (kausal) yang tepat, sehingga dapat

memberikan terapi yang taepat pula. Pemeriksaan yang di

perlukan pada anak diare yaitu:

a) Pemeriksaan tinja, baiksecara makroskopis maupun

mikroskopis denga kultur.


39

b) Test mal absorbsi yang meliputi karbohidrat (pH, clinic test),

lemak, dan kultur urine.

2. Fokus intervensi

Fokus intervensi diare menurut NANDA NIC-NOC (2015) adalah:

a. Kekurangan volume cairan (00027)

Domain : 2 (Nutrisi)

Kelas : 5 (Hidrasi)

Definisi: penurunan cairan intravascular, interstisial, dan/atau

intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saa

tanpa perubahan pada natrium

Batasan Karakteristik:

1) Perubahan status mental

2) Penurunan tekanan darah

3) Penurunan tekanan nadi

4) Penurunan volume nadi

5) Penurunan turgor kulit

6) Penurunan haluaran urin

7) Penurunan pengisian vena

8) Membran mukosa kering

9) Kulit kering

10) Peningkatan hematokrit

11) Peningkatan suhu tubuh

12) Peningkatan frekuensi nadi


40

13) Peningkatan kosentrasi urin

14) Penurunan berat badan

15) Haus

16) Kelemahan

NOC:

1) Fluid balance (0601)

2) Hydration (0602).

3) Nutrional Status (1008) : Food (100402) and Fluid intake

(100408).

Kriteria Hasil:

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, urine

normal, HT normal.

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

4) Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak

ada rasa haus yang berlebihan.

NIC:

1) Perhatikan tanda-tanda awal dari hipovolemia, termasuk haus,

gelisah, sakit kepala, dan ketidakmampuan untuk

berkonsentrasi. Haus sering tanda dehidrasi (Scales &

Pilsworth. 2008). EBN: Sebuah studi relawan yang mengalami

pembatasan cairan hingga 37 jam melaporkan gejala sakit


41

kepala, penurunan kewaspadaan, dan ketidakmampuan untuk

berkonsentrasi (Shirreffs et al. 2004).

2) Monitor nadi, respirasi, dan tekanan darah klien dengan defisit

volume cairan setiap 15 menit sampai 1 jam untuk klien yang

tidak stabil, setiap 4 jam untuk klien stabil. Perubahan tanda

vital dilihat dengan defisit volume cairan termasuk takikardia,

takipnea, penurunan tekanan nadi pertama, kemudian

hipotensi, penurunan volume nadi, dan peningkatan atau

penurunan suhu tubuh (Scales & Pilsworth. 2008). EBN:

Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa hipotensi dan

takikardia, dan kadang-kadang demam, tanda-tanda klinis

dehidrasi (Ferry. 2005).

3) Pantau keberadaan faktor penyebab kekurangan volume cairan

(misalnya, muntah, diare, kesulitan mempertahankan asupan

oral, demam, tidak terkontrol diabetes tipe 2, terapi diuretik).

Identifikasi awal faktor risiko dan intervensi dini dapat

mengurangi terjadinya dan tingkat keparahan komplikasi dari

kekurangan volume cairan.(Scales & Pilsworth. 2008)

4) Mengakui bahwa memeriksa pengisian kapiler mungkin tidak

membantu dalam mengidentifikasi defisit volume cairan.

Kapiler refill bisa normal pada klien dengan sepsis, suhu tubuh

meningkat melebarkan pembuluh darah perifer, dan kapiler

refill kembali mungkin segera (Scales & Pilsworth. 2008).


42

EBN: Sebuah tinjauan sistematis ditemukan kapiler refill tidak

membantu untuk menentukan hipovolemia (Dufault et al.

2008).

5) Timbang klien setiap hari dan pantau untuk penurunan bebrat

badan tiba-tiba, terutama ketika penurunan pengeluaran urin

atau kehilangan cairan aktif. Perubahan berat badan

mencerminkan perubahan dalam volume cairan tubuh (Scales

& Pilsworth. 2008). EBN: Tinjauan sistematis menunjukkan

bahwa pengukuran perubahan massa tubuh adalah teknik yang

aman untuk menilai status hidrasi. (Scales & Pilsworth. 2008).

6) Pantau total asupan cairan dan output setiap 8 jam (atau setiap

jam untuk klien yang tidak stabil). Mengakui bahwa urin tidak

selalu merupakan indikator akurat keseimbangan cairan.

Output urine dari lessthan 30 ml / jam tidak cukup untuk

fungsi ginjal normal dan menunjukkan hipovolemia atau

timbulnya kerusakan ginjal (Scales & Pilsworth. 2008).

7) Membantu dengan ambulasi jika klien memiliki hipotensi

postural. Hipovolemia menyebabkan hipotensi postural, yang

dapat mengakibatkan sinkop, dan peningkatan risiko cedera

(Fauci et al. 2008).


43

b. Hipertermi

Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal

Batasan karakteristik :

1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, kulit kemerahan

2) Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal, kejang,

takikardia dan kulit terasa hangat.

Factor yang berhubungan :

1) Penyakit atau trauma, dehidrasi, terpapar lingkungan yang

panas, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu

lingkungan.

2) Peningkatan laju metabolisme, pengaruh medikasi/anastesi,

aktivitas berlebihan

NOC :

1) Thermoregulation

Kriteria Hasil :

a) Suhu tubuh dalam rentang normal

b) Nadi dan RR dalam rentang normal

c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

NIC :

1) Ukur dan catat suhu klien demam menggunakan termometer

lisan atau dubur setiap 1- 4 jam tergantung pada tingkat

keparahan demam atau setiap kali perubahan kondisi terjadi

(misalnya, menggigil, perubahan status mental). Pada saat


44

klien sakit kritis, menggunakan metode inwelling pengukuran

temperatur. EBN : pengukuran suhu oral memberikan suhu

lebih akurat daripada pengukuran timpani, pengukuran aksila,

atau penggunaan bahan kimia dot termometer( Ott & Hays.

2008). Penelitian telah menunjukkan keakuratan pengukuran

suhu dari yang paling akurat untuk paling tidak akurat:

intravaskular, esofagus, kandung kemih termistor, dubur,

mulut, membran timpani. Aksila, arteri temporal, dan kimia

dot termometer kurang akurat dan harus dihindari dalam

merawat klien dewasa yang sakit kritis (Ott & Hays, 2008)

2) Gunakan situs yang sama dan metode (perangkat) untuk

pengukuran suhu untuk klien tertentu sehingga tren suhu

dinilai akurat; catatan situs pengukuran suhu. EBN : ada

perbedaan yang signifikan dalam suhu tergantung pada situs

(oral, rektal, aksila, atau arteri temporal (Ott & Hays. 2008)

3) Beritahu dokter suhu sesuai dengan standar kelembagaan atau

perintah tertulis, atau saat suhu mencapai 100.5oF (38.3oC) dan

di atas (Ott & Hays. 2008). Juga memberitahu dokte r

kehadiran perubahan status mental. Perubahan status mental

dapat menunjukkan terjadinya syok septik (Chen, 2007).

4) Bekerja sama dengan dokter untuk membantu menentukan

penyebab kenaikan suhu, yang sering akan membantu

pengobatan oppropriate langsung. Kumpulkan budaya Stat


45

sebelum memulai terapi antibiotik (O'Grady et al, 2008), dan

memastikan bahwa diperlukan pencitraan studi yang dilakukan

dengan cepat. Hal ini umumnya lebih penting untuk mengobati

penyebab yang mendasari kenaikan suhu dari mengobati gejala

demam(Henke, Carlson, &Mc George. 2008)

5) Berikan obat antipiretik sesuai dengan anjuran dokter, ketika

penyebab suhu tidak adaptif (neurologis, stroke panas, klien

sakit kritis), bila infeksi - demam yang disebabkan lebih besar

dari 38.3oC, dan ketika klien tidak bisa mentolerir peningkatan

metabolisme permintaan, seperti klien yang sakit akut.

Penghapusan demam akan mengganggu peningkatan dari

respon kekebalan tubuh, tetapi elevasi suhu disertai dengan

peningkatan konsumsi oksigen dan tingkat metabolisme

daripada tidak dapat ditoleransi oleh klien akut (Henke,

Carlson, &McGeorge. 2008). EBN: review sistematis tiga studi

menemukan sedikit avidence untuk mendukung administrasi

antipiretik untuk demam (Hudgings et al. 2004)

c. Kerusakan integritas kulit (00046)

Definisi: perubahan/gagguan epidermis dan/atau dermis

Batasan karakteristik:

1) Kerusakan lapisan kulit (dermis)

2) Gangguan permukaan kulit (epidermis)

3) Invasi struktur tubuh


46

NOC:

1) Tissue integrity: skin and muccous membranes (1101)

2) Hemodyalis akses (1105)

Kriteria Hasil:

1) Integrasi kulit yang baik bisa di pertahankan (sensasi, elastisitas,

temperatur, hidrasi, pigmentasi), tidak ada luka/lesi pada kulit

2) Perfusi jaringan baik

3) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya cidera berulang

4) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban

kulit dan perawatan alami.

NIC:

Pressure Management (3500)

1) Memantau praktek perawatan kulit klien, jenis apa sabun atau

bahan pembersih lainnya suhu air yang di gunakan dan

frekuensi pembersih kulit (Baranoski & Ayello. 2012)

2) Rencana individual sesuai denga kondisi kulit klien, kebutuhan

dan preferensi EBN: menghindari arus pembersihkan agen ,air,

panas, gesekan ekstrim, ataukekuatan, atau clenasing, terlalu

sering (WOCN. 2013)

3) Memonitor situs gangguan kulit kurang sekali sehari untuk

perubahan warna, kemerahan, pembengkakan kehangatan, nyeri,

tau tanda-tanda lain infeksi (Baranoski & Ayello. 2012).


47

4) Memantau status klien kontinensiadan meminimalkan paparan

gangguan kulit dan area lain dari kelembaban dari inkontinensia,

keringat, atau luka drainase. EBN: kelembaban dari

inkontinensia kontribusi untuk pengembangan ulkus tekanan

dengan maserasi kulit (WOCN. 2013).

5) Tidak memposisikan klien di situs penurunan kulit. Jika

konsistensi dengan tujuan manjemen klien setidaknya setiap 2

jam. Pemindahan klien dengan hati-hati untuk melindungi

terhadap efek buruk dari kekuatan mekanik eksternal seperti

tekanan, gesekan, dan geser. EBN: jangan posisi dan individu

langsungpada ulkus tekanan. Lanjutkan untuk mengubah

frekuensi berdasarkan karakteristik permukaan dukungan dan

respon individu (Baranoski & Ayello. 2012).

6) Mengevaluasi penggunaan kasur khusus, tempat tidur, atau

sesuai perangkat. Menjaga kepala dari tempat tidur pada

kemungkinan tingkat terendah elevasi untuk mengurangi geser

dan gesekan, dan menggunakan peangkat angkat, bantal, baji

busa, dan perangkat tekanan mengurangi di tempat tidur

(WOCN. 2013).

7) Pengimplementasian rencan perawat tertulis untuk

penghambatan topikan dari situs gangguan kulit. Rencana

tertulis memastikankonsistensi dalam perawatan dan

dokumentasi (Baranoski & Ayello. 2012).


48

8) Memilih pengobatan topikal yang akan mempertahankan

lengkungan luka penyembuhan lembab dan yang seimbang

dengan kebutuhan penyerapan eksudat. EBN: memilih pembalut

yang menyediakan lingkungan yang lembab, menjaga kulit luka

kering, dan kontrol ouka eksudat serta menghilangkan ruang

mati (WOCN. 2013).

9) Menhindari memijat disekitar lokasi kerusakan kulit dan di atas

tonjolan tulang. Penelitian menunjukkan bahwa pijat

dapatmenyebabkan trauma yang mendalam (panel for the

predictionand Prevention of Pressure Ulcer in Adults, 1992).

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolic.

Batasan karakteristik :

a. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolik

b. Batasan Karakterisitik.

1) Kram abdomen.

2) Nyeri abdomen.

3) BB 20 % atau lebih dibawah BB ideal.

4) Diare.

5) Bising usus hiperaktif.

6) Kurang informasi.
49

7) Penurunan BB dengan asuhan makanan adekuat.

8) Membran mukosa pucat

c. NOC.

1) Nutritional status (1008) = food intake (100402) and fluid

intake ( 100408).

2) Nutritional status (1009)= nutrient intake (100401) and

weight control (100405).

Dengan Kriteria Hasil :

1) Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan.

2) BB ideal sesuai dengan TB.

3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

5) Tidak ada penurunan BB yang berarti.

d. NIC.

1) Intervensi Mayor.

 Nutrition management (1100).

 Nutrition monitoring (1160)

2) Intervensi Disarankan.

a) Kaji adanya alergi makanan.

b) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin

d) Berikan diet kepada pasien. EBN : pada orang dewasa

dengan melaksanakan diet akan cenderung dapat


50

memenuhi rekomendasi asupan nutrisi 2 x lipat dari pada

orang yang tidak menjalani diet pada kasus kekurangan

nutrisi (Carpenito, Lynda Juall. 2012).

e) Monitori adanya penurunan BB.

f) Monitori tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan

g) Monitori mual dan muntah.

h) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien.

e. Nyeri akut

Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual

atau potensial atau sedemikian rupa (International Association for

the study of Pain) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi dan berlangsung <6 bulan.

Batasan karakteristik :

1) Perubahan selera makan

2) Perubahan tekanan darah

3) Perubahan frekuensi jantung

4) Perubahan frekuensi pernafasan

5) Laporan isyarat

6) Diaphoresis
51

7) Perilaku distraksi (misalkan : berjalan mondar-mandir mencari

orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)

8) Mengekspresikan perilaku (misalkan : gelisah, merengek,

menangis)

9) Masker wajah (misalkan : mata kurang bercahaya, tampak

kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus

meringis)

10) Sikap melindungi nyeri

11) Fokus menyempit (misalkan : gangguan persepsi nyeri,

hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang

dan lingkungan)

12) Indikasi nyeri yang dapat diamati

13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

14) Sikap tubuh melindungi

15) Dilatasi pupil

16) Melaporkan nyeri secara verbal

17) Gangguan tidur

Factor yang berhubungan :

Agen cedera (misalkan : biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

NOC :

1) Pain Level

2) Pain Control

3) Comfort Level
52

Kriteria hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

NIC :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, EBN :

menentukan lokasi, aspek temporal, itensitas nyeri,

karakteristik, dan dampak nyeri pada fungsi dan kualitas hidup

sangat penting untuk menentukan penyebab rasa sakit dan

efektifitas pengobatan (Layman Young Horton, Davidhizar.

2006)

2) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau, EBN : individu

memperoleh riwayat nyeri yang membantu untuk mengide

ntifikasi faktor-faktor potensial yang dapat mempengaruhi

kesediaan klien untuk memperoleh nyeri, dan juga faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri, respon klien

terhadap nyeri, kecemasan, dan farmakokinetik analgetik

(Ackley dan Ladwig. 2010)


53

3) Menggambarkan efek samping dari rasa sakit tak henti-

hentinya, EBN : nyeri akut tak henti-hentinya dapat memiliki

konsekuensi fisiologi dan psikologi yang memfasilitasi hasil

klien negatif (Brunner & Suddart. 2012)

4) Kolaborasi analgetik untuk mengurangi nyeri, EBN:

penyesuaian obat yang tepat dapat mencegah kesalahan yang

berhubungan dengan obat-obatan yang tidak benar, dosis,

emisi, komponen cara pengobatan di rumah, interaksi obat-

obatan, dan toksisitas yang dapat terjadi ketika obat-obatan

yang tidak kompatibel digabungkan atau ketika alergi hadir.

(Ackly dan Ladwig. 2010)

5) Monitor vital sign, EBN: penilaian nyeri sama pentingnya

dengan tanda-tanda vital fisiologi dan nyeri dianggap sebagai “

tanda vital kelima. Nyeri akut harus dinilai baik pada saat

istirahat (penting untuk kenyamanan) dan selama gerakan

penting untuk fungsi dan penurunan resiko kelainan

cardiopulmonary dan kejadian troboemboli (Ackley & Ladwig.

2010)

6) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri datang dan

nyeri hilang, EBN: salah satu langkah yang penting untuk

meningkatkan kontrol nyeri adalah pemahaman klien yang

lebih baik tentang sifat nyeri, intervensi nonfarmakologi harus


54

digunakan untuk melengkapi, bukan , menggantikan intervensi

farmakologis (Ackley & Ladwig. 2010)

7) Menghindari memberikan obat nyeri intramaskular (IM).

Injeksi IM yang menyakitkan, hasil dalam penyerapan

diandalkan, dan menyebabkan tingkat darah variabel obat

diberikan (Pasero & McCaffery. 2002). Berulang injeksi IM

dapat menyebabkan abses steril dan fibrosis otot dan jaringan

lunak, injeksi IM juga dapat menyebabkan cedera saraf dengan

nyeri neuropatik kronis berikutnya (APS. 2008) EBN: pasien

juga dapat dikontrol analgesia lebih efektif dalam

mengendalikan rasa sakit daripada injeksi IM (Chang &

Cheung. 2004).

8) Mengendalikan resep untuk mengelola analgesik opioid jika

diindikasikan, terutama untuk nyeri sedang sampai berat.

Opioid diindikasikan untuk pengobatan nyeri sadang sampai

berat (Pasero & McCaffery. 2002)

f. Defisiensi pengetahuan

Definisi: ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan

dengan topik tertentu.

Batasan karakteristik:

1) Prilaku hiperbola

2) Ketidakakuratan mengikuti perintah


55

3) Ketidak akuratan melakukan test

4) Perilaku tidak tepat (mis, histeria, bermusuhan, agitasi, apatis).

5) Pengungkapan masalah.

NOC:

1) Knowledge: disease process

2) Knowladge: healt behavior

Kriteria Hasil:

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

ondisi, prognosisis dan program pengobatan.

2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di

jelaskan secara benar.

3) Pasen dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang di

jelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

NIC:

Teaching : disease process

1) Mengkaji kemampuan pasien dan kesiapan untuk belajar

(misalnya ketajaman mental, kemampuan untuk melihat atau

mendengar, nyeri yang ada, kesiapan emosional, motivasi dan

pengetahuan sebelumnya) ketika mengajar pasien. EBN: belajar

perubahan kesiapan dari waktu kewaktu berdasarkan tantangan

situasional, fisik dan emosional. Perawat mengasumsikan peran

otoritas, panduan, motivator, mentor dan konsultan tergantung

pada kesiapan belajar dari pasien (Olinzock. 2008)


56

2) Mengkaji pengetahuan pasien tentang penyakit serta nilai

konteks pribadi dan arti dari penyakit. EBN: perbaika

management gejala dan kepuasan pasien di catat sebagai hasil

dari intervensi yang berfokus pada kebutuhan pasien dan makna

perspektif penyakit ini (Suhonen, Valimaki, Leino-kilpi. 2008)

3) Berikan pendidikan kesehatan berdasarkan penawaran intervensi

pendidikan antisifatif yang mendukung diri regulatin dan

management didri. EBN: pasien yang menerima intervensi

pendidikan antisipatif berfokus pada pengetahuan perawatan diri

dan penggunaan metode koping termasuk pengurangan stress

dan latihan pernafasan eksperinded meningkat self-efficacy dan

penurunan kecemasan (Wong.dkk. 2008)

4) Pantau bagaimana pasien memproses informasi dari waktu

kewaktu. EBN: pasien unik dalam cara mereka memproses

informasi. Beberapa pasien akan lebih pasti dari pada yang lain

dan mungkin perlu intervensi pendidikan yang lebih dari waktu

kewaktu (Suhonen, Valimaki, Leino-kilpi. 2008)

5) Evaluasi kemampuan pemahaman pasien terhadap materi

dengan menggunakan pendekatan individual yang fokus pada

perioritas dan preferensi pasien. EBN: individual intervensi

pendidikan memiliki efek positif pada hasil pasien (Suhonen,

Valimaki, Leino-kilpi. 2008)


57

6) Libatkan pasien sebagai mitra dalam peroses pengambilan

kepetusan pendidikan. EBN: pendekatan keperawatan yang

kolaboratif dan yang menggunkan dorongan dan dukungan

untuk meningkatkan self-efficacy mengakibatkan kepuasan

pasien, pemberdayaan dan keyakinan (Hannula, Kaunonen, &

Tarkka. 2008)

You might also like