You are on page 1of 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Persepsi
Konsep Dasar Persepsi
Persepsi menurut para ahli, merupakan proses pemberian arti oleh seorang individu terhadap
lingkungannya. Persepsi juga diartikan sebagai suatu proses melalui mana seseorang
menerima, mengorganisasi dan menginterpretasi informasi dari lingkungannya .
Pengertian diatas menyatakan bahwa setiap individu memberi arti pada suatu obyek
(stimulus) yang dihadapi. Namun, setiap individu berbeda dan kadang menyimpang dalam
melihat suatu obyek yang sama. Perbedaan dan penyimpangan persepsi terhadap sesuatu
objek muncul sebagai akibat dari banyaknya stimulasi/informasi yang masuk pada pancaindra
(kesadaran) seseorang, yang sumber informasinya berasal dari suatu objek, peristiwa, atau
seseorang.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Apa yang diperhatikan seseorang dapat berbeda dengan apa yang diperhatikan orang lain.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada dalam diri orang yang
mempersepsi, faktor yang berada dalam obyek yang sedang dipersepsi, dan faktor situasi.
Menurut Stephen P.Robbin, faktor yang berada dalam diri yang mempersepsi (perceiver)
berupa attitude, motive, interest, experience, dan expectation. Kemudian, faktor yang berada
dalam objek yang dipersepsi (target) berupa novelty, motion, sounds, size, backround,dan
proximit. Dan faktor yang berada dalam situasi berupa bentuk, work setting, dan social
setting .
a. Faktor yang Berada dalam Situasi
Suatu objek yang dipersepsi senantiasa berada dalam satu situasi waktu dan lingkungan
(social, kerja, atau lainnya). Situasi tersebut dapat mempengaruhi persepsi pada objek,
peristiwa, atau orang.
Kemudian, work setting yang berupa ruang/lingkungan kerja juga turut berpengaruh. Work
setting dipabrik berbeda dengan work setting di kantor manajer. Ruang kantor menjadi
stimulus yang dengan berbagai peralatannya dan orang-orang yang berada dalam kantor
tersebutberpakaian rapi dapat mempersepsi bahwa pekerjaan dkantor tersebut bergaji besar
dan menyenangkan. Padahal, kenyataannya bias sebaluknya.
Sedangkan, social setting mengacu kepada suatu peristiwa, misalnya ditempat beribadah,
dalam acara wisuda, dalam acara pesta, atau dalam suatu rapat tertentu. Seorang yang berada
ditempat ibadah dapat dipersepsi sebagai orang-orang baik.

b. Faktor Orang yang Mempersepsi (Perceiver)


Faktor yang berada dalam diri yang mempersepsi (Perceiver) meliputi sikap, motif, interest,
experience, dan expectation. Sikap berarti pernyataan evaluatif. Sikap dapat dipengaruhi oleh
nilai yang dianut seseorang-berupa sikap positif atau negatif, dan senang atau tidak senang-
terhadap suatu objek yang dapat mempengaruhi persepsi.
Motif sebagai suatu keinginan atau kebutuhan seseorang pun dapat memperngaruhi persepsi.
Misalnya, seseorang yang memiliki kekuasaan yang tinggi mempersepsi jabatan
kepemimpinann yang dia emban untuk memaksa bawahan berperilaku seperti apa yang dia
inginkan. Lain halnya, dengan orang yang mempunyai motif aktualisasi yang tinggi , ia
menganggap jabatan tersebut sebagai tugas untuk meningkatkan produksi.
Interest sebagai sesuatu yang sangat diperhatikan seseorang dapat diperngaruhi oleh
pengalaman atau latar belakang orang tersebut . Seseorang akan mempersepsi sesuatu yang
berbeda dengan orang, tergantung pada interest yang dimiliki orang tersebut.
Experience atau pengalaman dapat mempengaruhi salah satu segi dari suatu objek atau
peristiwa yang sangat diperhatikan oleh seseorang. Mialnya, seseorang yang sering ditipu
atau dibohongi orang lain akan mempersepsi maksud baik orang lain sebagai suatu penipuan.
Padahal, kenyataanya tidak demikian. Dan selanjutnya ialah expectation atau harapan-
harapan seseorang terhadap sesuatu akan dapat mempengaruhi persepsi.

c. Faktor yang Berada dalam Objeck (Targets)


Faktor yang berada dalam objek yang dipersepsi terdiri dari novelty (kebaruan), motion
(gerak), sound (suara), size (ukuran), backround (latarbelakang), dan proximity (kedekatan).
Novelty (kebaruan) yaitu sesuatu yang baru akan lebih diperhatikan dan menjadi dasar
hukum dalam pemaknaan. Sesuatu yang baru dapat dipersepsi lebih bagus daripada sesuatu
yang lama.
Motion (gerak) dapat mempengaruhi persepsi. Gerakan dapat mempengaruhi perhatian.
Sound (nada) dapat mempengaruhi persepsi dalam suatu hal. Misalnya seseorang yang
berbicara dengan keras dipersepsikan sebagai orang yang kasar.
Beberapa objek yang secara fisik memiliki kedekatan (proximity) cenderung sering
dinyatakan sama, sejenis, atau kelompok. Misalnya, beberapa kejadian yang memiliki
kedekatan waktu cenderung dipersepsikan berkaitan. Padahal, kenyataannya tidak berkaitan.
Backround (latarbelakang) dapat mempengaruhi persepsi. Ini akibat perhatian pada latar
belakang suatu objek yang berbeda.

d. Persepsi terhadap Orang Lain


Secara lebih spesifik, penyimpanan persepsi pada manusia dapat terjadi dalam beberapa
bentuk yang, menurut Stephen P.Robbin terdiri dari :
1) Stereotyping, yaitu penilaian yang diberikan oleh seseorang ke orang lain berdasarkan
ciri-ciri spesifik yang memiliki kelompok dimana orang tersebut berasal.
2) Hallo Effect, yaitu memberikan kesan umum untuk seseorang didasarkan pada satu ciri
pribadi .
3) Projection, yaitu menyimpulkan seseorang berdasarkan cirri yang dimiliki oleh orang
yang mempersepsi.
4) Selective Perseption, yaitu seseorang yang melihat sesuatu ,pada kepentingan, latar
belakang, harapan-harapan.

Penyimpangan Persepsi
Sebagaimana dijelaskan diatas, selain persepsi dapat mempengaruhi perilaku, ada juga
kemungkinan terjadinya penyimpangan persepsi dalam berbagai bentuk. Oleh karena itu, di
bawah ini ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk mengatasi penyimpangan persepsi :
a. Menyadari kapan faktor perceptual dapat mempengaruhi persepsi seseorang.
b. Mencari informasi lain untuk mengonfirmasi yang kita tangkap.
c. Melurusakan persepsi seseorang melalui meminta umpan balik ketika mereka
mempersepsi suatu situasi yang menyimpang.
d. Menghindari penyimpangan-penyimpangan yang umum terjadi seperti stereotype, hallo
effect, dan lain-lain.
e. Menghindari terjadinya pengatribusian yang salah dengan cara menganalisis berbagai
faktor yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam pengatribusian.

2.2 Pengambilan Keputusan


Konsep Dasar Pengambilan Keputusan
Fred Luthans dalam bukunya Perilaku Organisasi menyebutkan bahwa pengambilan
keputusan didefinisikan secara universal sebagai pemilihan alternatif. Pendapat yang senada
diungkapkan oleh Chester Barnard dalam The Function of the Executive bahwa analisis
komprehensif mengenai pengambilan keputusan disebutkan sebagai suatu “proses keputusan
merupakan teknik untuk mempersempit pilihan”. Sementara dalam bahan ajar DR.
Mohammad Abdul Mukhyi, SE., MM bahwa membuat keputusan adalah “The process of
choosing a course of action for dealing with a problem or opportunity” .
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan erat kaitannya dengan pemilihan
suatu alternatif untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah serta memperoleh
kesempatan.
Herbert Simon, ahli teori keputusan dan organisasi mengonseptualisasikan tiga tahap utama
dalam proses pengambilan keputusan yaitu :
a. Aktivitas intelegensi, yaitu penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan
pengambilan keputusan.
b. Aktivitas desain, yaitu terjadi tindakan penemuan, pengembangan dan analisis masalah.
c. Aktivitas memilih, yaitu memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.

Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan


a. Fungsi pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah mempunyai
fungsi antara lain sebagai berikut :
1) Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara
individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional.
2) Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya menyangkut dengan hari depan/masa yang akan
datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.

b. Tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua yaitu :


1) Tujuan bersifat tunggal yaitu tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi
apabila yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah artinya sekali diputuskan dan tidak
akan ada kaitannya dengan masalah lain.
2) Tujuan bersifat ganda yaitu tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi
apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa
satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih yang bersifat
kontradiktif atau bersifat tidak kontradiktif.
Langkah dalam Pengambilan Keputusan
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan terdiri dari :
a. Tahap Identifikasi
adalah tahap pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis dibuat. Sebab
tingkat diagnosis tergantung dari kompleksitas masalah yang dihadapi .
b. Tahap pengembangan
adalah merupakan aktivitas pencarian prosedur atau solusi standar yang ada atau mendesain
solusi yang baru. Proses desain ini merupakan proses pencarian dan percobaan di mana
pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
c. Tahap seleksi
Tahap ini pilihan solusi dibuat, dengan tiga cara pembentukan seleksi yakni dengan penilaian
pembuat keputusan : berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis, dengan
analisis alternatif yang logis dan sistematis, dan dengantawar-menawar saat seleksi
melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Kemudian
keputusan diterima secara formal dan otorisasi dilakukan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yaitu :
a. Internal Organisasi seperti ketersediaan dana, SDM, kelengkapan peralatan, teknologi
dan sebagainya.
b. Eksternal Organisasi seperti keadaan sosial politik, ekonomi, hukum dan sebagainya.
c. Ketersediaan informasi yang diperlukan.
d. Kepribadian dan kecapakan pengambil keputusan

5. Gaya pengambilan keputusan


Terdapat pendekatan lain untuk perilaku pengambilan keputusan berfokus pada gaya yang
digunakan manajer dalam memilih alternatif . Ada empat gaya pengambilan keputusan yaitu
:
a. Gaya Direktif
Pembuat keputusan gaya direktif mempunyai toleransi rendah terhadap ambiguitas dan
berorientasi pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini cenderung lebih efisien,
logis, pragmatis, dan sistematis dalam memecahkan masalah. Pembuat keputusan direktif
juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat.
b. Gaya Analitik
Pembuat keputusan gaya analitik mempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan
tugas yang kuat serta orientasi teknis. Jenis ini suka menganalisis situasi; pada kenyataannya,
mereka cenderung terlalu menganalisis sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi
dan alternatif daripada pembuat keputusan direktif.
c. Gaya Konseptual
Pembuat gaya konseptual mempunyai toleransi yang tinggi untuk ambiguitas, orang yang
kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam memecahkan
masalah dan suka mempertimbangkan banyak pilihan dan kemungkinan masa mendatang.
Pembuat keputusan ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapat
sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan.
d. Gaya Perilaku
Pembuat keputusan gaya perilaku ditandai dengan toleransi ambiguitas yang rendah, orang
yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Gaya ini cenderung bekerja dengan baik dengan
orang lain dan menyukai situasi keterbukaan dalam pertukaran pendapat yakni cenderung
menerima saran, sportif dan bersahabat serta menyukai informasi verbal daripada tulisan.

6. Tanggung Jawab Pengambilan Keputusan


Seorang pengambil keputusan (decision maker) harus memenuhi berbagai syarat, terutama
syarat intelektual dan mental, untuk dapat mengambil keputusan secara bertanggung jawab.
Pertama ia harus dapat membedakan antara responsibility for desiding atau tanggung jawab
untuk mengambil keputusan, dan responsibility for doing, atau tanggung jawab untuk
melakukan .

You might also like