Professional Documents
Culture Documents
Aktualisasi diri: pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan diterima
Konsep diri positif: individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi sosial
Harga diri rendah: transisi antara respons konsep diri adaptif dengan
maladaptif
Kerancauan identitas: kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis
Depersonalisasi: perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan ansietas, kepanikan, serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa dia kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi,
atau kegagalan. Individu mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan
dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak
ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain
(Balitbang, 2007).
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i. Retensi urin dan feses
j. Aktivitas menurun
k. Kurang energi
l. Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur)
Rentang Respons Sosial
Menyendiri (solitude)
Merasa Sendiri
Otonomi Manipulasi
(loneliness)
Bekerja Sama (mutualisme) Impulsif
Bergantung (dependent)
Saling Bergantung Narsisme
Menarik Diri (withdrawal)
(Interdependent)
a. Splitting
b. Reaksi formasi
c. Proyeksi
d. Isolasi
e. Idealisasi terhadap orang lain
f. Devaluasi diri
g. Identifikasi proyektif
Definisi Halusinasi
Klasifikasi Halusinasi
Faktor Predisposisi
Faktor Persiptasi
a. Stresor sosial budaya. Stres dan ansietas akan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting,
atau diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia. Berbagai penelitian tentang dopamin, norepineprin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis. Intensitas ansietas yang ekstrem dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas.
d. Perilaku. Perilaku yang perlu dikaji pada klien gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial.
Non psikotik
Ternsenyum/tertawa sendiri
Tahap I Mengalami ansietas Menggerakan bibir tanpa
kesepian, rasa bersalah, dan suara
Memberikan rasa ketakutan Menggerakan mata dengan
nyaman, tingkat Mencoba berfokus pada cepat
ansietas sedang, pikiran yang dapat Respons verbal yang lambat
secara umum menghilangkan ansietas Diam dan berkonsentrasi
halusinasi Pikiran dan pengalaman
menyenangkan sensori masih ada dalam
kontrol kesadaran (jika
ansietas dikontrol)
Peningkatan sistem saraf
Tahap II Pengalaman sensori otak dan tanda-tanda
menakutkan ansietas
Menyalahkan, Mulai merasa kehilangan Rentang perhatian
tingkat ansietas kontrol menyempit
berat, secara Merasa dilecehkan oleh Konsentrasi dengan
umum halusinasi pengalaman sensori tersebut pengalaman sensori
menyebabkan Menarik diri dari orang lain Kehilangan kemampuan
rasa antipati
membedakan halusinasi dari
realita
Psikotik
Perintah halusinasi ditaati
Tahap III Klien menyerah dan Sulit berhubungan dengan
menerima pengalaman orang lain
Tidak dapat sensorinya Rentang perhatian hanya
mengontrol Isi halusinasi menjadi atraktif hitungan detik/menit
dirinya sendiri,
tingkat ansietas
berat, halusinasi Kesepian bila pengalaman Gejala fisik ansietas berat
tidak dapat sensori berakhir (berkeringat, tremor, dan
ditolak lagi tidak mampu mengikuti
perintah)
Panik
Tahap IV Pengalaman sensori menjadi Potensi bunuh
ancaman diri/membunuh tinggi
Menguasi, tingkat Halusinasi dapat terjadi Agitasi, menarik diri, atau
ansietas panik, selama beberapa jam/hari katatonia
secara umum
Tidak mampu berespons
diatur dan
terhadap perintah yang
dipengaruhi oleh
kompleks
waham
Tidak mampu berespons
terhadap lebih dari 1 orang
Definisi Waham
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes, 2000).
a. Kognitif: tidak mampu membedakan antara yang nyata dengan yang tidak
nyata, individu sangat percaya dengan keyakinannya, sulit berpikir realita,
dan tidak mampu mengambil keputusan.
b. Afektif: situasi tidak sesuai dengan kenyataan dan afek tumpul.
c. Perilaku dan hubungan sosial: hipersensitif, hubungan interpersonal
dengan orang lain dangkal, depresif, ragu-ragu, mengancam secara
verbal, aktivitas tidak tepat, streotipe, impulsif, dan curiga.
d. Fisik: kebersihan kurang, muka pucat, sering menguap, berat badan turun,
nafsu makan berkurang, dan sulit tidur.
Klasifikasi Waham
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (Wilson dan Kneisl, 1998). Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena psien dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping maladaptif. Siatuasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide
bunuh diri timbul secara berulang-ulang tanpa rencana yang spesifik atau
percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri.
Domain faktor resiko yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan antara lain:
a. Psikososial dan klinik: keputusasaan, ras kulit putih, laki-laki, usia lebih tua,
hidup sendiri
b. Riwayat: pernah mencoba bunuh diri, riwayat keluarga tentang percobaan
bunuh diri/penyalahgunaan zat
c. Diagnosis: penyakit medis umum, psikosis, penyalahgunaan zat
a. Denial
b. Rasional
c. Intelktualisasi
d. Regresi
- jeritan minta
konsep bunuh tolong
hidup atau mati
diri
- catatan bunuh
diri
Bunuh diri
↑
RESIKO BUNUH DIRI
↑
Isolasi sosial
↑
Harga diri rendah kronis
2) Faktor Perilaku
a. Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang
dilakukan (pemberian obat). Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih
untuk tidak memperhatikan dirinya.
b. Pencederaan Diri
Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri
yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan diri dilakukan terhadap diri
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk
melukai tubuh.
c. Perilaku Bunuh Diri
Biasanya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu sebagai berikut :
1) Ancaman Bunuh Diri
Yaitu peringatan verbal dan non verbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita
lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara
nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan
sebagainya.
2) Upaya Bunuh Diri
Yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri-sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika
tidak dicegah.
3) Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak
benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut
tidak diketahui tepat pada waktunya.
3) Faktor Lain
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien
destruktif diri (bunuh diri) adalah sebagai berikut: (Stuart dan Sundeen,
1995)
a. Pengkajian Lingkungan Upaya Bunuh Diri
1) Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
2) Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana,
membicarakan tentang bunuh diri, memberikan barang berharga
sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.
3) Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan.
4) Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
5) Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
b. Petunjuk Gejala
1) Keputusasaan.
2) Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga.
3) Alam perasaan depresi.
4) Agitasi dan gelisah.
5) Insomnia yang menetap.
6) Penurunan berat badan.
7) Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan social.
c. Penyakit Psikiatrik
1) Upaya bunuh diri sebelumnya.
2) Kelainan afektif.
3) Alkoholisme dan/atau penyalahgunaan obat.
4) Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
5) Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
6) Kombinasi dari kondisi di atas.
d. Riwayat Psikososial
1) Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
2) Hidup sendiri.
3) Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru
dialami.
4) Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang
berarti, masalah sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin).
5) Penyakit medis kronis.
6) Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan obat.
e. Faktor-Faktor Kepribadian
1) Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
2) Kekakuan kognitif dan negative.
3) Keputusasaan.
4) Harga diri rendah.
5) Batasan atau gangguan kepribadian antisocial.
f. Riwayat Keluarga
1) Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
2) Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya.
4) Faktor Predisposisi
Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri?
Banyak pendapat tentang penyebab dan/atau alas an termasuk hal-hal
berikut.
a. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal.
c. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan minta tolong.
5) Faktor Presipitasi
a. Psikososial dan Klinik
1) Keputusasaan
2) Ras kulit putih
3) Jenis kelamin laki-laki
4) Usia lebih tua
5) Hidup sendiri
b. Riwayat
1) Pernah mencoba bunuh diri
2) Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
3) Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
c. Diagnostis
1) Penyakit medis umum
2) Psikosis
3) Penyalahgunaan zat
6) Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan factor social dan
cultural. Durkhein membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga
subkategori bunuh diri berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebgai
berikut :
a. Bunuh Diri Egoistik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan social yang buruk.
b. Bunuh Diri Altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
c. Bunuh Diri Anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.
7) Mekanisme Koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan
ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung
adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
2. Diagnosa Keperawatan
DATA ETIOLOGI MK
Ds: Klien memberi kata-kata ancaman, faktor penyebab Resiko bunuh
mengatakan benci dan kesal pada seseorang, diri
klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau koping individu inefektif
marah, melukai / merusak barang-barang dan
tidak mampu mengendalikan diri.
gangguan interaksi
Do: Mata merah, wajah agak merah, nada sosial
suara tinggi dan keras, bicara menguasai,
ekspresi marah, pandangan tajam, merusak
dan melempar barang-barang. gangguan konsep diri
mencederai diri
sendiri,orang lain dan
lingkungan
3. Intervensi
Intervensi keperawatan pada pasien
Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
Tindakan : Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mecoba bunuh
diri, maka perawat dapat melakukan tindakan:
a. Menemani pasien terus menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat
yang aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa perawat akan melindungi
pasien sampai pasien tidak ada keinginan untuk bunuh diri.
Intervensi keperawatan untuk keluarga
Tujuan : keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
Tindakan :
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendiri.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara
teratur.
Intervensi keperawatan untuk pasien dengan isyarat bunuh diri
Tujuan :
a. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungan
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaan
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat mengunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Tindakan :
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2. Memberi pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
3. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
4. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien.
5. Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara berikut :
1. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah.
2. Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing cara
penyelesaian masalah.
3. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik.
Intervensi keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri.
Tindakan :
a. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri :
1. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien,
2. Mendiskusikan tentang tanda dan gejela umumnya muncul pada
pasien berisiko bunuh diri.
b. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri :
1. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
2. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien dari perilaku bunuh
diri :
a) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat
yang mudah diawasi. Jangan biarkan pasien mengunci diri di
kamarnya atau meninggalkan pasien sendiri di rumah.
b) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri.
Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk
bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau
benda tajam lainya serta zat yang berbahaya seperti obat nyamuk
dan racun serangga.
c) Selalu mengadakan atau meninggalkan pengawasan apabila tanda
dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala
bunuh diri.
3. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
c. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain :
1. Mencari bantuan kepada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat
untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
2. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas
mendapatkan bantuan medis.
d. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien :
1. Memberi informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
2. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol
secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh diri.
3. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar
dosisnya, benar cara penggunaanya, dan benar waktu
penggunaannya.
4. Evaluasi
1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan
pasien yang tetap aman dan selamat
2. Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan
percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan
kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga
yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilah asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
4. Untuk keluarga yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat
pasien dengan resiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal
berikut :
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi
anggota keluarga yang berisiko bunuh diri.
7. PERILAKU KEKERASAN
a. Faktor internal: kelemahan, rasa percaya diri menurun, takut sakit, hilang
kontrol
b. Faktor eksternal: penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, kritik
Indikator 1 2 3 4 5
Identifikasi ketika marah √
Identifikasi ketika frustasi √
Identifikasi situasi yang dapat menumbulkan kemarahan √
Menggunakan strategi untuk mengontrol marah √
Monitor gejala perilaku
√
Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary Practice, Edisi
9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs.
Cook, J.S., dan Fontaine, K.L. (1987). Essentials of mental health nursing.
California: Addison-Wesley Publishing Company.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP&SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Keliat, Budi Anna., dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komuitas CMHN
(Basic Course). Jakarta: EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi
1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Riyadi, Sujono; Purwanto Teguh. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Stuart GW, Sundeen. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa,edisi 5. Jakarta : EGC
Stuart, GW and Laraia. 2005. Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby, Philadelphia
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Yusuf AH dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.