Professional Documents
Culture Documents
Bab I Asfeksia Sedang Neonatal
Bab I Asfeksia Sedang Neonatal
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Derajat kesehatan merupakan pilar utama bersama-sama dengan pendidikan
ekonomi yang sangat erat dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
sehingga dengan kondisi derajat kesehatan masyarakat yang tinggi diharapkan
akan tercipta sumber daya manusia yang tangguh, produktif, dan mampu bersaing
untuk menghadapi semua tantangan yang akan dihadapi dalam pembangunan
disegala bidang (Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu).
Angka kematian perinatal, angka kematian anak (bayi), angka kematian
maternal, dan angka kematian balita merupakan parameter keadaan kesehatan,
pelayanan kebidanan dan kesehatan serta mencerminkan keadaan social ekonomi
suatu Negara (Sofian, 2012: 149).
Menurut Hutchinso 1997 Asfiksia neonatorum ialah bayi baru lahir yang
mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah ia
dilahirkan. Biasanya, keadan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan
berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia menjadi
faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi pada anak baru lahir terhadap
kehidupan ekstrauterin ( Maya, 2012 : 387).
Asfiksia neonatorum akan terjadi apabila saat lahir bayi mengalami
gangguan pertukaran gas dan transport O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini
dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi ibu atau kelainan pada ibu saat
kehamilan (Wiknjosastro, H. 2005 Hal.109).
Di Indonesia dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada
masa bayi baru lahir yang berusia di bawah satu bulan. Penyebab kematian
tersebut di Indonesia adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 29%, asfiksia 27%,
trauma lahir, tetanus neonaturum, infeksi lain dan kelainan kongenital (DepKes
RI, 2011).
1
Berdasarkan data provinsi Jawa Barat tahun 2012 jumlah kematian bayi dan
neonatal di Jawa Barat tahun 2012 sebanyak 4431 kasus, penyebab kematian
neonatal yaitu BBLR 1950 (44,0 %) Kasus, asfiksia 1179 (26,6 % ) kasus, tetanus
neonatorum 22 (0,5%) kasus, sepsis 115 ( 2,6%) kasus, kelainan congenital 354
(8,0%) kasus, ikterus 58 (1,3%) kasus dan penyebab lain 753 (17,0%) kasus.
Sedangkan tahun 2013 data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon
menunjukan jumlah kematian karena asfiksia sebanyak 75 bayi (30%) dan jumlah
kelahiran hidup 46.657 bayi. (Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Tahun 2013).
Di RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada Tahun 2015 kejadian asfiksia
sebanyak 345 kasus dalam 6 bulan terakhir.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971)
menunjukan bahwa hipoksia menyebabkan nekrosis berat dan difus pada jaringan
otak anak yang meninggal dunia, keadaan ini sangat menghambat perumbuhan
fisis dan mental anak dikemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi
kemungkinan tersebut, perlu dilakukan tindakan tepat dan rasional sesuai dengan
perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.
AKB seharusnya dapat dicegah apabila ibu hamil mempunyai kesadaran
untuk memeriksakan kehamilan secara teratur pada tenaga kesehatan minimal 4
kali, bersalin ditenaga kesehatan sesuai standar Asuhan Persalinan Normal (APN),
serta melakukan asuhan nifas dan Bayi Baru Lahir (BBL) secara rutin dengan
dipantau oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan harus memberikan asuhan
sesuai dengan standard dan pengadaan pelayanan kesehatan harus mudah
dijangkau apabila terjadi kegawatdaruraatan sehingga AKB dapat dicegah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bayi baru lahir?
2. Apa tanda-tanda, penampilan, BBL normal?
3. Apa itu asfIksia?
4. Apa saja pembagian asfIksia?
5. Apa itu asfIksia sedang?
6. Apa saja gejala, taanda-tanda asfIksia sedang pada BBL?
2
7. Bagaimana cara menangani asfIksia sedang pada BBL?
8. Bagaimana cara penilaian dan keputusa resusitasi pada BBL ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bayi baru lahir.
2. Untuk mengetahui tanda-tanda, penampilan, BBL normal.
3. Untuk mengetahui apa itu asfiksia.
4. Untuk mengetahui apa saja pembagian asfiksia.
5. Untuk mengetahui itu asfeksia sedang.
6. Untuk mengetahui apa saja gejala, taanda-tanda asfiksia sedang pada BBL.
7. Untuk mengetahui bagaimana cara menangani asfiksia sedang pada BBL.
8. Untuk mengetahui bagaimana cara penilaian dan keputusa resusitasi pada
BBL.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
c. Simetris, apakah secara keseluruhan badan seimbang; kepala apakah simetris,
benjolan seperti tumor yang lunak di belakang atas menyebabkan kepala
tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses kelahiran.
d. Muka wajah: bayi tampak ekspresi; mata: perhatikan kesimetrisan antara
mata kanan dan kiri, perhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa
bercak yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu.
e. Mulut : penampilannya harus simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut
ikan, tidak ada tanda kebiruan, saliva tidak ada pada bayi normal, apabila
ada secret berlebihan kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.
f. Leher, dada, abdomen: melihat adanya cedera akibat persalinan; perhatikan
ada tidaknya kelainan pada pernafasan bayi, karena bayi biasanya masih ada
pernafasan perut.
g. Punggung: adanya benjolan atau tulang punggung dengan lekukan yang
kurang sempurna.
h. Kulit dan kuku: dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan,
kadang-kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan, pengelupasan
yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan.
i. Kelancaran menghisap dan pencernaan: harus diperhatikan: tinja dan kemih:
diharapkan keluar dalam 24 jam pertama. Waspada bila terjadi perut yang
tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya tinja, disertai muntah, dan mungkin
dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untuk pemeriksaan lebih
lanjut, untuk kemungkinan Hischprung.
j. Reflek: reflek rooting, bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi;
Reflek hisap, terjadi apabila ada benda menyentuh bibir, yang disertai reflek
menelan: Reflek morro ialah timbulnya pergerakan tangan yang simetris
seperti merangkul apabila kepala tiba-tiba digerakan.
k. Berat badan: sebaiknya setiap hari dipantau penurunan berat badan lebih dari
5% berat badan waktu lahir, menunjukan kekurangan cairan (Yeyeh
Rukiyah, 2010: 5).
5
4. Penilaian bayi untuk tanda-tanda kegawatan
Semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan yang
menunjukan suatu penyakit. BBL dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu
atau beberapa tanda antara lain: sesak nafas, frekuensi pernafasan 60 kali/menit,
gerah retraksi di dada, malas minum, panas atau suhu badan bayi randah, kurang
aktif, berat badan rendah (500-2500 gram) dan kesulitan minum.
Tanda-tanda bayi sakit berat, apabila terdapat salah satu atau lebih tanda
seperti sulit minum, sianosis sentral (lidah biru), perut kembung, periode apneu,
kejang/periode kejang-kejang kecil, merintih perdarahan, sangat kuning, berat
badan lahir < 1500 gram.
6
b. Konduksi, yaitu melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin.
c. Konveksi, yaitu pada saat bayi terpapar udara yang lebih dingin (misalnya
melalui kipas angin, hembusan udara, atau pendingin ruangan).
d. Radiasi, yaitu ketika bayi ditempatkaan didekat benda-benda yang
mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi (JNPK-KR, 2007).
B. Asfiksia
1. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak dapat memasukan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010 :
102).
Menurut Indriyani (2013), Asfiksia neonatorum adalah Suatu keadaan
dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur yang
ditandai dengan hipoksemia,hiperkardia dan asidosis.
Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi yang tidak bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Okta Dienda, 2012).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. (Sari wahyuni, 2012 : 28). Asfiksia
neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir (Weni Kristianasar, 2010:73).
2. Etiologi
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan
dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama
kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam
persalinan. (Sarwono Prawirohardjo 2005 : 709).
7
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehinga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.
Hipoksia bayi dalam rahim ditunjukan dengan gawat janin yang dapat berlanjut
menjadi asfiksia bayi baru lahir.
a. Faktor ibu
Faktor ibu yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir
diantaranya adalah preeklamsi, pendarahan abnormal ( plasenta previa atau
solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan,
infeksi berat (malaria, sifilis, TBC , HIV), kehamilan lewat waku (sesudah
42 minggu kehamilan).
Faktor yang menyebabkan penurunan sirkulasi utero/plasenter yang
berakibat menurunya pasokan oksigen ke bayi sehigg dapat menyebabkan
asfiksia bayi baru lahir.
c. Faktor bayi
Bayi prematur ( sebelum 37 minggu kehamilan ), pesalinan dengan
tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
vorset), kelainan bawaan ( congenital ) serta air ketuban bercampur
mekonium ( warna kehijauan ).
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang
berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor
resiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya
tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi,
adakalanya faktor resiko menjadi sulit atau ( sepengetahuan penolong )
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus
8
selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan
(Manuaba, 2005)
3. Diagnosis
Asfiksia Neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan
dari anoksia /hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin.
a. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Frekuensi normal ialah antara 120-160 denyutan semenit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan DJJ umumnya tidak banyak berarti, akan tetapi
apabia frekuensi turun sampai 100 permenit diluar his, dan lebih-lebih jika
tidak teratur karena hal itu merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala mungkin
menunjukkan adanya gangguan oksigenasi dan menimbulkan
9
kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH Darah Janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.
Darah itu diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya oleh beberapa penulis.
4. Pembagian Asfikksia
a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3).
b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10).
6. Patogenesis
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul rangsangan
terhadap N. vagus sehingga bayi jantung menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini
terus berlangsung, maka N. vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbul kini
rangsang dari N. simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat akhirnya irreguler dan
10
menghilang. Secara klinis tanda-tanda Asfiksia Neonatorum adalah denyut
jantung janin yang lebih cepat dari 160 (takikardi) kali permenit atau kurang dari
100 kali per menit (bradikardi), halus dan irreguler, serta adanya pengeluaran
mekonium.
Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai
tanda janin dalam asfiksia. Jika DJJ normal dan ada mekonium, janin mulai
asfiksia. Jika DJJ lebih dari 160 kali permenit dan ada mekonium, janin dalam
keadaan gawat.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian tersumbat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis, bila alveoli janin tidka berkembang (Ani Triana,
2015:168).
11
5) Tabung atau sungkup
6) Kotak alat resusitasi
7) Sarung tangan
8) Jam atau pencatat waktu
d. Persiapan diri
Lindungi diri dari kemungkinan infeksi dnegan cara :
1) Memakai APD
2) Lepas perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan
3) Cuci tangan dengan sabun danair mengalir
4) Keringkan dengan kain bersih
5) Gunakan sarung tangan
Tabel 2.2
Penilaian Dan Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir
LANGKAH KETERANGAN
Sebelum bayi lahir
a. Apakah kehamilan cukup bulan
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah :
b. Apakah ketuban jernih tidak bercampur
mekonium?
PENILAIAN
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup
bulan)
c. Menilai apakah bayi menangis atau bernafas
megap-megap?
d. Menilai apakah tonus otot baik
12
LANGKAH KETERANGAN
Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir,
sambil meletakan dan menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat perineum,
lakukan penilaian cepat usaha nafas dan tonus otot penilaian ini menjadi dasar
keputusan apakah bayi perlu resusitasi.
Nilai skor tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk tindakan
resusitasi. Penilaian harus dilakukan segera, sehingga keputusan resusitasi tidak
didasarkan pada skor APGAR, tetapi skor APGAR tetap dipakai untuk menilai
kemajuan kondisi BBL pada saat 1 menit dan 5 menit setelah kelahiran.
Dalam Menajemen asfiksia proses penilaian sebagai dasar pengambilan
keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan
menajemen asfiksia, senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan,
tindakan apa yang tepat dilakukan.
13
Prosedur Resusitasi Bayi Baru Lahir
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu diresusitas,
tindakan harus segera dilakukan. Penundaan pertolongan membahayakan bayi.
Letakan bayi ditempat yang kering. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan diatas
perut ibu atau dekat perineum.
a. Pemotongan tali pusat :
1) Pola diatas perut ibu
Bidan yang terbiasa dan terlatih meletakan bayi di atas kain yang ada di
perut ibu dengan posisi kepala lebih rendah, lalu selimuti dengan kain,
dibuka bagian dada dan perut dan potong tali pusat. Tali pusat tidak
usah diikat dahulu, tidak dibubuhkan apapun dan tidak dibungkus.
2) Pola dekat perineum ibu
Bila tali pusat sangat pendek sehingga cara satu tidak memungkinkan,
letakan bayi baru lahir yang telah dinilai di atas kain bersih dan kering
pada tempat yang telah disiapkan dekat perineum ibu. Kemudian segera
klem dan potong tali pusat. Selanjutnya pindahkan bayi ke atas kain
kira-kira 45 cm di atas perineum ibu.
Bila bayi tidak cukup bulan dan atau tidak bernafas megap-megap dan atau
tonus otot tidak baik :
a) Beritahukan ibu dan kelarga, bahwa bayi mengalami kesulitan untuk
memulai pernafasannya dan bahwa anda akan menolongnya bernafas.
b) Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi
dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan.
( Ika Putri Damayanti, 2012)
14
c) Bila perlu memaukan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pe rnapasan terbuka.
2) Memulai pernapasan
a) Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan
b) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan
balon atau mulut ke mulut ( hidari paparan infeksi )
3) Mempertahankkan sirkulasi, Rangsangan dan pertahankan sirkulasi
darah dengan cara kompres dada
4. Prognosis
Asfiksia livida (biru) lebih baik dari pada pallida (putih). Prognosis
tergantung pada kekurangan CO2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang
dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya
penderita cacat mental seperti epilepsia dan bodoh dan masa mendatang.
6. Pencegahan
Upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab
utama kematian bayi baru lahir adalah pelayanan antenatal yang berkualitas,
asuhan persalinan normal dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir dengan asuhan
neonatal dasar oleh tenaga profesional. Penerapan menajamen asfiksia bayi baru
lahir untuk mempersiapkan penolong persalinan melakukan penilaian, membuat
klasifikasi serta memberikan tindakan kepada bayi baru lahir yang tepat dan cepat
(Prawiroharjo, 2009).
15
Apabila penanganan bayi dengan asfiksia tidak dilakukan dengan
sempurna akan memperburuk keadaan bayi bahkan bisa menimbulkan kematian
pada bayi, untuk itu perlu petugas yang terlatih dalam melakukan tindakan
resusitasi pada bayi baru lahir dan juga tersedianya alat yang lengkap untuk
melakukan resusitasi pada bayi baru lahir ( Prawiroharjo, 2009).
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Data Subjektif
a. Identitas bayi
Nama : By Ny A
Umur : 3 Jam
Jenis Kelamin : Perempuan
17
c. Riwayat Kehamilan
1. ANC : 3x
2. Riwayat Imunisasi TT : 2x
3. Riwayat Penyakit Kehamilan : Tidak ada
d. Riwayat Persalinan
Jenis Persalinan : Spontan
Ditolong Oleh : Bidan
Ketuban Pecah : 17.45 wib pembukaan lengkap air ketuban jernih
Kala 1 : 6 jam
Kala II : 30 menit
Tindakan Persalinan : Tidak ada
Kala III : 10 menit
Plasenta : Utuh
Tali Pusat : Normal
Kala IV : Perdarahan 350 cc
Komplikasi : Tidak ada
Rambut : Bersih
18
Pembengkakan atau Benjolan : Tidak ada
Fontanel : Tidak ada
Sutura : Tidak ada
Caput Succedaneum : Tidak ada
Cephal hematome : Tidak ada
Luka pada kepala : Tidak ada
Muka
Keadaan : Pucat
Warna : Pucat
Mata
Keadaan : Simetris
Kotoran : Tidak ada
Sklera : Putih
Konjungtiva : Pucat
Tanda-tanda infeksi : Tidak ada
Refleks Labirin : Ada
Hidung
Keadaan : Baik
Kesimetrisan : Simetris
Lubang hidung : Ada
Mulut
Keadaan : Simetris
Bibir : Baik
Palatung : Normal
Saliva : Normal
Refleks rooting : Ada
Refleks sucking : Ada
19
Refleks swallowing : Ada
Telinga
Keadaan : Simetris
Daun telinga : Normal
Leher
Keadaan : Baik/normal
Pergerakan : Ada
Benjolan : Tidak ada
Refleks tonic neck : Ada
Dada
Abdomen
Keadaan : Normal
Bentuk : Simetris
Tali Pusat : Normal
Perdarahan : Tidak ada
Kulit
Keadaan : Baik
Warna : Pucat
Tanda lahir : Pucat
Genetalia
Laki-laki
20
Keadaan :-
Kesimetrisan :-
Kebersihan :-
Skrotum :-
Perempuan
Kebersihan : Bersih
Kesimetrisan : Simetris
Vagina : Normal
Klitoris : Normal
Uretra : Normal
Labia Mayora : Ada
Labia Minora : Ada
Pengeluaran :+
Ekstermintas
21
Refleks Walking : Ada
3. Pemeriksaan Khusus
No Kriteria 0-1 menit 1-5 menit 5-10 menit
1 Denyut jantung 1 `1 1
2 Usaha bernafas 1 1 1
3 Tonus otot 1 1 1
4 Refleks 1 1 2
5 Warna kulit 1 1 1
Jumlah 5 5 6
4. Sistem syaraf
Refleks moro :
5. . Pemeriksaan antropometri
Lingkar kepala
Circumferentia suboccipito bregmatica : 40 cm
Circumferentia fronto occipito : 32 cm
Circumferentia mento occipito : 32 cm
DMO :16 cm
DFO : 16 cm
LILA : 11,5 cm
Lingkar dada : 33 cm
7. Eliminasi
Urine :
Frekuensi : Cair
Warna : Kuning Jernih
Penyulit : Tidak ada
Mekonium
Warna : Kehitaman
22
Feaces
Frekuensi : Lunak
Warna : Kehitaman
Penyulit : Tidak ada
IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan kepada ibu dan keluarga hasil pemeriksaan
(Ibu dan keluarga mengerti penjelasan bidan)
2. Melakukan kolaborasi sengan dokter spesialis anak
3. Tempatkan bayi pada tempat resuitasi seperti tempat datar, rata, keras dan
bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar.
Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin.
4. Menjaga kehangatan bayi dengan cara memasukan bayi kedalam inkubator
(Tindakan sudah dilakukan)
5. memasang 02 dengan volume 0,5-1 ml/liter
6. Mengobservasi tanda-tanda vital bayi DJB : 120x/menit, R: 60x/menit, S:
36,50 C
7. Memantau kenyamanan bayi serta kebersihan dengan cara mengganti popok
yang kotor setelah bayi BAB atau BAK.
( Tindakan sudah dilakukan Pampers sudah diganti.)
8. Mendokumentasikan hasil asuhan
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25