Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii Kajian Pustaka
Bab Ii Kajian Pustaka
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan
interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital, pasca infeksi,
penelitian ilmiah serta untuk pengobatan. Saat ini dikenal dua jenis klasifikasi
yang dipakai oleh ILAE ( International League Against Epilepsy ) tahun 1981
yaitu klasifikasi bangkitan atau serangan kejang dan klasifikasi sindrom epilepsi.
manifestasi secara klinis dan EEG. Sebaliknya klasifikasi sindrom epilepsi adalah
menunjukkan aspek sama dalam berbagai hal, baik manifestasi klinis, umur, dan
kejang fokal ( penyebabnya terbatas pada satu bagian otak di salah satu hemisfer )
9
menjadi kejang parsial sederhana, kejang parsial komplek, dan kejang parsial
kejang mioklonik, kejang klonik kejang tonik, kejang tonik-klonik, dan kejang
terjadi perubahan mood dan lekas marah beberapa jam sampai hari sebelum
terjadinya kejang ( Gurnett dan Dodson, 2009; Camfield dan Camfield, 2012 ).
Epilepsi adalah pelepasan muatan yang berlebihan dan tidak teratur di pusat
tertinggi otak. Sel saraf otak mengadakan hubungan dengan perantaraan pesan
eksitasi dan inhibisi dari aktivitas listrik ( Sankar dkk., 2005; Rho dan Stafstron,
2012 ).
Pada saat serangan epilepsi yang memegang peranan penting adalah adanya
terjadi lepas muatan listrik secara serentak pada sejumlah neuron atau sekelompok
muatan listrik pada sejumlah neuron harus terorganisir dengan baik dalam
berikut:
2004 ).
Tabel 2.3
11
b. Mekanisme sinkronisasi
c. Epileptogenesis
lain secara selektif dapat mengenai subpopulasi sel tertentu. Bila sel ini
cidera.
otak.
berulang.
2.4.1 Anamnesis
cermat dan rinci. Penderita epilepsi sebagian besar datang tidak saat serangan
kejang sehingga pemeriksa tidak dapat menilai langsung kejang yang terjadi.
Anamnesis mendalam dan rinci tentang kejang penderita yang meliputi : tipe
kejang, lama kejang, gejala sebelum dan sesudah kejang, frekuensi kejang, adanya
kembang, dan riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga ( Camfield dan Camfield,
atau bukan kejang. Kejang harus berlangsung ≥ 2 kali dengan interval waktu > 24
15
jam untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Kejang yang berulang serial dalam
rentang waktu 24 jam dianggap kejang episode tunggal dan diagnosis epilepsi
harus memastikan bahwa kejang tidak ada pencetus yang jelas, seperti demam,
tertentu pada bagian tubuh seperti hemangioma, nodul, makula, warna pucat dan
sebagainya untuk melihat sindroma epilepsi tertentu ( Hauser dan Nelson, 2013 ).
fasilitas tersedia yaitu EEG dan neuroimaging ( CT scan kepala tanpa atau dengan
gelombang irama dasar sesuai dengan usia anak. Perkembangan normal otak
ditunjukkan dengan perubahan gelombang irama dasar mulai dari 3-4 siklus/detik
pada usia 4 bulan, 5 siklus/detik pada usia 6 bulan, 6-7 siklus/detik pada usia 9-18
16
bulan, 7-8 siklus/detik pada usia 2 tahun, 9 siklus/detik pada usia 7 tahun, dan 10-
yang dapat ditemukan pada penderita epilepsi umum idiopatik spike atau
polyspike dan bangkitan gelombang lambat 3-5 detik/siklus dengan aktivitas otak
normal dan sering dengan fotosensitivitas. Penderita dengan epilepsi tipe absanse
biasanya normal atau pada 15-40% kasus menunjukkan gelombang ritmik delta di
letupan singkat gelombang polyspike pada iktal dan interiktal ( Smith, 2005 ).
MRI kepala dengan atau tanpa kontras dapat menemukan etiologi epilepsi seperti
keadaan fasilitas MRI tidak tersedia, pemeriksaan CT scan kepala tanpa atau
dengan kontras dapat dilakukan, meskipun memberikan hasil yang tidak sebaik
Obat anti epilepsi ( OAE ) merupakan salah satu aspek yang diperlukan bagi
tidak dapat mengatasi masalah kelainan neurologinya atau masalah kognitif dan
terjadinya efek buruk akibat terapi obat antiepilepsi. Obat anti epilepsi
dikategorikan menjadi dua lini yaitu lini pertama dan lini kedua. obat lini I yang
pengobatan epilepsi adalah dimulai dengan monoterapi, bila kejang tidak dapat
mungkin. Namun demikian, kurang lebih 30-50% pasien tidak berespon terhadap
dengan efek samping obat yang minimal ( Wibowo dan Gofir, 2008 ).
18
2.5.2 Pembedahan
Sebagian kecil kasus epilepsi tidak dapat dikontrol kejangnya dengan obat-
obat antiepilepsi yang biasa digunakan. Saat ini terapi dengan pembedahan
pembedahan hanya tepat untuk epilepsi fokal yang berasal dari satu fokus yang
jelas pada otak, seperti epilepsi lobus temporalis dengan tingkat keberhasilan yang
Diet ketogenik merupakan salah satu pilihan untuk epilepsi yang sulit
dikontrol kejangnya dengan obat antiepilepsi. Diet ketogenik ini merupakan upaya
lain disamping obat dan pembedahan. Widler adalah orang pertama yang
memperkenalkan diet ini pada tahun 1920. Diet ketogenik adalah pemberian diet
tinggi lemak, rendah protein dan karbohidrat. Dengan diet ini 40-67% anak
jaringan otak sebagai respon stimulasi lingkungan, dan menyembuhkan diri dari
cedera otak dan tulang belakang ( Johnston, 2009 ). Plastisitas neuron dapat
( Rakic, 2000 ). Stimulasi berulang dari sinap saraf dapat menyebabkan long-term
Perubahan ini berhubungan dengan perubahan fisik dari sirkuit dendrit spinal dan
dikontrol saat masuk usia remaja muda ( Citri dan Malenka, 2008 ). Plastisitas
juga sangat besar dipengaruhi oleh faktor genetik termasuk mutasi pada brain-
eksitasi dan inhibisi memberikan kontribusi pada gangguan belajar dan perilaku.
yang mulai pada awal kehidupan dan pada kondisi genetik yang berhubungan
dengan autistic spectrum disorders ( ASDs ) dan epilepsi seperti tampak pada
( NMDA ). Hal ini memicu aktivasi calcium-dependent kinase dan jalur sinyal
yang menghasilkan koneksi sinap yang cepat dan kuat. Hal ini dikenal sebagai
20
long-term potentiation ( LTP ) dan menjadi dasar selular dari proses belajar.
Eksitabilitas
abnormal pada
perkembangan otak
Gangguan pada
plastisitas sinaptik
Penurunan kognitif Epilepsi
Gangguan perilaku Epileptogenesis
Gambar 2.6 Epilepsi dan gangguan belajar dan perilaku dapat terjadi dari
eksitabilitas abnormal dan gangguan plastisitas pada otak yang sedang
berkembang ( Brooks-Kayal, 2011 ).
.
2.7 Efek Kejang dan Epileptogenesis pada Perkembangan Otak
beberapa tahun pada manusia setelah terjadinya pencetus awal seperti kejang
dan saluran ion. Efek ini mungkin terjadi independen atau bersamaan dengan
kerusakan genetik. Sampai saat ini belum ada biomarker yang spesifik yang dapat
memprediksi gangguan kognitif setelah kejang yang terjadi pada awal kehidupan.
sinyal T2 di hipokampus setelah kejang dan hasil tes belajar spasial dan memori
( Brooks-Kayal, 2011 ).
sinaptik perkembangan otak. Pada proses ini terjadi perubahan seluler termasuk
umur dan model. Pada penelitian binatang didapatkan lokasi ditandai dengan
aktivitas dari neuron piramidal yang dinamakan place-cells, subset dari CA1 sel
yang mana lokasi ini sangat penting untuk encoding memori spasial jangka
22
panjang. Pada tikus yang mengalami kejang demam lama saat awal kehidupan
memori spasial pada tes behavioral ( McCabe dkk., 2001; Porter dan Brooks-
Kayal, 2004 ).
Kejang yang muncul saat awal kehidupan dapat mengubah fungsi sistem
neurotransmiter dan sifat neuronal yang penting untuk belajar dan memori.
inhibisi akan berefek pada fungsi belajar. Peningkatan fungsi reseptor GABA-A
dengan benzodiazepine merusak LTP dan formasi memori. dan GABA–A subunit
pada gangguan belajar dan behavioral setelah kejang pada awal kehidupan.
oleh berbagai variasi subtipe reseptor termasuk NMDA dan non-NMDA ( AMPA
subtipe reseptor AMPA dan NMDA setelah kejang lama menyebabkan gangguan
belajar ( Mongillo dkk., 2003; Riedel dkk., 2003; Yasuda dkk., 2003; Schmitt
dkk., 2005 ).
termasuk peningkatan fosforilasi pada kedua sisi GluR1 dan GluR2 yang
23
insersi membran dari GluR1 permeabilitas kalsium terdiri dari reseptor yang
dan gangguan CA1 LTP dan peningkatan LTD. Hal ini menyebabkan perubahan
2011 ).
pada perubahan induksi stimulus pada ekspresi gen yang mendasari plastisitas
sistem saraf dan fosforilasi CREB yang dibutuhkan untuk LTP, proses belajar,
peptide yang dikeluarkan dari interneuron hipokampal yang diinduksi stres. Stres
Pada saat kejang terjadi peningkatan aliran darah karena tingkat metabolisme
meningkat. Aliran darah yang meningkat di otak disebabkan oleh kadar CO2 yang
aliran darah di otak juga disebabkan oleh permintaan glukosa dan oksigen yang
pada gangguan fungsi kognitif anak dengan kejang ( Boylan dkk., 1999 ).
oleh interaksi banyak faktor seperti genetik, etiologi, letak kelainan di otak, jenis
epilepsi, frekuensi kejang, durasi kejang, usia awitan kejang, masalah psikososial,
penyakit yang menyertai, dan OAE yang digunakan. Interaksi dari berbagai
mulainya epilepsi yang semakin dini, dan penderita dengan kejang simtomatik
( Hermann dan Seidenberg, 2007; You, 2012 ). Sebagian besar anak dengan
epilepsi mempunyai masalah behavioral dan kognitif dan dapat berdampak pada
kehidupan sosial penderita dan keluarga. Pada satu penelitian dilaporkan 40%
terdiagnosis epilepsi ( Camfield dan Camfield, 2012 ). Pada anak dengan epilepsi
biasanya mengalami gangguan yang luas pada behavioral, psikiatri, dan kognitif.
Gangguan ini biasanya berkaitan dengan efek dari lesi struktural yang dapat
mengganggu fungsi yang dilayani oleh daerah otak yang terlibat dalam lesi, efek
dari aktivitas kejang yang mungkin mulai baik sebelum kejang klinis terjadi dan
dapat bertahan lama setelah kejang klinis berakhir, kejang pada saat usia neonatus,
epilepsi:
terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan. Semakin muda onset epilepsi
resitensi obat antiepilepsi saat umur 0-3 tahun menunjukkan adanya gangguan
fungsi kognitif. Penderita epilepsi yang dimulai sejak usia neonatus dan
terkontrol dengan obat anti epilepsi akan memberikan luaran kognitif yang
lebih baik dibandingkan yang tidak terkontrol dengan obat anti epilepsi. Pada
atas sama dengan 8 tahun mendapatkan hasil skor IQ yang lebih rendah pada
anak dengan onset epilepsi di bawah 8 tahun ( Berg dkk., 2011; Berg dkk.,
Sebagian besar energi sel saraf digunakan untuk transportasi ion natrium
Diduga bahwa sel neuron mampu mengeluarkan ion natrium dari dalam sel.
Akibat dari keadaan ini didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi yang
tinggi di ruang intraseluler dan konsentrasi ion natrium yang tinggi di ruang
akan oksigen dan glukosa meningkat. Bila kejang berlangsung singkat, maka
glukosa tidak terpenuhi, sehingga sel neuron dapat rusak atau mati. Bangkitan
kerusakan pada sel neuron dan cacat yang menetap dan berdampak besar pada
kemampuan kognitif dan tingkah laku pasien epilepsi dengan cara mengurangi
dalam jangka waktu yang yang cukup lama. Beberapa obat anti epilepsi yang
memperbaiki fungsi kognitif, menjadikan anak lebih sadar, dan lebih enak
adalah karbamazepin.
28
1999 ).
lebih dari dua OAE lini pertama dengan rata-rata serangan kejang lebih dari
satu kali perbulan selama 18 bulan dan interval bebas kejang tidak lebih dari
4. Gambaran EEG
disebut pemetaan aktivitas listrik otak (brain electrical activity mapping atau
kognitif, walaupun sudah tidak ditemukan lagi kejang secara klinis ( Passat,
Salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi kognitif pada pada
kelainan otak pada penderita epilepsi dewasa, khususnya pada epilepsi lobus
pada penderita epilepsi masih sangat jarang. Penelitian pada anak dengan
Pada penelitian Saute dkk. (2014) melaporkan anak dengan epilepsi dan
penipisan difus pada lobus frontal, parietal, dan temporal, dengan penurunan
kiri, dan hipokampus kanan ), abnormalitas anatomi ini nampak jelas pada
berkebutuhan khusus, dan 16% anak dengan epilepsi tinggal kelas 1 tahun.
dengan munculnya gejala epilepsi. Pada keadaan seperti ini biasanya terjadi
30
otak janin, asfiksia saat lahir, cidera kepala, tumor otak, penyumbatan
pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak , radang atau infeksi
kognitif anak usia 0-68 bulan yang dicetuskan oleh Eileen M Mullen. Skala
pengukuran ini didasarkan pada teori bahwa intelegensia anak terdiri dari lima
komponen penunjang yang harus dinilai secara terpisah yaitu motorik kasar
reseption ). Setelah anak digolongkan dalam kelompok umur yang akan dinilai
disesuaikan lagi menurut umur. Hasil akhir dikelompokkan menjadi lima kategori
yaitu very high ( composite standard score 49-70 ), above average ( composite
average ( composite standard score 116-129 ), dan very low ( composite standard
Untuk skala motorik kasar pada tes ini akan dinilai pusat kontrol dan
mobilitas pada posisi terlentang, telungkup, duduk, dan posisi berdiri sesuai
dengan tahapan umur anak. Skala resepsi visual, akan dinilai kemampuan anak
pemisahan visual termasuk konsep posisi, bentuk dan ukuran. Motorik halus, yang
skala ini melibatkan diskriminasi visual dan kontrol terhadap gerakan motorik.
Pada sektor bahasa reseptif diukur kemampuan anak untuk memproses input
bahasa. Kemampuan primer yang tercakup dalam skala ini adalah komprehensi