You are on page 1of 18

JUDUL KAJIAN : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM

PEMBELAJARAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


(Penelitian di MTs Se-KKM MTsN Ciamis)

PENULIS : TUTI RAHMAWATI

1. Abtraks
Character education is an investment system the values of the character of the citizens of
the school which includes the components of knowledge, awareness or volition, and action to
implement these values, both to the Almighty God (Almighty), ourselves, others,
environment, and nationality so that a man perfect man. In character education in schools, all
the components (stakeholders) should be involved, including the components of education
itself, namely the content of curriculum, learning and assessment, quality relationships,
handling ormanagement subjects, school management, the implementation of the activity or
co-curricular activities , empowerment infrastructure, financing, and work ethic all citizens
and the school environment
This study aims to describe empirically and objectively regarding: (1) Urgency of
character education in a KKM Ciamis MTs, (2) Implementation of character education in the
learning in a KKM Ciamis MTs, (3) what are the constraints and how alternative solutions in
implementing character education in learning in a KKM Ciamis MTs.
Based on the results of data collection and processing is concluded: (1) Urgency of
character education in KKM MTsN MTs as reflected in the vision and mission schools, and
educational goals and indicators of the success rate of graduates of madrasa students, (2)
Implementation of character education in the MTs a KKM MTsN implemented through the
following activities: (a)conditioning routine, (b) habituation programmed, (c) exemplary
activities; (3) constraints encountered in implementing character education in a KKM MTsN
MTs with respect to the integration of character education program to in three parts, namely
(a) subjects, (b) self-development, and (c) the school culture.

Kata Kunci (Key Words) : Pendidikan Karakter, Pembelajaran dan Lembaga Pendidikan
Islam.

1. Pendahuluan
a. Permasalahan Utama
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Sisdiknas) dinyatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah satu bidang studi yang harus dipelajari
oleh peserta didik di Madrasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia.
Sebutan pendidikan Islam umumnya dipahami sebatas sebagai “ciri khas” jenis pendidikan yang
berlatar belakang keagamaan. Demikian pula batasan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yaitu Pasal 30 ayat (2) berbunyi: “Pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama”.
Misi utama pendidikan agama Islam adalah membina kepribadian siswa secara utuh dengan
harapan kelak mereka akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT., serta
mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia (Syahidin et.al., 2009 : 1)
Profil di atas merupakan tolok ukur sosok manusia Indonesia yang utuh dan diharapkan mampu
menjawab berbagai tantangan dalam perkembangan global. Sosok manusia Indonesia seutuhnya secara
tegas merupakan fungsi pendidikan nasional yaitu :
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Aninomous, 2004 : 7)
Pendidikan tidak cukup diajarkan dalam bentuk kurikulum. Lebih dari itu, pendidikan harus
dapat menanamkan nilai-nilai kemuliaan. Internalisasi nilai-nilai itu dapat dibangun melalui budaya
sekolah.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh (Jumat,
5/2/2010): "Kita ingin membuat gerakan baru, gerakan nasional untuk membuat kesadaran kolektif tentang
pentingnya pendidikan moral, jati diri, karakter, budaya, akhlak mulia, dan kita harapkan Presiden sendiri
yang akan mendeklarasikannya".
Untuk membangun budaya sekolah dimulai dari kebiasaan yang kemudian membentuk tradisi.
Dari tradisi akan terbentuk budaya yang akhirnya membentuk peradaban. Kebiasaan dapat dalam bentuk
berperilaku baik aktif maupun pasif seperti ungkapan guru, berkawan, tata letak ruang kelas atau kamar
mandi, dan membuang sampah.
Jadi, konkritnya tidak cukup hanya diajarkan saja, karena yang namanya perilaku itu adalah
fungsi keteladanan. Jadi keteladanan yang dikembangkan di sekolah merupakan kata kunci dan substansi
pembelajaran.
Sedangkan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen
Mandikdasmen) Kemendiknas Suyanto mengatakan: “Kepribadian yang terbentuk dalam budaya sekolah
termasuk kurikulum tidak tertulis. Namun, hal ini memberikan dampak terhadap pembentukan perilaku
keteladanan. Kalau guru menyayangi anak-anak maka anak-anak tumbuh kasih sayang terhadap sesama.
Tentu, budi pekerti ada dan bisa secara kurikuler. Bisa masuk dalam pilar kurikulum kewarganegaraan dan
kepribadian, akhlak mulia dan ketakwaan." (http://www.diknas.go.id/pers.php?id=80).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan:
“Dalam konsep kurikulum dikenal konsep pengembangan kepribadian diri yang masuk dalam
pembentukan budaya sekolah. Jadi, tidak dalam mata pelajaran saja, tetapi terbentuk oleh lingkungan di
sekolah" (http://www.diknas.go.id/pers.php?id=80).
Ada dua ukuran evaluasi yaitu (1) evaluasi diukur dengan memberikan nilai tertentu, (2)
evaluasi kedua melalui penilaian guru dalam melihat perkembangan anak. Jadi, bukan dinilai sesaat
seperti ujian-ujian tertulis, tetapi perkembangan anak itu dilihat bagaimana kerjasamanya, kasih
sayangnya, hormat terhadap guru, menjaga lingkungan, dan sebagainya (Rokib, 2010 :1).
Permasalahan yang perlu dicermati adalah bagaimana cara pelaksanaan agar pendidikan agama
Islam lebih berguna dalam mewujudkan generasi bangsa yang berkualitas unggul, lahiriah dan batiniah.
Berkemampuan tinggi dalam kehidupan akliah dan akidah serta berbobot dalam perilaku amaliah dan
muamalah, sehingga dapat bertahan hidup dalam arus dinamika perubahan sosial budaya pada masa
hidupnya. Ketahanan mental spiritual dan fisik melalui pendidikan agama Islam yang benar-benar
berfungsi efektif bagi kehidupan generasi bangsa dari waktu ke waktu (Arifin, 2008: 204).
Untuk mewujudkan hal tersebut, pendidikan agama Islam mencoba menjabarkan dan
mengklasifikasikan ke dalam bentuk tujuan pendidikan yaitu suatu perubahan yang diingini, diusahakan
melalui upaya pendidikan baik pada tingkah laku individu untuk kehidupan pribadinya, atau pada
kehidupan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan hal tersebut, al Syaibani (Syahidin et.
al., 2009: 10) mengklasifikasikan ke dalam tiga tujuan asasi yaitu :
(1) Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan individu-individu berupa
pengetahuan, perubahan tingkah laku, pertumbuhan kedewasaan, dan kesiapan-kesiapan yang seharusnya
dimiliki dalam mencapai kebahagiaan individu di dunia dan akhirat.
(2) Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan dengan tingkah laku
masyarakat umumnya dan dengan apa yang berkaitan dengan kehidupan ini tentang perubahan yang
diingini, dan pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diingini.
(3) Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi,
dan sebagai aktivitas di antara aktivitas-aktivitas masyarakat.

Jalan menuju kepada tujuan di atas, tidak lain adalah proses pendidikan yang berorientasi pada
hubungan tiga arah yaitu hubungan anak didik dengan Tuhannya, dengan masyarakatnya, dan dengan alam
sekitarnya. Lebih jelasnya, tiga arah hubungan adalah sebagai berikut :
(1) Hubungan dengan Tuhannya menghendaki adanya konsepsi ketuhanan yang telah mapan dan secara pasti
diuraikan dalam bentuk norma-norma ubudiyah mahdzah yang wajib ditaati oleh anak didik secara syar’i.
(2) Hubungan dengan masyarakatnya memerlukan adanya aturan-aturan dan norma-norma yang mengarahkan
proses hubungan antarsesama manusia bersifat lentur dalam konfigurasi rentangan tata nilainya, tetapi
tidak melanggar atau merusak prinsip-prinsip dasarnya yang absolut, dalam arti tidak kultural relativistik.
Seluruh lapangan hidup manusia merupakan arena di mana hubungan sosial dan interpersonal terjadi
sepanjang hayat, termasuk lapangan hidup ilmu pengetahuan.
(3) Hubungan dengan alam sekitar menuntut adanya kaidah-kaidah yang mengatur dan mengarahkan
kehidupan anak didik dengan bekal ilmu pengetahuannya dalam penggalian, pemanfaatan, dan pengolahan
kekayaan yang menyejahterakan kesadaran terhadap bahaya arus balik sanksi alam akibat pengurasan
habis-habisan terhadap kekayaan alam secara berlebihan.
Pendidikan mencakup masalah bagaimana mengembangkan anak didik sebagai manusia
individu sekaligus warga masyarakat. Tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dengan demikian, pendidikan pada dasarnya adalah usaha nyata dalam membentuk moralitas
anak didik menjadi generasi bangsa yang tangguh. Generasi bangsa yang tangguh adalah manusia yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia (bermoral). Maka dari itu, pendidikan sebagai
elemen pencerahan bangsa harus dapat memosisikan dirinya mendorong terwujudnya pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah (Sudrajat, 2010: 2).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal
ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi,
bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut Ramli (2003: 3) bahwa pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia
yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat
dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia
adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia
sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral
universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule.
Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar
tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan
ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan
kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan
rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan
pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau
bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Adapun nilai-nilai yang akan ditanamkan dalam pendidikan karakter antara lain meliputi : (1)
Cinta Tuhan dan kebenaran, (2) Bertanggung jawa, disiplin dan mandiri, (3) Amanah, (4) Bersikap hormat
dan santun, (5) Kasih saying, kepedulian, dan mampu bekerja sama, (6) Percaya diri, kreatif, dan pantang
menyerah, (7) Keadilan dan sikap kepemimpinan, (8) Baik dan rendah hati, dan (9) Toleransi dan cinta
damai (Megawangi, 2007: 53).
Berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah tersebut, menurut Suparno dkk.
(Zuriah, 2009 : 90) pendidikan budi pekerti di sekolah yang harus ditanamkan meliputi : (1) Religiusitas,
(2) sosialitas, (3) gender, (4) keadilan, (5) demokrasi, (6) kejujuran, (7) kemandirian, (8) daya juang, (9)
tanggung jawab, dan (10) penghargaan terhadap lingkungan alam.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari
standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi
pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah sebenarnya dapat
dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai
serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter
di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada
tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan
jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and
emotional development), Olah Pikir (intellectual development), olahraga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), serta olah rasa dan karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan
dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan
kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik.
Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam
mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media
elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta
didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter
terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan
pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan
agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu
dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media
yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara
khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah.
Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara
lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan
tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan
salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Buchori (2007: 34) mengemukakan bahwa pendidikan karakter seharusnya membawa
peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah perlu
segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih
operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan
di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu
nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter
atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh warga sekolah meliputi para peserta didik, guru,
karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama
ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang
menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan madrasah memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu,
sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang
lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya
sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua
warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut. Dengan demikian, penulis berupaya mendeskripsikan
permasalahan tersebut dalam kajian dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter pada
Pembelajaran di Lembaga Pendidikan Islam (Penelitian di MTs Se-KKM MTsN Ciamis)”.
b. Tujuan dan Manfaat Kajian/Tulisan
1) Tujuan Kajian
Adapun tujuan kajian atau tulisan ini adalah sebagai berikut :
(a) Urgensi pendidikan karakter di lembaga pendidikan Islam di MTs se-KKM Ciamis.
(b) Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran di lembaga pendidikan Islam di MTs se-KKM
Ciamis.
(c) Kendala-kendala apa saja dan bagaimana alternatif solusi dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter pada pembelajaran di MTs se-KKM Ciamis.
2) Manfaat Kajian
Kajian ini memiliki dua manfaat sebagai berikut:
(a) Secara teoritis untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran di lembaga
pendidikan Islam.
(b) Secara praktis dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pendidik dan tenaga kependidikan serta pengelola
pendidikan dan instansi yang terkait dalam meningkatkan pemahaman dan pengamalan pembelajaran
melalui implementasi pendidikan karakter di lembaga pendidikan Islam (madrasah).
2. Landasan Teoritis Utama
a. Konsep Dasar/Teori Utama
(1) Pendidikan Karakter dan Implementasinya pada Pembelajaran
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah (Sudrajat, 2010: 2).
Bukhori (2008: 3) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai to guide the young towards
voluntary personal commitment to values (pekerjaan membimbing generasi muda untuk secara sukarela
mengikat diri kepada norma-norma atau nilai-nilai. Diharapkan, pendidikan berbasis moral akan
membentuk kapasitas intelektual (intellectual resources) generasi muda yang memungkinkan mereka
untuk membuat keputusan bertanggung jawab (informed and responsible judgment) atas hal atau
permasalahan rumit yang dihadapinya dalam kehidupan.
Dengan demikian, orientasi pendidikan karakter yakni pengikat diri, dengan nilai-nilai, harus
terjadi secara sukarela, harus tumbuh dari dalam dan bukan karena ancaman atau ketakutan akan sesuatu.
Maka, peran penting orang tua dan pendidik (guru) sangat diharapkan. Orangtua mendorong anak-anaknya
untuk mandiri dan mampu bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
Implementasi pendidikan karakter secara rinci dan menyeluruh bertujuan :
1) Menanamkan konsep nilai atau norma-norma agar menjadi jati diri peserta didik. Konsep nilai moral harus
mampu menjadi pola dan landasarn berpikir.
2) Pembinaan generasi untuk memahami dan mampu ikut serta dalam kehidupan di tengah masyarakat secara
baik dan benar serta mampu menghadapi dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
3) Perbekalan lain yang akan dibina dalam pendidikan berbasis moral adalah membina dan meningkatkan
kemampuan belajar lebih lanjut. Kemampuan belajar ini meliputi pembinaan keterampilan belajar
(learning skills) dan pembinaan bekal untuk studi dan/atau belajar sepanjang hayat (Darmadi, 2007:47).

Bahan ajar teoritik dan normatik hendaknya tidak hanya dikelola sebagai bahan hapalan semata
melainkan harus mampu mengajak siswa mengerahkan potensi kognitifnya lebih tinggi, misalnya
mengajak dan menuntut mereka untuk menganalisis, membandingkan, mensitensis dan menilainya.
Cara lain mengimplementasikan isi dan pesan pendidikan karakter antara lain:
1) Memanfaatkan sumber dan lingkungan belajar (keluarga, instansi dan lembaga di sekitar dan lain-lain)
sebagai bahan pengkajian, nara sumber, dan tempat berpraktek.
2) Memanfaatkan siswa dan media pengajaran (buku, kliping dan lain-lain) untuk menularkan isi dan pesan
pendidikan berbasis moral di lingkungan sekolah atau kehidupan masyarakat sekitarnya.
3) Cara lain yang memerlukan perencanaan dan persiapan yang lebih matang ialah menempatkan sekolah
sebagai agen pembaharuan. Caranya menurut Aziz Wahab dan Kosasih Jahiri (1998) antara lain dengan :
(1) Penampilan modal fisik, misalnya: halaman indah dan sehat.
(2) Penampilan non fisik seperti antara lain mengumandangkan lagu daerah pada saat istirahat, forum
pembacaan syair/sajak saat istirahat, atau hari besar, wajib melakukan atau ajakan wajib bahasa Indonesia
yang baik dan benar pada hari tertentu di rumah dan lain-lain.
(3) Sekolah melakukan kegiatan tertentu yang dianggap meneladani, memelopori atau mendorong masyarakat.

(2) Karakterisik Lembaga Pendidikan Islam


Istilah pendidikan Islam di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 adalah pendidikan keagamaan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan (Aninomous, 2003:19).
Terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara tujuan “pendidikan agama” dengan “pendidikan
keahlian”. Tujuan pendidikan agama lebih merupakan suatu upaya untuk “membangkitkan intuisi agama
dan kesiapan rohani dalam mencapai pengalaman transendental” (Fadjar, 1998 : 157).
Lembaga pendidikan Islam pada pendidikan agama yang dimaksud adalah madrasah, yang
mengandung arti tempat atau wahana tempat anak didik mengenyam proses pembelajaran. Maksunya di
madrasah itulah anak didik menjalini proses belajar secara terarah, terpimpin dan terkendali. Dengan
demikian secara teknis madrasah menggambarkan proses pembelajaran secara formal yang tidak berbeda
dari sekolah. Hanya dalam lingkup kultural madrasah memiliki konotasi spesifik. Di lembaga ini anak
didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan, sehingga dalam
pemakaian kata madrasah lebih dikenal dengan “sekolah agama”. Kata madrsah secara harfiah identik
dengan sekolah agama, setelah mengarungi perjalanan peradaban bangsa, diakui telah mengalami
perubahan-perubahan meskipun tidak melepaskan diri dari makna asal dengan ikatan budayanya yakni
budaya Islam.
Salah satu wahana atau jalan untuk mencari ilmu tersebut adalah melalui lembaga pendidikan
Islam (madrasah). Berkenaan dengan hal itu, Al Jarzani (1999: 141) menjelaskan bahwa jalan (at-Thoriq)
adalah segala sesuatu yang mungkin dapat menyambungkan secara benar dari apa yang
diperhatikan/dilihat di dalamnya kepada apa yang dicarinya.
Lembaga pendidikan Islam dari masa ke masa dipelajari dengan cara mengetahui lembaga-
lembaga pengajarannya, sistemnya, kurikulum, metode, serta tujuannya. Sebagaimana dikemukakan oleh
Fahmi sebagai berikut : “Lembaga-lembaga pendidikan adalah merupakan hasil pikiran setempat yang
dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan suatu masyarakat Islam dan perkembangannya yang digerakkan oleh
jiwa Islam dan berpedoman kepada ajaran-ajarannya dan tujuan-tujuannya” (Supardi, 1987 :8-9).
Jadi secara keseluruhan lembaga pendidikan Islam bukan suatu yang datang dari luar atau diambil
dari kebudayaan-kebudayaan lama, tetapi dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai
hubungan erat dengan kehidupan Islam secara umum. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
bermacam-macam telah tumbuh dalam jarak waktu yang jauh yang dipengaruhi oleh situasi tertentu dan
melahirkan tujuan tertentu pula sesuai dengan kebutuhan kehidupan Islam yang tumbuh dan berkembang.
Adapun lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah al-Kuttab, Mesjid, Darul Hikmah, Darul Ilmi,
Madrasah, Bimaristan, Khawanik, al-Rabth, Halaqatud dars dan Duwarul kutub. Salah satunya madrasah
tidak berbeda dengan mesjid dalam tugas maupun tujuannya. Hanya madrasah lebih lengkap persiapannya
untuk proses pembelajaran. Dengan munculnya madrasah dapat dianggap sebagai usaha baru dalam Islam
untuk mengatur dan meneruskan pelajaran dengan cara memperbanyak jalan untuk mencapai
perkembangan lembaga pendidikan Islam.
Ruang lingkup pengelolaan pendidikan di sekolah/madrasah pada dasarnya adalah semua kegiatan
yang merupakan sarana penunjang proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan di
sekolah/madrasah. Adapun ruang lingkup pengelolaan pendidikan sekolah/madrasah meliputi : (1)
pengelolaan kurikulum, (2) pengelolaan kesiswaan, (3) pengelolaan personel, (4) pengelolaan sarana
prasarana, (5) pengelolaan keuangan, (6) pengelolaan ketatausahaan, (7) pengelolaan hubungan
masyarakat (humas) (Sobri et.al., 2009 : 43).
Peranan pendidikan keagamaan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan Islam didukung oleh
dengan strategi pelaksanaan ciri khas agama Islam di madrasah dengan cara sebagai berikut:
1. Peningkatan pendidikan agama Islam melalui mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits, keimanan, fiqih, sejarah
Islam dan pelajaran agama lainnya;
2. Peningkatan pendidikan agama Islam melalui mata pelajaran selain pendidikan agama Islam;
3. Peningkatan pendidikan agama Islam melalui kegiatan ekstra kurikuler;
4. Peningkatan pendidikan agama Islam melalui penciptaan suasana keagamaan yang kondusif; dan
5. Peningkatan pendidikan agama Islam melalui pembiasaan dan pengamalan agama dan shalat berjama’ah di
sekolah (Shaleh, 2000: 146).
b. Kerangka Pikir Kajian
Secara umum, tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah terbentuknya peserta didik
yang memiliki akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur). Tujuan ini yang sebenarnya merupakan misi
utama diutusnya Nabi Muhammad Saw. di dunia. Dengan demikian, pendidikan akhlak (budi pekerti)
adalah jiwa Pendidikan Agama Islam (PAI). Mencapai akhlak yang karimah (mulia) adalah tujuan
sebenarnya dari pendidikan. Hal ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memerhatikan pendidikan
jasmani, akal, ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah bahwa pendidikan Islam
memerhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya.
Daradjat (dalam Arifin, 2008 : 3) menguraikan rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam di
sekolah sebagai berikut :
(a) Menumbuhsuburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan disiplin serta cinta terhadap
agama dalam berbagai kehidupan peserta didik yang nantinya diharapkan menjadi manusia yang bertakwa
kepada Allah swt, taat kepada perintah Allah dan rosul-Nya.
(b) Ketaatan kepada Allah dan rosul-Nya merupakan motivasi intrinsik terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik melalui pemahaman tentnag pentingnya agama dan ilmu
pengetahuan. Mereka akan menyadari keharusan menjadi seorang hamba yang beriman dan berilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, ia tidak mengenal henti untuk mengejal ilmu dan teknologi baru dalam
rangka mencapai keridhaan Allah swt. Dengan iman dan ilmu itu semakin hari semakin menjadi lebih
bertakwa kepada Allah swt sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.
(c) Menumbuhkan dan membina keterampilan beragama dalam semua lapangan hidup dan kehidupan serta
dapat memahami dan menghayati ajaran agama islam secara benar dan bersifat menyeluruh, sehingga
dapat digunakan sebagai pedoman hidup baik dalam hubungan dirinya dengan Allah swt., melalui ibadah
shalat, hubungan dengan sesama manusia yang tercermin dalam akhlak perbuatan serta dalam hubungan
dirinya dengan alam sekitar melalui cara pemeliharaan dan pengolahan alam serta pemanfaatan hasil
usahanya.
Atas dasar tujuan PAI tersebut maka penanggung jawab pendidikan agama Islam pada
khususnya harus segera menjabarkan rumusan mengenai :
(1) Bagaimana hubungan atau antarhubungan antara ajaran agama Islam dengan pengembangan ilmu
pengetahuan yang diajarkan di sekolah-sekolah menurut jenis, jenjang dan jalurnya sesuai dengan undang-
undang yang berlaku.
(2) Peranan apa yang harus dimainkan oleh pendidikan agama Islam sebagai komponen dasar kurikulum
pendidikan nasional terhadap komponen-komponen lainnya, sehingga mampu mempengaruhi atau
mendasari proses pelaksanaan pendidikan dalam satu sistem yang integral.
(3) Merumuskan kembali gagasan-gagasan baru dalam suatu perencanaan pendidikan dalam sistem kurikulum
nasional maupun yang terkait dengan kurikulum pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan agama
Islam, sehingga mampu menjadi pilar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa mendapat, dan
mampu berfungsi sebagai pengendali sekaligus pendorong pengembangan iptek tersebut sekurang-
kurangnya dapat menjadi filter terhadap penetrasi nilai-nilai negative dari akibat kemajuan iptek.
Sedangkan secara metodologis, kesinambungan proses pembelajaran agama Islam tidak terletak
pada banyak atau tingginya materi yang disajikan apalagi pada kenyataannya alokasinya terbatas. Dengan
demikian guru memerlukan pemahaman metode yang tepat, bervariasi dan sesuai dengan situasi dan
kondisi pembelajaran. Oleh karena itu, masalah metodologi adalah masalah penguasaan teori dan praktek
tentang cara pendekatan yang tepat dan cermat untuk mencapai tujuan yang merupakan faktor yang sangat
menentukan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana mengajarkan pendidikan yang mampu
menjadikan peserta didik mandiri, bertanggung jawab, dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan norma-norma masyarakat? Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)
2003 Pasal 1 bahwa pendidikan adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Selanjutnya amanat yang telah digariskan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan
di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu
nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter
atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh warga sekolah, yang meliputi para peserta didik,
guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang
selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices,
yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan sekolah memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu,
sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang
lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya
sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua
warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

PENDEKATAN

KAJIAN
RUMUSAN TUJUAN
PEMBELAJARAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
(1)Religiusitas
Di MADRASAH TSANAWIYAH (2) Sosialitas
1) Menumbuhkembangkan akidah melaluipemberian, (3) Gender
pemupukan ,dan pengembang (4) Keadilan
pengetahuan, penghayatan,pengamalan,pembias (5) Demokrasi
aan, serta pengalaman peserta didik tentang aqidah (6) Kejujuran
Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus (7) Kemandirian
berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah (8) Daya juang
SWT;
2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia
dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari- INDIKATOR KEBERHASILAN
hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, Standar Kompetensi Lulusan
sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai aqidah (SKL),
Islam. Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD)
Mata Pelajaran
Agama di
Madrasah Tsanawiyah

3. Metode Kajian
a. Objek Kajian
Objek kajian adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs) se-KKM MTsN Kecamatan Ciamis.
b. Sumber Data
Data yang diteliti dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan di tempat/lokasi yang menjadi
objek penelitian, dengan cara bertemu langsung dengan guru agama, kepala sekolah, dan majelis madrasah
untuk memperoleh penjelasan mengenai permasalahan dalam penelitian ini. Studi dokumentasi yaitu
kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dari MTs se-KKM MTsN
Ciamis.
2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur seperti buku-buku, majalah dan sumber yang lain
yang dianggap relevan dengan fokus penelitian. Selain itu, juga data sekunder diperoleh dari dokumen
MTs se-KKM MTsN Ciamis tahun 2012.
c. Prosedur Penelitian
Keseluruhan kegiatan penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan yang sistematif, saling
berkaitan dan berkesinambungan. Tahapan-tahapan penelitian yang dimaksud adalah:
1. Tahapan Persiapan
Untuk kepentingan penelitian ini, maka persiapan-persiapan yang perlu dilakukan diantaranya:
a. Mengadakan studi pendahuluan. Pada tahap ini peneliti mencari dan mengumpulkan data awal mengenai
permasalahan-permasalahan yang ada di madrasah baik mengenai guru maupun siswa yang hendak
dijadikan masalah kajian.
b. Menentukan topik permasalahan. Dari sekian banyak permasalahan yang ditemui pada kegiatan studi
pendahuluan, pada tahap ini peneliti menetapkan satu permasalahan yang paling diminati untuk diteliti.
c. Menyiapkan alat pengumpul data (instrumen penelitian).
2. Tahapan Pelaksanaan
Tahap ini merupakan kegiatan pengumpulan data dari subjek penelitian dengan teknik yang telah
ditentukan. Peneliti melakukan wawancara terhadap guru bina diri dan melaksanakan observasi kepada
siswa melalui kegiatan pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai upaya penulis untuk menggali secara detil
dan mendalam tentang kemampuan siswa, kesulitan-kesulitan yang dihadapi, serta pelaksanaan
pembelajaran berbasis pendidikan karakter.
3. Analisis Data
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan di akhir penelitian terhadap semua data yang telah
dikumpulkan yaitu :
a. Pengecekan data dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan substansi penelitian
sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pedoman penelitian.
b. Meminta subjek penelitian untuk melengkapi data yang dibutuhkan jika data yang telah terkumpul dirasa
belum lengkap atau kurang jelas, baik dengan cara menemuinya langsug atau meminta klarifikasi melalui
media komunikasi.
c. Setelah semua data yang diperoleh dari kegiatan pengamatan maupun wawancara terkumpul secara
lengkap dan jelas, selanjutnya dilakukan crosscek atau cek silang atas beberapa sumber data yang ada
sehingga diperoleh suatu kesimpulan data yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
d. Selanjutnya kesimpulan data yang telah diperoleh tersebut diolah dan dianalisis dengan teknik yang telah
ditentukan untuk dicarikan suatu kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan.
4. Penulisan Laporan
Hasil akhir yang diperoleh dari proses pengelolaan data kemudian dituangkan ke dalam sebuah
laporan yang disusun secara sistematis sehingga mudah dipahami oleh pihak lain.
4. Pembahasan
a. Analisis dan Deskripsi (uraian) tentang penyelesaian masalah berdasarkan konsep/teori utama
Pada prinsipnya pelaksanaan pendidikan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi
terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya madrasah. Oleh karena itu, guru dan
pihak madrasah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan
karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program
Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Berkenaan dengan hal tersebut, kendala-kendala dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter di MTs se-KKM MTsN Ciamis berkaitan dalam pengintegrasiannya ke dalam mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya madrasah.
Kendala-kendala dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di MTs se-KKM MTsN
berkenaan dengan program integrasi ke dalam tiga bagian yaitu (1) mata pelajaran, (2) pengembangan diri,
dan (3) budaya madrasah.
1) Mata pelajaran
Kendala-kendala dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di MTs se-KKM MTsN dalam
setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai pendidikan
karakter yang dicantumkan dalam silabus dan RPP. Kendala-kendala yang ditemui berkenaan dengan hal-
hal berikut:
(a) Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan
apakah pendidikan karakter yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya.
(b) Menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk
menentukan nilai yang akan dikembangkan.
(c) Mencantumkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam tabel ke dalam silabus.
(d) Mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP.
(e) Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik
memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai.
(f) Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai
maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
2) Pengembangan diri
Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dalam program
pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan melalui pengintegrasian
ke dalam kegiatan sehari-hari di madrasah. Kendala-kendala yang dihadapi berkenaan dengan hal-hal
berikut:
(a) Kegiatan rutin madrasah
Kendala-kendala yang berkenaan dengan kegiatan rutin yang dilakukan peserta didik dalalm
pelaksaannnya belum dapat dilaksanakan secara konsisten setiap saat. Kegiatan itu antara lain upacara
pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap
hari senin, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
(b) Kegiatan spontan
Kendala-kendala yang berkenaan kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat
itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui
adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru
mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan
koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik, namun dalam prakteknya
guru kadang-kadang tidak tegas dalam bertindak dan memberi sangsi kepada siswa yang bersalah.
Perbuatan itu membuang tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga menggangu pihak lain, berkelahi,
memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh dan perbuatan kurang baik lainnya.
Ataupun guru maupun pihak madrasah kurang memberikan pujian atau penghargaan kepada peserta didik
memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olahraga atau kesenian, berani
menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
(c) Keteladanan
Kendala-kendala yang berkenaan dengan keteladanan adalah perilaku dan sikap guru atau tenaga
kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga
diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya, namun dalam pelaksanaannya semua
guru dan civitas madrasah belum kompak secara keseluruhan memberi contoh hal tersebut. Misalnya
berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian
terhadap peserta didik, jujur, dan menjaga kebersihan.
(d) Pengkondisian
Kendala-kendala yang berkenaan dengan upaya mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka
madrasah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Madrasah belum mampu mengkondisikan
dengan baik kehidupan nilai-nilai pendidikan karakter yang diinginkan. Misalnya toilet yang selalu bersih,
bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar
ditempatkan teratur.
3) Budaya madrasah
Budaya madrasah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan,
demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun
interaksi sosial antarkomponen di madrasah. Kendala-kendala yang berkenaan dengan budaya madrasah
yaitu belum kondusifnya kehidupan sekolah bagi peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru
dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota
kelompok masyarakat sekolah. Selain itu, belum terjalinnya secara lancar dan harmonis interaksi internal
kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku
di suatu sekolah, kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian
sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam budaya madrasah.
b. Sintesis Berupa Penyelesaian Atas Permasalahan Yang Disajikan
Berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter
di MTs se-KKM MTsN, yang teridentifikasi pada pengintegrasian pendidikan karakter pada tiga hal yaitu
(1) mata pelajaran, (2)pengembangan diri, dan (3) budaya madrasah. Alternatif solusi yang dikemukakan
dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di MTs se-KKM MTsN juga didasarkan pada ketiga hal
tersebut yaitu sebagai berikut.
1) Mata Pelajaran
Alternatif solusi yang berkenaan dengan implementasi pendidikan karakter di MTs se-KKM
MTsN dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai
pendidikan karakter yang dicantumkan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan sebagai berikut :
(a) Pelaksaan pendidikan dan pelatihan mengenai KTSP dan implmentasi pendidikan karakter pada mata
pelajaran.
(b) Pelaksanaan IHT (in house training) atau DDTK (Diklat di Tempat Kerja) dalam hal implmentasi
pendidikan karakter pada mata pelajaran.
(c) Workshop tentang implmentasi pendidikan karakter pada mata pelajaran.
(d) Sharing dengan guru inti maupun MPGP di MTs se-KKM MTsN.
(e) Pembinaan oleh Waspendais, Mapenda maupun instansi terkait bagi guru-guru dalam hal pelaksanaan
program pendidikan karakter di madrasah.
2) Pengembangan Diri
Alternatif solusi yang berkenaan dengan implementasi pendidikan karakter dalam program
pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan melalui pengintegrasian
ke dalam kegiatan sehari-hari di madrasah antara lain melalui :
(a) Kegiatan rutin madrasah
Kegiatan rutin yang dilakukan peserta didik harus dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
dengan rincian yang jelas mengenai dana dan guru yang bertanggung jawab. Kegiatan itu antara lain
upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain)
setiap hari senin, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
(b) Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini
dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang
kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya
perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga
peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik, dan mencatat ke dalam buku pribadi setiap
siswa dan berkoordinasi dengan guru bimbingan konseling. Perbuatan itu antara lain membuang tidak pada
tempatnya, berteriak-teriak sehingga menggangu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan,
mencuri, berpakaian tidak senonoh dan perbuatan kurang baik lainnya.
Diharapkan pula guru maupun pihak madrasah senantiasa memberikan pujian atau penghargaan
kepada peserta didik memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olahraga
atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
(c) Keteladanan
Keteladanan guru atau tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk
mencontohnya, yang diikuti oleh semua guru dan civitas madrasah secara kompak secara keseluruhan
memberi contoh hal tersebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras,
bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, dan menjaga kebersihan.
(d) Pengkondisian
Upaya mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka madrasah harus senantiasa
mengkondisikan sebagai pendukung kegiatan itu dengan lomba keberhasihan antara kelas dan diumumkan
setiap satu minggu sekali pada upacara bendera atau momen-momen penting lainnya. Madrasah juga harus
mampu mengkondisikan dengan baik kehidupan nilai-nilai pendidikan karakter yang diinginkan. Misalnya
toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi
dan alat belajar ditempatkan teratur.
3) Budaya Madrasah
Alternatif solusi yang berkenaan dengan dengan budaya madrasah yaitu menciptakan
kehidupan madrasah yang kondusif bagi peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru,
konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok
masyarakat madrasah. Selain itu, madrasah dan guru harus terus-menerus menjalin interaksi internal
kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku
di suatu madrasah, kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian
sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam budaya madrasah.
Prospes pendidikan karakter di MTs se-KKM MTsN dapat berkembang di masa yang akan datang.
Hal tersebut ditunjang pada situasi dan kondisi MTs se-KKM MTsN yang berbasis akhlakul karimah.
Upaya pengembangan pendidikan karakter tersebut dapat dilaksanakan pada kondisi-kondisi sebagai
berikut :
1. Di kelas yaitu melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa.
Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh
karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu
seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar
membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pengembangan beberapa nilai
lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian
sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai
itu.
2. Di madrasah yaitu melalui berbagai kegiatan madrasah yang diikuti oleh seluruh peserta didik, guru,
kepala sekolah, dan tenaga administrasi di madrasah itu, direncakaan sejak awal tahun pelajaran,
dimasukkan ke dalam kalender pendidikan dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya
madrasah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba
pidato/dakwah antarkelas, pagelaran seni Islami, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba
olahraga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan
karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba
membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan
budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai nara sumber untuk berdiskusi, gelar wicara atau
berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa.
3. Di luar madrasah (pesantren) yaitu melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh
seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke
dalam kalender pendidikan. Misalnya kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap
tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan
kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau
membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah).
5. Simpulan dan Saran
a. Simpulan
1) Urgensi pendidikan karakter di MTs se-KKM MTsN terefleksi pada visi dan misi madrasah, serta tujuan
pendidikan dan indikator tingkat keberhasilan peserta didik lulusan madrasah tersebut. Selain itu, sesuai
dengan Permenag RI No.2 tahun 2008 yang berisi Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah: (1) Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab untuk Pendidikan Dasar pada MTs; dan (2) Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan
Bahasa Arab untuk Pendidikan Dasar pada MTs meliputi struktur mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab, lingkup materi minimal, dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi
lulusan minimal.
2) Pelaksanaan pendidikan karakter di MTs se-KKM MTsN dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut :
(a) pembiasaan rutin, (b) pembiasaan terprogram, (c) kegiatan keteladanan. Selain itu, pendidikan karakter
di MTs se-KKM MTsN dapat dilaksanakan secara terpadu dan sinergis pada struktur dan muatan
kurikulum intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri di madrasah.
3) Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter di MTs se-KKM
MTsN berkenaan dengan program integrasi pendidikan karakter ke dalam tiga bagian yaitu (1) mata
pelajaran, (2) pengembangan diri, dan (3) budaya madrasah.
4) Prospek pendidikan karakter di MTs se-KKM MTsN, yang merupakan upaya pengembangan pendidikan
karakter dapat dilaksanakan melalui tempat-tempat berikut : (a) Di kelas yaitu melalui proses belajar setiap
mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang oleh guru sedemikian rupa; (b) Di madrasah yaitu melalui
berbagai kegiatan sekolah yang diikuti oleh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di
sekolah; dan (3) Di luar madrasah (pesantren) yaitu melalui kegiatn ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang
diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik.
b. Saran-saran
Dengan memperhatikan simpulan yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa hal yang selayaknya
diperhatikan oleh pihak-pihak terkait untuk peningkatan pelaksanaan pendidikan karakter di masa yang
akan datang yaitu :
1) Kepada kepala madrasah agar terus-menerus mengupayakan peningkatan profesionalisme guru untuk
meningkatkan proses dan hasil pembelajaran menjadi lebih baik dan lebih optimal, maka perlu
dilaksanakan dengan cara meningkatkan aktivitas guru dan efektivitas forum professional guru yang ada
(KKG PAI). Upaya peningkatan profesionalisme guru harus diarahkan untuk lebih menumbuhkan sikap
kesungguhan, kesabaran, ketekunan, kesetiaan, semangat pengabdian serta kecintaan guru terhadap
profesinya.
2) Bagi guru di MTs se-KKM MTsN agar lebih bersabar, setia dan tekun dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih di sekolah. Masih rendahnya tingkat
kesejahteraan guru seharusnya tidak dipersepsi sebagai kurang seriusnya pemerintah untuk memikirkan
kesejahteraan guru, tetapi hal itu semata-mata karena kondisi pemasukan negara yang belum
memungkinkan. Apalagi dengan adanya UU Guru dan Dosen setidaknya sudah memberikan harapan yang
lebih cerah bagi nasib guru di masa depan.
3) Bagi pihak Waspendais dan Mapenda Kementerian Agama Kabuapaten Ciamis agar terus-menerus
mendorong kepala madrasah untuk menumbuhkan sikap dan terbentuknya budaya sekolah yaitu berupa
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh semua warga sekolah,
dan masyarakat di sekitar madrasah yang berlandaskan moral atau akhlak al-karimah.

6. Daftar Pustaka
Aninomous (2003) UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta:
Fokusmedia.

....................(2005) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: PN Balai Pustaka.

Arifin, H.M. (2006) Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisilipner). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arifin, Muzayyin (2008) Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Buchori, Alma (2007) Pendidikan Budi Pekerti. Bandung: Alfabeta.

Darmadi, Hamid (2008) Dasar Konsep Pendidikan Moral (Landasan Konsep Dasar dan Implementasi).
Bandung: Alfabeta.

Depdiknas (2007) Pendidikan Karakter. Jakarta :Dirjen Dikdasmen.

Fadjar, Malik dkk. (1999) Visi Pembaharuan Pendidikan Agama Islam. LP3NI, Jakarta.
Hornby, A.S (1989) Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. AS: Oxford University Press.

Kemendiknas. (2010). Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta: Dirjen
Dikdasmen dan Pendidikan SLTP.

Megawangi, Ratna (2007) Charakter Parenting Space. Bandung: Mizan.

Munir, Abdullah (2010) Pendidikan Karakter (Membangun Sejumlah Anak Sejak dari Rumah). Jogyakarta: PT
Bina Insani.

Rokib (2010). Membangun Pendidikan Berbasis Moral. Diakses tanggal 15 Juni 2010. Jam 10.00
dari http://kampus.okezone.com/read/2010/05/10/95/330960/95/membangun-pendidikan-berbasis-moral-
spiritual.

Suyanto (2010) Urgensi Pendidikan


Karakter Diakses
dari http://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/06/02/urgensi-pendidikan-
karakterTanggal 16 Oktober 2010.

Syahidin et. al. (2009) Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta.

Tafsir, Ahmad (2008) Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: PT Rosda Karya.

Zuriah, Nurul (2009) Pendidikan Moral dan Budi Pekerti. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Jurnal/Surat Kabat/Internet:

Pendidikan Berbasis Moral (http://www.diknas.go.id/pers.php?id=80) [Tanggal 15 Juni 2010]


Menuju Pendidikan Berbasis Moral
Agama (http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=16672&Itemid=
62) [Tanggal 15 Juni 2010].

Standar kompetensi lulusan (skl), standar kompetensi (sk) dan kompetensi dasar (kd) madrasah
aliyah (http://mabalbin.blogspot.com/2010/05/standar-kompetensi-lulusan-skl-standar.html) [Tanggal 7
Oktober 2010].

Tentang Pendidikan Karakter (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-


karakter-di-smp/) [Tanggal 7 Oktober 2010]

Indikator Keberhasilan Pendidikan


Karakter(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/23/indikator-keberhasilan-program-pendidikan-
karakter/) [Tanggal 16 Oktober 2010]

You might also like