Professional Documents
Culture Documents
Fullpaper
Fullpaper
INTISARI
ABSTRACT
The growing demands for ready to eat and easy to consume product are
enhancing the necessity to increase the control on quality and food safety, therefore
maintaining their quality, freshness and security. A new tendency in food technology
conservation consist in using active packaging in order to enlarge this safety margin.
Active packaging can act absorbing oxygen, humidity and ethanol, incorporating
taste and flavor and inhibiting pathogens activity. Antimicrobial compound is applied
directly to the packaging material and able to diffused to the food component.
Bacteriocins are ribosomally synthesized antimicrobial peptides produced by
bacteria and has a large molecular weight. The effectivity of bacteriocin in reducing
pathogens is dependent on the purity of bacteriocin compound. Nisin it’s one of the
bacteriocin that produced by L. lactis. However direct surface application of nisin to
food component could reduce it’s activity, thus incorporation of nisin in edible film
frequently applied. Pediocin is a bacteriocin produced by Pediococcus sp and able to
inhibit L. monocytogene in meat product. Varies concentration of nisin and pediocin
it’s very effective to inhibit pathogen and spoilage bacteria. The effectivity of
bacteriocin is affected by diffusion rate of bacteriocin compound. It’s also affected by
the storage temperature. The incorporation of bacteriocin in edible film will affect
the mechanical and physical properties of edible film.
PENDAHULUAN
pangan yang dapat memberikan beberapa fungsi yang tidak terdapat pada kemasan
biasa. Kemasan aktif dapat berfungsi sebagai absorbsi oksigen, emisi etanol dan
flavor, dan aktivitas antimikroba (Santiago-Silva et al., 2009; Pranoto et al., 2005).
Kemasan antimikroba merupakan bentuk dari kemasan aktif yang dapat
mikroorganisme yang tidak diinginkan pada makanan, beberapa cara dapat dilakukan
yaitu 1. Agensia antimikroba yang bersifat volatile dan non volatile dapat
dicampurkan pada polimer atau 2. Permukaan polimer dapat dilapisi oleh agensia
parsial senyawa aktif melalui netralisasi dan evaporasi oleh beberapa komponen yang
terdapat dalam makanan (Pranoto et al., 2005; Sanchez-Gonzales et al., 2013). Oleh
karena itu, cara ini mempunyai efek yang terbatas terhadap ekologi mikroflora yang
innocua (Sarikus and Seydim, 2006 ; Santiago-Silva et al., 2009; Chen et al., 2008;
sebesar 2,5% pada active packaging dapat mengurangi kontaminasi dari bakteri
pembusuk pada daging sapi sebesar 3 log cycle selama 22 hari penyimpanan. Hasil
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nguyen dan Dykes (2008) yang
melaporkan bahwa penggunaan film selulosa yang mengandung nisin sebesar 2500
IU/ml secara signifikan menurunkan populasi bakteri L. monocytogenes pada sosis
efektifitas penggunaan bakteriosin terutama dari nisin dan pediosin pada film
packaging) yang dapat memperpanjang masa simpan (shelf life) dari produk dan
antimikroba dapat mengurangi dan membunuh bakteri pathogen yang terdapat pada
bermigrasi ke makanan secara difusi dan secara partisi. Migrasi senyawa antimikroba
secara difusi dan partisi terjadi di antara bahan pengemas dan permukaan makanan.
Senyawa yang bersifat volatile atau agensia yang teriimobilisasi secara kovalen
permukaan makanan dalam jangka waktu tertentu. Cara ini lebih menguntungkan
bahan makanan (Olle Resa et al.,2014). Hal ini disebabkan karena beberapa
komponen yang terdapat dalam makanan dapat mengurangi aktivitas senyawa
mengikat antigen asing atau senyawa asing (Neeto and Chen, 2008).
Senyawa antimikroba memiliki efektifitas yang berbeda-beda yang disebabkan
oleh sifat intrinsik dari senyawa antimikroba itu sendiri, konsentrasi yang digunakan
dan kecepatan difusi dari senyawa antimikroba tersebut. Kecepatan difusi merupakan
aspek penting dalam kemasan antimikroba. Semakin tinggi kecepatan difusi maka
dan kecepatan penurunan populasi bakteri pathogen akan tinggi. Kecepatan difusi
migrasi senyawa antimikroba juga dipengaruhi oleh bahan dasar pembuat edible film
tersebut. Imran et al., (2014) melaporkan bahwa bahan edible film dari sodium
lebih baik ke bahan makanan dibandingkan dengan bahan edible film dari chitosan
monocytogenes CIP 82110 dan S. aureus CIP 483 lebih cepat. Hasil ini didukung oleh
antimikroba pada film, sedangkan pada suhu dingin kecepatan migrasi berjalan
lambat (Lee et al., 2004; Sanchez-Gonzales et al., 2013). Lee et al., (2004)
sedangkan suhu diatas 200 C mengurangi laju migrasi senyawa aktif ke makanan. Lee
et al.,(2004b) melaporkan bahwa pada suhu 100 C migrasi nisin dari kemasan ke
larutan emulsi o/w secara optimal terjadi setelah 8 hari penyimpanan dan konsentrasi
nisin yaitu 146-149 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa laju migrasi α-tocopherol
lebih rendah dari nisin. Perbedaan laju migrasi ini disebabkan karena nisin memiliki
gugus hidrofilik sehingga laju migrasi relatif tinggi pada sistem emulsi o/w,
sedangkan α-tocopherol memiliki gugus hidrofobik yang lebih cocok digunakan pada
mikroorganisme akan mempengaruhi sifat mekanik dan morfologi dari film tersebut.
Beberapa studi menunjukkan bahwa penambahan bakteriosin nisin dan pediosin akan
meningkatkan ketebalan dari film sehingga gaya atau kekuatan yang diperlukan untuk
bahwa adanya interaksi antara bakteriosin dengan matriks selulosa dari film sehingga
struktur film menjadi kokoh. Akan tetapi penambahan konsentrasi bakteriosin lebih
besar dari 25% akan menurunkan sifat mekanis dari film tersebut. Pada beberapa
studi tersebut menyatakan bahwa penambahan bakteriosin pada edible film akan
tersebut sehingga akan meningkatkan masa simpan dari produk makanan tersebut.
Permukaan film yang mengandung bakteriosin akan menjadi lebih kasar dengan
BAKTERIOSIN
Bakteriosin merupakan sejenis protein antibiotik atau produk metabolit sekunder
dari bakteri yang memiliki berat molekul relatif besar. Bakteriosin dapat membunuh
atau menghambat bakteri lain khususnya bakteri gram positif dengan berbagai
membrane sel target, atau menghambat aktivitas enzim RNase dan DNase.
Efektifitas bakteriosin dalam menghambat bakteri pathogen sangat tergantung
berbagai tahapan yaitu : presipitasi menggunakan (NH 4)2SO4, gel filtrasi, ion-
memiliki kelemahan yaitu waktu proses yang cukup panjang, tidak ekonomis dan
hasil produk yang rendah. Elegado et al., (1997) melakukan proses pemurnian
pediosin dengan metode yang lebih sederhana yaitu dengan metode adsorpsi-desorpsi
metode ini lebih singkat dan menghasilkan pediosin dengan kemurnian 40,4% dan
aktivitas spesifiknya meningkat 2450 lipat. Pediosin yang dimurnikan memiliki berat
molekul 4,618 Da, tahan terhadap pH yang ekstrim (1-12) dan stabil pada suhu 121 0
langsung dengan komponen yang ada di dalam makanan. Reaksi ini akan
menghasilkan suatu senyawa yang dapat memberikan efek negatif terhadap kesehatan
(reaksi gugus amin dari protein dengan nitrit menghasilkan nitrosamine). Untuk
pada film. Bakteriosin dapat diaplikasikan sebagai pengawet pangan dan masuk
dalam kategori GRAS (Generally Recognized As Safe) (Nguyen and Dykes, 2008).
Nisin merupakan salah satu bakteriosin bakteri Lactococcus lactis. Nisin yang
karena nisin dapat dapat bermigrasi langsung ke pusat makanan dan dapat bereaksi
dengan komponen yang ada dalam makanan. Sehingga efektifitas dari nisin menjadi
berkurang (Nguyen and Dykes, 2008). Untuk menjaga efektifitas dari nisin maka
mengalami penurunan aktivitas selama penyimpanan. Hal ini dapat dibuktikan oleh
studi yang dilakukan oleh Massani et al.,(2014) yang melaporkan bahwa keberadaan
komponen makanan seperti kandungan lemak yang tinggi pada sosis Wieners dapat
studi yang dilakukan adalah inokulasi langsung sel L. curvatus CRL705 penghasil
bakteriosin pada edible film dan dari studi tersebut diperoleh hasil sel L. innocua
yang diinokulasi pada sosis Wieners mampu dihambat sebesar 2,5 log cycle selama
bakteri pathogen dipengaruhi oleh bahan dasar edible film. Bahan dasar edible film
berbasis protein dan polisakarida memiliki perbedaan sifat fisikokimia yang akan
mempengaruhi efektifitas bakteriosin dan viabilitas sel bakteri asam laktat pada
edible film. Aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bahan
edible film adalah bahan tersebut bersifat sinergis terhadap sel bakteri asam laktat
sehingga terjadi interaksi antara bahan edible dan sel bakteri asam laktat dalam
bersama dengan bakteriosin adalah isolate protein whey, isolate protein kedelai,
selulosa, HPMC, sodium kaseinat (Pranoto et al.,2005). Studi yang dilakukan oleh
pada bahan edible film dari polisakarida lebih efektif dalam memproduksi
protein. Perbedaan efektifitas ini diakibatkan karena sel L. plantarum pada bahan
edible film dari protein mengalami penundaan produksi bakteriosin pada awal
efektifitas senyawa tersebut dalam menghambat bakteri pathogen. Hal tersebut telah
2,5% pada film sudah dapat menghambat populasi bakteri pembusuk sebesar 3 log
cycle pada daging sapi. Ercolini et al. (2010) menyatakan bahwa efektifitas senyawa
antimikroba dipengaruhi oleh distribusi yang homogen dari larutan antimikroba pada
permukaan film. Lebih lanjut dikatakan bahwa, kontak antara aktif film dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nguyen dan Dykes (2008) dan Lee et al. (2004) yang
nisin yang ditambahkan (1000 IU/ml) maka semakin besar zona penghambatan
monocytogenes dikemas dengan film yang mengandung nisin dengan konsentrasi 625
(a) (b)
Gambar 1. Pengaruh penambahan nisin pada active packing (a), Kemampuan nisin
pada film terhadap penghambatan L. monocytogenes pada sosis frankfurter (b)
frankfurter yang dikemas dengan film selulose yang mengandung nisin 625 IU/ml
aktivitas antimikroba, maka konsentrasi nisin ditingkatkan menjadi 2500 IU/ml. Hasil
signifikan sebesar 2 log cycle setelah 2 hari penyimpanan dan jumlah populasi ini
tetap konstan pada akhir penyimpanan. Hasil serupa dilaporkan oleh Scannell et al.
polyetilene, dapat menghambat bakteri patogen L. innocua dan S. aureus pada keju
cheddar secara signifikan yaitu sebesar 2 log cycle. Penurunan populasi bakteri
bahwa laju migrasi nisin dari film ke larutan emulsi (o/w) dipengaruhi oleh suhu
penyimpanan, ketebalan film dan konsentrasi nisin. Pada suhu 10 0C laju migrasi
maksimum dari nisin yang dilepas mencapai 222-241 µg/ml. Laju migrasi nisin dari
film ke larutan emulsi dipengaruhi oleh struktur molekul dari nisin yang memiliki
struktur molekul hidrofilik sehingga sangat cocok digunakan pada sistem emulsi o/w.
Semakin cepat laju migrasi nisin ke larutan emulsi maka penurunan populasi M.
flavus akan semakin cepat pula. Penurunan populasi M. flavus pada film yang
signifikan pada hari ke 8, yaitu sebesar 6 log cycle dibandingkan pada sampel control.
Selain nisin, bakteriosin lain yang dapat digunakan adalah pediosin. Pediocin
merupakan bakteriosin yang dihasilkan oleh genus Pediococcus spp yang dapat
menghambat beberapa bakteri patogen dan bakteri gram positif. Penggunaan pediosin
sebagai agensia biopreservasi telah dilakukan oleh Cotter et al. (2005) dalam
Silva et al. (2009) melakukan penambahan pediosin dengan konsentrasi 25% dan
50% pada film selulosa dan digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri L.
innocua (Gambar 2.a) dan Salmonella spp (Gambar 2.b) pada daging ham.
bakteri L. innocua secara signifikan pada daging ham selama jangka waktu
innocua.
(a) (b)
Gambar 2. penambahan pediosin pada film selulosa untuk menghambat pertumbuhan
bakteri L. innocua (a), dan Salmonella spp (b) pada daging ham.
tumbuh pada permukaan makanan. Secara uji in vitro pediosin dapat menghambat
bakteri Salmonella spp secara signifikan. Akan tetapi, setelah ditambahkan ke film
KESIMPULAN
Penggunaan nisin dan pediosin dengan konsentrasi tertentu sangat efektif dalam
konsentrasi dan laju migrasi bakteriosin yang digunakan maka semakin tinggi
pada film akan mempengaruhi sifat mekanis dan morfologi dari film. Penambahan
bakteriosin pada film kemasan sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, D.U., Cordray, J., Lee, E.J., Ismail, H., Min, B.R., Ko, K.Y., Nam, K.C. 2006.
Influence of rosemary-tocopherol/packaging combination on meat quality and
the survival of pathogens in restructured irradiated pork loins. Meat Science.
74 : 380-387
.
Chen, H., Neetoo, H., and Ye Mu. 2008. Control of Listeria monocytogenes on ham
steaks by antimicrobials incorporated into chitosan-coated plastic films. Food
Microbiology. 25: 260-268
Elegado, F.B., Kim, W.J., Kwon, D.Y. 1997. Rapid purification, partial
characterization and antimicrobial spectrum of the bacteriocin, pediocin AcM
from Pediococcus acidilactici M. Int. J. Food Microbiology. 37 : 1-11.
Ercolini, D., Ferrocino, I., La Storia, A., Mauriello, G., Gigli, S., Masi, P., Villani, F.
2010. Development of spoilage microbiota in beef stored in nisin activated
packaging. Food Microbiology, 27 : 137-143
Hady, M.A., Higazy, A., Hashem, M., Elshafei, A., Shaker, N. 2010. Development of
antimicrobial jute packaging using chitosan and chitosan-metal complex.
Carbohydrat Polymers. 79 : 867-874
Imran, M., Klouj, A., Revol-Junelles, Anne-Marie., Desobry, S. 2014. Controlled
released of nisin from HPMC, sodium caseinate, poly lactic acid and chitosan
for active packaging applications. J. Food Engineering. 143 : 178 – 185
Iseppi, R., Pilati, F., Marini, M., Toselli, M., de Niederhaussen, S., Guerrieri, E.,
Messi, P., Sabia, C., Manicardi, G., Anacorsa, I., Bondi, M., 2008. Antilisterial
activity of a polymeric film coated with hybrid coatings doped with enterocin
416K1 for use as bioactive food packaging. Intl. J. Food. Microbiol. 123 : 281 –
287
Lee, C.H., An,D.S., Lee, S.C., Park, H.J., Lee, D.S. 2004a. A coating for use as an
antimicrobial and antioxidative packaging material incorporating nisin and α-
tocopherol. J. of Food Engineering. 62 : 323-329.
Lee, C.H., Park, H.J., Lee, D.S. 2004b. Influence of antimicrobial packaging on
kinetics of spoilage microbial growth in milk and orange juice. J. of Food
Engineering, 65 : 527-531
.
Massani, B, M., Vignolo, M, G., Eisenberg, P., Morando, Pedro, J., 2013. Adsorption
of the bacteriocin produced by Lactobacillus curvatus CRL705 on a multilayter
LLDPE film for food packaging applications. LWT- Food Science and
Technology. 53 : 128 – 138
Massani, B, M., Molina, V., Sanchez, M., Renaud, V., Eisenberg, P., Vignolo, G.
2014. Active polymers containing L. curvatus CRL705 bacteriocins:
Effectiveness assessment in wieners. Int. J. Food. Microbiol. 178 : 7 -12
Olle Resa, C.P., Jagus, Rosa,J., Gerschenson, L, N., 2014. Effect of natamycin, nisin
and glycerol on the physicochemical properties, roughness and hydrophobicity
of tapioca starch edible films. Material Science and Engineering C. 40 : 281 –
287
Pranoto, Y., Rakshit, S.K., Salokhe, V.M., 2005. Enhancing antimicrobial activity of
chitosan films by incorporating garlic oil, potassium sorbate and nisin. LWT.
38 : 859 – 865
Santiago-Silva, P., Soares, N.F.F., Nobrega, J.E., Junior, M.A.W., Barbosa, B.F.,
Carolina, A.C., Evelyn, R.M.A., Wurlitzer, N.J. 2009. Antimicrobial efficiency
of film incorporated with pediocin (ALTA 2351) on preservation of sliced ham.
Food Control, 20 : 85-89
Sanchez-Gonzales, L., Saavedra, Q, Jorge, Ivan., Chiralt, A. 2013. Physical properties
and antilisterial activity of bioactive edible films containing Lactobacillus
plantarum. Food Hydrocolloids. 33 : 92 – 98
Seydim, A.C and Sarikus, G. 2006. Antimicrobial activity of whey protein based
edible films incorporated with oregano, rosemary and garlic essentials oils.
Food Research International, 39 : 639-644
Scannel, G.M.A., Hill, C., Ross, R.P., Marx, S., Hartmeier, W., Elke., Arendt, K.
2000. Development of bioactive food packaging materials using immobilized
bacteriocins Lacticin 3147 and Nisaplin. Int. J. Food Microbiology, 60 : 241-
249.