You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan
fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Demensia bukanlah suatu penyakit yang
spesifik. Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan
gejala yang bisa disebabkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi otak. Seorang
penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan
gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.
Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol
emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti
mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua atau lebih fungsi
otak, seperti ingatan dan keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa disertai
penurunan kesadaran (Turana, 2006).
Menurut laporan Access Economics (2006), pada tahun 2005 penderita demensia di
kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan diperkirakan menjelang tahun 2050
jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Di Indonesia menurut laporan yang
sama diketahui prevalensi demensia pada tahun sebanyak 600.100 orang dan diperkirakan
pada tahun 2020 prevalensi demensia sebanyak 1.016.800 orang. Prevalensi demensia di
Indonesia pada tahun 2005 sebanyak 191.400 orang dan diperkirakan pada tahun 2020, 3
diperkirakan sebanyak 314.100 orang akan mengalami demensia (Access Economics,
2006). Penyakit demensia menyerang usia manula, bertambahnya usia maka makin besar
peluang menderita penyakit demensia. Peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus
demensia mengikuti meningkatnya usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi
dari demensia berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Secara biologis penduduk
lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2007).
Demensia seringkali luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu
1
waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia.
Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari
pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status
mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium (Wati, 2012).
Merawat pasien dengan demensia sangat penting peranan dari perawat. Apakah ia
anggota keluarga atau tenaga yang diupah, ia harus mempunyai pengetahuan yang
memadai tentang demensia dan mau belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif
dalam mengasuh pasien. Perawat perlu berdiskusi dan berkonsultasi dengan dokter yang
merawat pasien sehingga dapat dibuat suatu program pengobatan yang tepat. (Turana,
2006) Pemberian obat anti demensia pada fase demensia dini akan lebih jelas manfaatnya
dibandingkan demensia fase berat. Karenanya semakin cepat didiagnosa adalah semakin
baik hasil terapinya. Kadang-kadang orang takut mengetahui kondisi yang sebenarnya, lalu
menunda mencari pertolongan dokter. Pemeriksaan kondisi mental dan evaluasi kognitif
yang rutin (6 bulan 4 sekali) sangat dianjurkan bagi orang yang berusia sekitar 60 tahun
supaya dapat segera diketahui jika ada kemunduran kognitif yang mengarah pada
demensia, dan dapat segera dilakukan intervensi guna mencegah kondisi yang lebih parah
(Turana, 2006). Kurangnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan perawatan
terhadap penderita demensia dapat dikarenakan kurang pengetahuan yang dimiliki
khususnya tentang demensia. Sehingga pengetahuan tentang demensia sangat penting guna
untuk melakukan perawatan terhadap lansia yang mengalami demensia. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat dan tingkat pengalaman dalam
penanganan lansia yang mengalami demensia sangat dibutuhkan didalam pemberian
asuhan keperawatan terhadap lansia yang mengalami demensia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diangkat adalah
:
1. Apa pengertian dari lansia ?
2. Apa pengertian dari demensia ?
3. Apa saja penyebab timbulnya demensia pada lansia ?
4. Apa saja tanda dan gejala penderita demensia ?
5. Bagaimana proses terjadinya demensia ?
6. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi dari demensia ?
7. Bagaimana penatalaksanaan yang dapat diberikan pada penderita demensia ?
2
8. Bagaimana asuhan keperawatan kepada penderita demensia ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan tingkat pengetahuan perawat maupun pembaca dalam
menghadapi lansia dengan demensia.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengertian dari lansia dan demensia.
2. Mengetahui penyebab timbulnya demensia pada lansia.
3. Mengetahui tanda dan gejala penderita demensia.
4. Mengetahui proses terjadinya demensia.
5. Mengetahui komplikasi yang bisa terjadi pada lansia dengan demensia.
6. Mengetahui penatalaksanaan yang dapat diberikan pada penderita demensia.
7. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai kepada lansia dengan
demensia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun,
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian (Hutapea, 2005).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang
terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai
oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho
Arjatmo dan Hendra Utama,1995).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan
fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social
dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (Mickey Stanley, 2006)
Sindrom demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi kapasitas intelektual dapat
diakibatkan oleh penyakit di otak. Sindrom ini ditandai olah gangguan kognitif, emosional,
dan psikomotor. (Lumbantobing, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel
yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan
hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk
mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung,
dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel
atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010).

4
2.2 Etiologi
Sheila (2008) menyatakan faktor-faktor penyebab demensia dapat dibagi menurut
beberapa penyebab :
a. Infeksi
1) Neurosifilis
2) Tuberkolosis
3) Penyakit virus
b. Gangguan metabolik
1) Hipotiroidisme
2) Keseimbangan elektrolit
c. Defisiensi zat-zat makanan
1) Defisiensi vitamin B12
2) Defisiensi Niamin
3) Defisiensi Korsakoff (tiamin)
d. Lesi desak ruang
1) Hematoma subdural
2) Tumor
3) Abses
e. Infark otak
f. Zat-zat toksik
1) Obat-obatan
2) Alkohol
3) Arsen
g. Gangguan vaskuler
1) Embolus serebral
2) Vaskulitis serebral
h. Lain-lain
1) Penyakit Parkinson
2) Penyakit Wilson
3) Penyakit Huntington
4) Depresi
5) Cedera kepala sebelumnya

5
2.3 Tanda dan Gejala
Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara umum tanda dan gejala demensia
adalah :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada.
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali.
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

2.4 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu
berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi
yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak,
gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas
secara langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami
kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal
sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun
subkortikal. Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif
(daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi,
isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang
terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda.
Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-
Darmojo, 2009).

6
2.5 Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia adalah:
1. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
a) Ulkus diabetikus
b) Infeksi saluran kencing
c) Pneumonia
2. Thromboemboli, infarkmiokardium
3. Kejang.
4. Kontraktur sendi.
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri.
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan peralatan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Asosiasi Alzheimer Indonesia (2003) :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
2. Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3. Pemeriksaan EEG
4. Pemeriksaan cairan otak
5. Pemeriksaan genetika
6. Pemeriksaan neuropsikologis

2.7 Penatalaksanaan Medis


Asosiasi Alzheimer Indonesia (2003) sebagian besar kasus demensia tidak dapat
disembuhkan.
1. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti
Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
2. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine
, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan
kognitif.
3. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan
darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
4. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti
Sertraline dan Citalopram.
7
5. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai
demensia stadium lanjut, sering digunakan obat anti-psikotik (misalnya Haloperidol ,
Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek
samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang
mengalami halusinasi atau paranoid.

2.8 Asuhan Keperawatan


Kasus
Ny. U (± 80 tahun-an) merupakan salah satu lansia di Panti Werdha X. Klien pertama kali
datang ke Panti Werdha diantar oleh tukang becak dan seorang wanita yang
menemukannya di pinggir jalan. Saat ditanya mengenai keluarganya, Ny. U menyatakan
tidak dapat mengingatnya. Yang dapat diingat oleh klien hanyalah tempat tinggalnya ada
di Kota Batu, tetapi untuk lebih detailnya klien tidak bisa mengingatnya. Klien tidak
membawa kartu identitas. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan perawat, klien
adalah seorang penderita demensia. Dari pengamatan selama klien tinggal di Panti, klien
dapat melakukan aktivitas sehari-sehari seperti mandi, berpakaian, dan bermobilisasi. Tapi
untuk makan kadang-kadang klien membutuhkan bantuan perawat. Saat ditanya tentang
kesehatan masa lalunya klien menyatakan sudah lupa, dan secara fisik klien mengalami
kifosis. Sampai saat ini belum ada keluarga yang dapat dihubungi, klien juga mengatakan
bahwa suaminya telah meninggal. Selama pengkajian berlangsung klien tampak bingung,
kadang satu pertanyaan harus ditanyakan berulang-ulang karena sering kali jawaban yang
diberikan klien tidak cocok dengan pertanyaannya. Klien hanya lancer berbahasa Jawa,
sedangkan bahasa Indonesia-nya tidak lancar.
Sebagai perawat, tindakan apa yang harus dilakukan kepada klien tersebut?

a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama : Ny. U
Tempat dan tanggal lahir : Tidak terkaji
Usia : ± 80 Tahun-an
Pendidikan terakhir : Tidak terkaji
Agama : Islam
Suku, Bangsa : Jawa, Indonesia
Status perkawinan : Janda
8
Tinggi badan / Berat badan : 142 cm / 34 kg
Penampilan secara umum : Sehat dan bersih
Ciri-ciri fisik : Berambut pendek beruban, kulit sawo matang
Alamat klien saat ini : Panti Werdha X
Orang yang dapat dihubungi : Tidak ada
2) Genogram
Tidak terkaji (Klien tidak tidak ingat keluarga klien, klien dibawa oleh tukang becak
ke panti dan tidak membawa Kartu Identitas)
3) Riwayat Lingkungan Hidup Klien
Klien menyatakan berasal dari Kota Batu (informasi didapatkan dari petugas panti
werdha) dan sudah lupa mengenai lingkuangan tempat hidupnya dulu.
4) Sistem Pendukung Yang Digunakan Klien
Sistem pendukung yang digunakan klien hanyalah pegawai dan teman-teman panti
werdha yang selalu membantunya dalam kegiatan sehari-hari.
5) Deskripsi Kekhususan atau Kebiasaan Ritual
Sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian di panti setiap hari Jumat bersama dengan
teman-teman panti wedha dibantu oleh petugas panti werdha.

6) ADL (Activity Daily Living)


Pasien masih bisa melakukan tindakan dengan mandiri misalnya: mandi, kontinen,
kekamar kecil, berpakaian dan mobilisasi. Sedangkan makan kadang-kadang klien
harus di bantu orang lain.
7) Status Kesehatan Klien Saat Ini
Klien tidak mampu mengungkapkan status kesehatannya secara verbal, dari segi
fisik mengalami kyphosis dan saat ini klien mengalami kepikunan atau demensia.
8) Status Kesehatan Masa Lalu Klien
Saat ditanyakan, klien menyatakan sudah lupa atau tidak tahu.
9) Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Hasil observasi dan pemeriksaan yang dilakukan pada Ny. U adalah:
a) Keadaan umum : Baik
b) Tingkat kesadaran : Compos Mentis
c) Skala koma Glasgow : 15 (E=6, M=4, V=5)
d) Tanda-tanda vital : T: 37ºc, N: 80 x/m, R: 17x/m, TD: 120/80
mmHg
9
e) TB dan BB : 142 cm dan 34 kg
f) Kulit : warna sawo matang, hiperpigmentasi
g) Kepala : Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan, tidak ada memar dan tidak ada lesi
h) Rambut dan kuku : rambut berminyak dan beruban, kuku bersih
i) Mata : Simetris, ada katarak dan konjungtiva tidak
anemis.
j) Telinga : Simetris, serumen (-), pasien kadang kesulitan
dalam mendengar
k) Hidung : Simetris, tampak bersih, tidak ada pernafasan
cuping hidung
l) Mulut dan gigi : Jumlah gigi 2 buah, ada karies
m) Leher : Tak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar
getah bening, dan tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis, simetris.
n) Sistem Kardiovaskuler : TD= 120/80 mmHg, N= 79 x/m, tidak nyeri
tekan.
o) Sistem Pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada retraksi dinding
dada, R= 18 x/m, bronkovesikular, dan resonan.
p) Sistem Gastrointestinal : Tampak tumpukan lemak yang berlipat-lipat,
tak ada nyeri tekan, lambung= tympani, hati= dulness
q) Anus dan genitalia : Ada sedikit kotoran dan sedikit bau
r) Sistem Perkemihan : Tidak nyeri saat berkemih, frekuensi berkemih
5-7 x/hari
s) Sistem Muskuloskeletal : Bentuk tulang belakang kifosis.
t) Sistem Endokrin : Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid dan
kelenjar getah bening.
u) Sistem Imun : Menurun seiring dengan pertambahan usia.
10) Riwayat Psikososial
Klien tidak dapat menceritakan dengan jelas riwayat psikososialnya. Dari informasi
yang didapatkan oma Utik hanya di bawa oleh seorang wanita yang menemukannya
di jalan dan membawanya ke panti werdha, pada saat itu keadaan oma Utik sudah
mengalami demensia.

10
Keterangan :
Klien terlihat bingung saat dilakukan pengkajian, dan jawaban yang diberikan klien
tidak cocok dengan pertanyaan yang diberikan karena klien sudah pikun
(demensia).
11) Diagnostik Test
Nama : Ny. U
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir :-
Tanggal tes : 11 Oktober 2016
SPMSQ (Short Poertable Mental Status Questionaire)
1. Tanggal berapa hari ini? = Salah ( tgl 20 )
2. Apa hari minggu itu? = Tidak tahu
3. Apa nama tempat ini? = Tidak tahu
4. Apakah nomor telepon anda? = Tidak ada
5. Apa nama alamat jalan anda? = Tidak ingat
6. Berapa umur anda? = Tidak ingat
7. Kapan anda lahir? = Tidak ingat
8. Siapa Sischa (nama perawat) = Tidak tahu
9. Siapa nama gadis ibu anda? = Tidak tahu
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap mengurangi dari setiap nomor baru, semua jalan ke
bawah. = Tidak tahu
Jumlah Kesalahan = 10 Scoring : 0

INDEKS KATZ
1. Bathing : Mandiri
2. Dressing : Mandiri
3. Toileting : Mandiri
4. Transferring : Mandiri
5. Continence : Mandiri
6. Feeding : Tergantung
Indeks Katz = B ( mandiri untuk 5 aktivitas )

11
b. Analisa Data
No Tanggal Data Problem Etiologi
1 11-10-2016 Ds : “siapa Sischa (dalam bahasa Jawa) ?” Perubahan perubahan
Do : Klien tidak mampu mengingat nama proses pikir fisiologis
perawat dengan terus menanyakan nama (degenerasi
perawat tiap kali bertemu, klien mampu neuron
menjawab pertanyaan pada saat ireversibel)
pengkajian dan menjawab secara
berubah-ubah setiap harinya, tidak
mampu menjawab pertanyaan yang
diberikan
Ds : “-”
2 11-10-2016 Do : Klien tidak bisa mendengar, klien Hambatan Perubahan
tidak tahu hari dan tanggal saat ini, susah komunikasi persepsi
mengingat orang, hanya mengetahui verbal
bahasa Jawa dan kurang tahu bahasa
Indonesia

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang didapatkan setelah dilakukan pengkajian adalah:
1. Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel)
2. Hambatan komunikasi verbal b/d perubahan persepsi.

12
d. Intervensi, Implementasi & Evaluasi Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Tujuan/ Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
Kriteria
1 11 Perubahan proses Klien mampu 1) Lakukan 1) Untuk 11-13 Oktober 2016 13 Oktober 2016
Oktober pikir b/d mengingat pendekatan membina Pukul 11.00 WIB Pukul 13.50 WIB
2016 perubahan nama perawat kepada klien hubungan 1) Melakukan S : “siapa yang
fisiologis dengan kriteria secara verbal terapeutik pendekatan pada namanya
(degenerasi tidak dan tindakan antara klien nenek utik. Sischa”.
neuron menanyakan dan perawat
ireversibel) nama perawat 2) Panggil klien 2) Menghargai 2) Memanggil nama O : klien belum
Ds : “siapa Sischa setelah dengan klien sesuai klien pada saat mampu
(dalam bahasa tindakan namanya. dengan berbincang. menyebutkan
Jawa) ?” keperawatan. keadaan yang nama perawat
ada. tanpa
Do : Klien tidak 3) Tatap wajah 3) Menghormati 3) Menatap wajah mengingatkan
mampu klien ketika klien sebagai klien saat nya lagi.
mengingat nama berbicara pasangan berbicara.
perawat dengan bicara. A : masalah
terus menanyakan 4) Tuliskan 4) Mengasah 4) Menuliskan nama belum teratasi.
nama perawat tiap nama perawat daya ingat perawat di kertas
kali bertemu, di sebuah klien tanpa dan

13
klien mampu kertas dan di memaksakan menempelkannya P : Lanjutkan
menjawab tempelkan klien. di meja samping intervensi
pertanyaan pada pada salah tempat tidur klien.
saat satu tempat
pengkajian dan yang mudah
menjawab secara dilihat klien.
berubah-ubah 5) Sebutkan 5) Melatih 5) Menyebutkan

setiap harinya, nama perawat kemampuan nama perawat dan

tidak mampu tiap bertemu klien untuk menanyakan

menjawab dan mengingat kembali ketika

pertanyaan yang menanyakan akan berpisah.

diberikan kembali
ketika akan
berpisah

2 11 Hambatan Klien dapat - 11-13 Oktober 2016 13 Oktober 2016


Oktober komunikasi verbal berkomunikasi Pukul 11.00 WIB Pukul 12.00 WIB
2016 b/d perubahan dengan baik 1) Kaji 1) Untuk melihat 1) Mengkaji S : “__”.
persepsi. setelah kemampuan tingkat kemampuan
pengetahuan,

14
Ds : “-” tindakan klien untuk dan bahasa berkomuniakasi O : klien masih
keperawatan berkomunikasi yang sering klien. belum dapat
Do : Klien tidak digunakan berkomunikasi
bisa mendengar, klien saat dengan baik,
klien tidak tahu berkomunikasi klien tidak dapat
hari dan tanggal 2) Gunakan 2) Memperlancar 2) Menggunakan menjawab
saat ini, susah komunikasi komunikasi komunikasi non pertanyaan-
mengingat orang, non-verbal. agar tidak verbal dengan pertanyaan yang
hanya mengetahui kaku. menuliskan di mudah dijawab.
bahasa Jawa dan buku hal-hal yang
kurang tahu ingin A: Masalah
bahasa Indonesia diperbincangkan belum teratasi.
agar dapat dibaca
klien. P: Lanjutkan
3) Gunakan 3) Membuat 3) Menggunakan intervensi
bahasa tubuh klien lebih bahasa tubuh
untuk mengerti seperti pergerakan
menyampaikan dalam bibir, dan tangan.
sesuatu. berkomunikasi
selain
membaca.

15
4) Gunakan 4) Klien dapat 4) Menggunakan
bahasa memahami bahasa Indonesia
Indonesia yang dengan baik yang baik dan
baik dan baku maksud dari baku
(mudah kata-kata yang
dimengerti) ditanyakan

16
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Menurut Hutapea, 2005, usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan
yang berakhir dengan kematian. Dan menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua
merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan
umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Dengan adanya
perubahan dalam proses berpikir ini, maka asuhan keperawatan sangat dibutuhkan dalam
menangani masalah pada usia lanjut ini.

3.2 Saran
Kurangnya informasi baik kepada klien, perawat, maupun keluarga dengan anggota
keluarga penderita demensia tentang penyakit demensia, perawatan dan tentang cara untuk
pencegahan, maka penulis memberi saran untuk adanya sarana promosi kesehatan yang
berupa pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan demensia dengan materi yang
sederhana yang dapat dicerna oleh klien dengan mudahnya sehingga klien dapat mengerti
tentang demensia mulai dari definisi, penyebab, tanda dan gejala dan cara pencegahannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hutapea, R. 2005. Sehat dan Ceria Diusia Senja. Jakarta : PT Rhineka Cipta.

Tjokronegroho, A. H, Utama . 2003. Kecerdasan pada Usia Lanjut dan demensia . Jakarta :
FKUI.

Nugroho, W. 2009. Keperawatan Gerontik & Geriatric. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Constantinides, P. 2004. General Pathobiology. Appleton & lange.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia Dengan Demensia Pada Pasien
Home Care.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/viewArticle/389 diakses
tanggal 11 Oktober 2016.

Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Konsesus Nasional. Pengenalan dan Penatalaksanaan


Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. Edisi 1. Jakarta : EGC.

Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Nugroho,W. 2004. Keperawatan Gerontik. Edisi2. Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Boedhi, D. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta : FKUI.

Setiati, S. 2003. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : FKUI.

Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba medika.

18

You might also like