You are on page 1of 6

1.

Isolasi tempe

Media MEA dan


PDA

Penuangan pada cawan petri

Pendiaman hingga memadat


pe

Penambahan sampel tempe 1


gram

Pendiaman hingga memadat

Hal pertama yang harus dilakukan dalam mengisolasi ialah menyiapkan alat
yang telah disterilkan, bahan, dan media yang digunakan untuk isolasi tempe bahan
yang digunakan ialah sampel tempe 1gram. Selanjutnya menuangkan media yang
digunakan ke dalam cawan petri yang telah disterilkan, yaitu Malt Extract Agar (MEA)
atau Potato Dextrose Agar (PDA). MEA dan PDA Malt Extract Agar (MEA) atau
Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan media untuk menumbuhkan dan mengisolasi
kapang dan khamir. Setelah menuangkan kedalam cawan petri, diamkan agar hingga
memadat sebagai media mikroorganisme saat inkubasi dapat berkembangbiak sesuai
dengan spesifikasinya. Penuangan harus dalam keadaan aseptis agar tidak tumbuh
mikroba lain. Kemudian menambahkan sampel tempe masing-masing 1 gram.
Terakhir inkubasi 30⁰C selama 48 jam, inkubasi bertujuan untuk menumbuhakan
mikroorganisme yang telah diisolasi di dalam cawan petri.
2. Slide Culture

Media PDA, 1-2


tetes

Peletakan pada objek glass steril

Pendiaman hingga memadat

Penambahan 1 ose
kapang (+ spora)

Penggoresan kapang pada media

Penutupan dengan D-glass steril

Inkubasi pada suhu 370C,


selama 48 jam

Pengamatan

Hal pertama yang dilakukan untuk melakukan slide culture ialah menyiapkan alat yang
telah distrilkan, bahan, dan media yang digunkan untuk slide culture. Bahan yang digunakan
ialah 1 ose kapang(spora). Media yang digunakan ialah Potato Dextrose Agar (PDA). Potato
Dextrose Agar (PDA) merupakan media untuk menumbuhkan dan mengisolasi kapang dan
khamir. Selanjutnya meletakan Potato Dextrose Agar (PDA) pada object glass yang telah
disterilkan. Lalu mendiamkan agar hingga memadat sebagai media mikroorganisme saat
inkubasi dapat berkembangbiak sesuai dengan spesifikasinya. Kemudian menambahkan 1 ose
kapang yang diambil sporanya saja dengan menggoreskan kapang pada media. Setelah
dioleskan, tutup dengan d-glass steril dan inkubasi 37⁰C selama 48 jam. Inkubasi bertujuan
untuk menumbuhakan mikroorganisme yang telah diisolasi. Terakhir, mengamati hasil slide
culture.
3. Stater tempe

Tepung kedelai 5 gram ditambah


tepung beras 15 gram

Penambahan aquades

Panambahan 1 ml
suspensi Rhizopus
Oligosporrus

Inkubasi pada suhu 300C, selama 24-


48 jam

Pada pembuatan starter tempe, langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan
tepung beras dan tempung kedelai sebagai sumber nutrisi dari mikroorganisme.Setelah itu
media dicampur aquades agar media menjadi lembap dan dapat ditumbuhi kapang seperti
Rhizopus oligosporus. Setelah itu ditambahkan dengan Rhizopus oligosporus tujuannya agar
mendapatkan starter dari media tersebut. Langkah terakhir yaitu menginkubasi starter pada
suhu 300C selama 24-48 jam agar Rhizopus oligosporus dapat berkembang dengan baik.
4. Pembuatan tempe

Sampel seberat 300 gram

Perendaman 24 jam

Pencucian Kulit ari

Pengupasan
Pemanasan hingga hampir mendidih

Perebusan selama 15 menit

Pendinginan
Pemanasan hingga hampir mendidih

Penambahan laru
Pemanasan hingga hampir mendidih

laru sendiri 1% laru komersil 1% usar 1%

Pemasukan dalam tiga plastik yang berbeda

Inkubasi selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam

Prinsip dalam pembuatan tempe adalah pembersihan, pencucian, perebusan,


perendaman, pencucian, penambahan inokulum, pengemasan dan fermentasi (Utari 2011).
Langkah pertama dalam membuat tempe yaitu, sampel kacang kedelai disiapkan sebanyak 300
gram.
Perendaman, bertujuan agar terjadi fermentasi asam laktat dan terjadinya kondisi asam
sehingga mendorong pertumbuhan mold tempe, yang akan tercapai jika pH sekitar 3,5–5,2.
Adanya campuran kulit kacang dalam tempe akan menghambat pertumbuhan bakteri asam
laktat selama perendaman dan menurunkan acidification kacang (Herman & Karmini, 1999).
Pertumbuhan bakteri ditandai dengan keluarnya bau asam saat perendaman serta adanya busa
di permukaan air perendaman. Penambahkan cuka ke dalam air rendaman dapat mempercepat
proses keasaman, bahkan bisa menghemat waktu perendaman hingga 10 jam. Keasaman dan
perendaman juga menguntungkan pertumbuhan bakteri untuk sintesa vitamin B2, vitamin B6,
vitamin B12, niacin, biotin, asam folat, dan asam pantotenat (Herman & Karmini 1999).
Pencucian, bertujuan agar kacang tidak menjadi asam dan menghilangkan lendir yang
dihasilkan bakteri asam laktat. Adanya bakteri dan lendir akan menghalangi proses fermentasi
tahap akhir. Setelah pencucian, beberapa produsen merebus kacang untuk kedua kalinya. Hal
ini akan membuat biji kacang semakin lunak. Selain itu juga akan membunuh bakteri yang
hidup dan berkembang biak selama perendaman (Herman & Karmini 1999). Kacang dengan
dua kali perebusan akan lebih bersih, lebih lama daya simpannya, dan rasa tidak asam (Utari
2011).
Pengupasan kulit kacang, bertujuan agar asam laktat bisa masuk lebih mudah ke dalam
biji kacang dan miselium tumbuh selama fermentasi (Herman & Karmini, 1999). Pengupasan
kacang dalam skala kecil bisa dilakukan dengan menggunakan kaki, namun jika kacang
(misalnya kacang kedelai) dalam jumlah besar menggunakan mesin mengupas.
Perebusan, tahap ini bertujuan agar kacang dapat menyerap air sebanyak mungkin,
sehingga membuatnya lebih lunak dan memudahkan proses fermentasi (acidification) di tahap
awal. Perebusan yang ideal dalam pembuatan tempe dilakukan sebanyak 2 kali dengan tujuan
akhir memaksimalkan jumlah isoflavon tempe. Jika tanpa perebusan di tahap awal, maka
dibutuhkan waktu perendaman yang lebih lama, dan akan muncul bau asam (Herman &
Karmini, 1999). Proses perebusan yang kedua sebenarnya diperlukan untuk memastikan agar
kacang dalam keadaan benar-benar matang dan untuk membunuh bakteri yang bersifat
kontaminan. Pemanasan juga dapat menurunkan sifat alergenisitas pada kacang-kacangan.
Menurut (Wilson et al. 2005) sifat alergenisitas suatu bahan pangan dapat dipengaruhi oleh
proses pemanasan, fermentasi, hidrolisis enzimatik, konjugasi dengan karbohidrat, rekayasa
genetika dan proses ekstrusi. Proses pemanasan dari protein allergen kacang tanah pada suhu
ekstrim dapat menurunkan kapasitas pengikatan IgE (Vissers et al. 2014). Pemanasan
menyebabkan penurunan reaktivitas alergenisitas semakin tinggi (Sitorus 2014).
Pendinginan, bertujuan untuk mendinginkan sebelum kacang diberi ragi serta
menciptakan suhu yang sesuai ketika ditumbuhkan oleh mikroba Rhizopus s. Sambil menunggu
kacang dingin, kacang juga dibersihkan dari kotoran yang mungkin masih ada. Kotoran yang
biasanya terdapat dalam kacang adalah kerikil, ranting, dan kontaminan fisik lain.
Peragian, kacang harus benar-benar bersih, kering dan dingin sebelum disebarkan ragi
dipermukaan kacang. Dalam penelitian ini menggunakan 3 jenis laru yaitu laru sendiri 1%, laru
komersil 1% dan usar 1%. Perbedaan 3 jenis laru ini untuk mengetahui jenis laru manakah
yang menghasilkan tempe paling baik.
Pengemasan. Setelah peragian, maka kacang segera dikemas. Pengemasan bisa
menggunakan daun pisang atau plastik (telah diberi lubang kecil untuk mendapatkan oksigen
bagi pertumbuhan kapang). Menurut (Herman & Karmin,i 1999), pertumbuhan kapang dari
kacang yang dibungkus daun umumnya lebih cepat dibandingkan yang dibungkus plastik.
sampel dibagi ke dalam 3 plastik dan ditambahkan dengan Rhizopus sp sebanyak 20 ml tiap
plastik.
Fermentasi. Setelah pengemasan selesai, kacang yang sudah dibungkus, diperam pada
tempat yang dianggap lembab. Suhu tidak boleh terlalu dingin karena akan menghalangi
pertumbuhan kapang. Suhu yang ideal berkisar 20°C hingga 37°C (di dalam penelitian ini
dilakukan pada suhu 30°C atau suhu ruang). Jumlah ragi, suhu dan kelembaban adalah faktor
penting untuk proses fermentasi (Herman & Karmini 1999). Lama fermentasi yang dilakukan
adalah 24 jam, 48 jam, dan 72 jam untuk mengetahui perkembangan dari kapang pada kedelai
yang nantinya akan membentuk tempe.

Herman & Karmini, M., 1999. The Development of Tempe Technology. In J. Agranoff, ed.
The Complete Handbook of Tempe. Singapura: The American Soybean Association, pp.
80–92.
Sitorus, S.R., 2014. Perubahan alergenisitas protein kacang kedelai (Glycine max) dan
kacang bogor (Vigna subterranea) akibat pengolahan dengan panas. Institut Pertanian
Bogor.
Utari, D.M., 2011. Efek intervensi tempe terhadap profil lipid, superoksida dismutase, LDL
teroksidasi dan malondialdehyde pada wanita menopause. Institut Pertanian Bogor.
Vissers, Y. et al., 2014. Effect of heating and glycation on the allergenicity of 2S albumins
(Ara h 2/6) from peanut. PLoS One, 6(8), p.e23998.
Wilson, S., Blaschek, K. & de Meja, E., 2005. Allergenic protein in soybean: processing and
reduction of P34 allergenicity. Nutr Rev, 63(2), pp.47–58.

You might also like