You are on page 1of 5

Nyoman Anandiya ramaditya

1782311004

Immunohistochemical diagnosis of canine parvovirus-2 (cpv-2) in domestic


dogs

PENDAHULUAN

Canine Parvovirus adalah salah penyakit yang sering menyebabkan kematian pada anak
anjing. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan memiliki kesamaan yang erat dengan Feline
panleucopenia virus (FPV) pada kucing. Gastroenteritis pada anjing akibat infeksi parvovirus
tipe 2 (PVC-2) mulai ditelii sejak tahun 1978, parvovirus pada anjing diduga merupakan
perkembangan atau mutasi virus panleucopenia pada kucing. Teknin imunohistokimia sangat
penting untuk dilakukan dalam mendiagnosis penyakit dengan mengetahui perubahan secara
histopatologis dengan cara mendeteksi antigen yang terdapat di jaringan tubuh dengan
menggunakan antibodi yang berlabel khusus. Teknik imunohistokimia juga dapat digunakan
untuk mendiagnosa penyakit akibat autoimun dan neoplasia. Adanya interaksi antigen-antibodi
pada teknik imunohistokimia pada jaringan tertentu dapat diamati dengan sebuah reaksi warna
histokimia yang selanjutnya akan diamati di bawah mikroskop cahaya.

MATERI DAN METODE

Materi
Pada peneltian ini sampel yang digunakan adalah 30 anjing yang berumur dibawah satu
tahun yang mati akibat infeksi parvovirus pada tahun 2002 sampai 2004. Setelah dilakukan
nekropsi, bagian usus halus anjing-anjing tersebut difiksasi di neutral buffer formalin 10%
selama 24 jam untuk selanjutnya dilakukan proses blok jaringan menggunakan parafin.
Selanjutnya jaringan dipotong setebal 5 μm dan diwarnai mengunakan pewarnaan hematoxylin-
eosine.
Untuk mengidentifikasi antigen virus dengan menggunakan teknik imunohistokimia,
mengacu dengan menggunakan metode streptoavidin biotin peroksidase. Antibodi primer yang
digunakan adalah antibodi monoklonal dari canine antiparvovirus dengan pengenceran 1/300 itu,
sedangkan antibodi sekunder yang dgunakan adalah antibodi anti-mouse yang diberi label biotin
dengan penggunaan sebesar 50μL ke masing-masing jaringan yang diuji. Kontrol positif yang
digunakan adalah usus halus yang telah diuji dengan teknik imunohistokimia sebelumnya. Ada
dua kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini, yang pertama adalah jaringan positif
parvovirus, tetapi antibodi primer yang digunakan diganti dengan PBS, dan yang kedua adalah
usus halus dari anjing yang tidak terinfeksi parvovirus.

Metode
Konsep dasar dari IHK adalah menunjukkan adanya antigen di dalam jaringan oleh
antibodi yang spesifik. Ketika ikatan antigen dan antibodi terjadi, ikatan ini akan diperlihatkan
dengan sebuah reaksi warna histokimia (Ramos-Vara 2005). Berikut merupakan langkah-
langkah pembuatan preparat IHK :
1. Sampel usus halus yang telah diparafin selanjutnya dipotong setebal 5 μm. Sebelum
proses pemotongan ditambahkan larutan perekat Poli-L-Lysina 1% untuk menghindari
terlepasnya jaringan selama proses pemotongan.
2. Selanjutnya dilakukan re-hidrasi jaringan dengan etil alkohol pada konsentrasi yang
berbeda yaitu 100%, 96%, 80% dan 50%. Setelah itu dicuci dua kali selama 5 menit dan
dicuci dalam aquades sebanyak tiga kali selama 5 menit pada suhu kamar.
3. Proses dilanjutkan dengan blocking endogenouse peroxidase menggunakan H2O2 3%
selama 30 menit, kemudian dicuci dengan PBST sebanyak tiga kali masing-masing
selama lima menit.
4. Jaringan yang sudah direhidrasi dipanaskan dengan larutan biodin menggunakan
microwave selama empat menit, kemudian dicuci dengan phospate buffered saline tween
20 (PBST) sebanyak tiga kali masing-masing selama lima menit untuk tujuan antigen
retrieval.
5. Blocking ikatan nonspesifik dilakukan dengan menetesi jaringan menggunakan non-
immune goat serum
6. Selanjutnya jaringan ditetesi dua tetes antibodi primer yaitu antibodi monoklonal dari
canine antiparvovirus yang terlebih dahulu diencerkan dengan perbandingan 1/300 μL,
dan diinkubasikan selama 12 jam pada suhu kamar.. Setelah inkubasi, jaringan dicuci tiga
kali dengan PBS masing-masing 5 menit.
7. Setelah itu jaringan ditetesi antibodi sekunder (antibodi antimouse dari caprine
yang telah dilabeli dengan biotin) sebanyak dua tetes. Selanjutnya diinkubasi selama 90
menit pada suhu kamar. Untuk menghilangkan kelebihan antibodi sekunder, jaringan
dicuci dengan PBS selama 5 menit.
8. Untuk kontras dalam pewarnaan, selanjuntnya dilakukan dengan menggunakan metode
kromagen
9. Taap terakhir slide ditutup dengan coverglass dan dilakukan mounting dengan
mengunakan resin sintetis. Reaksi positif dapat diamati dengan terlihatnya butiran
berwarna coklat pada bagian intraselular. Pengamatan dilakukan dari sepuluh lapangan
acak dengan pembesaran 400X.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Dari 30 sampel yang digunakan dalam penelitian ini dan diperiksan dengan
menggunakan teknik imunohistokimia untuk kasus CPV-2, sebanyak 23 sampel menunjukan
hasil yang positif (76,67%). Berdasarkan pengamatan secara histopatologis dari 23 sampel yang
positif CPV lesi yang banyak ditemuka di usus mukosa adalah: nekrosis kripta liberkeun,
peradangan yang bersifat non supuratif, atrofi pada villi. Pada bagian submukosa sebesar 82,61%
(19 kasus) ditemukan lesi edema. Pada tunika serosa lesi edema ditemukan sebesar 56,52% (13
kasus). Dari 23 kasus positif terhadap sel-sel yang mengalami nekrosis sebesar 91,30% (21
kasus), dan infiltrasi sel-sel mononuklear 86,96% (20 kasus). Berdasarkan pemeriksaan secara
imunohistokimia dengan menggunakan metode streptoavidin biotin peroksidase dengan
menggunakan antibodi monoklonal canine antiparvovirus didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 1. Terjadinya reaksi positif pada
bagian kripta liberkun pada usus halus anjing
yang terinfeksi CPV
Gambar 2. Hasil reaksi postif pada usus halus
anjing yang terinfeksi CPV, reaksi positif
ditemukan pada kripta liberkun yang telah
mengalami regenerasi

Gambar 3. Reaksi positif pada kripta liberkun


usus halus yang mengalami nekrosis pada
anjing yang terinfeksi CPV

Gambar 4. Reaksi positif pada lamina propia


usus halus anjing yang terinfeksi CPV, pada
lamina propia juga ditemukan iniltrasi sel
mononuklear.

Pembahasan
Canine parvovirus menginfeksi bagian kripta liberkun pada usus halus dan menyebabkan
rusaknya atau nekrosis epitel dan villi. Lesi histopatologis yang ditemukan antara lain adalah
iniltrasi sel-sel radang mononuklear dan atrofi pada villi, serta atropi jaringan-jaringan limoid
pada bagian submukosa usus halus. Dengan Pewarnaan imunohistokimia, memungkinkan
peneliti untuk mengetahui bagian-bagian pada usus halus sebagai predileksi utama dari CPV
secara histopatologis. Penggunaan teknik imunohistokimia pada penyakit Canine parvovirus
dengan teknik imunohistokimia dapat membantu diagnosa dan langkah yang baik dalam
pengendalian dan pemberantasan penyakit CPV.
DAFTAR PUSTAKA

Cooper BJ, Carmichael LE, Appel MJG, Greisen H. 1979. Canine viral enteritis II. morphologic
lesions in naturally occurring parvovirus infection. Cornell Vet. 69: 134-144.
Haines DM, Chelack SJ. 1991. Technical considerations for developing enzyme
immunohistochemical staining procedures on formalin fixed paraffin embedded tissues
for diagnostic pathology. J Vet Diagn Invest. 13: 101-112.
Ramos-Vara JA. 2005. Technical aspects of immunohistochemistry. Vet. Pathol. 42(2): 405-426.

Romero RA, Godoy FS, Aranda EC, Watty AD. 2007. Immunohistochemical diagnosis of canine
parvovirus-2 (cpv-2) in domestic dogs. Vet. Méx. 38(1): 41-53

You might also like