Professional Documents
Culture Documents
Case Report Session Ulkus Kornea
Case Report Session Ulkus Kornea
Ulkus Kornea
Oleh:
Erix Firmando
Hafiz Shatari 1740312221
Hwaida Sabrina
Preseptor:
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ulkus
Kornea”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW
beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Julita, Sp.M selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2
BAB IV DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai adanya infiltrat supuratif,
defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma. Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993 tercatat 5,3 per 100.000 penduduk,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain infeksi, trauma, pemakaian lensa
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah
bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan
merupakan salah satu penyebab kebutaan. Pembentukan parut akibat ulserasi kornea
merupakan salah satu penyebab kebutaan di seluruh dunia.3 Hasil survei di Jawa Barat tahun
2005 menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6% dengan kornea merupakan penyebab
kebutaan ketiga (5,5%).4 Gangguan penglihatan dan kebutaan tersebut dapat dicegah, namun
hanya bila diagnosis dan etiologi ditetapkan sejak dini dan diobati secara tepat dan memadai.
Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi kornea, definisi, epidemiologi,
etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi, manifestasi klinis,
ulkus kornea.
5
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam
tangan kecil. Kornea ini disisipkan kedalam sklera melalui limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm
di tengah, ±0,65 di tepi dan diameter horizontal sekitar 11,5 mm dan vertikal 10, 6 mm.
Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan
epitel konjungtiva bulbar), membran Bowman, stroma, membran Descemet dan lapisan
endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Ketika kornea mengalami udem,
maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo.5,6
7
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:2,7
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen
ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-
kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
8
4. Membran Descemet
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, satu lapis, heksagonal, tebal 20-40 m. Endotel melekat
Befungsi sebagai jalur penyerapan nutrisi kornea dan pembuangan sisa metabolisme
Secara klinis kornea dibagi dalam beberapa zona seperti pada gambar berikut:
9
Kornea berfungsi sebagai pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju
retina. Sifat tembus cahaya pada kornea disebabkan oleh struktur yang uniform, avaskular
dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif kornea ini dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel memegang
peran lebih penting dalam mekanisme dehidrasi sehingga cedera fisik atau kimiawi pada
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh darah limbus, aquous humour, dan air mata.
Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer. Transparansi kornea
Ulkus kornea adalah keadaan patologik hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea.1 Ulkus kornea ditandai dengan infiltrat supuratif yang disertai
defek kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi pada epitel
sampai stroma yang memiliki batas, dinding dan dasar. Ulkus kornea merupakan salah satu
Penyakit kornea seperti kekeruhan kornea dan pembentukan parut merupakan penyebab
kebutaan keempat di seluruh dunia pada tahun 2002.3 Berdasarkan data National Programme
for Control of Blindness (NPCB) di India, insiden kebutaan kornea sebesar 120.000
penduduk dengan estimasi kenaikan 25.000-30.000 kasus per tahun.9 Hasil survei di Jawa
Barat tahun 2005 menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6% dengan kornea merupakan
penyebab kebutaan ketiga (5,5%) setelah lensa (80,6%) dan retina (5,5%).4 Insiden ulkus
kornea di Indonesia tahun 1993 tercatat 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang idiopatik.1
10
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok usia dengan prevalensi tinggi
merupakan kelompok usia dibawah 30 tahun (risiko pemakaian lensa kontak dan trauma
okular) dan diatas 50 tahun (risiko menjalani operasi mata). Studi di Inggris menunjukkan
risiko ulkus kornea meningkat pada pria dengan riwayat pemakaian lensa kontak.10
A. Morfologi
dan perforasi
B. Etiologi
spirochaetal
b. Non-infeksi, termasuk alergi, tropik, terkait penyakit kulit dan membran mukosa,
A. Infeksi
Pembentukan ulkus kornea dipengaruhi oleh dua hal, yaitu adanya kerusakan epitel
kornea (abrasi, kering, nekrosis dan deskuamasi) dan infeksi bakteri patogen pada area
kornea yang mengalami kerusakan. Faktor predisposisi ulkus kornea bakterialis berupa
pemakaian lensa kontak, trauma, obat mata yang terkontaminasi, dan lainnya. Studi
11
epidemiologi di Amerika Serikat menunjukan 19-42% kasus keratitis bakterial disebabkan
riwayat pemakaian lensa kontak. Bakteri yang sering menimbulkan ulkus kornea seperti
antibiotik untuk eliminasi bakteri patogen. Virus yang sering menimbulkan ulkus kornea
merupakan protozoa yang hidup bebas dan terdapat dalam air tercemar yang mengandung
bakteri dan materi organik. Infeksi Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan penggunaan
lensa kontak lunak yang dipakai semalaman. Selain itu, infeksi Acanthamoeba juga dapat
ditemukan pada individu yang bukan pemakai lensa kontak setelah terpapar air atau tanah
yang tercemar.
Ulkus kornea fungal secara epidemiologi lebih jarang daripada ulkus kornea
Serikat. Aspergillus, Fusarium dan Candida merupakan jamur yang sering menyebabkan
ulkus kornea. Infeksi pada ulkus kornea dapat disebabkan oleh trauma material vegetatif
(daun, ranting dan jerami), sekunder akibat kondisi imunodefisiensi dan penggunaan
antibiotik dan steroid yang berlebihan. Faktor risiko lainnya berupa pemakaian lensa kontak,
B. Non-infeksi6,7
a. Autoimun
12
Kornea bagian perifer mendapat nutrisi dari kapiler limbus. Pada jalinan kapiler
limbus terdapat endapan kompleks imun yang dapat menimbulkan penyakit imunologik
b. Keratokunjungtivitis fliktenular
S. aureus atau bakteri lain yang berproliferasi di tepi palpebra pada blefaritis.
c. Defisiensi vitamin A
Ulserasi terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorpsi
d. Keratitis neurotropik
Disfungsi nervus trigeminus karena trauma, tindakan bedah, tumor atau peradangan
dapat menimbulkan anestesi kornea disertai hilangnya refleks kedip (salah satu mekanisme
pertahanan kornea) serta hilangnya faktor-faktor tropik yang penting untuk fungsi epitel.
Pada tahap awal keratitis neurotropik, terdapat edema epitel bebercak difus. Kemudian
terdapat daerah-daerah tanpa epitel (ulkus neurotropik) yang dapat meluas mencakup
e. Pajanan (exposure)
Keratitis pajanan dapat timbul pada keadaan kornea yang tidak cukup dibasahi dan
dilindungi oleh palpebra. Kornea yang terbuka mudah mengering selama waktu tidur.
Keadaan ini dapat terjadi pada eksoftalmus, ektropion, hilangnya sebagian palpebra akibat
trauma dan pada kedaan dimana palpebra tidak dapat menutup dengan baik. Faktor penyebab
terjadinya keratitis ini adalah karena kekeeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor.
13
1. Infiltrasi Progresif
Stadium ini ditandai dengan infiltrasi polimorfonuklear dan/atau limfosit ke epitel dari
sirkulasi perifer. Nekrosis jaringan dapat terjadi tergantung virulensi agen dan daya
2. Ulserasi Aktif
Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrosis dan pelepasan epitel, membran Bowman
dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamela dengan mengimbibisi
cairan dan sel leukosit yang terdapat diantara membran Bowman dan stroma. Zona
infiltrasi tersebut memberikan jarak antara tepi ulkus dengan jaringan sekitar. Pada
stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan.
menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi akan menuju COA melalui
3. Regresi
Regresi dipicu oleh produksi antibodi dan imunitas seluler serta respon terapi yang
baik. Di sekeliling ulkus terdapat garis demarkasi yang terdiri dari leukosit dan fagosit
yang menghambat perkembangan organisme dan debris sel nekrotik. Proses tersebut
seluler. Ulkus mulai membaik dan epitel mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.
4. Sikatrik
Proses penyembuhan pada stadium ini mulai berlanjut dengan membentuk epitelisasi
lapisan terluar secara permanen. Jaringan fibrous juga membentuk fibroblas pada
kornea dan sel endotel membentuk pembuluh darah baru. Stroma akan menebal dan
mengisi lapisan bawah epitel dan mendorong epitel ke anterior. Bila ulkus hanya
mengenai epitel saja, maka ulkus tersebut akan sembuh tanpa ada kekaburan pada
14
kornea. Apabila ulkus mencapai membran Bowman dan sebagian lamela stroma,
maka jaringan parut akan terbentuk yang disebut dengan nebula. Jika ulkus mengenai
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2014. 159-167.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu Penyakit
Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Penerbit Sagung
Seto. Jakarta. 2002.
3. WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment. 2017. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/en/. Diakses tanggal 10 Desember 2017.
4. Sirlan F, Agustian D, Rifada M. Survei kebutaan dan morbiditas mata di Jawa Barat.
2015. Bandung. Dari: http://www.dokumen.tips/documents/survei-kebutaan-dan-
morbiditas-mata. Diakses tanggal 18 Desember 2017.
5. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course Section 2:
Fundamentals and Principles of Ophthalmology. 2014-2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course Section 8:
External Disease and Cornea. 2014-2015.
7. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. 4th ed. The Disease of Cornea. New Age
International Limited Publisher. New Delhi. 2007.
8. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan and
Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2011: 126-138.
16