You are on page 1of 16

Case Report Session

Ulkus Kornea

Oleh:

Erix Firmando
Hafiz Shatari 1740312221
Hwaida Sabrina

Preseptor:

dr. Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ulkus
Kornea”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW
beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Julita, Sp.M selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea 3
2.2 Definisi 6
2.3 Epidemiologi 6
2.4 Klasifikasi 7
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko 8
2.6 Patogenesis dan Patofisiologi 10
2.7 Manifestasi Klinis
2.8 Diagnosis
2.9 Diagnosis Diferensial
2.10 Tatalaksana
2.11 Komplikasi
2.12 Prognosis
BAB III LAPORAN KASUS

BAB IV DISKUSI

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Mata


Gambar 2.2 Corneal Cross Section
Gambar 2.3 Zona-zona Kornea
Gambar 2.4 Stadium Patogensis Ulkus Kornea

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai adanya infiltrat supuratif,

defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai

stroma. Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993 tercatat 5,3 per 100.000 penduduk,

sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain infeksi, trauma, pemakaian lensa

kontak dan kadang idiopatik.1,2

Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah

perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis,

bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan

merupakan salah satu penyebab kebutaan. Pembentukan parut akibat ulserasi kornea

merupakan salah satu penyebab kebutaan di seluruh dunia.3 Hasil survei di Jawa Barat tahun

2005 menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6% dengan kornea merupakan penyebab

kebutaan ketiga (5,5%).4 Gangguan penglihatan dan kebutaan tersebut dapat dicegah, namun

hanya bila diagnosis dan etiologi ditetapkan sejak dini dan diobati secara tepat dan memadai.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi kornea, definisi, epidemiologi,

etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi, manifestasi klinis,

diagnosis, diagnosis diferensial, tatalaksana, komplikasi dan prognosis ulkus kornea.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai

ulkus kornea.

1.4 Metode Penulisan

5
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan

pengetahuan tentang ulkus kornea.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam

tangan kecil. Kornea ini disisipkan kedalam sklera melalui limbus, lengkung melingkar pada

persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm

di tengah, ±0,65 di tepi dan diameter horizontal sekitar 11,5 mm dan vertikal 10, 6 mm.

Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan

epitel konjungtiva bulbar), membran Bowman, stroma, membran Descemet dan lapisan

endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa

cembung dengan kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Ketika kornea mengalami udem,

maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang menguraikan sinar sehingga penderita akan

melihat halo.5,6

Gambar 2.1 Anatomi Mata

7
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:2,7

1. Lapisan epitel

 Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi

lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat

dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan

barrier.

 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

 Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2. Membran Bowman

 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Jaringan Stroma

 Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang

lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen

ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-

kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas

terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat

kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma

8
4. Membran Descemet

 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

 Sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 µm.

5. Endotel

 Berasal dari mesotelium, satu lapis, heksagonal, tebal 20-40 m. Endotel melekat

pada membran descemet melalui hemidosom dan zonula okluden.

 Befungsi sebagai jalur penyerapan nutrisi kornea dan pembuangan sisa metabolisme

serta mengatur hidrasi dan mempertahankan transparansi kornea.

Gambar 2.2 Corneal Cross Section

Secara klinis kornea dibagi dalam beberapa zona seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Zona-zona Kornea

9
Kornea berfungsi sebagai pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju

retina. Sifat tembus cahaya pada kornea disebabkan oleh struktur yang uniform, avaskular

dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif kornea ini dipertahankan oleh

pompa bikarbonat aktif pada endotel dan fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel memegang

peran lebih penting dalam mekanisme dehidrasi sehingga cedera fisik atau kimiawi pada

endotel lebih berat.

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh darah limbus, aquous humour, dan air mata.

Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer. Transparansi kornea

dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularits dan deturgensinya.8

2.2 Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah keadaan patologik hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea.1 Ulkus kornea ditandai dengan infiltrat supuratif yang disertai

defek kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi pada epitel

sampai stroma yang memiliki batas, dinding dan dasar. Ulkus kornea merupakan salah satu

keadaan yang berpotensi menyebabkan kebutaan sehingga membutuhkan penatalaksanaan

yang cepat dan tepat.2

2.3 Epidemiologi Ulkus Kornea

Penyakit kornea seperti kekeruhan kornea dan pembentukan parut merupakan penyebab

kebutaan keempat di seluruh dunia pada tahun 2002.3 Berdasarkan data National Programme

for Control of Blindness (NPCB) di India, insiden kebutaan kornea sebesar 120.000

penduduk dengan estimasi kenaikan 25.000-30.000 kasus per tahun.9 Hasil survei di Jawa

Barat tahun 2005 menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6% dengan kornea merupakan

penyebab kebutaan ketiga (5,5%) setelah lensa (80,6%) dan retina (5,5%).4 Insiden ulkus

kornea di Indonesia tahun 1993 tercatat 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan predisposisi

terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang idiopatik.1

10
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok usia dengan prevalensi tinggi

merupakan kelompok usia dibawah 30 tahun (risiko pemakaian lensa kontak dan trauma

okular) dan diatas 50 tahun (risiko menjalani operasi mata). Studi di Inggris menunjukkan

risiko ulkus kornea meningkat pada pria dengan riwayat pemakaian lensa kontak.10

2.4 Klasifikasi Ulkus Kornea7

Ulkus kornea dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Morfologi

a. Lokasi, yaitu ulkus kornea sentral dan perifer

b. Purulensi, yaitu ulkus kornea purulen dan non-purulen

c. Hipopion, yaitu ulkus kornea sederhana dan hipopion

d. Kedalaman ulkus, yaitu ulkus kornea superfisial, profunda, impending perforation

dan perforasi

e. Pembentukan slough, yaitu ulkus kornea non-sloughing dan sloughing

B. Etiologi

a. Infeksi, yaitu disebabkan bakterial, viral, fungal, chlamydial, potozoal dan

spirochaetal

b. Non-infeksi, termasuk alergi, tropik, terkait penyakit kulit dan membran mukosa,

terkait kelainan sistemik kolagen vaskular, traumatik dan idiopatik.

2.5 Etiologi dan Faktor Risiko Ulkus Kornea

A. Infeksi

a. Ulkus Kornea Bakterialis5,6,7

Pembentukan ulkus kornea dipengaruhi oleh dua hal, yaitu adanya kerusakan epitel

kornea (abrasi, kering, nekrosis dan deskuamasi) dan infeksi bakteri patogen pada area

kornea yang mengalami kerusakan. Faktor predisposisi ulkus kornea bakterialis berupa

pemakaian lensa kontak, trauma, obat mata yang terkontaminasi, dan lainnya. Studi

11
epidemiologi di Amerika Serikat menunjukan 19-42% kasus keratitis bakterial disebabkan

riwayat pemakaian lensa kontak. Bakteri yang sering menimbulkan ulkus kornea seperti

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae,

Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae, Neisseria spp dan Corynebacterium spp.

b. Ulkus Kornea Viral7

Insiden ulkus kornea viral meningkat dipengaruhi oleh meluasnya penggunaan

antibiotik untuk eliminasi bakteri patogen. Virus yang sering menimbulkan ulkus kornea

yaitu Herpes Simplex Virus, Varicella Zoster Virus dan Adenovirus.

c. Ulkus Kornea Protozoal6,7

Acanthamoeba, salah satu protozoa yang sering menyebabkan ulkus kornea,

merupakan protozoa yang hidup bebas dan terdapat dalam air tercemar yang mengandung

bakteri dan materi organik. Infeksi Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan penggunaan

lensa kontak lunak yang dipakai semalaman. Selain itu, infeksi Acanthamoeba juga dapat

ditemukan pada individu yang bukan pemakai lensa kontak setelah terpapar air atau tanah

yang tercemar.

d. Ulkus Kornea Fungal5,6,7

Ulkus kornea fungal secara epidemiologi lebih jarang daripada ulkus kornea

bakterial, sekitar 5-10% dari kasus infeksi kornea di Amerika

Serikat. Aspergillus, Fusarium dan Candida merupakan jamur yang sering menyebabkan

ulkus kornea. Infeksi pada ulkus kornea dapat disebabkan oleh trauma material vegetatif

(daun, ranting dan jerami), sekunder akibat kondisi imunodefisiensi dan penggunaan

antibiotik dan steroid yang berlebihan. Faktor risiko lainnya berupa pemakaian lensa kontak,

operasi kornea dan keratitis kronik.

B. Non-infeksi6,7

a. Autoimun

12
Kornea bagian perifer mendapat nutrisi dari kapiler limbus. Pada jalinan kapiler

limbus terdapat endapan kompleks imun yang dapat menimbulkan penyakit imunologik

sehingga kornea perifer sering terlibat penyakit autoimun.

b. Keratokunjungtivitis fliktenular

Keratokonjungtivitis fliktenular merupakan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap

S. aureus atau bakteri lain yang berproliferasi di tepi palpebra pada blefaritis.

c. Defisiensi vitamin A

Ulserasi terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorpsi

di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh.

d. Keratitis neurotropik

Disfungsi nervus trigeminus karena trauma, tindakan bedah, tumor atau peradangan

dapat menimbulkan anestesi kornea disertai hilangnya refleks kedip (salah satu mekanisme

pertahanan kornea) serta hilangnya faktor-faktor tropik yang penting untuk fungsi epitel.

Pada tahap awal keratitis neurotropik, terdapat edema epitel bebercak difus. Kemudian

terdapat daerah-daerah tanpa epitel (ulkus neurotropik) yang dapat meluas mencakup

sebagian besar kornea.

e. Pajanan (exposure)

Keratitis pajanan dapat timbul pada keadaan kornea yang tidak cukup dibasahi dan

dilindungi oleh palpebra. Kornea yang terbuka mudah mengering selama waktu tidur.

Keadaan ini dapat terjadi pada eksoftalmus, ektropion, hilangnya sebagian palpebra akibat

trauma dan pada kedaan dimana palpebra tidak dapat menutup dengan baik. Faktor penyebab

terjadinya keratitis ini adalah karena kekeeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor.

Ulkus yang timbul umumnya terjadi setelah trauma minor.

2.6 Patogenesis dan Patofisiologi Ulkus Kornea7

Ulkus kornea terlokalisir secara patogenesis terbagi menjadi 4 stadium, yaitu:

13
1. Infiltrasi Progresif

Stadium ini ditandai dengan infiltrasi polimorfonuklear dan/atau limfosit ke epitel dari

sirkulasi perifer. Nekrosis jaringan dapat terjadi tergantung virulensi agen dan daya

tahan tubuh seseorang.

2. Ulserasi Aktif

Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrosis dan pelepasan epitel, membran Bowman

dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamela dengan mengimbibisi

cairan dan sel leukosit yang terdapat diantara membran Bowman dan stroma. Zona

infiltrasi tersebut memberikan jarak antara tepi ulkus dengan jaringan sekitar. Pada

stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan.

Lalu timbul hiperemia pada pembuluh darah jaringan circumcorneal yang

menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi akan menuju COA melalui

pembuluh darah iris dan korpus siliar dan menimbulkan hipopion.

3. Regresi

Regresi dipicu oleh produksi antibodi dan imunitas seluler serta respon terapi yang

baik. Di sekeliling ulkus terdapat garis demarkasi yang terdiri dari leukosit dan fagosit

yang menghambat perkembangan organisme dan debris sel nekrotik. Proses tersebut

didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan imunitas humoral dan

seluler. Ulkus mulai membaik dan epitel mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.

4. Sikatrik

Proses penyembuhan pada stadium ini mulai berlanjut dengan membentuk epitelisasi

lapisan terluar secara permanen. Jaringan fibrous juga membentuk fibroblas pada

kornea dan sel endotel membentuk pembuluh darah baru. Stroma akan menebal dan

mengisi lapisan bawah epitel dan mendorong epitel ke anterior. Bila ulkus hanya

mengenai epitel saja, maka ulkus tersebut akan sembuh tanpa ada kekaburan pada

14
kornea. Apabila ulkus mencapai membran Bowman dan sebagian lamela stroma,

maka jaringan parut akan terbentuk yang disebut dengan nebula. Jika ulkus mengenai

lebih dari 1/3 stroma, maka terbentuk makula dan leukoma.

Gambar 2.4 Stadium Patogensis Ulkus Kornea

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2014. 159-167.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu Penyakit
Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Penerbit Sagung
Seto. Jakarta. 2002.
3. WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment. 2017. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/en/. Diakses tanggal 10 Desember 2017.
4. Sirlan F, Agustian D, Rifada M. Survei kebutaan dan morbiditas mata di Jawa Barat.
2015. Bandung. Dari: http://www.dokumen.tips/documents/survei-kebutaan-dan-
morbiditas-mata. Diakses tanggal 18 Desember 2017.
5. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course Section 2:
Fundamentals and Principles of Ophthalmology. 2014-2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course Section 8:
External Disease and Cornea. 2014-2015.
7. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. 4th ed. The Disease of Cornea. New Age
International Limited Publisher. New Delhi. 2007.
8. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan and
Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2011: 126-138.

16

You might also like