You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP)

yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.

Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks,

arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan

adenovirus. Ensefalitis bisa juga terjadi pasca infeksi campak, influenza,

varicella, dan pasca vaksinasi pertusis.

Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya.

Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis

adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium,

dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA

(Virus Parotitis), virus morbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue,

virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan

varicella.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ENCEPHALITIS

2.1 Definisi

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam

mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan

jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula

spinalis.

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP)

yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.

Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks,

arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan

adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza,

varicella, dan pascavaksinasi pertusis.

gambar 1.1

2
2.2 Epidemiologi

Karena terdapat banyak penyebab ensefalitis, maka tidak terdapat

pola epidemiologi yang sama. Tetapi sebagian besar kasus yang terjadi

pada musim panas dan musim gugur, mencerminkan adanya virus arbo

dan virus entero sebagai etiologi. Ensefalitis yang disebabkan karena virus

arbo terjadi dalam bentuk epidemik, dengan batas wilayah yang ditentukan

oleh batas vektor nyamuk serta prevalensi binatang reservoar alamiah.

Kasus-kasus enesefalitis yang sporadis dapat terjadi setiap musim,

pertimbangan epidemiologis yang harus ditinjau ulang dalam usaha

mencari agen penyebab meliputi wilayah geografis, iklim, pemaparan oleh

binatang, air, manusia, dan bahan makanan, tanah, manusia, dan faktor-

faktor hospes , Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%.

Dari penderita yang hidup, 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala

sisa

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:

a. Infeksi virus yang bersifat endemik


1) Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus

ECHO.
2) Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis

encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,

Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

3
b. Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes

zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan

jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-

rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis

lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

2.4 Etiologi

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis:

1. bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri

penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli,

M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut

encephalitis supuratif akut.

2. Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari

thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air.

3. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus.

Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi

radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.Klasifikasi

encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:

Infeksi virus yang bersifat endemic

4
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis

encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian

spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes

zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis

lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,

pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang

mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

gambar 1.2

2.5 Patofisiologi

5
gambar 1.3

Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna.

Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh

dengan beberapa cara :

a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan

atau organ tertentu.


b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah,

kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.


c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan

selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.

6
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis.

Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit

kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas,

dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-

muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai

meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan

tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran,

bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan

perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda

neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan

paralisis saraf otak.

2.6 Gejala Klinis

a. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia


b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-

kejang di muka)
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-

sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
f. Perubahan perilaku
g. Gelisah

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi

tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia,

hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan

involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

7
2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Biakan:
1. Dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar

untukmendapatkan hasil yang positif.


2. Dari likuor serebro spinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan

didapatgambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.


3. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
4. Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan

ujineutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibody

tubuh. IgMdapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.


c. Pemeriksaan darah : jika di tubuh terdapat virus west mile dalam analisis

sampeldarah akan menunjukkan peningkatan antibodi terhadap virus atau

terjadi peningkatan angka leukosit.


d. Punksi lumbal Likuor serebo spinalis sering dalam batas normal, kadang-

kadangditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.


e. EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas

listrik yangmerendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang,

koma, tumor,infeksi system saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak,

dapat menyebabkanaktivitas listrik berbeda dari pola normal irama

dan kecepatan.
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa

puladidapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti

encephalitis herpessimplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial

temporal dan lobus frontal.

2.8 Diagnosa

8
1. Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi

anatomi jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi

neurologikaadanaainformasiaaepidemiologik.

Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis adalah :

1. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan

gejala-gejala kerusakan SSP.

2. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan

sedikit peningkatan protein (normal pada ESL).

3. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)

4. Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh

dalam 3-4 minggu secara terpisah.


2. Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :

a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau

kronis, keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial,

adanya gejala, fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3

minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk,

riwayat bepergian ke daerah endemik dan lain-lain (Nelson, 1992)

b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis

dan sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.

- Gangguan kesadaran

- Hemiparesis

- Tonus otot meninggi

- Reflek patologis positif

9
- Reflek fiisiologis menningkat

- Klonus

- Gangguan nervus kranialis

- Ataksia

c.aaPemeriksaanaalaboratorium

• Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan

memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada ensefalitis virus

umumnya cairan serebro spinal jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol

hingga beberapa ribu tiap mili meter kubik, seringkali sel-sel

polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna (Nelson, 1992). Kadar

protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai 360 mg%

pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang

disebabkan oleh toxocara canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80%

positif.

•aaDarah

-Al (angka lekosit) : normal/meninggi tergantung etiologi

-Hitung jenis : normal/dominasi sel polimorfenuklear

- Kultur : 80-90 % positif.

d.aaPemeriksaanaapelengkap

•aaIsolasiaavirus

Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini. Biasanya timbul sebelum

10
munculnya gejala. Virus diisolasi dari otak dengan inokulasi intraserebral mencit

dan diidentifikasi dengan tes-tes serologik dengan

antiserumaayangaatelahaadiketahui.

•aaSerologi

Antibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah timbulnya penyakit.

Dalam membuat diagnosis perlu untuk menentukan kenaikan titer antibodi

spesifik selama infeksi diagnosis serologik menjadi sukar bila epidemi yang

disebabkan oleh salah satu anggota golongan serologik terjadi pada daerah dimana

anggota golongan lain endemik atau bila individu yang terkena infeksi,

sebelumnya pernah terkena infeksi virus arbo yang mempunyai hubungan dekat.

Dalam keadaan tersebut, diagnostik etiologik secara pasti tidak mungkin

dilakukan

•aaEEG

• CT scan kepala

2.9 Penatalaksanaan

1. Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai

tindakan pencegahan.

2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh

dokter :

1) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

2) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

11
3) Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral

acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV

encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB

per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan .

4) Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara

polifragmasi.

3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak

1) Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah

cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.

2) Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam

pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.

3) Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan

untuk menghilangkan edema otak.

4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas

kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.

1) Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali

2) Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang

sama

3) Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan

valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.

12
5. Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai

kebutuhan (2-3l/menit).

6. Penatalaksanaan shock septik

7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan

8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh

yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,

selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi

dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari

secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat

juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan

telah memungkinkan pemberian obat per oral.

2.10 Komplikasi

Komplikasi pada ensefalitis berupa :

1. Retardasi mental

2. Iritabel

3. Gangguan motorik

4. Epilepsi

5. Emosi tidak stabil

6. Sulit tidur

13
7. Halusinasi

8. Enuresis

2.11 Prognosis

Angka kematian untuk ensefalitis masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Penderita

yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa yang melibatkan

sistem saraf pusat yang dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatrik, epilepsi,

penglihatan atau pendengaran bahkan sampai sistem kardiovaskuler. Bayi yang

menderita ensefalitis mengalami penyulit dan akibat sisa yang lebih berat.

Disamping itu belum ada pengobatan yang spesifik untuk ensefalitis. Pengobatan

yang dilakukan selama ini bersifat nonspesifik dan empiris yang bertujuan untuk

mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang.

14
BAB III

KESIMPULAN

Dari ulasan di atas dapat disimpulkan :

a. Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam

mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat

mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.

b. Etiologi : Virus, Bakteri, dan Jamur.

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya

bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab

Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan

T. Pallidum.

15
c. Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi

tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia,

hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan

involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

d. Patofisiologi : Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan

saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh

tubuh.

e. Manifestasi klinis : Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai

dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri

ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya

tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron.

f. Komplikasi pada ensefalitis berupa :

1. Retardasi mental

2. Iritabel

3. Gangguan motorik

4. Epilepsi

5. Emosi tidak stabil

6. Sulit tidur

7. Halusinasi

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan

Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba,

Jakarta, 1986.
2. Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.


3. Arif mansjoer suprohaita,penerbit fakultas kedokteran universitas

indonesia,kapita selekta kedokteran,edisi 2 jilid 3,jakarta,2000.


4. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar

Pelayanan Medis, Ed. 2, h : 198-200, Medika Fakultas Kedokteran UGM,

Yogyakarta.
5. Anonim 1996, Ensefalitis dalam Harsono, Neurologi Klinis, Ed. I. H :

172-179, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


6. Anonim 2000, Ensefalitis dalam Arif M, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi

3, Jilid 2, H : 60-66, Medik Aesculapius FK UI, Jakarta.

17
7. Bradley, W.G., Ensefalitis Viral dalam Carol H., Neurology in Clinical

Practice, p : 599-603, Butterworth. Heinemann, Boston.

18

You might also like