Professional Documents
Culture Documents
KEJANG DEMAM
Disusun oleh :
Bimasena Trisnaragung Nugroho
1620221153
Diajukan kepada :
dr. Lilis D Hendrawati, Sp.A
REFERAT :
“KEJANG DEMAM”
Disusun Oleh:
Bimasena Trisnaragung Nugroho
1620221153
Mengesahkan:
Pembimbing Klinik Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat
“Kejang Demam” dengan baik. Referat ini merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Persahabatan. Dalam menyelesaikan tugas ini penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada dr Lilis D Hendrawati Sp.A selaku
pembimbing.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan kasus ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang berkepentingan bagi
pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Cover ……………………………………………………………………….. 1
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan
penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan
yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat (IDAI, 2006).
6
lainnya merupakan kejang demam kompleks (Lumbantobing, 2007). Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam, sedangkan kejang berulang terjadi pada 16% di
antara anak yang mengalami kejang demam. Kejang demam lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1 (IDAI, 2006).
7
Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas) 38
Morbili (campak) 12
Varisela (cacar air) 1
Dengue (demam berdarah) 1
Tidak diketahui 66
Sel dan organ otak memerlukan suatu energi yang didapat dari metabolism
untuk mempertahankan hidupnya. Bahan baku terpenting untuk metabolism otak
adalah glukosa.sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sifat proses ini adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler (Lumbantobing, 2007).
Sel memiliki suatu membrane dengan dua permukaan yaitu permukaan dalam
dan permukaan luar oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi
kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini
diperlukan energy dan bahan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan
sel (Haslam, 2006).
8
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Dan pada kondisi demam
kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium dari membrane
tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah
kejang (Lumbantobing, 2007).
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, ini tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi kejang
pada suhu 38°C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang
baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang
kejang yang rendah; sehingga pada penanggulangannya perlu diperhatikan pada
suhu berapa penderita kejang.
9
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung
lama (>15 menit) biasanya terjadi apneu (henti napas), meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkpnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat
disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas merupakan faktor
penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
10
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak
sehingga terjadi kerusakan sel neuron otak (Lumbantobing, 2007).
11
Gambar 1. Klasifikasi kejang pada anak
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua:
Berlangsung singkat
Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
Tidak berulang dalam waktu 24 jam
b. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)
12
adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara
anak yang mengalami kejang demam (IKA FKUI, 2005).
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
• EEG abnormal
13
• Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
14
yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan
atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.
Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara
tiba-tiba)
Postur tonik
Gerakan klonik
Inkontinensia
Gangguan pernafasan
Apneu
Cyanosis
Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam
atau lebih.
Mengantuk
Linglung
15
Gambar 2. Kejang tonik klonik
II.7 Diagnosis
Anamnesis
a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah
kejang, durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2
serangan kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.
16
c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi).
c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan
a. Tingkat kesadaran
Pemeriksaan Penunjang
17
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pungsi lumbal
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang
telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,
karena itu pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk
dilakukan (Kundu dkk, 2010).
18
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi
lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
c. Electroencephalography (EEG)
Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat
kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat
memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang.
Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang
demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya
kejang demam atau risiko epilepsi. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan
pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal (IDAI,
2006).
19
d. Pencitraan
Diagnosis banding kejang demam antara lain penyakit infeksi pada sistem
susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak (Lumbantobing,
2007).
20
Klinis/Lab Ensefalitis Meningitis Meningitis Meningitis Kejang
Herpes Bacterial/ Tuberkulosa Virus Demam
Simpleks Purulenta
Awitan Akut Akut Kronik Akut Akut
Demam < 7 hari < 7 hari >7 hari < 7 hari < 7 hari
Tipe kejang Fokal/umum Umum Umum Umum Umum/f
okal
Singkat/lama Singkat Singkat Singkat Lama>15
menit
21
II.9 Penatalaksanaan Kejang Demam
2. Pengobatan penunjang
Dirumah/prehospital
Penanganan kejang dirumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan
pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5mg/kgBB atau secara
sederhana bila berat badan < 10kg : 5mg sedangkan berat badan >10kg : 10
mg. Pemberian dirumah maksimum 2kali dengan interval 5 menit. Bila
kejang masih berlanjut bawalah pasien ke klinik/rumah sakit terdekat.
Dirumah sakit
Saat tiba diklinik/rumah sakit,bila belum terpasang cairan intravena,dapat
diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali sebelum mencari akses vena.
Sebelum dipasang cairan intravena sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah
tepi,elektrolit dan gula darah sesuai indikasi. Bila terpasang cairan
intravena, berikasn fenitoin IV dengan dosis 20mg/kgBB dilarutkan dalam
NaCl 0,9% diperikan perlahan-lahan dengan kecepatan pemberian
50mg/menit. Bila kejang belum teratasi,dapat diberikan tambahan fenitoin
IV 10mg/kg. Bila kejang teratasi,lanjutkan pemberian fenitoin IV setelah 12
jam kemudian dengan rumatan 5-7mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Bila
kejang belum teratasi,berikan fenobarbital IV dengan dosis maksimum 15-
20mg/kg dengan kecepatan pemberian 100mg/menit. Awasi dan atasi
kelainan metabolik yang ada. Jika kejang berhenti,lanjutkan dengan
22
pemberian fenobarbital IV rumatan 4-5 mg/kg/hari dalam 2 dosis 12 jam
kemudian.
KEJANG
Diazepam 5-10mg/rektal
0-10 mnt
prehospital
Maks 2x jarak 5 menit
monitor
atau
Note: jika DIAZ recktal 1x Midazolam o,2mg/kg/iv bolus Tanda vital, EKG,gula
Prehospital boleh rektal 1x darah,elektrolit serum
(Na,K,Ca,Mg,cl),
atau analisa gas
darah,koreksi kelainan
Lorazepam 0,05-0,1
mgkkg/iv(rate<2mg/menit)
23
Kejang (-) 5-7
mg/kg/hari 12 jam
kemudian
ICU
refrakter
Diazepam
24
Sediaan IV diencerkan dengan NaCl 0,9% 10mg/1cc NaCl 0,9%
Kecepatan pemberian IV : 1 mg/kg/menit, maksimum 50mg/menit
Jangan encerkan dengan cairan yang mengandung dextrose,karena akan
menggumpal
Sebagian besar kejang berhenti dalam waktu 15-20 menit setelah pemberian
Dosis rumatan : 12-24 jam setelah dosis inisial
Efek samping : aritmia, hipotensi, kolaps kardiovaskular pada pemberian IV
yang terlalu cepat.
Fenobarbital
2. Pengobatan Penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi
lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi
terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender
dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.
Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan
metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
25
juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi
tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi
semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi
(hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam
yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah,
sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan
oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari
berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan
lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas
5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama,
dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
3. Pengobatan Rumatan
Pengobatan rumatan diberikan jika kejang demam menunjukan ciri sebagai
berikut (salah satu) :
26
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita
kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika
yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang
diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10- 15mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah
terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal
dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada
anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap
8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan
anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai
sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
1. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital
jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif,
perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau
fungsi luhur.
3. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan
gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital.
27
Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada
profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun
seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi
kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3
atau 6 bulan.
b. Hiperpireksia
28
II.10 Edukasi Pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan
ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
29
Kemungkinan mengalami kematian
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah:
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama.
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko
menjadi epilepsi adalah :
30
BAB III
PENUTUP
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun. Kejang
demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam, sedangkan 20%
lainnya merupakan kejang demam kompleks. Kejang demam lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1.
31
DAFTAR PUSTAKA
32