You are on page 1of 9

Menurut Suharto (2005), pada dasarnya kemiskinan

1. Ketidakmampuan memenuhi konsumsi dasar (pangan, sandang, dan papan);


2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan tansportasi);
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan
dan keluarga);
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersidat individual maupun missal;
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya
alam;
6. Ketidak terlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat;
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencarian yang
berkesinambungan;
8. Ketidak mampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
9. Ketidak mampuan dan ketidak beruntung an sosial (anak , terlantar, wanita
tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan
terpencil).

Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersitat multidimensi


sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan
solusi secara parsial (Suharto, 2005). Oleh karena itu, harus diketahui akar masalah
yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan.

Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan terpeliharanya kerniskinan nelayan atau


masyarakat pinggiran pantai, diantaranya yaitu:
1. Kebijakan pernerintah yang tidak memihak masyarakat miskin
2. Banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan
selalu menjadikan masyarakat sebagai obyek, bukan subyek;
3. Kondisi bergantung pada musim sangat berpengaruh pada tingkat
kesehjahtaan nelayan, terkadang beberapa pekan nelayan tidak melaut
dikarenakan musim yang tidak menentu;
4. Rendahya sumber daya manusia (SDM) dan peralatan yang digunakan
nelayan berpengaruh pada acara dalam menangkap ikan, keterbatasan dalam
pemahaman akan teknologi, menjadikan kualitas dan kuantitas tangkapan
tidak mengalami perbaikan.

Selain aspek-aspek tersebut, ada juga 2 faktor yang kompleks saling terkait satu sama
lain.Faktor- faktor tersebut yaitu:
1) Faktor Internal, terdiri dari:
• Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan;
• Keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan;
• Hubungan kerja (nelayan pemilik-nelayan buruh) dalam organisasi
penangkapan yang dianggap kurang menguntungankan nelayan buruh;
• Kesulitan melakukan diversifikasi usaha terhadap okupasi melaut;
• Gaya hidup yang dipandang berorientasi ke masa depan
2) Faktor Eksternal
• Kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas
untuk menunjang pertumbuhan nasional, parsial dan tidak memihak nelayan
tradisional
• Sistem pemasaran hasil perikanan yang lebib menguatz pedagang perantara;
• Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran , wilayah darat,
praktek penangkapan dengan bahan kimia pengrusakan terumbu karang, dan
konversi hutan bakau di kawasan pesisir;
• Penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan;
• Penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan;
• Terbatasnya tekonologi pengolahan hasil tangkapan pasca tangkap;
• Terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor non perikanan yang tersedia di
desa-desa nelayan;
• Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut
sepanjang tahun;
• Isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang , jasa,
modal dan manusia.

Kondisi nelayan semakin rentan dengan kemiskinan, oleh karena itu perlu adanya
perhatian yang serius dari pemerintah dan instansi terkait dalam hal pengambilan
kebijakan dan keputusan yang sesuai dengan masalah dan kondisi nelayan.

M.Nadjib | April 21, 2013 at 10:41


1) Banyak dimensi yang menyebabkan kegagalan program pembangunan. Salah
satu pendekatan struktural yang menjadi fokus tulisan ini adalah kurangnya
pemahaman atas problem dasar budaya ekonomi nelayan. Kebanyakan kita
menyamakan nelayan dengan petani. Secara politis, memang ada skema
kebijakan yang sering salah sasaran. Eforia demokrasi dengan pemilihan
wakil rakyat, disinyalir menimbulkan dampak kesalahan sasaran program.
Ada keresahan dari pengambil kebijakan di daerah, bahwa sasaran program
sering tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena ada desakan dari
wakil rakyat sebagai daerah pemilihan. Tetapi benar tidaknya perlu dikaji
lebih mendalam, saya tidak banyak memperhatikan itu;
2) Reformasi birokrasi, meskipun sebagai harapan tetapi saat ini belum bisa kita
harapkan sepenuhnya. Kerena masih terkendola dengan budaya birokratis
yang sudah mencengkeram sekian lama. Tetapi pengawasan masyarakat dan
keterbukaan informasi diharapkan akan mengubahnya, meskipun secara
setahap demi setahap;
3) Mungkin bisa, tetapi yang mendapatkan manfaat hanya mereka yang memiliki
akses terhadap jejaring itu. Implikasinya akan muncul kesenjangan ekonomi
dan social antara kelompok yang memiliki akses dengan kelompok yang
tidak memiliki. kelompok yang banyak memiliki akses adalah kelompok yang
dekat dengan pengambil kebijakan. Menurut saya, skema perbankan yang
sudah ada perlu disesuaikan agar sesuai dengan budaya ekonomi nelayan.
Terlalu mahal kalau harus membuat kelembagaan pembiayaan baru.

Tranformasi Pedesaan

krisis dunia pada tahun 2007-2009 membuka banyak penjelasan mengenai


cara-cara bengasa-bangsa mengupayakan pembangunan mereka. Penjelasan
ini masing-masing membuka sisi-sisi yang tidak banyak dilihat atau
dipandang penting. Kita mengenal berbagai debat mengenai pembangunan,
termasuk apa yang kita kenal dengan kemiskinan, ketimpangan dan
dependisi.

Mengupayakan tranformasi desa, saya mengedapankan 4 hal pokok:

Pertama, krisis pangan yang kita alami saat ini menunjukan kepada
kita pelanggaran sistematis dan meluas atas hak asasi petani. Penindasan yang
dialami petani adalah situasi yang dihadapi setiap hari: kami semakin
disingkirkan, termasuk dengan kekerasan, dari tanah kami akan diasingkan
dari sumber daya penghidupan. Kami tidak mendapatkan nafkah yang perlu
untuk hidup bermatabat. Kedaulatan pangan adalah hak manusia atas pangan
yang sehat dan layak secara budaya melalui metode yang bagus dan
berkelanjutan dan hak untuk menentukan system pangan dan pertanian
mereka sendiri.

Kedua. Pertanian yang berkelanjutan. Tranformasi pedesaan,


sebagaimana yang kedepankan yang berkelanjutan. Transformasi pedesaan,
sebagaimana yang kedepankan dalam pernyataan saya di PBB tahun 2009,
adalah kembali melihat bagaimana masyarakat pedesaan mengupayakan
pemnghidupan mereka

Ketiga. Penekanan pada peningkatan hasil dan produktivitas dalam


beberapa hal menimbulkan konsekuensi negatif pada berkelanjutan
lingkungan.

Keempat. Masalah lingkungan yang terkait dengan praktetk pertanian


terkait dengan kondisi sosial-ekonomi yang menciptakan lingkaran setan
dimana petani harus miskin harus membuka hutan dan menggunakan lahan-
lahan marjinal, dan hal ini malah mengingkatkan parusahaan hutan dan
kerusakan-kerusakan pada umumnya.

Tanah untuk petani


Untuk menyejahterakan petani, pemerintah perlu segera melaksanakan
landreform dengan membagikan tanah kepada orang-orang yang tak bertanah
dan petani gurem. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak
perlu ragu menjalankan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang
sudah dicanangkan pada awal Januari 2007 dan awal Januari 2010.

Target organic
Pemerintah Indonesia telah menetapkan tahun 2010 sebagai tahun "Go
Organic". Kalau pemerintahan Orde Baru sejak 1970 mentransformasikan
pertanian tradisional ke pertanian industrial Iewat revolusi hijau,
pemerintahan SBY harus mentransformasikan yang ada ke pertanian organik
yang berkelanjutan atau agroekologis. Tanah yang di distribusikan melalui
PPAN bisa untuk mengembangkan pertanian organik. Sistem pertanian ini
diyakini dapat mengurangi pemanasan global sebagai alternatif atas pertanian
industrial yang menyebabkan pemanasan global.

Perempuan Nelayan Dalam Ekenomi Pesisir:


Tanggung di Balik Bayang-Banyang

Kawasan pesisir memiliki potensi besar sebagai lumbung protein tinggi dari
berbagai jenis ikan dan kerang, potensi ekonomi dan tenaga kerja. Dengan
potensi tersebut selayaknyapembangunan berpangkal daridesa-desa di
kawasan pesisiragar berkembang menjadi desa main dan mandiri dimana
komunitas nelayannya hidup sejahtera. Ironisnya, justru kawasan pesisir
identik dengan kemiskinan, kumuh dan masyarakatnya berpendidikan rendah.
Mereka termasuk sektor yang masih miskin dan terbelakang, baik dari sisi
sosial-ekonominya maupun dari sisi pembangunan infrastruktur.

Potret Perempuan Nelayan


Pada umumnya yang disebut sebagai nelayan adalah orang yang
sumber mata pencahariannya dari menangkap ikan dilaut, yang memiliki nilai
ekonomis dan diasosiasikan sebagai laki-laki.Definisi ini tidak merefleksikan
perempuan yang terlibat aktif dalam kehidupan nelayan baik perannya dalam
sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial budaya rumah tangga dan komunitas
nelayan. Meskipun perempuan nelayan memiliki multi tugas dan tanggung
jawab berkaitan dengan rumah tangga dan ekonomi, posisinya tetap di
subordinasi sebagai isteri nelayan, bukan perempuan nelayan. Program
pemberdayaan masyarakat nelayan miskin yang difasilitasi oleh pemerintah,
swasta maupun ISM seringkali tidak menyentuh pada akar persoalan ini
karena berhenti pada masyarakat nelayan secara umum sebagai masyarakat
miskin, belum melihat berbagai persoalan yang menghimpit perempuan
nelayan karena peran gender-nya di tengah masyarakat nelayan miskin. Dapat
dikatakan bahwa perempuan nelayan adalah masyarakat termiskin dari
kelompok masyarakat miskin (the poorest of the poor).

Pemberdayaan Nelayan dan Ekonomi Rumah Tangga


Perempuan nelayan dan sumberdaya ekonomi adalah merupakan isu
strategis yang menjelaskan bagaimana strategic survival perempuan nelayan
dalam mengatasi persoalan keuangan rumah tangga. Bagaimana perempuan
nelayan mengakses sumberdaya ekonomi yang dibangun melalui modal sosial
dengan berhimpun bersama perempuan nelayan lain di desanya. Hal ini
penting untuk mengembangkan strategi pemberdayaan ekomi perempuan
nelayan yang lebih tepat agar tidak salah sasaran yang justru membuat
perempuan nelayan semakin tersubordinasi dan terdeskriminasi.

Ketangguhan perempuan dapat kita lihat pada saat suami tidak dapart melaut
karena berbagai hal seperti:
1) Kebijakan liberalisasi yang berakibat pada naiknya harga BBM
membuat biaya operasional melaut melonjak hingga lebih dari
80%, tak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Dengan
kalkulasi ini nelayan di sebagian wilayah pesisir memilih tidak
pergi melaut;
2) Industrialisasi kelautan yang menutup akes wilayah tangkap
nelayan. Dalam berbagai kasus nelayan harus menghadapi
kapling-kapling pengusahaan pesisir oleh swasta sehingga
tidak dapat menangkap ikan di wilayah yang telah di kapling
tersebut;
3) Perubahan iklim yang dikenal dengan cuaca buruk antara lain
angin kencang dan ombak besar sehingga nelayan memilih
untuk menyandarkan perahunya di pelabuhan;
4) Beropersinya pukat harimau (trawl) yang seringkali menim-
bulkan pertikaian antara nelayan dengan trawl ditengah laut
karena memperebutkan ikan;
5) Berkurangnya jumlah ikan di laut akibat penangkapan ikan
secara berlebihan (overfishing) atau migrasi ikan ke laut dalam
sehingga nelayan tidak memperoleh ikan

Dapat dikatakan bahwa perempuan nelayan memiliki multi peran yang


dijalankan secara bersamaan yaitu peran dalam ranah reproduksi sosial dimana
perempuan pesisir merupakan penjaga kelangsungan hidup sistem sosial
masyarakat pesisir dan dalam ekonomi rumah tangga atau produksi serta
membangun modal sosial.

Tantangan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Nelayan


Meskipun perempuan nelayan menjadi tulang punggung ekonomi
rumah tangga dan berbagai usaha kecil yang dikembangkan membawa
dampak pada geliat ekonomi rumah tangga nelayan dan menyelamatkan
keluarganya dari jurang kemiskinan yang lebih dalam, namun berbagai usaha
yang dikembangkan masih bersifat subsisten untuk survive.

Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pemberdayaan


ekonominperempuan nelayan antara lain:

 Penguatan kapasitas perempuan agar mampu mengambil keputusan


pada level rumah tangga maupun dalam berhubungan dengan pihak
lain;
 Pembagian kerja dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga agar
perempuan nelayan dapat mengembangkan potensii dalam mengelola
usaha tanpa harus menanggung multi beban;
 Ikut serta secara aktif dalam pertemuan pengambilan keputusan di
berbagai tingkatan untuk menyuarakan kepen-tingannya;
 Memperkuat modal sosial perempuan nelayan melalui usaha yang
telah dibentuk oleh perempuan nelayan sendiri; koperasi, credit union,
warungan, simpan pinjam dan lain-lain agar mampu bersaing ditengah
ekonomi pasar bebas.
 Meningkatkan ketrampilan perempuan nelayan dalam pengelolaan
usaha agar dapat berkembang dan mampu mengantisipasi dampak
perubahan iklim dengan kegiatan ekonomi off farm.

You might also like