You are on page 1of 4

1.

Berdasarkan tingkat tara dosis, kembangkan proteksi berdasarkan lintasan zat radioaktif

Perkembangan Sistem Pembatasan Dosis

Sejak tahun 1900, kira-kira 5 tahun setelah pesawat sinar-x ditemukan oleh Wilhelm Roentgen, para
ilmuwan dibidang ini mulai menyadari adanya1bahaya dari radiasi pengion ini. Dosis radiasi yang
diterima oleh pekerja radiasi pada waktu itu sangat besar jika dibandingkan dengan standar sekarang.
Pembatasan dosis atau pada waktu itu merupakan pembatasan lamanya bekerja dimulai pada tahun
1925 dengan terbitnya rekomendasi dari British X-ray and Radium Protection Committee, dalam
kongresnya yang pertama. Rekomendasi ini baru dilaksanakan pada tahun 1928. Yang perlu dikemukakan
dari pembatasan dosis yang pertama adalah bahwa :

a. Dianggap adanya suatu nilai ambang, di bawah nilai tersebut akibat radiasi tidak terjadi.

b. Proteksi hanya ditujukan bagi pekerja radiasi.

c. Dosis radiasi dapat ditolerir bila jumlah yang diterima pegawai adalah 0,2 R/hari (1934).

Dengan bertambah banyaknya penelitian-penelitian dalam bidang akibat radiasi ini baik dari
pendahulu/penemu pemakaian pesawat sinar-x maupun dari korban bom atom di Nagasaki dan
Hirosima, secara bertahap nilai batas dosis ini makin lama makin diperkecil. Rekomendasi yang
dikeluarkan Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (ICRPInternational Commission on Radiological
Protection) dibuat sedemikian rupa sehingga efek non stokastik dapat dihindari dan untuk memperkecil
efek stokastik (dalam hal ini penyakit kanker) sampai pada suatu nilai yang dapat diterima. Dalam hal ini
ICRP mengambil kebijaksanaan untuk menyamakan resiko kematian pada suatu batas dosis yang akan
menimbulkan resiko yang besarnya sama dengan resiko pekerjaan dari industri lainnya, yaitu bahwa
resiko kematian yang dapat diterima oleh seorang pekerja dalam satu tahun adalah 1 (satu) dari 10.000.
untuk nilai batas dosis yang berlaku sekarang ini, yaitu 50mSv/tahun, maka resiko tersebut besarnya
adalah 1 dari 2000 atau 5 kali nilai resiko bekerja di industri. Nilai ini dapat dianggap nilai tinggi apabila
ALARA tidak diterapkan. Dengan menerapkan ALARA, yaitu mengusahakan penerimaan dosis radiasi
sekecil mungkin dan dengan memperhatikan faktor ekonomi dan sosial, maka resiko tersebut dapat lebih
diturunkan.1

Proteksi radiasi internal adalah mencegah atau pengupayaan sekecil mungkin terjadinya kontaminasi
pada permukaan tubuh pekerja atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh manusia. Hal ini dapat
dicapai dengan adanya suatu program yang dibuat untuk mengusahakan agar supaya kontaminasi
lingkungan berada pada nilai yang dapat diterima, dan sekecil yang dapat dicapai (ALARA). Apabila
seseorang terkontaminasi internal, maka orang tersebut akan terus menerus mendapat radiasi dari zat
radioaktif yang berada di dalam tubuhnya, sampai zat radioaktif tersebut berkurang aktivitasnya karena
proses peluruhan dan dikeluarkannya zat radioaktif dari dalam tubuh melalui proses metabolisme dari
tubuh sendiri. Usaha untuk mempercepat keluarnya zat radioaktif dari tubuh merupakan usaha yang
agak sulit dilakukan.

Seperti halnya bahan toksik lainnya, zat radioaktif masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga cara
pemasukan yaitu :

a. Pernafasan dengan menghirup gas dan debu radioaktif.

b. Melalui saluran makanan dengan cara meminum air yang terkontaminasi, memakan makanan yang
terkontaminasi atau secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh melalui mulut.

c. Penyerapan melalui kulit atau luka yang terkontaminasi.

Jika dalam atmosfir terdapat kontaminasi, maka zat radioaktif masuk ke dalam paru-paru melalui
pernafasan dan sebagian akan disalurkan kedalam darah. Bagian lain dari zat radioaktif akan keluar dari
paru-paru dan tertelan kembali masuk ke dalam saluran pencernaan. Sisanya meninggalkan tubuh
melalui pernafasan keluar. Banyaknya zat radioaktif yang masuk melalui pernafasan, tergantung pada
beberapa faktor antara lain bentuk fisis dan kimia dari kontaminan itu sendiri, dan keadaan fisiologi
orang yang terkena kontaminasi. Begitu juga jika kontaminasi tertelan, maka fraksi zat radioaktif yang
menembus dinding saluran pencernaan dan kemudian masuk ke dalam cairan tubuh bergantung pada
sifat kontaminan dan keadaan fisiologis penderita. Lama waktu dan distribusi zat radioaktif di dalam
tubuh manusia tergantung pada bentuk kimia dan fisika dari zat radioaktif tersebut. Sebagai contoh ada
yang terdistribusi secara merata di seluruh tubuh dan ada juga yang cenderung terkonsentrasi di suatu
organ tertentu, sehingga masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh akan menghasilkan laju dosis yang
berbeda di berbagai organ tubuh. Misalnya yodium akan terkonsentrasi di dalam kelenjar gondok,
plutonium terkonsentrasi di dalam paru-paru atau tulang. Laju dosis di dalam organ sebanding dengan
jumlah zat radioaktif di dalam organ tersebut dan akan berkurang karena radioisotop meluruh atau
keluar dari tubuh. Dianggap bahwa keluarnya zat radioaktif dari tubuh juga secara eksponensial sehingga
dengan demikian kontstanta peluruhan efektif dapat dihitung, yaitu :

λeff = λf + λb

dimana λf adalah konstanta peluruhan secara fisika dan λb adalah konstanta peluruhan secara biologis.

Oleh karena λ = 0,693/ T½

Maka :

λ/(T½) eff = λ/(T½)b + λ/ (T½)f


Untuk melindungi tubuh dari radiasi internal adalah dengan cara menghalangi masuknya zat radioaktif
dari ke tiga cara pemasukan seperti yang telah diuraikan diatas atau dengan cara memutus transmisi
radioaktivitas dari sumber ke manusia. Hal tersebut diatas dapat dicapai dengan cara :

1. Mencegah tersebarnya zat radioaktif di sumbernya, yaitu dengan cara mewadahinya dan
mengungkungnya

2. Pengawasan terhadap lingkungan yaitu dengan cara pengaturan ventilasi dan kebersihan tempat
kerja

3. Pengawasan terhadap pekerja yaitu dengan menyediakan pakaian pelindung dan alat pelindung
pernafasan. Sebenarnya cara pengawasan ini tidak berbeda dari cara pengawasan yang digunakan dalam
kesehatan kerja dari pengaruh bahan berbahaya non radioaktif, akan tetapi tingkat pengawasan untuk
bahan radioaktif lebih tinggi jika dibandingkan tingkat pengawasan untuk bahan kimia non radioaktif.
Sebagai contoh misalnya konsentrasi maksimum yang diizinkan, untuk air raksa non radioaktif adalah 0,1
mg/m3 dan air raksa yang radioaktif (203 Hg) adalah 5 x 10-9 mgm3).

2.Lihat gambar halaman 52(tentang detektor) Bandingkan dengan spektrofotometer ewing (Gambarkan
dan Aplikasi)komentari

Menurut (Ewing G. W., 1975)3Prinsip pengukuran spekterophotometer serapan atom analog dengan
prinsip pengukuran pada serapan molekuler spektrofotometer. Garis yang terpenting dalam
spektrophotometer serapan atom adalah garis resonansi. Ukuran lebar alami garis resonansi ini terletak
dalam kisaran 0,005 nm. Pada garis ini tidak akan muncul pelebaran garis akibat peralihan vibrasi dan
rotasi, sebagaimana halnya pada molekuler spekterofotometer. Garis serapan yang sangat sempit ini
merupakan penyebab langsung mengapa sumber cahaya normal yang kontinyu tidak dapat
dipergunakan dalam absorpsi. Sebuah monokromator hanya dapat mengisolasikan seberkas sinar
sumber cahaya dari suatu kawasan gelombang yang lebarnya sama dengan himpunan spektrum
monokromator itu sendiri. Bagi sebuah spektrofotometer, lebar itu terletak pada ordo 0,5 nm. Selain itu
sumber cahaya yang kontinyu hanya memancarkan energi yang kecil jumlahnya bagi tiap-tiap kawasan
spektrum yang kecil.

APLIKASI · Analisis hidrokarbon aromatik polisiklik, (digabungkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi)
seperti steroid, enzim, koenzim, vitamin, dll · Pengukuran spesi anorganik, dapat dilakukan memalui 2
cara: khelat dengan senyawa fluorofor dan menggunakan reagen fluoreesnsi. Mengukur senyawa non-
fluoresensi dengan cara mereaksikan dengan reagen fluorofor (derivatisasi fluoresensi) menghasilkan
suatu senyawa yang dapat berfluoresensi. Khelating diaplikasikan dalam penentuan kation logam,
pengkhelat logam dapat digunakan oksin (8-hidroksikuinolin), alizarin, atau benzoin, dan dilakukan
pengukuran dengan spektrofluorometer

You might also like