You are on page 1of 66

SKRIPSI

ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU


MENGGUNAKAN MW-SWAT

Oleh :

MOHAMAD HAMDAN
F14050223

2010
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU
MENGGUNAKAN MW-SWAT

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
MOHAMAD HAMDAN
F14050223

2010
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Mohamad Hamdan. F14050223. Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS
Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT. Dibaawah Bimbingan Asep Sapei,
Machmud Raimadoya
RINGKASAN
Kawasan DAS Ciliwung Hulu berfungsi sebagai daerah pelindung dan
penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan
mempengaruhi seluruh bagian DAS. Penggunaan lahan suatu kawasan sangat
mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut. Kegiatan yang bersifat merubah tipe
maupun jenis penggunaan lahan dapat memperbesar dan memperkecil hasil air (water
yield). Konversi lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan
berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah (recharge) dan
meningkatnya aliran permukaan. Peningkatan aliran permukaan secara langsung
mempengaruhi peningkatan debit
Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang
dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air,
sedimen, muatan pestisida, dan kimia hasil pertanian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Aplikasi open source software MWSWAT
untuk menganalisis debit aliran air sungai di Sub DAS Ciliwung Hulu.
(2) Membandingkan debit aliran sungai hasil simulasi dengan data hasil observasi.
Ciliwung Hulu merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 367 mdpl
sampai 2710 mdpl (hasil Deliniasi DEM SRTM). Berdasarkan peta tanah tinjau skala
1:250.000 (LPT) terdapat beberapa jenis tanah yang dominan di DAS Ciliwung
yaitu latosol, regosol, dan andosol. Keadaan topografi pada daerah DAS Ciliwung
Hulu berdasarkan hasil deliniasi didominasi kelas lereng landai sampai agak curam.
Dimana rincian kelas lerengnya adalah datar dan agak landai (17.76%), landai
(26.26%), agak curam (23.39%), curam (19.91%), dan sangat curam (12.68%). Dan
terbagi menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan 5020,36 ha (39.12% watershed)
dan umumnya berada pada hulu DAS, semak belukar 88.52 ha (0.69% watershed),
perkebunan teh seluas 440.07 ha (3.43 % watershed), pertanian lahan kering atau
tegalan 6449.32 (50.25% watershed) menyebar luas pada daerah DAS dan biasanya
menempati sekitar pemukiman penduduk, pemukiman seluas 822.82 ha (6.41%
watershed) umumnya mendominasi daerah hilir DAS dan rata-rata berada disekitar
aliran sungai Ciliwung, dan lahan terbuka 12.65 ha (0.10 % watershed).
Rata-rata curah hujan bulanan minimum dari stasiun (curah hujan rata-rata
terkecil yang turun pada lokasi penelitian yaitu Pos Hujan Gunung Mas, Citeko,
Gadog, dan Pasir Muncang) yaitu berkisar dari 27 mm/bulan-93 mm/bulan.
Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan maksimum (curah hujan rata-rata yang turun
terbesar pada lokasi penelitian dari empat stasiun penakar hujan) yaitu curah
hujannya antara 331 mm/bulan-650 mm/bulan
Hasil deliniasi dengan menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM
(US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung hulu yang berasal dari BPDAS
dengan menggunakan ukuran dari watershed delineation adalah 2 km2 dan
penambahan satu titik outlet yakni di koordinat pengukuran debit SPAS Katulampa,
maka akan terbentuk 37 Sub-DAS dengan total luasan 12833.73 ha.
HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage
(dimana untuk landuse menggunakan threshold 20%, untuk jenis tanah menggunakan
threshold 10%, dan kemiringan lereng menggunakan threshold 5%) maka terbentuk
sebanyak 254 HRU dalam 37 sub-basin, dan Katulampa berada pada sub-basin 37
Uji validasi model terhadap hasil air bulanan mempunyai nilai efesiensi Nash
Sutclife (ENs) sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85, dan nilai standar
deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. dari hasil simulasi
menunjukan bahwa SWAT sangat baik untuk memprediksi hasil air bulanan
walaupun indeks tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan yang dikemukan oleh
Fohrer dan Frede pada tahun 2002 yakni nilai 0.66
Jumlah air rata-rata bulanan yang dapat disimpan oleh Sub DAS Ciliwung
Hulu sebesar 161.17 mm, total hujan rata-rata bulanan yang jatuh di Sub DAS
Ciliwung Hulu sebesar 3145.43 mm, aliran permukaan (surface flow) 1290.32 mm,
aliran lateral sebesar 44.91, aliran bawah permukaan 1162.45 mm, dan air yang
masuk berupa perkolasi sebesar 1442.60 mm, dan total air yang dihasilkan sebesar
2496.61 mm. Jumlah debit yang dihasilkan berbanding lurus dengan curah hujan.
Besarnya air yang dapat disimpan tergantung pada jenis tanah, penggunaan lahan, dan
tataguna lahan.
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Garut, Jawa Barat pada tanggal 09 Maret 1987. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak H. Endang Supriatna
dan Hj. Alis.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SDN Cinagara IV
Garut, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SLTPN 1 Malangbong
Garut. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN I Malangbong Garut
dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan setahun
kemudian penulis diterima di mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam organisasi
kemahasiswaan, diantaranya pada tahun 2006-2007 penulis bergabung dalam
Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) sebagai Wakil Ketua dan pada tahun 2007-
2009 Menjabat Ketua Umum HIMAGA, tahun 2006-2007 penulis aktif di Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai staf HUMAS. Selain mengikuti
keorganisasian di kampus juga tergabung dalam organisasi ASGAR MUDA.
Pada tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapangan di PT.PG. Rajawali II
Unit PG. Subang “Aspek Keteknik Pertanian Pada Budidaya Tanaman Tebu di
PT.PG. Rajawali II Unit PG. Subang, Jawa Barat”. Penulis menyelesaikan skripsi
berjudul “Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das Ciliwung Hulu Menggunakan
MW-SWAT” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.Sc dan Ir. Machmud
A. Raimadoya, M.Sc.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan
hikmat dan petunjuknya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das
Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT “ ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan keluarga besar dari kedua orang tuaku yang telah
turut memberikan cinta dan kasih sayangnya, serta dukungan semangatnya baik
berupa doa, maupun dukungan moral dan materil.
2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen pembimbing I dan Ir. Machmud A.
Raimodoya, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan,
bimbingan, solusi dan rasa semangat.
3. Dr. Satyanto K Saptomo, STP. M.Si selaku dosen penguji skripsi.
4. Ir. Iwan Ridwansyah, Sri Malahayati, SP., dan Ida Setya WA, SP. yang telah
membagi banyak ilmunya kepada Penulis.
5. Bapak dan Ibu di Badan Limnologi LIPI Cibinong, BPSDA Bogor, BPDAS
Ciliwung-Cisadane, Puslittanak Bogor, BMKG Jakarta, dan pihak lainnya atas
bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada Penulis.
6. Teman seperjuangan penulis yaitu Wina Faradina dan Dita Yuliati Harakita
7. Teman TEP’42 dan Wisma FM yang mendukung selesainya Tugas Akhir ini.
8. Teman-teman Himaga 42 Neneh, Aji, Nina, Ima, Mila, Resna, Hera,, dll, dan
teman HIMAGA lainnya yang telah memberikan semangat, canda dan tawa.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Hidrologi .................................................................................................... 5
B. Daerah Aliran Sungai (DAS) ..................................................................... 8
C. Sistem Informasi Geografis (SIG) ............................................................. 10
D. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) 13
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 15
A. Waktu dan Tempat .................................................................................... 15
B. Metode Penelitian ..................................................................................... 16
1. Tahap Persiapan ..................................................................................... 16
2. Pengumpulan Data ................................................................................ 16
3. Pengolahan Data .................................................................................... 18
4. Analisis Data ........................................................................................ 22
5. Kalibrasi dan Validasi ........................................................................... 26
6. Penyajian Hasil ...................................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 28
A. Kondisi Daerah Penelitian ....................................................................... 28
B. Tanah dan Topografi ................................................................................. 29
C. Penggunaan Lahan .................................................................................... 30
D. Iklim .......................................................................................................... 33
E. Evapotranspirasi ........................................................................................ 34
F. Penggunaan Map Window SWAT ............................................................ 36
G. Kalibrasi dan Validasi ............................................................................... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 45
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 45
B. SARAN ...................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN ......................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. File Data Input dalam SWAT untuk Analisis Hidrologi....................... 23


Tabel 2. HRU yang Terbentuk di SUB DAS 37 ................................................. 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Siklus Hidrologi ................................................................................ 8
Gambar 2. Proyeksi Longlat Untuk Negara-Negara Di Seluruh Dunia .............. 11
Gambar 3. Proyeksi UTM Untuk Negara-Negara Di Seluruh Dunia ................. 12
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitiaan ................................................................... 15
Gambar 5. Alir Proses Penelitian ....................................................................... .17
Gambar 6. Posisi Sub Das Ciliwung Hulu ........................................................... 28
Gambar 7. Jenis Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu........................................... 31
Gambar 8. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu ........................... 32
Gambar 9. Curah Hujan (mm) DAS Ciliwung Hulu 2004-2008 ........................ 34
Gambar 10. Grafik Hubungan Evapotranspirasi Aktual dan Potensial (mm) ...... 35
Gambar 11. Hasil Deliniasi DAS Ciliwung Hulu dengan Model MWSWAT ... 37
Gambar 12. Pembentukan HRU 38
Gambar 13. Sebaran Pos Hujan .......................................................................... 40
Gambar 14. Hubungan Debit Hasil Simulasi (m3/s) dengan Debit Real (m3/s).. 42
Gambar 15. Debit hasil Simulasi (m3/s) dan Debit Observasi (m3/s) ................ 43
Gambar 16. WYIELD (mm) pada Sub-Basin 37 dan sub Basin 1...................... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS ................. 49
Lampiran 2. WGN 49............................................................................................ 51
Lampiran 3. Karakteristik Tanah .......................................................................... 52
Lampiran 4. Hasil Simulasi Model SWAT Parameter DAS Ciliwung Hulu ........ 55
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh
topografi secara alami dimana air hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir keluar
melalui suatu outlet yang sama. DAS dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem
hidrologi, dimana interaksi antar komponen sumber daya dalam DAS dapat
digambarkan melalui suatu siklus atau pergerakan air.
Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peran yang besar sebagai sistem
pelindung dan penyangga kehidupan, oleh karena itu keberadaannya perlu dikelola
dengan baik sehingga peran tersebut dapat tetap berfungsi.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS yang
melewati empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor,
Kota Administrasi Depok, dan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi DAS Ciliwung saat ini
sangat mengkhwatirkan karena selain banjir yang sering terjadi juga karena tingkat
erosi dan sedimentasi yang terjadi terlalu tinggi (BPSDA Ciliwung- Cisadane, 2007).
Kawasan Hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan
penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan
mempengaruhi seluruh bagian DAS, saat ini telah terjadi banyak pengalihgunaan
lahan di daerah DAS Ciliwung yang mengakibatkan erosi cenderung meningkat.
Erosi dan sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai sehingga daya tampungnya
berkurang, hal ini akan mengakibatkan sungai Ciliwung mudah meluap dan dapat
membahayakan keselamatan penduduk disekitar daerah aliran sungai yaitu Jakarta,
Bogor, Bekasi dan sekitarnya.
Tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat, dengan luas DAS yang
relatif tetap tidak mengalami perubahan, akan mengakibatkan semakin meningkatnya
perubahan penggunaan lahan yang pada umumnya kurang memperhatikan faktor
konservasi tanah dan air dalam pengelolaanya. Pemanfaatan potensi DAS baik
sumber daya lahan maupun sumber daya air yang tidak mengindahkan kaidah
konservasi dan berlebihan akan mengakibatkan degradasi terhadap kondisi DAS dan
menyebabkan terjadinya lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami
kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala
erosi (banyaknya alur drainase) yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan
daerah lingkungan sekitarnya. Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan sumberdaya
alam harus dilakukan secara komperhensif dan terpadu. Sehingga diharapkan
sumberdaya alam dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia
secara lestari dan berkelanjutan. (Sukarman,1997).
Meningkatnya tekanan penduduk terhadap sumber daya lahan baik untuk
kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan
menyebabkan perubahan penggunaan lahan yang akan berpengaruh terhadap
kelestarian sumberdaya air. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali
berupa perambahan hutan dan penebangan liar di daerah hulu, hilangnya tutupan
lahan hutan menjadi jenis penggunaan lahan lainnya yang terbukti memiliki daya
dukung lingkungan lebih terbatas, sehingga menyebabkan kelebihan air atau banjir
pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau, hal ini disebabkan
perubahan penggunaan lahan yang tidak disertai penanganan tindakan konservasi
sehingga menyebabkan hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran
permukaan (Run-Off).
Perubahan penggunaan lahan dari vegetasi (vegetated land) menjadi non-
vegetasi (non-vegetated land) pada DAS cenderung meningkat intensitasnya menurut
ruang dan waktu. Sebagai konsekuensi logis dari aktivitas lebih pembangunan dan
laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Adanya peningkatan intensitas perubahan
alih fungsi lahan tersebut tentunya membawa pengaruh terhadap kondisi hidrologi
DAS diantaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien
aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan.
Penggunaan lahan suatu kawasan sangat mempengaruhi hidrologi kawasan
tersebut. Kegiatan yang bersifat merubah tipe maupun jenis penggunaan lahan dapat
memperbesar dan memperkecil hasil air (water yield). Konversi lahan dengan
memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan
pengisian air bawah tanah (recharge) dan meningkatnya aliran permukaan.
Peningkatan aliran permukaan secara langsung mempengaruhi peningkatan debit.
Kondisi debit sungai berubah dari waktu ke waktu sepanjang tahun. Untuk
memonitor perubahan debit, tinggi muka air sungai harus selalu diamati secara
kontinyu setiap waktu baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Alih fungsi
lahan yang terjadi diseluruh DAS akan tergambarkan dengan indikator fluktuasi debit
yang terjadi. Peningkatan debit puncak dari perbedaan debit maksimum dan
minimum yang besar.
Banyak penelitian melaporkan bahwa telah terjadi kerusakan lahan dan
hidrologi DAS yang disebabkan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya lahan
yang tidak sesuai dengan kemampuan dan tingkat kesesuaiannya, penggunaan
sumberdaya lahan yang tidak atau kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi
dan konversi lahan yang semestinya dipertahankan sebagai daerah penyangga bagi
ekologi dan hidrologi DAS. Kerusakan sumberdaya lahan DAS menuntut usaha-
usaha perbaikan untuk meningkatkan kembali kualitas lahannya. Perencanaan
penggunaan lahan secara optimal berdasarkan kesesuaian lahan dan aspek hidrologi
menjadi penting dan perlu dilakukan untuk dapat membuat suatu perencanaan dan
keputusan yang diperlukan suatu alat bantu (tool) yang dapat mengintegrasi berbagai
data sumberdaya lahan dan mampu memprediksi pengaruh pengelolaan terhadap
hidrologinya.
Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang
dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air,
sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian. SWAT dikembangkan oleh
Agricultural Research Service (ARS). USDA yang merupakan gabungan beberapa
model, seperti : Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB);
Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management Sistem (CREAMS);
Groundwater Loading Effects on Agricultural Management Sistem (GREAMS) dan
Erosian Productivity Impact Calculator (EPIC).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Aplikasi open source software MW-SWAT untuk menganalisis debit
aliran air sungai di Sub DAS Ciliwung Hulu.
2. Membandingkan debit aliran sungai hasil simulasi dengan data hasil
observasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hidrologi
Air adalah sebuah sumber yang secara alami mengikuti siklus hidrologi, yang
pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan dengan tanpa awal dan
akhir yang dapat digambarkan sebagai sebuah sistem.
International Glossary of Hidrology,1974 dalam Asdak (2004) hidrologi adalah
ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat
kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan
makhluk hidup.
Sirkulasi hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dan di
dalamnya terjadi berbagai proses secara kontinyu (Chow et.al.,1988). Air
berevaporasi dari lautan, danau, sungai, dan permukaan tanah ke atmosfer. Di
atmosfer uap air dipindahkan dan diangkat sampai terkondensasi dan jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan. Dalam perjalanannya menuju bumi sebagian hujan
kembali dievaporasikan ke atmosfer. Air yang sampai di bumi sebagian diintersepsi
oleh vegetasi, masuk ke dalam tanah melalui permukaan (infiltration), mengalir
sebagai aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran permukaan (surface
runoff) menjadi debit. Sebagian besar air yang diintersepsi dan mengalir di
permukaan kembali ke atmosfer melalui evaporasi. Air yang diinfiltrasi dapat
terperkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam dan mengisi air bawah tanah,
kemudian muncul sebagai mata air di sungai, akhirnya kembali ke laut atau menguap
ke atmosfer.
Energi panas matahari akan menyebabkan air laut, sungai, saluran dan danau
atau waduk berubah bentuk menjadi uap air. Proses perubahan ini disebut evaporasi
(evaporation). Evaporasi mempunyai arti penting dalam perpindahan tenaga antara
permukaan dan udara di atas. Tenaga yang digunakan untuk evaporasi air ini disebut
tenaga pendam (latent energy). Tenaga pendam terperangkap dalam molekul air
ketika air berubah dari cair menjadi gas. Air yang masuk ke atmosfer 88% berasal
dari lautan yang terletak diantara 60º lintang utara dan 60º lintang selatan. Sebagian
besar air yang terevaporasi dari lautan akan kembali ke lautan secara langsung.
Sebagian lagi akan terangkut di atas permukaan tanah sebelum menjadi hujan. Uap
air mungkin akan terkondensasi berubah kembali menjadi air, dan selanjutnya
melepaskan panas pendam (latent heat) yang berubah menjadi panas sensibel
(sensible heat) yang menghangatkan udara di sekelilingnya. Udara panas ini akan
terangkat ke atas dan mengalami proses pendinginan. Proses ini disebut kondensasi
(condensation) yang menghasilkan tetesan air. Tetesan air saling berpegangan
menjadi tetesan yang lebih besar sampai mencapai ukuran yang cukup besar untuk
jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan (precipitation).
Ketika hujan mencapai permukaan, sebagian akan tertahan oleh tumbuh-
tumbuhan dan sebagian lagi akan jatuh langsung ke permukaan tanah. Air hujan yang
terkumpul di daun atau batang tumbuh-tumbuhan disebut intersepsi (interception).
Jumlah air yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan tergantung pada jenis tumbuh-
tumbuhan. Air tertahan di permukaan daun sampai hal ini menetes ke bawah sebagai
jatuh tidak kedap (through fall) atau mengalir ke bawah melalui batang daun yang
akhirnya mencapai permukaan tanah sebagai aliran batang (stem flow). Sebagian air
yang tertahan akan menguap kembali ke atmosfer, dan disebut kehilangan intersepsi
(interception loss). Setelah mencapai tanah, sebagian air akan menyusup ke dalam
tanah ke dalam zona air tanah. Proses ini disebut infiltrasi (infiltration). Sebagian lagi
mungkin akan mengalir di atas permukaan sebagai air limpasan (runoff). Proses
infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tekstur tanah kasar akan terisi lebih cepat
dibandingkan dengan tekstur tanah halus karena ruang pori yang lebih kecil dalam
satu unit volume tanah. Oleh karena itu air limpasan akan terjadi lebih cepat pada
tekstur tanah halus. Tumbuh-tumbuhan juga mempengaruhi besarnya infiltrasi
Contoh, infiltrasi pada tanah dengan tumbuh-tumbuhan hutan lebih tinggi dari pada
tanah telanjang (bare soils). Akar tanaman melonggarkan dan menciptakan pembuluh
dimana air dapat masuk ke dalam tanah dengan lebih mudah. Daun dan sampah di
atas permukaan mengurangi dampak hujan yang jatuh, sehingga efek erosi
permukaan tanah bisa dihilangkan atau dikurangkan. Faktor lain yang mempengaruhi
infiltrasi adalah intensitas hujan, kemiringan lahan dan kadar kelembaban tanah.
Semakin besar intensitas hujan, semakin besar pula infiltrasi yang mungkin terjadi.
Ketika terjadi hujan yang cukup besar, tanah mungkin menjadi jenuh
(saturated), dan penambahan hujan akan menyebabkan air tidak dapat masuk secara
efektif ke dalam tanah lagi. Air limpasan permukaan akan mengalir secara cepat ke
saluran atau sungai, sehingga meningkatkan debit aliran.
Sebagian air yang menyusup ke dalam tanah akan mengalir secara mendatar
sebagai aliran antara (interflow). Air ini mengalir perlahan-lahan menerusi akuifer ke
dalam sungai atau kadangkala langsung menuju ke laut. Air yang menyusup juga
menghidupkan tumbuhan, sehingga proses transpirasi (transpiration) daun-daun atau
batang atau ranting tumbuhan terjadi.
Aliran limpasan permukaan dan aliran antara dikenal sebagai air limpasan
langsung (direct runoff), dan bergerak dari kawasan tadahan ke saluran keluar. Secara
umum, air limpasan langsung merupakan penyebab utama terjadinya aliran puncak,
dan air limpasan langsung terjadi dari air hujan berlebih. Selisih antara hujan
sebenarnya dengan hujan berlebih terdiri dari intersepsi (interception), tampungan
lekukan (depression storage) dan kelembaban tanah yang terevaporasi atau mengalir
ke dalam sistem air bawah tanah.
Sebagian air di atas permukaan tanah menguap kembali dalam bentuk uap,
sebagian besar mengalir masuk ke dalam saluran dan mengalir sebagai air limpasan
permukaan. Permukaan air sungai dan danau juga menguap, oleh karena itu
kehilangan air masih banyak lagi terjadi di sini. Akhirnya, air yang tidak terinfiltrasi
atau teruapkan, akan mengalir kembali ke laut mengikuti saluran sungai.
Gambar 1 menunjukkan skema siklus hidrologi
Keseimbangan hidrologi adalah keseimbangan antara total masukan (input)
dengan total output. Dalam sistem DAS keseimbangan hidrologi digambarkan
sebagai hubungan antara hujan sebagai input dengan debit sebagai output dan
karakteristik serta proses sebagai struktur sistemnya. Output dari sistem DAS tidak
hanya terbatas pada debit, tetapi juga berupa zat kimia dan sedimen yang ikut terbawa
aliran. Dasar keseimbangan tersebut adalah siklus hidrologi.
Gambar 1. Siklus Hidrologi

B. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Menurut Paimin et. al. (2006), Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu
wilayah daratan yang terpisah dari wilayah lain di sekitarnya karena adanya pemisah
alam berupa topografi yaitu punggung bukit atau gunung, yang menerima air hujan,
menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama menuju laut atau danau.
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat terdiri dari beberapa Sub DAS atau Sub-sub DAS
sehingga luas DAS dapat bervariasi tergantung dari penempatan titik pengukuran.
Sub DAS merupakan bagian wilayah dari suatu DAS yang berupa bentuk satuan
daerah tangkapan air. Setiap DAS memiliki karakter masing-masing yang merupakan
hasil dari interaksi seluruh faktor yang ada dalam ekosistem DAS, baik yang
memiliki sifat kerentanan atau degradasi dan potensi. Faktor tersebut dapat berupa
interaksi alam dari vegetasi, tanah, air hujan, dan intervensi manusia dalam
penggunaan lahan. Karakteristik DAS dapat digunakan sebagai dasar dalam
melakukan perencanaan dan pengelolaan DAS (Paimin et. al., 2006).
Menurut Suripin (2004), karakteristik DAS akan berpengaruh besar terhadap
besarnya aliran permukaan. Karakteristik tersebut adalah (a) luas dan bentuk DAS,
(b) topografi, dan (c) tata guna lahan. Semakin besar luas DAS, semakin besar pula
volume aliran permukaan. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit akan
menghasilkan aliran permukaan yang kecil dibanding dengan DAS yang memiliki
bentuk melebar atau melingkar. Hal ini karena pada DAS yang memanjang, aliran
permukaan akan membutuhkan waktu lama untuk terkonsentrasi pada suatu titik.
Topografi akan berpengaruh terhadap kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit
atau saluran. Volume aliran permukaan akan lebih besar pada DAS yang memiliki
kemiringan curam dan saluran yang rapat dibanding dengan DAS yang landai,
terdapat cekungan-cekungan, dan jarak antar parit atau saluran jarang. Pengaruh tata
guna lahan dinyatakan dengan koefisien aliran permukaan (C), yaitu perbandingan
antara besar aliran permukaan dengan besar curah hujan. Dengan kisaran 0-1,
semakin rusak suatu DAS, harga C mendekati satu yang berarti hampir semua air
hujan mengalir sebagai aliran permukaan dan sedikit sekali yang berinfiltrasi ke
dalam tanah.
DAS berfungsi sebagai penampung air hujan, penyimpanan, dan
pendistribusian menuju sungai dan saluran lainnya. Gangguan fungsi DAS yang
marak terjadi pada saat ini akan berdampak pula terhadap sistem hidrologi
(Suripin, 2004)
Batas alami dari DAS ditentukan berdasarkan pembatas drainase yang biasanya
berupa punggungan gunung atau perbukitan yang membatasi sebuah sungai utama
beserta anak-anak sungainya. Batas alami DAS merupakan hasil dari proses
geomorfologi dan hidrologi.
Daerah hulu dari suatu DAS berperan sebagai lingkungan pengendali
(conditioning environment). Sedangkan daerah hilir merupakan daerah penerima
(acceptor) bahan dan energi, atau lingkungan konsumsi atau lingkungan yang
dikendalikan (commanded environment). Menurut Sinukaban (2007), perubahan yang
terjadi pada suatu DAS dari segi hidrologi dapat mempengaruhi bagian lain dalam
DAS tersebut. Penanganan suatu DAS harus meliputi penanganan sebagai suatu
kesatuan sistem dengan bagian DAS lainnya sehingga perbaikan DAS dapat berjalan
efektif.
Terganggunya salah satu komponen pada sistem alam sumberdaya alam akan
berpengaruh terhadap komponen lainnya dalam sistem. Identifikasi berbagai
komponen biofisik hidrologis dan sosial ekonomi kelembagaan DAS merupakan
kunci dalam program monitoring dan evaluasi (monev) kinerja DAS, yaitu dalam
upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk
tujuan evaluasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan
DAS. Kriteria dan indikator untuk mengukur kinerja DAS dapat terlihat pada
Lampiran 1.

C. Sistem Informasi Geografis (SIG)


Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS)
adalah suatu sistem informasi berbasis komputer, yang digunakan untuk memproses
data spasial yang ber-georeferensi (berupa detail, fakta, kondisi, dan sebagainya)
yang disimpan dalam suatu basis data dan berhubungan dengan persoalan serta
keadaan dunia nyata (real world). Manfaat SIG secara umum memberikan informasi
yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan
strategis.
Secara fundamental SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis yaitu
model data vektor dan model data raster. Data vektor merupakan informasi posisi
point, garis dan polygon disimpan dalam bentuk x,y koordinat. Suatu lokasi point
dideskripsikan melalui sepasang koordinat x,y. Bentuk garis , seperti jalan dan sungai
dideskripsikan sebagai kumpulan dari koordinat-koordinat point. Bentuk poligon,
seperti zona project disimpan sebagai pengulangan koordinat yang tertutup.
Sedangkan data vektor merupakan sekumpulan grid atau sel seperti peta hasil
scanning maupun gambar atau image. Masing-masing grid atau sel atau pixel
memiliki nilai tertentu yang bergantung pada bagaimana image tersebut digambarkan.
Untuk menggambarkan objek atau features permukaan bumi di atas layar
komputer, kita memerlukan suatu sistem penggambaran yang merepresentasikan
keadaan bumi sebenarnya yang kita sebut sebagai proyeksi. Proyeksi kita gambarkan
dalam sistem koordinat cartesian, yang umumnya kita kenal dalam unit X dan Y.
Sistem proyeksi yang sering digunakan dalam SIG yaitu proyeksi longitud latitud
(Longlat) dan Universal Tansverse Mercator (UTM).
Proyeksi longitud latitud (Geographic Coordinat Systems) digunakan untuk
o
menggambarkan keadaan global. Satuan units yang digunakan adalah degree ( ).
Satuan derajat ini dilambangkan dengan satuan decimal degree, DMS (degree minute
second) dan DM (degree minute decimals). Proyeksi longlat didasari dari bentuk
bumi spheroid, yang dibagi atas garis tegak yang mengiris bumi dari belahan bumi
utara hingga ke kutub selatan yang dinamakan garis meridian dan garis-garis
melintang yang membagi bumi dari timur hingga ke barat yang dinamakan garis
paralel. Perubahan nilai garis meridian terjadi secara vertikal sepanjang garis
horizontal yang kita sebut sebagai longitud atau titik X. Sedangkan garis paralel
berubah secara horizontal sepanjang garis vertikal dan kita sebut sebagai latitud atau
titik Y. Umumnya Indonesia menyebut Bujur Timur untuk menamakan eastern dan
bujur barat untuk western, sedangkan belahan bumi utara atau northern disebut
sebagai lintang utara dan sebaliknya belahan bumi selatan atau southern disebut
sebagai lintang selatan. Penerapan proyeksi longlat untuk negara-negara di seluruh
dunia seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proyeksi Longlat Untuk Negara-Negara Di Seluruh Dunia


Proyeksi Universal Transverse Mercator (projected coordinat systems)
digunakan untuk menyatakan proyeksi yang lebih detail dan bersifat lokal. Satuan
unit yang digunakan adalah meter, proyeksi ini didasarkan pada asumsi bahwa jarak
o o
datar di permukaan bumi akan homogen setiap lebar 6 antar garis meridian dan 8
o
antar garis paralel. Dengan demikian apabila perhitungan dimulai dari titik -180 W
o
hingga 180 E terdapat 60 zona, tiap zona dinamakan zona 1, zona 2, dan seterusnya
hingga zona 60. Kemudian untuk menghitung zona paralel, dimulai dari titik paling
o o o
selatan yang dianggap masih memungkinkan adalah 80 S hingga 84 N, tiap lebar 8
disebut sebagai satu zona dengan perlambangan huruf, jadi dihitung dari paling
o
selatan 80 S adalah zona A, zona B, dan seterusnya hingga zona X, kecuali penamaan
untuk huruf i dan o yang tidak digunakan. Sehingga semuanya ada 22 zona.
Penerapan proyeksi UTM untuk negara-negara di seluruh dunia seperti terlihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Proyeksi UTM Untuk Negara-negara Di Seluruh Dunia


D. Soil and Assessment Tool ( SWAT)
SWAT adalah model hidrologi skala DAS yang dikembangkan oleh Jeff Arnold
dari USDA Agricultural Research Service (ARS) awal tahun 1990-an. SWAT
dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air,
sedimen, pestisida dan kimia hasil pertanian. Dalam WASWC (2009) SWAT
merupakan gabungan beberapa model yang dikembangkan ARS, seperti Simulator
for Water Resources in Rulal Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff, and Erosion
from Agricultural Management System (CREAMS), Groundwater Loading Effects on
Agricultural Management System (GREAMS), (dan Erosian Productivity Impact
Calculator (EPIC).
Neitsch et. al. (2001) dalam WASMC (2009) SWAT merupakan model
hidrologi berbasis proses fisika (physically based model) yang memerlukan informasi
spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi, vegetasi dan praktek pengelolaan
lahan yang terjadi di dalam DAS. Proses-proses fisika yang berhubungan dengan
pergerakan air, sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus hara dan sebagainya secara
langsung dapat dimodelkan oleh SWAT. Proses yang dimodelkan SWAT yang terjadi
di dalam DAS didasarkan kepada neraca air. Persamaan neraca air yang berlaku pada
model SWAT sebagai berikut :

= +∑ (1)

Dimana Swt adalah kandungan air tanah akhir (mm), Swo adalah kandungan air
tanah permulaan hari 1 (mm) t adalah waktu (hari), Rday adalah jumlah curah hujan
pada hari i (mm), Qsurfc adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), Ea adalah
jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm), Wseep adalah jumlah air yang masuk
kedalam zona vadose pada profil tanah pada hari i (mm), dan Qgw adalah jumlah air
yang merupakan air kembali.
Deliniasi DAS sebagai areal penelitiaan dilakukan menggunakan Digital
Elevation Model (DEM). DEM membatasi areal penelitian berdasarkan topografi
alaminya. Dalam simulasi, DAS dibagi menjadi beberapa Sub DAS, Sub Das adalah
pembagian atau pengelompokan berdasarkan kesamaan penggunaan lahan dan tanah,
atau sifat lain yang berpengaruh terhadap siklus hidrologi, dimana setiap Sub DAS
mempunyai sungai utama, penggunaan Sub DAS dalam simulasi sangat bermanfaat
jika perbedaan dalam DAS didominasi oleh penggunaan lahan dan tanah, perbedaan
tersebut akan mempengaruhi sifat hidrologi, sehingga secara spesial dapat
dibandingkan areal-areal yang berbeda di dalam DAS.
Untuk mendapatkan Hidrology Response Unit (HRU) sebagai unit analisis
dilakukan tumpang tindih (overlay) antara peta tanah dengan peta penggunaan lahan,
HRU yang terbentuk selanjutnya dihubungkan dengan data iklim yang sudah di-entry
menggunakan format file.pcp dan file.tmp. Simulasi dijalankan setelah periode
simulasi ditentukan.
Neitsch et. al. 2001 dalam WASMC (2009) hasil simulasi SWAT dapat dilihat
pada tingkat Sub DAS, HRU maupun sungai. Pada tingkat Sub DAS dan HRU,
informasi yang diperoleh meliputi jumlah curah hujan, evapotranspirasi potensial dan
aktual, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral,
dan total hasil air yang dihasilkan selama periode simulasi. Sedangkan pada tingkat
sungai adalah jumlah aliran yang masuk dan keluaran sungai utama. Jumlah air yang
hilang melalui penguapan dan rembesan selama periode simulasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu dari bulan Mei sampai
bulan Desember 2009. Secara geografis lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu terletak
antara 6o37’-6o46’ LS dan 106o49’-107o00’BT, dimulai dari Gunung Pangrango di
Kabupaten Cianjur dan bermuara di Bendung Katulampa. Bentuk daerah aliran
sungai Ciliwung memanjang dan menyempit seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian


B. Metode Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari 5 kegiatan yaitu : 1) tahap persiapan, 2)
pengumpulan data, 3) pengolahan data, 4) analisis data, 5) kalibrasi dan validasi, 6)
penyajian hasil. Adapun diagram alir penelitiaan ini seperti ditunjukan Gambar 5.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan proses identifikasi data dan bahan yang
diperlukan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil identifikasi maka bahan
yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi peta batas Sub DAS Ciliwung
Hulu, peta penggunaan lahan, peta tanah, peta rupa bumi, data iklim, data
debit Sub DAS Ciliwung Hulu, Citra Landsat dan data DEM (Digital
Elevation Model) SRTM (Shuttle Radar Thopograpy Mission) dengan resolusi
90 m x 90 m, peta digital Australasia drainage basin, dan daftar stasiun iklim
global (stnlist.txt), dan sifat tanah
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
dengan perangkat lunak, Arc View GIS 3.3, SWAT 1.5, Global Mapper v7,
Map Window GIS 46SR, SWAT editor 2.1.5, dan SWAT Ploth and Graph.
2. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
didapat dari penelitian sebelumnya atau dari instansi terkait. Data hidrologi
DAS Ciliwung Hulu berupa data debit harian di SPAS Katulampa dan data
curah hujan dari pos hujan yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh
dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane (PSDA Ciliwung-
Cisadane), data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatalogi dan
Geofisika Pusat di Jakarta. Peta penggunaan lahan (land use), peta jenis tanah,
dan peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS
Ciliwung-Cisadane. Data tanah yang digunakan didapat dari Tesis Edi Junaidi
(2009) “Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane
Menggunakan Model SWAT” dan Peta au basin, peta DEM dan daftar stasiun
iklim (stnlist.txt) yang berasal dari (Shuttle Radar Thopograpy Mission)
diperoleh dari hasil mengunduh dari waterbase.com.
Pengumpulan data

Penggunaan
Iklim : Lahan :
- Curah hujan Peta DEM, Batas - Peta
DAS, Peta Jenis Hidrologi DAS : penggunaan
- Suhu maksimum
Tanah, Peta Au Basin - Debit dari SPAS lahan
dan minimum
Katulampa - Citra Landstat
- Radiasi matahari ,
- Kelembaban
udara
- Kecepatan angin
- stnlist.txt

Analisis MWSWAT HRU (Hydrolic Response Units)


2005

Model MWSWAT
Respon Hidrologi :
Penyajian Hasil
- Membandingkan
data debit simulasi
dan observasi

Gambar 5. Alir Proses Penelitian


17
3. Pengolahan Data
Untuk menjalankan model diperlukan data berupa data spasial
(peta-peta) dan data atribut. Peta-peta yang digunakan oleh SWAT seperti peta
DEM, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah harus dalam bentuk raster.
Sedangkan peta tanah dan peta penggunaan lahan yang diperoleh dari BPDAS
masih berupa peta jenis vektor sehingga perlu diolah menggunakan tool yang
ada di Map Window yaitu tool convert a shapefile to grid dengan ukuran cell
30x30, tipe data grid long integer, dan disimpan dalam bentuk TIF, kemudian
peta tersebut di reprojected dengan bantuan gistool raster (reprojected grid).
Data tanah dalam SWAT dimasukan dalam file SOL yang terdapat di
database MWSWAT. Data tanah yang digunakan dikelompokan menjadi dua
bagian yaitu sifat fisik dan kimia tanah. Pada database tanah terdapat masukan
untuk jenis tanah dan horison pada setiap tanah. Data masukan jenis tanah
terdiri dari nama tanah (SNAM), jumlah horison (Nlayer), group hidrologi
tanah (HYDGRP), kedalaman efektif (SOL_ZMX), tekstur tanah pada semua
lapisan profil tanah. Sedangkan masukan untuk masing-masing horison pada
profil tanah meliputi ketebalan horison dalam mm (SOL_Z), bulk density dalam
g/cm3 (SOL_BD), kapasitas menahan air dalam mm H2O/mm tanah
(SOL_AWC), kandungan liat, pasir dan debu (% bobot tanah), kandungan bahan
organik dan fraksi batuan (% berat tanah), Saturated Hidraulic Conductivity
dalam mm/jam (SOL_K), nilai erodibilitas tanah menurut USLE.
Data iklim yang juga merupakan masukan dalam SWAT adalah curah
hujan, temperatur udara maksimum dan minimum harian (ºC), radiasi sinar
matahari hariaan (MJ/m²/hari), kelembaban udara harian (%). Data-data
tersebut dikumpulkan dalam file PCP, TMP, SLR, HMD, WGN. Data tersebut
diperoleh dari hasil observasi maupun hasil dari generalisasi data pihak terkait
seperti BMKG. Selain data iklim, pada penelitian ini juga menggunakan data
curah hujan dari 3 stasiun penakar (pos hujan) yaitu Pos Hujan Gadog, Gunung
Mas, dan Pasir Muncang yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumberdaya
Air DAS Ciliwung-Cisadane (BPSDA Ciliwung-Cisadane).

28
Untuk membuat weather generator (wgn) diperlukan data iklim. Data
iklim yang diperlukan adalah temperatur maksimum dan minimum, curah
hujan, kecepatan angin, dan radiasi surya. Data yang digunakan berasal dari
stasiun pengukuran Citeko dan harus diketahui letak koordinat dan elevasi.
Data dari stasiun Citeko tersebut diperoleh dari BMKG Pusat di Jakarta.
Untuk membentuk weather generator seperti terdapat di Lampiran 2,
data iklim yang ada di olah menjadi beberapa tahapan yang meliputi:
a) TITTLE : judul pada baris pertama file .wgn.
b) WLATITUDE : koordinat lintang stasiun iklim.
c) WLONGITUDE : koordinat bujur stasiun iklim.
d) WLEV : elevasi stasiun iklim (m).
e) RAIN_YRS : jumlah tahun data iklim yang digunakan
f) Temperatur maksimum (TMPMX)
Temperatur ini merupakan suhu maksimum rata-rata harian pada satu
bulan tertentu selama n tahun, untuk contoh suhu maksimum rata-rata
pada bulan Januari selama 10 tahun.
∑ .
  ........................................... . (2)
N
dimana :
Tmx,bulan = temperatur maksimum harian selama pencatatan pada
bulan tersebut (ºC).
N = jumlah hari penghitungan temperatur maksimum pada
bulan tersebut.
g) Temperatur Minimum (TMPMN)
Temperatur ini merupakan suhu minimum rata-rata pada satu bulan
tertentu selama n tahun. Contoh suhu minimum rata-rata pada bulan
Januari selama 10 tahun.
∑ .
............................................... (3)
N
dimana :
Tmn,bulan = temperatur minimum harian selama pencatatan pada bulan
itu (ºC).
N = jumlah hari penghitungan temperatur minimum pada bulan
tersebut.
h) Standar Deviasi Suhu Maksimum Harian (TMPSTMTDMX)
Standar deviasi ini dapat di hitung dengan menggunakan persamaan.

∑ ,
.............. .. (4)

dimana :
= standar deviasi suhu maksimum.
Tmxbulan = suhu maksimum harian pada bulan tertentu.
N = periode waktu (tahun).
i) Standar Deviasi Suhu Minimum Harian (TMPSTMTDMN)
Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

∑ ,
  .............. .. (5)
dimana :
= standar deviasi suhu minimum.
Tmnbulan = suhu minimum harian pada bulan tertentu.
N = periode waktu (tahun).
j) Curah Hujan Rata-Rata (PCPMM)
Curah hujan rata-rata pada satu bulan selama n tertentu.
∑ ,
................................................. (6)

dimana :
Rhari,bulan = curah hujan harian selama pencatatan pada bulan tersebut
(mm H2O).
N = total hari pencatatan selama bulan tersebut yang digunakan
untuk menghitung rata-rata.
tahun = jumlah tahun dari hujan harian yang dicatat.
k) Standar Deviasi Untuk Curah Hujan Harian (PCPSTD)
Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

∑ ,
.......................... .. (7)

dimana :
n = standar deviasi.
Rhari = curah hujan harian pada bulan tertentu.
Rbulan = rata-rata curah hujan dalam satu bulan.
N = total bulan (jumlah tahun).
l) Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan (PCP
Skew).

.∑ ,
.......................... . (8)
. .

dimana :
bulan = koefisien Skew.
Rhari.bulan= curah hujan harian pada bulan tertentu selama N tahun.
Rbulan = curah hujan rata-rata pada bulan tertentu selama N tahun.
N = total tahun.
n = standar deviasi.
m) Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering dalam satu
bulan dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-W1).

⁄ ,
......................................... (9)
,

dimana :
hariW/D,i = jumlah hari basah yang diikuti hari kering.
harikering,i = jumlah hari kering selama periode pencatatan.

n) Perbandingan jumlah hari kering ke hari kering dengan jumlah hari


kering dalam satu bulan (PR-W2).
⁄ ,
................................................... (10)
,

dimana :
hariW/W,i = jumlah hari basah yang diikuti hari basah.
haribasah,i = jumlah hari basah selama periode pencatatan.
o) Jumlah hujan rata-rata pada bulan tertentu selama n tahun (PCPD)
,
............................................................ (11)

p) Jumlah curah hujan maksimum selama pencatatan (PCP mak).


q) Radiasi Surya (SOLARAV).
Rata-rata radiasi surya pada satu bulan tertentu selama n tahun
∑ ,
............................... . (12)

r) DEW point ( titik beku).


s) Kecepatan angin (WNDAV)
Kecepatan angin rata-rata (m/s) pada satu bulan tertentu selama N
tahun.
∑ ,
................................... (13)

4. Analisis Data
a. Analisis Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah
Analisis penggunaan lahan diketahui dengan melakukan analisis pada
peta penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2008. Peta penggunaan
lahan tersebut dengan menggunakan ArcView 3.3 dapat terlihat jenis
penggunaan lahan pada tahun 2008 dan total luasan penggunaan untuk
masing-masing land use. Hal yang sama dilakukan dengan menggunakan
ArcView 3.3 pada peta tanah untuk mengetahui luasan masing-masing
jenis tanah yang ada pada DAS Ciliwung Hulu.
b. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi DAS Ciliwung dilakukan dengan bantuan
MWSWAT GIS 46 SR. Respon hidrologi yang dianalisis meliputi aliran
permukaan (surface flow) dan aliran dasar (base flow). Pada analisis
hidrologi ini, disediakan data sebagai input dalam model SWAT adalah
data iklim, data tanah, data penggunaan lahan, data hidrologi. Data
tersebut terdapat 17 file input yang harus disiapkan untuk analisis
hidrologi dan terangkum dalam Tabel 1.
File data CIO,COD,FIO,BSN, SUB, HRU, GW, dan RATE tersedia
setelah analisis SWAT dijalankan, data penutupan lahan dalam SWAT
disiapkan dalam file CROP dan URBAN.
c. Prosedur Analisis
1) Deliniasi Areal Penelitian
Deliniasi areal penelitian merupakan langkah awal dalam
menjalankan SWAT. Deliniasi daerah penelitian dilakukan dengan
menggunakan data DEM SRTM. Dalam SWAT, daerah penelitiaan
termasuk jaringan hidrologi dapat dideliniasi secara otomatis.

Tabel. 1. File Data Input dalam SWAT untuk Analisis Hidrologi


Nama File Fungsi

CIO File untuk mengontrol data input dan output


COD Mengontrol file input dan output
FIG Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai
BSN Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS
SUB Mengontrol kergaman parameter di tingkat Sub DAS
HRU Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU
GW File air bawah tanah
RTE File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida
CROP File parameter tumbuh tanaman
URBAN File data lahan terbangun atau urban area
PCP File data curah hujan harian
TMP File temperature udara maksimum dan minimum harian
SLR File radiasi matahari harian
HMD File kelembaban udara harian
WGN File data generator iklim
SOL File data tanah
MGT File scenario pengelolaan dan penutupan lahan

Sumber : Neitsch et. al., 2004


Untuk melakukan deliniasi dibutuhkan peta batas DAS Ciliwung
hulu dan DEM SRTM ukuran 90 m X 90 m. Sebelum melakukan
kegiatan watershed delineation pada MWSWAT semua peta harus
pada satuan yang sama seperti UTM, dan watershed delineation harus
telah di plugin ke program MWSWAT.
2) Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU)
HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai
karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga
dapat dipisahkan antara satu HRU dengan lainnya. HRU diperoleh
melalui overlay peta tanah dan peta penggunaan lahan yang keduanya
telah di reprojected.
3) Simulasi
Setelah unit atau kelompok lahan terbentuk maka langkah
selanjutnya adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT
unit lahan yang terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai
dengan file database yang telah disediakan.
Aliran permukaan (Qsurf) dihitung berdasarkan metode SCS curve
number yang menggunakan persamaan:
( Rday − I a ) 2
Q surf = .......... .......... .................... .......... .......... ...(14)
( Rday − I a + S )

Dimana Qsurf adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm),


Rday adalah jumlah curah hujan pada hari tersebut (mm), Ia kehilangan
awal akibat simpanan permukaan, intersepsi, dan infiltrasi (mm) dan S
adalah parameter retensi (mm).
Parameter retensi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
100
S = 25.4( − 10).....................................................................(15)
CN
Dimana CN adalah curve number dan nilai Ia berdasarkan hasil
penelitian hanya 20% dari S (0.2S), maka persamaan menjadi:
( Rday − 0.2 S ) 2
Q surf = .......... .......... .......... .......... .......... .......... ...(16)
( Rday + 0.8S )

Aliran lateral (Qlat) dihitung menggunakan persamaan:


(2.SWlyexcess .K sat .slp )
Qlat = 0.024 .............................................(17)
ϕ d .Lhill
Dimana Qlat adalah jumlah aliran lateral yang masuk ke sungai
utama pada hari i (mm), SWiyexcess adalah kelebihan air pada lapisan
tanah (mm), Ksat adalah saturated hydraulic conductivity (mm/jam),
slp adalah lereng (m/m), Фd adalah porositas tanah (mm/mm) dan Lhill
panjang lereng (m).
Volume air perkolasi dihitung dengan persamaan:
SWly.excess = SWiy-FCiy jika SW>FCiy
Swiy.excess = 0 jika SWiy≤FCiy
Dimana Swiyexcess adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm),
SWiy adalah kandungan air tanah (mm), dan FCiy adalah kapasitas
lapang (mm).
Aliran bawah permukaan atau base flow (Qgw) dihitung dengan
persamaan :
8000.K sat
Qgw = xhwtbl .................................................(18)
l 2 gw
Dimana Qgw adalah aliran base flow, Ksat adalah hydroulic
conductivity (mm), Lgw adalah jarak antar sub DAS ke saluran
utama (m) dan hwbt tinggi muka air tanah.
4) Output SWAT
Output SWAT terangkum dalam file-file output yang terdiri dari file
HRU, SUB, dan RCH. File SUB berisikan informasi pada masing-
masing Sub DAS, HRU berisikan informasi pada masing-masing HRU
sedangkan RCH berisikan informasi pada masing-masing sungai
utama dalam Sub DAS.
Informasi pada masing-masing Sub DAS dan HRU adalah jumlah
curah hujan (PRECIP), evapotranspirasi potensial (PET) dan aktual
(ET), kandungan air tanah (SW), perkolasi (PERC), aliran permukaan
(SURQ), aliran lateral (LATQ), aliran dasar (GW_Q) dan hasil air
(WYLD) yang dihasilkan selama periode simulasi. Informasi pada
masing-masing sungai utama di dalam RCH adalah jumlah aliran yang
masuk ke sungai (FLOW-IN) dan aliran keluar ( FLOW-OUT).
5. Kalibrasi dan Validasi
Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model yang
digunakan hasilnya mendekati dengan output dari DAS prototif yang
diuji. Penggunaan model pada suatu DAS harus memperhatikan faktor
validasinya, hal ini disebabkan masing-masing DAS mempunyai
karakteristik yang berbeda. Model dianggap valid bila model tersebut
dapat menggambarkan atau mendekati keadaan sebenarnya yang dapat
diukur dengan standar deviasi rendah dan efisiensi model tinggi.
Output yang dikalibrasi adalah hasil debit, dengan cara
membandingkan antara debit hasil keluaran simulasi menggunakan
MWSWAT (FLOW-OUT) dengan hasil observasi atau pengukuran
(data debit dari Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Katulampa.
Data hasil observasi diperoleh dari Badan Pengelolaan Sumberdaya
Air DAS Ciliwung-Cisadane (BPSDA Ciliwung-Cisadane) SPAS
Katulampa tahun 2008. Metode statistik yang digunakan adalah
standar deviasi (α) dan efisiensi model Nash Sutcliffe (ENs) dihitung
menggunakan persamaan:
(∑
n
|Q − Q |)
α = i =1 m p
............................................... (19)
n
n

∑ (Q m − Qp )2
ENs = 1 − i =1
n
.......... .......... .......... .......... .......... ......( 20)
∑ (Q
i =1
m − Q avg ) 2

Dimana Qm adalah debit aktual yang terukur (mm), Qp adalah debit


hasil simulasi (mm), n adalah jumlah pengamatan, dan Qavg adalah
rata-rata debit terukur (mm).
6. Penyajian Hasil
Hasil analisis yang diperoleh dari tahapan sebelumnya selanjutnya
disajikan dalam bentuk skripsi yang berisi informasi hubungan debit
hasil simulasi dengan debit aktual di SPAS Katulampa
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Daerah Penelitian


Daerah aliran sungai Ciliwung Hulu secara geografis terletak pada
6o37’-6o46’ LS dan 106o49’-107o05’BT dan termasuk zona 48 UTM, seperti terlihat
pada Gambar 6 Luas DAS Ciliwung Hulu memiliki luas ± 15109.17 ha yang
merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 367 mdpl sampai 2710 mdpl
(hasil deliniasi DEM SRTM). Secara administratif pemerintahan, DAS Ciliwung
Hulu sebagian termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung,
Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian kecil Kotamadya Bogor yaitu wilayah Kecamatan
Kota Bogor Timur, dan Kota Bogor Selatan (BPDAS Ciliwung-Cisadane,2007).

Gambar 6. Posisi Sub Das Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung-Cisadane, 2007)


DAS Ciliwung Hulu sedikitnya terdapat 7 Sub DAS, yaitu : Tugu, Cisarua,
Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseusepan, dan Katulampa. Sub DAS Ciliwung Hulu
memiliki beberapa outlet, dalam penelitiaan ini outlet yang digunakan adalah outlet
SPAS Katulampa yang berada di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur,
Kota Bogor. Aliran sungai Ciliwung Hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang
berarus deras dan variasi kemiringan lereng yang tinggi (3%-15%, 15%-45%, dan
lebih dari 45%). Kondisi kemiringan sungai ini menyebabkan aliran air yang dari
hulu sungai berkecepatan tinggi tetapi pada daerah yang landai kecepatan aliran air
berkurang drastis.
Bentuk DAS Ciliwung Hulu mulai dari bagian hulu sampai Katulampa
mempunyai bentuk dendrik. Bentuk ini mencirikan bahwa antara kenaikan aliran
dengan penurunan aliran ketika terjadi banjir mempunyai durasi seimbang. Dengan
bentuk seperti ini peranan daerah hulu semakin penting, kontribusi aliran permukaan
dari daerah ini cukup besar, jika kondisi fisik khususnya perubahan penggunaan
lahan berubah maka akan mengakibtkan perubahan yang nyata terhadap karakteristik
aliran sungai.

B. Tanah dan Topografi


Berdasarkan peta tanah tinjau sekala 1:250.000 (LPT) terdapat beberapa jenis
tanah yang dominan di DAS Ciliwung yaitu latosol, regosol, dan andosol dengan
uraian sebagai berikut :
1. Latosol
Tanah ini berbahan induk batuan vulkanik yang bersifat intermedier yaitu
batuan dengan kadar Mg dan Fe cukup tinggi. Umumnya latosol bersolum
dalam, Ph agak tinggi dan kepekaan terhadap erosi rendah
2. Regosol
Tanah mempunyai fraksi pasir sangat tinggi dengan tekstur sedang
sampai sangat kasar
3. Andosol termasuk tanah yang kaya akan unsur hara dan bahan organik
tetapi agak peka terhadap erosi (Munaf.1992)
Hasil survey dari Pusat Penelitiaan Tanah Dan Agroklimat(1992) dalam
Sukarman (1997), daerah tangkapan Ciliwung Hulu (Katulampa) terdiri dari 31
satuan pengamatan tanah Jenis tanah yang ada pada daerah penelitian adalah (i)
kompleks latosol merah kekuningan dan latosol coklat dengan luasan 1171.00 ha
(9.12% dari total luasan DAS penelitian yang terbentuk dari deliniasi antara DEM
ukuran 90 m X 90 m dan Batas DAS yang didapat dari BPDAS menggunakan MW-
SWAT), umumnya terdapat pada lereng datar agak curam, (ii) latosol coklat dengan
luasan 669.38 ha (5.22%) umumnya terdapat pada lereng landai sampai sangat curam,
(iii) asosiasi andosol coklat dan regosol coklat dengan luasan 1540.25 ha (12.00%)
umumnya terdapat pada lereng landai sampai sangat curam, dan (iv) asosiasi latosol
coklat kemerahan dan latosol coklat 9453.11 ha (73.66%) umumnya terdapat pada
lereng datar hingga agak curam. Sebaran jenis tanah yang berada di Sub DAS
Ciliwung Hulu seperti terlihat pada Gambar 7.
Dari hasil overlay antara peta batas DAS dan peta DEM pada proses deliniasi,
maka Sub DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah yang memiliki ketinggian ± 367 m
sampai 2710 m diatas permukaan laut. Keadaan topografi pada daerah Sub DAS
Ciliwung Hulu didominasi kelas lereng landai hingga agak curam. Dimana rincian
kelas lerengnya adalah datar dan agak landai dengan slope kemiringan 0%-8%
(17.76% dari luas Sub DAS hasil deliniasi), landai dengan slope 8%-15%
(26.26% dari luas Sub DAS hasil deliniasi), agak curam dengan slope 15%-25%
(23.39% dari luas Sub DAS hasil deliniasi), curam dengan slope 25%>45% (19.91%
dari luas Sub DAS hasil deliniasi), dan sangat curam dengan slope >45% (12.68%
dari luas Sub DAS hasil deliniasi).

C. Penggunaan Lahan
Bedasarkan pengolahan dengan menggunakan SWAT di Sub DAS Ciliwung
Hulu hasil deliniasi maka Sub DAS tersebut didominasi oleh hutan, pertanian lahan
kering (tegalan), dan pemukiman. Berdasarkan pengamatan peta topografi terbagi
menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan 5020,36 Ha (39.12% watershed) dan
umumnya berada pada hulu DAS, semak belukar 88.52 ha (0.69% watershed),
perkebunan teh seluas 440.07 ha(3.43 % watershed), pertanian lahan kering atau
tegalan 6449.32 (50.25% watershed) menyebar luas pada daerah DAS dan biasanya
menempati sekitar pemukiman penduduk, pemukiman seluas 822.82 ha (6.41%
watershed) umumnya mendominasi daerah hilir DAS dan rata-rata berada disekitar
aliran sungai Ciliwung, dan lahan terbuka 12.65 ha (0.10 % watershed). Sebaran
land use yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 7.Jenis Tanah Sub DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung-Cisadane, 2007)

Dari hasil simulasi diketahui banyak areal pertanian yang berada pada
kemiringan > 30%. berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan dan perencanaan tataguna
lahan (Hardjowigeno, 2007), penggunaan lahan yang memilki tingkat kemiringan
cukup terjal (30%) tidak sesuai untuk komoditas pertanian hal ini dapat menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan seperti terjadinya erosi, juga dapat mengganggu
kondisi hidrologi secara umum seperti meningkatkan run off.

Gambar 8 . Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu 2008


(Arsip BPDAS Ciliwung-Citarum,2008)
D. Iklim
Wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu mempunyai iklim tropis yang
dipengaruhi oleh angin muson dan mempunyai dua musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau, musim penghujan pada DAS ini terjadi antara
bulan November hingga bulan April, sedangkan musim kemarau berlangsung
antara bulan Juni hingga Oktober (BPDAS Ciliwung-Cisadane,2007)
Unsur iklim yang digunakan sebagai input dari software MW_SWAT yang
mempengaruhi transformasi hujan menjadi debit dalam siklus hidrologi adalah
curah hujan, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, dan kecepatan
angin. Curah hujan merupakan sumber air utama yang ada di alam, sedangkan
parameter iklim lainnya digunakan untuk menilai nilai evapotranspirasi
Unsur hujan menunjukan tingkat kebasahan suatu wilayah, bulan basah
(curah hujan rata-rata bulanan >100mm) terjadi lebih atau sama dengan 9 bulan,
bulan kering (curah hujan <60 mm) terjadi kurang atau sama dengan 3 bulan.
Berdasarkan pada klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson yaitu pengklasifikasian
yang hanya memperhatikan unsur iklim maka daerah Ciliwung Hulu termasuk
dalam tipe iklim A (daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika).
Sedangkan klasifikasi iklim menurut Oldemen (1975) dalam Handoko (1995)
peyebaran zona agroklimatnya adalah A1 yang merupakan zona sangat basah
(sesuai untuk menanam padi secara terus menerus namun produksi kurang karena
kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun).
Data curah hujan bulanan selama 5 tahun periode 2004-2008 untuk stasiun
atau pos Gunung Mas, Gadog, dan Pasir Muncang merupakan hasil pengukuran
dari Badan PSDA dan untuk stasiun Citeko diperoleh dari Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika Pusat di Jakarta. Rata-rata curah hujan bulanan
minimum dari ke-empat stasiun tersebut (curah hujan rata-rata terkecil yang turun
pada lokasi penelitian dari empat stasiun penakar) yaitu berkisar dari 27
mm/bulan-93 mm/bulan. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan maksimum
(curah hujan rata-rata yang turun terbesar pada lokasi penelitian dari empat stasiun
penakar hujan) yaitu curah hujannya antara 331 mm/bulan-650 mm/bulan.
Berdasarkan Gambar 9, curah hujan yang jatuh bervariasi pada setiap stasiun di
setiap tahunnya. Semakin tinggi elevasi suatu daerah maka curah hujan semakin
besar.

4500

4000

3500
Curah  Hujan (mm)

3000

2500

2000

1500

1000

500

0
2004 2005 2006 2007 2008 Tahun

Gambar 9. Curah Hujan (mm) DAS Ciliwung Hulu 2004-2008 (Arsip BMKG-
PSDA, 2009)

Selain data curah hujan yang diperlukan sebagai data input di MW_SWAT
juga diperlukan data iklim lainnya seperti temperatur, kelembaban udara,
kecepatan angin dan radiasi surya. yang diperoleh dari Badan Meteorologi,
Geofisika dan Klimatologi Pusat di Jakarta, untuk stasiun Citeko diperoleh suhu
maksimum rata-rata sebesar 24.98 0C dan suhu minimum rata-rata sebesar 18.92
0
C. Radiasi surya rata-rata tahunan adalah 10.08 MJ/m2/hari, kecepatan angin
rata-rata tahunanan sebesar 1.19 m/detik, dan kelembaban udara rata-rata tahunan
sebesar 82.64%.

E. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan peristiwa evaporasi dan transpirasi,
kedua proses ini merupakan perubahan air menjadi uap air dari permukaan bumi
ke atmosfer. Evaporasi merupakan penguapan yang terjadi pada sungai, danau,
laut, waduk, dan permukaan tanah. Sedangkan transpirasi terjadi pada tanaman
melalui stomata. Evapotranspirasi dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial
yang merupakan laju evapotraspirasi dari tanaman rumput hijau dengan tinggi
seragam antara 8 cm sampai 15 cm, tumbuh secara aktif, menutupi permukaan
tanah secara bersamaan pada kondisi tidak kekurangan air dan dipengaruhi oleh
iklim. Dan evapotranspirasi aktual yang merupakan evapotranspirasi yang terjadi
sesungguhnya dengan kondisi air yang nyata dan dipengaruhi oleh jenis tanaman.
Berdasarkan data iklim diatas, maka hasil simulasi menunjukan bahwa
bahwa besarnya rata-rata bulanan maksimum evapotranspirasi potensial (PET)
pada tahun 2008 adalah sebesar 96.67 mm dan terjadi pada bulan Desember
sedangkan besarnya evapotranspirasi minimum terjadi pada bulan Juni yaitu
sebesar 0.014. Besarnya evapotranspirasi aktual (ET) maksimum terjadi pada
bulan Maret yaitu sebesar 59.91 mm dan minimum terjadi pada bulan Juni yaitu
sebesar 0.01 mm. Secara lengkap dapat terlihat pada Gambar 10.

120

100

80
mm

60

40

20

0
Bulan

Gambar 10. Grafik Evapotranspirasi Aktual dan Potensial (mm) (Hasil Simulasi)
F. Penggunan MapWindow
Map Window merupakan software aplikasi berlabel free, merupakan salah
satu software untuk Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographical
Information System (GIS) yang berbasis open source. MapWindow dapat
digunakan untuk mendistribusikan data ke bentuk lain dan untuk mendefinisikan
sistem proyeksi.
Jenis peta yang diperlukan oleh MWSWAT adalah peta penggunaan lahan
dan peta tanah dalam bentuk Tagged Image File (TIF) yang telah digrid dan di
reprojected terlebih dahulu
(1) Proses DEM (Watershed Delineation)
Pada tahap ini merupakan pengolahan DEM dan Batas Sub DAS
Ciliwung Hulu untuk deliniasi DAS Ciliwung Hulu secara otomatis akan
diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, peta
batas DAS, peta Sub DAS dan outlet yang pada tahap ini harus dipastikan
bahwa unit elevasi harus dalam satuan meter.
Hasil delinasi dengan menggunakan peta DEM yang berasal dari
SRTM (US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung hulu yang
berasal dari BPDAS dengan menggunakan ukuran dari watershed
delineation adalah 2 km2 dan penambahan satu titik outlet yakni di
koordinat pengukuran debit Katulampa, maka terbentuk 37 Sub-DAS
dengan total luasan 12833.73 ha. Dari hasil deliniasi adanya pengurangan
luas Sub DAS Ciliwung Hulu yakni seluas 2275.44 ha hal ini disebabkan
delinasi merupakan pembentukan DAS dari aliran terluar dan semua anak
sungai akan mengalir pada outlet yang telah ditentukan yaitu outlet
Katulampa. Sehingga anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke
outlet katulampa tidak termasuk DAS penelitian, dan juga dipengaruhi oleh
resolusi DEM yang digunakan.semakin kecil resulusi yang digunakan maka
akan meningkatkan ketelitian. Hasil deliniasi saperti terlihat di Gambar 11.
Pada penelitiaan ini digunakan data debit dari SPAS Katulampa, dari
Gambar 11 terlihat bahwa Katulampa berada di Sub-DAS 37. Data debit
yang digunakan berasal dari PSDA dan berupa debit harian dan rata-rata
debit bulananan.
Katulampaa

Cisarua

Batas DAS

Outleet
Alirrain Sungai
Batass Sub DAS Hasil Delinniasi

Gambaar 11. Hasil Deliniasi DAS


D Ciliwu
ung Hulu deengan Modeel MWSWA
AT

(2) Pembentuukan HRU


Untuk mendapatkan
m n Hydrolog
gical Responnse Units (HRUs) seebagai
unit analisis dillakukan tum
mpang tindiih (overlay)) antara peta tanah dan
n peta
pengggunaan laahan. Jumlah HRU yang terbeentuk oleh model deengan
mennggunakan thresholdd by perrcentage (dimana untuk lan
nduse
mennggunakan threshold 20%,
2 untuk
k jenis tanaah mengguunakan threeshold
10%
%, dan kemiiringan lereeng menggu
unakan threeshold 5%) maka terbentuk
sebaanyak 254 HRU
H dalam 37 sub-bassin seperti teerlihat padaa Gambar 12
2.
Katulampaa

Gadog

Tugu Utaraa
1,2,3…. Noomor Sub DA
AS

T
Tugu Selatan
Battas HRU
Ouutlet
Allirain Sungaai

Battas Sub DA
AS

Gambaar 12. Pembentukan HR


RU

HRU merrupakan uniit analisis hidrologi yanng mempunnyai karakteeristik


tanaah dan pengggunaan lahaan yang speesifik, sehinngga dapat ddipisahkan antara
a
satu HRU dengan yang lainya.
l Darii hasil HRU
U yang dibbentuk dikeetahui
bahw
wa Katulam
mpa berada di
d subbasin 37 dan paada subbasinn 37 terben
ntuk 7
HRU
U. Terbentuuknya HRU
U berdasarkaan perbedaaan landuse, jenis tanah
h, dan
kem
miringan (sloope). HRU yang terbeentuk oleh model untuuk Sub-DA
AS 37
padaa Sub DAS Ciliwung Hulu
H dapat dilihat
d pada Tabel 2.
Pada Subb basin 37 di ketahui bahwa subb basin beraada pada daerah
d
yangg memilikii tingkat kemiringan
n datar-agaak curam yakni deengan
kem
miringan maaksimal 255%. Presen
ntasi maksim
mal HRU yang terbentuk
beraada pada HR
RU 253 deengan presen
ntasi 29.37% dari luassan sub-DA
AS 37
yaknni pada keemiringan 8%-15%, jenis tanaah Asosiasii latosol coklat
c
kem
merahan dan latosol cokklat dengan landuse yanng berada ddi daerah terrsebut
beruupa pertaniaan lahan keering (CRD
DY). Sedanggkan presenntase HRU yang
terenndah dengaan presentaase 2.84% berada di HRU 248 dengan daerah
d
pertaniaan lahan kering, kemiringan 15%-25%, dan jenis tanah kompleks
latosol merah kekuningan dan latosol coklat.

Tabel 2 HRU yang terbentuk di Sub_DAS 37

Area [ha] %Watershed %Subbasi


n
Subbasin 513.42 4
37
Landuse CRDY 513.42 4 100
Soil KLMKLCK 180.16 1.4 35.09
ALCK 333.25 2.6 64.91
Slope 0-3 15.62 0.12 3.04
3-8 146.21 1.14 28.48
8-15 229.93 1.79 44.78
15-25 121.66 0.95 23.7
HRU
248 CRDY/KLMKLCK/15- 14.58 0.11 2.84
25
249 CRDY/KLMKLCK/8- 79.15 0.62 15.42
15
250 CRDY/KLMKLCK/3-8 70.82 0.55 13.79
251 CRDY/KLMKLCK/0-3 15.62 0.12 3.04
252 CRDY/ALCK/15-25 107.08 0.83 20.86
253 CRDY/ALCK/8-15 150.78 1.17 29.37
254 CRDY/ALCK/3-8 75.39 0.59 14.68
Sumber : (Hasil Simulasi)

(3) SWAT Setup and Run


Pada tahap ini dilakukan penggabungan antara data tanah,
land use, kemiringan, dan iklim untuk menentukan periode waktu
simulasi, pada tahap ini juga ditentukan jenis sungai, metode
penghitungan evaporasi potensial dengan metode Priesteley-Taylor
yang direkomindasikan untuk daerah beriklim basah seperti
Indonesia.
Waktu simulasi dilakukan dari tanggal 1 Desember 2008
sampai tanggal 31 Desember 2008. Pemilihan waktu simulasi ini
berdasarkan peta land use yang digunakan yaitu tahun 2008. Hal
ini berrtujuan untuuk mengetaahui jumlahh debit simuulasi yang dapat
dihasillkan dari koondisi tanah
h, landuse , dan kemirinngan yang ada.
a
Untuk mem
mperoleh output
o yangg diinginkaan. stasiun iklim
(stnlistt.txt) yang terdiri dari file hariann .pcp untukk masing-m
masing
stasiunn dan file .tmp dari stasiun Citeko. Penggunaan filee tmp
hanya dari stasiunn Citeko diikarenakan dari pos huujan yang berada
b
di Suub DAS Ciliwung
C Hulu tidakk melakukkan penguk
kuran
temperratur. Data iklim lainn
nya berupa data radiassi surya dan
n data
kecepaatan anginn yang jug
ga dibutuhhkan dalam
m SWAT akan
dibanggkitkan denngan mengg
gunakan filee weather ggenerator (.w
wgn).
dengann mencetakk hasil simullasi periodee bulanan. D
Dari hasil Ru
uning
ada 4 buah stasiuun yang terb
baca yaitu pos
p Citeko, pos Gadog
g, pos
Gununng Mas, daan Pasir Mu
uncang yanng tersebar tidak meraata di
Ciliwuung Hulu. Sebaran
S poss hujan atauu pos penguukuran data iklim
sepertii terlihat pada Gambar 13.

Gadogg

1,2,3…. Nomor
N Sub DAS
D Pasir Munccang

Baatas HRU Citeko


Ouutlet
Gunung Mas
M
Alliran Sungaii

B
Batas Sub DAS
D
Poss Hujan

Gambar 13.
1 Batas Su
ub DAS
G. Kalibrasi dan Validasi
Untuk tujuan kalibrasi dan validasi, setiap tipe penggunaan lahan didaerah
penelitian disesuaikan dengan tipe tanaman maupun urban dan jenis tanah yang
ada dalam SWAT data base (landcover/plant grow database). Untuk hutan
menggunakan kode FRSE yang merupakan kode untuk jenis hutan sepanjang
tahun,pertanian lahan kering menggunakan kode CRDY, lahan terbuka
menggunakan kode GRAS, semak belukar menggunakan kode SHRB (Shrub
Land), perkebunan teh menggunakan kode LBLS untuk tanaman Little Bluestum
(Schizachyrum Scoparium (Michauk) Nash), rawa menggunakan kode WATR
yang merupakan kode untuk air, pemukiman menggunakan kode URMD yang
merupakan jenis pemukiman dengan tingkat kependudukan sedang-padat.
Kalibrasi model dilakukan terhadap debit air bulanan yang keluar dari outlet
(SPAS) Katulampa. Dengan cara membandingkan debit bulanan hasil observasi
lapangan pada SPAS Katulampa yang diperoleh dari PSDA Ciliwung Cisadane
dengan debit bulanan hasil simulasi (Hasil keluaran model SWAT pada file RCH
yaitu FLOW_OUT).

Kalibrasi dan validasi dilakukan terhadap total hasil air, aliran permukaan,
aliran dasar, dan aliran lateral pada periode tahun 2008 sesuai dengan peta landuse
yang digunakan yakni tahun 2008. Gambar 14 menunjukan debit bulanan hasil
observasi pada SPAS Katulampa dan debit bulanan hasil prediksi model SWAT
yang terdapat pada outlet di Sub-DAS 37. Nilai rata-rata debit bulanan hasil
observasi dan hasil simulasi adalah 13.73 m3/detik dan 10,15 m3.detik. Adanya
selisih antara debit hasil simulasi dan prediksi dikarenakan ada empat buah pos
hujan yang dibaca oleh MW-SWAT yang tersebar tidak merata yaitu semua pos
hujan tersebut disekitar aliran sungai yang disebelah selatan sedangkan untuk
wilayah utara tidak ada pos pengukur hujan, sehingga sebaran rata-rata hujan
untuk daerah Sub DAS Ciliwung Hulu berkurang yang menyebabkan debit aliran
sungai di SPAS Katulampa hasil simulasi juga berkurang. Selain itu juga masih
menggunakan karkteristik penggunaan lahan global. Hubungan antara debit hasil
simulasi dengan debit hasil observasi seperti terlihat pada Gambar 14.
30

25

20

m3/s
15

10
Simulasi
5 observed‐
0

Bulan

Gambar 14. Debit Hasil Simulasi (m3/s) dengan Debit Real (m3/s)

Uji validasi model terhadap hasil air bulanan (debit) mempunyai nilai
efisiensi Nash Sutclife (ENs) sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85,
dan nilai standar deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. Dari hasil
simulasi menunjukan bahwa SWAT sangat baik untuk memprediksi hasil air
bulanan walaupun indeks tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan yang
dikemukan oleh oleh Fohrer dan Frede (2002) dalam Junaedi (2009) yaitu senilai
0.66. Besarnya nilai koefisien korelasi antara data debit hasil simulasi dan
observasi dapat terlihat pada Gambar 15. Dengan nilai seperti itu maka
menunjukan hasil simulasi tergolong memuaskan. Hal ini sesuai dengan Van Liew
and Garbrech (2003) dalam Junaedi (2009) yang menggolongkan hasil simulasi
kedalam tiga kriteria yaitu hasil simulasi dikatakan baik jika nilai Nash
Sutclife≥0.75, memuaskan jika nilai 0.75<Nash Sutclife>0.36, dan
dinyatakan kurang memuaskan jika nilai Nash Sutclife<0.36.
Nilai koefisien kerelasi R2 senilai 0.85 menunjukan debit dan volume aliran
model dapat menerangkan debit dan volume aliran lapangan serta terdapat
hubungan yang cukup kuat antara debit model dengan debit pengukuran
dilapangan, maka hasil model cukup baik untuk menduga debit aliran rata-rata
sebagaimana terlihat pada Gambar 15.
30
y = 1.265x
25
R² = 0.849

Debit Observasi (m3/s)
20

15

10

0
0 5 10 15 20 25
Debit Simulasi (m3/s)

Gambar 15. Debit Hasil Simulasi (m3/s) dan Debit Observasi (m3/s)

Lampiran 4 menunjukan karakteristik hidrologi DAS Ciliwung Hulu


berdasarkan hasil simulasi. Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah air rata-rata
bulanan yang dapat disimpan oleh DAS Ciliwung Hulu sebesar 161.17 mm. total
hujan rata-rata bulanan yang jatuh di DAS Ciliwung Hulu sebesar 3145.43 mm,
aliran permukaan (surface flow) 1290.32 mm, aliran lateral sebesar 44.91 mm,
aliran bawah permukaan 1162.45 mm, dan air yang masuk berupa perkolasi
sebesar 1442.60 mm, dan total air yang dihasilkan sebesar 2496.61 mm. Dari
hasil simulasi diketahui bahwa nilai debit aliran permukaan jauh lebih besar
dibandinhgkan aliran bawah permukaan. Besarnya aliran permukaan disebabkan
berkurangnya kemampuan DAS meretensi air. ini mengidentifikasikan bahwa
telah terjadi ketidak seimbangan atau kerusakan di DAS Ciliwung Hulu yaitu
kemampuan tanah atau dengan kondisi penggunaan lahan yang ada seperti tahun
2008 menyebabkan kemampuaan daya serap air semakin kecil yang dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan akibat adanya banjir, maupun erosi. Ini akan
mengakibatkan debit pada musim hujan besar dan debit pada musim kemarau
rendah.
Besarnya air yang dapat disimpan tergantung pada jenis tanah,
penggunaan lahan, dan tata guna lahan. Ini terlihat dari jumlah air yang dihasilkan
pada sub-basin 1 hampir sama dengan sub basin 37, padahal luas area sub basin 1
jauh lebih kecil dibandingkan sub-basin 37, luas wilayah sub basin 1 seluas
343.42 ha, sedangkn sub basin 37 sebesar 513.42 ha. Hal ini disebabkan jenis
tutupan lahan yang berada di sub-basin 1 terdiri dari hutan, perkebunan teh, dan
pertanian lahan kering atau tegalan sedangkan di subbasin 37 penggunaan
lahannya terdiri dari pemukiman dan pertanian lahan kering.. Besarnya air yang
dihasilkan (WYIELD) maksimum pada sub-basin 1 terjadi pada bulan Maret
yaitu sebesar 391.94 mm, sedangkan minimum terjadi pada bulan Agustus.
Sedangkan WYIELD maksimum yang dihasilkan di sub-basin 37 terjadi pada
bulan Maret yaitu sebesar 426.35 mm dan WYIELD minimum terjadi pada bulan
Agustus yaitu sebesar 62.62 mm. Pada Gambar 16 terlihat bahwa pada musim
kemarau subbasin 1 WYIELDnya lebih besar dibandingkan subbbasin 37. Hal ini
menunjukan kemampuan hutan dalam menahan air atau menyimpan air jauh lebih
besar dibandingkan tegalan maupun permukiman.
450
400
350
WYIELD (mm)

300
250
200
150
Basin 37 (mm)
100
50 Basin 1 (mm)
0

Bulan

Gambar 6. WYIELD (mm) pada Sub-basin 37 dan 1 (Hasil Simulasi)


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisi terhadap hasil simulasi dan pengukuran dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu ;
1. Aplikasi MW-SWAT menghasilkan debit maksimum hasil simulasi
sebesar
19.73 m3/s dan debit maksimum observasi sebesar 23.82 m3/s.
Sedangkan debit minimum simulasi sebesar 3.04 m3/s, dan debit
minimum observasi sebesar 8.43 m3/s.
2. Dari hasil kalibrasi dan uji validasi model terhadap hasil air bulanan atau
debit aliran sungai mempunyai nilai efesiensi Nash Sutclife (ENs)
sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85, dan nilai standar
deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. Sehingga MW-
SWAT dapat digunakan untuk memprediksi debit aliran sungai. Dan
penelitian ini dapat dinyatakan sangat memuaskan.

B. Saran
Pada model SWAT ini diperlukan beberapa parameter yang berkaitan
dengan karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik tanah secara detail,
namun karena keterbatasan data yang dibutuhkan masih menggunakan karaktertik
penggunaan lahan data global padahal kondisi lapangan berbeda untuk daerah
tropis dan subtropis sehingga perlu dilakukan kalibrasi agar mendekati kondisi
sebenarnya, selain itu juga perlu adanya penelitiaan dari badan atau instasi
terkait tentang karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik tanah, dan perlu
adanya inventarisasi dari penelitian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor : IPB Press
Asdak, C. 2004 Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Atmosentono, Hardjono. 1968. Tanah Sekitar Bogor. Bogor. Lembaga Penelitiaan
Tanah Bogor.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citaraum-Ciliwung. 2007. Penyusunan
Rencana Detail Penanganan Banjir di Wilayah Jabodetabekjur. Dirjen RLPS.
Departemen Kehutanan. ( Tidak dipublikasikan).
Chow Vt, Maidment DR, Mays LW, 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill
International Edition. Civil Engineering Series. 572 p.
Ersin, S. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya.
Hardjowigeno, Sarwono, Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencaanaan Tataguna Lahan, Yogyakarta : Gadjah Mada Univertsity Pres
Junaedi, Edi. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS
Cisadane Menggunakan Model SWAT, Tesis. Sekolah Pasca Sarja. IPB.
Bogor.
Linsley, Ray K., dan Franzini, Joseph B. 1989. Teknik Sumber Daya Air Edisi
Ketiga Jilid Satu. Jakarta : Erlangga.
Marwan, Djaenudin, dkk. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas
Pertanian. Bogor : Pusat Penelitiaan Tanah dan Agroklimat
Morgan, Carle W, dan Moore, Walter L.1969. Effect Of Watershed Change on
Stream Flow. London. University of Texas Press.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, William JR. 2004. Soil And Water Assessment
Tool Input/Output File Dokumentation Version 2005. Agricultural Research
Service. Texas
Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub-DAS. Bogor :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan
Partowijoto, Achmadi. 1999. Himpunan Makalah Seminar Teknik Tanah dan Air
1998-2000 : Masalah Tata-Air di Wilayah Jabotabek, Tantangan dalam
Memasuki Abad Ke-21. Kongres dan Seminar KNI-ICID dan Forum Air
Indonesia, November 2000.
Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2006. Status Mutu Air Sungai di Indonesia.
http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/KT-KT-09456-425200720207-
627200720246.pdf.
Sigit, Widiasmoro. 2005. Prosiding Expose Hasil Litbang Pengelolaan DAS
dalam Perspektif Otonomi Daerah. Balai Litbang Teknologi Pengelolaan
DAS Wilayah Indonesia Bagiaan Barat. Surakarta
Sinukaban, Naik. 2007. Konservasi Tanah dan Air. Jakarta : Direktorat Jenderal
RLPS.
Sosrodarsono, Suryono. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Sukarman. 1997. Statistik Sumber Daya Lahan/Tanah di Indonesia. Pusat
penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian. Bogor
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi
Suryani. 2005. Optimasi Perencanaan Penggunaan Lahan Dengan Bantuan Sistem
Informasi Geografi dan Soil And Water Assessment Tool. Tesis. Sekolah
Pasca Sarja. IPB. Bogor.
WASWC. 2009. Soil and Water Asessment Tool (SWAT) Global Application.
Thailand : Funny Publishing.
Ward, Roy, dan Robinson, Mark.1989. Princples Of Hydrology, McGraw-Hill
Book Company. Inggris
Widarmana, Sudan, dkk. 1985. Pengaruh Pengurangan Kerapatan Tegakan Hutan
Terhadap Debit dan Kualitas Air. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS
KRITERIA INDIKATOR PARAMETER STANDAR KETERANGAN
EVALUASI
A. Penggunaan 1. Penutupan oleh vegetasi IPL > 75% baik IPL = indeks penutupan lahan
Lahan 100% IPL = 30 – 75% sedang LVP = luas lahan bervegetasi
IPL < 30% jelek permanen
Informasi dari peta penutupan lahan
atau landuse

2. Kesesuaian Penggunaan KPL > 75% baik LPS = luas penggunaan lahan yang
Lahan (KPL) 100% KPL = 40 – 75% sedang sesuai
KPL < 40% jelek Rujukan kesesuaian penggunaan lahan
adalah RTRW/K dan atau pola RLKT
3. Erosi, Indek Erosi IE < 1 baik Perhitungan erosi merujuk pedoman
(IE) 100% IE > 1 jelek RTL-RLKT
Erosi yang ditoleransi
1998
B. Tata Air 1. Debit air sungai KRS < 50 baik Data SPAS PU/BRLKT/HPH
KRS = 50-120 sedang KRS = koefisien regime aliran
KRS > 120 buruk Q = debit sungai
100% CV < 10% baik
  CV = coefisien varian
CV > 10% jelek
Sd = standar deviasi
Nilai IPA semakin kecil
semakin baik
100% Data SPAS
IPA > 0,2 jelek
IPA = Indeks Penggunaan Air
IPA < 0,2 baik
2. Debit banjir . . Q = debit banjir
C= Koef. Run Off
I = intensitas hujan
A = Area DAS
3. Kandungan Sedimen Kadar lumpur dalam air Semakin menurun Data SPAS
semakin
baik menurut mutu
peruntukan
49
Lampiran 1 Lanjutan. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS
KRITERIA INDIKATOR PARAMETER STANDAR EVALUASI KETERANGAN
4. Kandungan Kadar biofisik kimia Menurut standar yang Standar baku yang berlaku, misal PP 20/1990
Pencemar (polutan) berlaku

5. Nisbah hantar sedimen SDR < 50% normal Data SPAS dan perhitungan/ pengukuran
(SDR) 100% SDR 50 -75% tdk normal erosi
SDR > 75% rusak

6. Neraca air – ∆ P = curah hujan;


Et= evapotranspirasi;
∆St= perubahan timbunan air di dalam DAS;
Gw= aliran masuk (+) atau aliran keluar (-)
C. Sosial Tekanan Penduduk Indek Tekanan penduduk (TP) TP < 1 ringan t = waktu dlm 5 tahun
TP = 1 -2 sedang z = luas lahan pertanian minimal utk hidup
terhadap Lahan
TP > 2 berat layak/petani
f = proporsi petani terhadap populasi
penduduk
DAS
Po = jml penduduk tahun 0
L = luas lahan pertanian
r = Pertumbuhan penduduk/thn
Dihitung KK/thn
Data dari instansi terkait atau petani sample
D. Ekonomi Ketergantungan Kontribusi pertanian terhadap total > 75% tinggi Data dari instansi terkait atau petani sample
penduduk pendapatan keluarga 50-75% sedang
terhadap lahan < 50% rendah
2. Tingkat Pendapatan keluarga/tahun Garis kemiskinan BPS Data dari instansi terkait atau petani sample
Pendapatan
Data BPS atau petani sample
3. Produktivitas lahan
Produksi/ha/thn Menurun, tetap,meningkat

Sumber : 1. Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2004.
2. Ersyn Seyhan, Dasar-Dasar Hidrologi, 1990.
50
Lampiran 2. Data WGN

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sept Okt Nov Des
Temperatur Maksimum (oC) 23.99 23.85 24.15 24.84 25.45 25.24 25.15 25.19 25.88 26.14 25.34 24.37
Temperatur Minimum (oC) 19.04 18.97 19.42 19.62 19.42 18.71 18.2 18.07 18.29 18.78 19.2 19.31
TMPSTMTDMX 2.32 1.83 1.65 1.34 1.57 1.33 1.2 1.42 1.34 1.85 1.75 1.8
TMPSTMTDMN 0.77 0.98 0.68 0.83 0.86 0.86 0.97 1.02 1 0.8 0.95 0.7
Curah Hujan (mm) 525.38 563.33 362.6 270.2 142.4 132.3 45.05 96.9 114.4 169.48 284.3 438.5
PCPSTD 21.71 35.51 17.77 16.57 12 8.39 5.4 10.4 9.3 10.93 12.93 17.45
PCPSKEW 2.74 3.92 2.19 2.25 4.44 3.05 7.11 5.65 3.24 3.48 2.13 2.49
PR-W1 0.34 0.83 0.57 0.81 0.4 0.28 0.12 0.12 0.18 0.57 0.42 0.75
PR-W2 0.58 0.25 0.29 0.42 0.54 0.71 0.79 0.82 0.79 0.51 0.5 0.19
PCPD 19 21.67 28 26 19 16 8 9.67 13 21.33 23 31.67
PCP MAK 134 245 100 80 90 51 50 86 51 65 57 107
Radiasi Surya (MJ/m 11.37 9.96 11.5 10.89 9.78 8.34 5.69 6.51 11.01 11.33 11.66 12.91
Dew Point 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kecepatan Angin 1.47 1.32 1.32 1.23 1.18 1.07 1.09 1.08 1.19 1.13 1.08 1.05
Lampiran 3. Karakteristik Tanah

SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z1 SOL_B 1 SOL_AWC1 SOL_K1 SOL_CBN CLAY1 SILT1 SAND1 ROCK1 USLE_K
1 1
LC 5 C 1600 SANDY_CL 200 1.1 0.08 2 1.17 72 18 10 8 0.26
AY_LOAM
KLMKL 4 C 1750 LOAM 220 1.15 0.14 2.6 3.58 72 18 10 3.5 0.26
CK

ALCK 4 C 1550 CLAY_LOA 150 1.13 0.1 2.1 2.74 60 30 10 15 0.27


M

AAC C 1200 LOAM 200 1.1 0.15 2.7 3.39 56 37 7 21 0.26


4

SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z2 SOL_B 2 SOL_AWC2 SOL_K1 SOL_CBN CLAY2 SILT2 SAND2 ROCK2 USLE_K
1 2
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM 400 1.14 0.09 2.2 1.63 43 40 17 35 0.26
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK

500 1.29 0.12 2.8 0.5 54 29 17 6 0.28


ALCK 4 C 1550 CLAY_LOA
M

650 1.1 0.09 2.5 1.33 63 27 10 10 0.27


AAC C 1200 LOAM
4 600 1.15 0.13 3.3 0.74 67 28 5 25 0.28
Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT”
Keterangan :
ALCK = Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat
LC = Latosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat
BD = Bulk Density, AWC = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah), K = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), CBN = Karbon Organik (%),USLE_K =
52

Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm), SOL_ZMX = Kedalaman efektif (mm)
Lampiran 3 Lanjutan. Karakteristik Tanah

SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z3 SOL_B 3 SOL_AWC3 SOL_K3 SOL_CBN CLAY3 SILT3 SAND3 ROCK3 USLE_K
3 2
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM 920 1.1 0.12 2.3 1.97 74 22 4 5 0.24
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK

500 1.29 0.12 2.8 0.5 54 29 17 6 0.28


ALCK 4 C 1550 CLAY_LOA
M

950 1.1 0.12 2.8 1.03 58 24 18 10 0.27


AAC C 1200 LOAM
4 1200 1.17 0.15 2.5 0.24 52 39 9 10 0.28

SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z4 SOL_B 4 SOL_AWC4 SOL_K4 SOL_CBN CLAY4 SILT4 SAND4 ROCK4 USLE_K
4 4
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM 1340 1.1 0.11 2.2 1.71 80 15 5 5 0.24
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK
1750 1.32 0.12 2.5 0.28 76 18 6 5 0.26
ALCK 4 C 1550 CLAY_LOA
M 1550 1.1 0.11 2.7 0.53 76 18 6 5 0.27
AAC C 1200 LOAM
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT”
Keterangan :
ALCK = Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat
LC = Latosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat
BD = Bulk Density, AWC = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah), K = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), CBN = Karbon Organik (%),USLE_K =
53

Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm), SOL_ZMX = Kedalaman efektif (mm)
Lampiran 3 Lanjutan. Karakteristik Tanah
SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z5 SOL_B 5 SOL_AWC5 SOL_K5 SOL_CBN CLAY5 SILT5 SAND5 ROCK5 USLE_K
5 5
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM
1600 1.1 0.1 2.3 0.45 86 11 3 3 0.24
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ALCK 4 C 1550 CLAY_LOA
M 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
AAC C
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT”
Keterangan :
ALCK = Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat
LC = Latosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat
BD = Bulk Density, (g/cm3) SOL_ZMX = Kedalaman Efektif (mm)
AWC = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah) SNAM = Nama Tanah
,K = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), HYDGRP = Hidrologi Tanah
CBN = Karbon Organik (%)
USLE_K = Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm)
Lampiran 4. Hasil Simulasi Model SWAT untuk parameter Hidrologi DAS Ciliwung Hulu
Sumber Hasil Simulasi Model
Dimana : SURQ = Surface Flow
Bulan Hujan Water SURQ LATQ GWQ perkolasi SW
(mm) Yield mm % % water mm % % water mm % % water mm % mm
(mm) hujan yield hujan yield Hujan yield Hujan
Jan 335.46 172.02 149.77 45 87 0.82 0 0 21.54 6 13 114.93 34 190.43
Feb 431.02 248.41 175.3 41 71 2.38 1 1 70.87 16 29 234.2 54 162.67
Mar 542 411.99 260.44 48 63 4.29 1 1 147.34 27 36 205.14 38 167.03
April 412.28 386.42 218.07 53 56 4.89 1 1 163.62 40 42 156.27 38 165.86
Mei 136.26 196.33 35.51 26 18 5.12 4 3 155.74 114 79 90.58 66 165.37
Juni 66 128.23 10.5 16 8 4.42 7 3 113.34 172 88 53.75 81 164.92
Juli 3 81.03 0 0 0 3.72 124 5 77.31 2577 95 3.24 108 164.28
Agus 90.44 63.45 13.68 15 22 3.16 3 5 46.65 52 74 58.61 65 175.55
Sept 180 118.4 64.81 36 55 3.09 2 3 50.59 28 43 92.84 52 169.78
Okto 263.96 172.83 99.06 38 57 3.5 1 2 70.34 27 41 112.86 43 175.46
Nove 393.32 277.54 165.14 42 0 4.51 1 2 108.07 27 39 193.75 49 161.96
Dese 291.7 239.96 98.03 34 41 5.01 2 2 137.03 47 57 126.43 43 161.17
Rata2 262.12 208.05 107.53 41 52 3.74 1 2 96.87 37 47 120.22 56 161.71
LATQ = Lateral Flow
GWG = Base Flow
SW = Simpanan air tanah

You might also like