Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
MOHAMAD HAMDAN
F14050223
2010
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU
MENGGUNAKAN MW-SWAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MOHAMAD HAMDAN
F14050223
2010
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Mohamad Hamdan. F14050223. Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS
Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT. Dibaawah Bimbingan Asep Sapei,
Machmud Raimadoya
RINGKASAN
Kawasan DAS Ciliwung Hulu berfungsi sebagai daerah pelindung dan
penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan
mempengaruhi seluruh bagian DAS. Penggunaan lahan suatu kawasan sangat
mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut. Kegiatan yang bersifat merubah tipe
maupun jenis penggunaan lahan dapat memperbesar dan memperkecil hasil air (water
yield). Konversi lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan
berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah (recharge) dan
meningkatnya aliran permukaan. Peningkatan aliran permukaan secara langsung
mempengaruhi peningkatan debit
Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang
dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air,
sedimen, muatan pestisida, dan kimia hasil pertanian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Aplikasi open source software MWSWAT
untuk menganalisis debit aliran air sungai di Sub DAS Ciliwung Hulu.
(2) Membandingkan debit aliran sungai hasil simulasi dengan data hasil observasi.
Ciliwung Hulu merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 367 mdpl
sampai 2710 mdpl (hasil Deliniasi DEM SRTM). Berdasarkan peta tanah tinjau skala
1:250.000 (LPT) terdapat beberapa jenis tanah yang dominan di DAS Ciliwung
yaitu latosol, regosol, dan andosol. Keadaan topografi pada daerah DAS Ciliwung
Hulu berdasarkan hasil deliniasi didominasi kelas lereng landai sampai agak curam.
Dimana rincian kelas lerengnya adalah datar dan agak landai (17.76%), landai
(26.26%), agak curam (23.39%), curam (19.91%), dan sangat curam (12.68%). Dan
terbagi menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan 5020,36 ha (39.12% watershed)
dan umumnya berada pada hulu DAS, semak belukar 88.52 ha (0.69% watershed),
perkebunan teh seluas 440.07 ha (3.43 % watershed), pertanian lahan kering atau
tegalan 6449.32 (50.25% watershed) menyebar luas pada daerah DAS dan biasanya
menempati sekitar pemukiman penduduk, pemukiman seluas 822.82 ha (6.41%
watershed) umumnya mendominasi daerah hilir DAS dan rata-rata berada disekitar
aliran sungai Ciliwung, dan lahan terbuka 12.65 ha (0.10 % watershed).
Rata-rata curah hujan bulanan minimum dari stasiun (curah hujan rata-rata
terkecil yang turun pada lokasi penelitian yaitu Pos Hujan Gunung Mas, Citeko,
Gadog, dan Pasir Muncang) yaitu berkisar dari 27 mm/bulan-93 mm/bulan.
Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan maksimum (curah hujan rata-rata yang turun
terbesar pada lokasi penelitian dari empat stasiun penakar hujan) yaitu curah
hujannya antara 331 mm/bulan-650 mm/bulan
Hasil deliniasi dengan menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM
(US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung hulu yang berasal dari BPDAS
dengan menggunakan ukuran dari watershed delineation adalah 2 km2 dan
penambahan satu titik outlet yakni di koordinat pengukuran debit SPAS Katulampa,
maka akan terbentuk 37 Sub-DAS dengan total luasan 12833.73 ha.
HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage
(dimana untuk landuse menggunakan threshold 20%, untuk jenis tanah menggunakan
threshold 10%, dan kemiringan lereng menggunakan threshold 5%) maka terbentuk
sebanyak 254 HRU dalam 37 sub-basin, dan Katulampa berada pada sub-basin 37
Uji validasi model terhadap hasil air bulanan mempunyai nilai efesiensi Nash
Sutclife (ENs) sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85, dan nilai standar
deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. dari hasil simulasi
menunjukan bahwa SWAT sangat baik untuk memprediksi hasil air bulanan
walaupun indeks tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan yang dikemukan oleh
Fohrer dan Frede pada tahun 2002 yakni nilai 0.66
Jumlah air rata-rata bulanan yang dapat disimpan oleh Sub DAS Ciliwung
Hulu sebesar 161.17 mm, total hujan rata-rata bulanan yang jatuh di Sub DAS
Ciliwung Hulu sebesar 3145.43 mm, aliran permukaan (surface flow) 1290.32 mm,
aliran lateral sebesar 44.91, aliran bawah permukaan 1162.45 mm, dan air yang
masuk berupa perkolasi sebesar 1442.60 mm, dan total air yang dihasilkan sebesar
2496.61 mm. Jumlah debit yang dihasilkan berbanding lurus dengan curah hujan.
Besarnya air yang dapat disimpan tergantung pada jenis tanah, penggunaan lahan, dan
tataguna lahan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Garut, Jawa Barat pada tanggal 09 Maret 1987. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak H. Endang Supriatna
dan Hj. Alis.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SDN Cinagara IV
Garut, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SLTPN 1 Malangbong
Garut. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN I Malangbong Garut
dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan setahun
kemudian penulis diterima di mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam organisasi
kemahasiswaan, diantaranya pada tahun 2006-2007 penulis bergabung dalam
Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) sebagai Wakil Ketua dan pada tahun 2007-
2009 Menjabat Ketua Umum HIMAGA, tahun 2006-2007 penulis aktif di Himpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai staf HUMAS. Selain mengikuti
keorganisasian di kampus juga tergabung dalam organisasi ASGAR MUDA.
Pada tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapangan di PT.PG. Rajawali II
Unit PG. Subang “Aspek Keteknik Pertanian Pada Budidaya Tanaman Tebu di
PT.PG. Rajawali II Unit PG. Subang, Jawa Barat”. Penulis menyelesaikan skripsi
berjudul “Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das Ciliwung Hulu Menggunakan
MW-SWAT” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.Sc dan Ir. Machmud
A. Raimadoya, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan
hikmat dan petunjuknya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das
Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT “ ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan keluarga besar dari kedua orang tuaku yang telah
turut memberikan cinta dan kasih sayangnya, serta dukungan semangatnya baik
berupa doa, maupun dukungan moral dan materil.
2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen pembimbing I dan Ir. Machmud A.
Raimodoya, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan,
bimbingan, solusi dan rasa semangat.
3. Dr. Satyanto K Saptomo, STP. M.Si selaku dosen penguji skripsi.
4. Ir. Iwan Ridwansyah, Sri Malahayati, SP., dan Ida Setya WA, SP. yang telah
membagi banyak ilmunya kepada Penulis.
5. Bapak dan Ibu di Badan Limnologi LIPI Cibinong, BPSDA Bogor, BPDAS
Ciliwung-Cisadane, Puslittanak Bogor, BMKG Jakarta, dan pihak lainnya atas
bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada Penulis.
6. Teman seperjuangan penulis yaitu Wina Faradina dan Dita Yuliati Harakita
7. Teman TEP’42 dan Wisma FM yang mendukung selesainya Tugas Akhir ini.
8. Teman-teman Himaga 42 Neneh, Aji, Nina, Ima, Mila, Resna, Hera,, dll, dan
teman HIMAGA lainnya yang telah memberikan semangat, canda dan tawa.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh
topografi secara alami dimana air hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir keluar
melalui suatu outlet yang sama. DAS dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem
hidrologi, dimana interaksi antar komponen sumber daya dalam DAS dapat
digambarkan melalui suatu siklus atau pergerakan air.
Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peran yang besar sebagai sistem
pelindung dan penyangga kehidupan, oleh karena itu keberadaannya perlu dikelola
dengan baik sehingga peran tersebut dapat tetap berfungsi.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS yang
melewati empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor,
Kota Administrasi Depok, dan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi DAS Ciliwung saat ini
sangat mengkhwatirkan karena selain banjir yang sering terjadi juga karena tingkat
erosi dan sedimentasi yang terjadi terlalu tinggi (BPSDA Ciliwung- Cisadane, 2007).
Kawasan Hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan
penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan
mempengaruhi seluruh bagian DAS, saat ini telah terjadi banyak pengalihgunaan
lahan di daerah DAS Ciliwung yang mengakibatkan erosi cenderung meningkat.
Erosi dan sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai sehingga daya tampungnya
berkurang, hal ini akan mengakibatkan sungai Ciliwung mudah meluap dan dapat
membahayakan keselamatan penduduk disekitar daerah aliran sungai yaitu Jakarta,
Bogor, Bekasi dan sekitarnya.
Tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat, dengan luas DAS yang
relatif tetap tidak mengalami perubahan, akan mengakibatkan semakin meningkatnya
perubahan penggunaan lahan yang pada umumnya kurang memperhatikan faktor
konservasi tanah dan air dalam pengelolaanya. Pemanfaatan potensi DAS baik
sumber daya lahan maupun sumber daya air yang tidak mengindahkan kaidah
konservasi dan berlebihan akan mengakibatkan degradasi terhadap kondisi DAS dan
menyebabkan terjadinya lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami
kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala
erosi (banyaknya alur drainase) yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan
daerah lingkungan sekitarnya. Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan sumberdaya
alam harus dilakukan secara komperhensif dan terpadu. Sehingga diharapkan
sumberdaya alam dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia
secara lestari dan berkelanjutan. (Sukarman,1997).
Meningkatnya tekanan penduduk terhadap sumber daya lahan baik untuk
kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan
menyebabkan perubahan penggunaan lahan yang akan berpengaruh terhadap
kelestarian sumberdaya air. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali
berupa perambahan hutan dan penebangan liar di daerah hulu, hilangnya tutupan
lahan hutan menjadi jenis penggunaan lahan lainnya yang terbukti memiliki daya
dukung lingkungan lebih terbatas, sehingga menyebabkan kelebihan air atau banjir
pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau, hal ini disebabkan
perubahan penggunaan lahan yang tidak disertai penanganan tindakan konservasi
sehingga menyebabkan hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran
permukaan (Run-Off).
Perubahan penggunaan lahan dari vegetasi (vegetated land) menjadi non-
vegetasi (non-vegetated land) pada DAS cenderung meningkat intensitasnya menurut
ruang dan waktu. Sebagai konsekuensi logis dari aktivitas lebih pembangunan dan
laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Adanya peningkatan intensitas perubahan
alih fungsi lahan tersebut tentunya membawa pengaruh terhadap kondisi hidrologi
DAS diantaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien
aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan.
Penggunaan lahan suatu kawasan sangat mempengaruhi hidrologi kawasan
tersebut. Kegiatan yang bersifat merubah tipe maupun jenis penggunaan lahan dapat
memperbesar dan memperkecil hasil air (water yield). Konversi lahan dengan
memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan
pengisian air bawah tanah (recharge) dan meningkatnya aliran permukaan.
Peningkatan aliran permukaan secara langsung mempengaruhi peningkatan debit.
Kondisi debit sungai berubah dari waktu ke waktu sepanjang tahun. Untuk
memonitor perubahan debit, tinggi muka air sungai harus selalu diamati secara
kontinyu setiap waktu baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Alih fungsi
lahan yang terjadi diseluruh DAS akan tergambarkan dengan indikator fluktuasi debit
yang terjadi. Peningkatan debit puncak dari perbedaan debit maksimum dan
minimum yang besar.
Banyak penelitian melaporkan bahwa telah terjadi kerusakan lahan dan
hidrologi DAS yang disebabkan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya lahan
yang tidak sesuai dengan kemampuan dan tingkat kesesuaiannya, penggunaan
sumberdaya lahan yang tidak atau kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi
dan konversi lahan yang semestinya dipertahankan sebagai daerah penyangga bagi
ekologi dan hidrologi DAS. Kerusakan sumberdaya lahan DAS menuntut usaha-
usaha perbaikan untuk meningkatkan kembali kualitas lahannya. Perencanaan
penggunaan lahan secara optimal berdasarkan kesesuaian lahan dan aspek hidrologi
menjadi penting dan perlu dilakukan untuk dapat membuat suatu perencanaan dan
keputusan yang diperlukan suatu alat bantu (tool) yang dapat mengintegrasi berbagai
data sumberdaya lahan dan mampu memprediksi pengaruh pengelolaan terhadap
hidrologinya.
Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang
dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air,
sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian. SWAT dikembangkan oleh
Agricultural Research Service (ARS). USDA yang merupakan gabungan beberapa
model, seperti : Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB);
Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management Sistem (CREAMS);
Groundwater Loading Effects on Agricultural Management Sistem (GREAMS) dan
Erosian Productivity Impact Calculator (EPIC).
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Aplikasi open source software MW-SWAT untuk menganalisis debit
aliran air sungai di Sub DAS Ciliwung Hulu.
2. Membandingkan debit aliran sungai hasil simulasi dengan data hasil
observasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hidrologi
Air adalah sebuah sumber yang secara alami mengikuti siklus hidrologi, yang
pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan dengan tanpa awal dan
akhir yang dapat digambarkan sebagai sebuah sistem.
International Glossary of Hidrology,1974 dalam Asdak (2004) hidrologi adalah
ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat
kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan
makhluk hidup.
Sirkulasi hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dan di
dalamnya terjadi berbagai proses secara kontinyu (Chow et.al.,1988). Air
berevaporasi dari lautan, danau, sungai, dan permukaan tanah ke atmosfer. Di
atmosfer uap air dipindahkan dan diangkat sampai terkondensasi dan jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan. Dalam perjalanannya menuju bumi sebagian hujan
kembali dievaporasikan ke atmosfer. Air yang sampai di bumi sebagian diintersepsi
oleh vegetasi, masuk ke dalam tanah melalui permukaan (infiltration), mengalir
sebagai aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran permukaan (surface
runoff) menjadi debit. Sebagian besar air yang diintersepsi dan mengalir di
permukaan kembali ke atmosfer melalui evaporasi. Air yang diinfiltrasi dapat
terperkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam dan mengisi air bawah tanah,
kemudian muncul sebagai mata air di sungai, akhirnya kembali ke laut atau menguap
ke atmosfer.
Energi panas matahari akan menyebabkan air laut, sungai, saluran dan danau
atau waduk berubah bentuk menjadi uap air. Proses perubahan ini disebut evaporasi
(evaporation). Evaporasi mempunyai arti penting dalam perpindahan tenaga antara
permukaan dan udara di atas. Tenaga yang digunakan untuk evaporasi air ini disebut
tenaga pendam (latent energy). Tenaga pendam terperangkap dalam molekul air
ketika air berubah dari cair menjadi gas. Air yang masuk ke atmosfer 88% berasal
dari lautan yang terletak diantara 60º lintang utara dan 60º lintang selatan. Sebagian
besar air yang terevaporasi dari lautan akan kembali ke lautan secara langsung.
Sebagian lagi akan terangkut di atas permukaan tanah sebelum menjadi hujan. Uap
air mungkin akan terkondensasi berubah kembali menjadi air, dan selanjutnya
melepaskan panas pendam (latent heat) yang berubah menjadi panas sensibel
(sensible heat) yang menghangatkan udara di sekelilingnya. Udara panas ini akan
terangkat ke atas dan mengalami proses pendinginan. Proses ini disebut kondensasi
(condensation) yang menghasilkan tetesan air. Tetesan air saling berpegangan
menjadi tetesan yang lebih besar sampai mencapai ukuran yang cukup besar untuk
jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan (precipitation).
Ketika hujan mencapai permukaan, sebagian akan tertahan oleh tumbuh-
tumbuhan dan sebagian lagi akan jatuh langsung ke permukaan tanah. Air hujan yang
terkumpul di daun atau batang tumbuh-tumbuhan disebut intersepsi (interception).
Jumlah air yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan tergantung pada jenis tumbuh-
tumbuhan. Air tertahan di permukaan daun sampai hal ini menetes ke bawah sebagai
jatuh tidak kedap (through fall) atau mengalir ke bawah melalui batang daun yang
akhirnya mencapai permukaan tanah sebagai aliran batang (stem flow). Sebagian air
yang tertahan akan menguap kembali ke atmosfer, dan disebut kehilangan intersepsi
(interception loss). Setelah mencapai tanah, sebagian air akan menyusup ke dalam
tanah ke dalam zona air tanah. Proses ini disebut infiltrasi (infiltration). Sebagian lagi
mungkin akan mengalir di atas permukaan sebagai air limpasan (runoff). Proses
infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tekstur tanah kasar akan terisi lebih cepat
dibandingkan dengan tekstur tanah halus karena ruang pori yang lebih kecil dalam
satu unit volume tanah. Oleh karena itu air limpasan akan terjadi lebih cepat pada
tekstur tanah halus. Tumbuh-tumbuhan juga mempengaruhi besarnya infiltrasi
Contoh, infiltrasi pada tanah dengan tumbuh-tumbuhan hutan lebih tinggi dari pada
tanah telanjang (bare soils). Akar tanaman melonggarkan dan menciptakan pembuluh
dimana air dapat masuk ke dalam tanah dengan lebih mudah. Daun dan sampah di
atas permukaan mengurangi dampak hujan yang jatuh, sehingga efek erosi
permukaan tanah bisa dihilangkan atau dikurangkan. Faktor lain yang mempengaruhi
infiltrasi adalah intensitas hujan, kemiringan lahan dan kadar kelembaban tanah.
Semakin besar intensitas hujan, semakin besar pula infiltrasi yang mungkin terjadi.
Ketika terjadi hujan yang cukup besar, tanah mungkin menjadi jenuh
(saturated), dan penambahan hujan akan menyebabkan air tidak dapat masuk secara
efektif ke dalam tanah lagi. Air limpasan permukaan akan mengalir secara cepat ke
saluran atau sungai, sehingga meningkatkan debit aliran.
Sebagian air yang menyusup ke dalam tanah akan mengalir secara mendatar
sebagai aliran antara (interflow). Air ini mengalir perlahan-lahan menerusi akuifer ke
dalam sungai atau kadangkala langsung menuju ke laut. Air yang menyusup juga
menghidupkan tumbuhan, sehingga proses transpirasi (transpiration) daun-daun atau
batang atau ranting tumbuhan terjadi.
Aliran limpasan permukaan dan aliran antara dikenal sebagai air limpasan
langsung (direct runoff), dan bergerak dari kawasan tadahan ke saluran keluar. Secara
umum, air limpasan langsung merupakan penyebab utama terjadinya aliran puncak,
dan air limpasan langsung terjadi dari air hujan berlebih. Selisih antara hujan
sebenarnya dengan hujan berlebih terdiri dari intersepsi (interception), tampungan
lekukan (depression storage) dan kelembaban tanah yang terevaporasi atau mengalir
ke dalam sistem air bawah tanah.
Sebagian air di atas permukaan tanah menguap kembali dalam bentuk uap,
sebagian besar mengalir masuk ke dalam saluran dan mengalir sebagai air limpasan
permukaan. Permukaan air sungai dan danau juga menguap, oleh karena itu
kehilangan air masih banyak lagi terjadi di sini. Akhirnya, air yang tidak terinfiltrasi
atau teruapkan, akan mengalir kembali ke laut mengikuti saluran sungai.
Gambar 1 menunjukkan skema siklus hidrologi
Keseimbangan hidrologi adalah keseimbangan antara total masukan (input)
dengan total output. Dalam sistem DAS keseimbangan hidrologi digambarkan
sebagai hubungan antara hujan sebagai input dengan debit sebagai output dan
karakteristik serta proses sebagai struktur sistemnya. Output dari sistem DAS tidak
hanya terbatas pada debit, tetapi juga berupa zat kimia dan sedimen yang ikut terbawa
aliran. Dasar keseimbangan tersebut adalah siklus hidrologi.
Gambar 1. Siklus Hidrologi
= +∑ (1)
Dimana Swt adalah kandungan air tanah akhir (mm), Swo adalah kandungan air
tanah permulaan hari 1 (mm) t adalah waktu (hari), Rday adalah jumlah curah hujan
pada hari i (mm), Qsurfc adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), Ea adalah
jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm), Wseep adalah jumlah air yang masuk
kedalam zona vadose pada profil tanah pada hari i (mm), dan Qgw adalah jumlah air
yang merupakan air kembali.
Deliniasi DAS sebagai areal penelitiaan dilakukan menggunakan Digital
Elevation Model (DEM). DEM membatasi areal penelitian berdasarkan topografi
alaminya. Dalam simulasi, DAS dibagi menjadi beberapa Sub DAS, Sub Das adalah
pembagian atau pengelompokan berdasarkan kesamaan penggunaan lahan dan tanah,
atau sifat lain yang berpengaruh terhadap siklus hidrologi, dimana setiap Sub DAS
mempunyai sungai utama, penggunaan Sub DAS dalam simulasi sangat bermanfaat
jika perbedaan dalam DAS didominasi oleh penggunaan lahan dan tanah, perbedaan
tersebut akan mempengaruhi sifat hidrologi, sehingga secara spesial dapat
dibandingkan areal-areal yang berbeda di dalam DAS.
Untuk mendapatkan Hidrology Response Unit (HRU) sebagai unit analisis
dilakukan tumpang tindih (overlay) antara peta tanah dengan peta penggunaan lahan,
HRU yang terbentuk selanjutnya dihubungkan dengan data iklim yang sudah di-entry
menggunakan format file.pcp dan file.tmp. Simulasi dijalankan setelah periode
simulasi ditentukan.
Neitsch et. al. 2001 dalam WASMC (2009) hasil simulasi SWAT dapat dilihat
pada tingkat Sub DAS, HRU maupun sungai. Pada tingkat Sub DAS dan HRU,
informasi yang diperoleh meliputi jumlah curah hujan, evapotranspirasi potensial dan
aktual, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral,
dan total hasil air yang dihasilkan selama periode simulasi. Sedangkan pada tingkat
sungai adalah jumlah aliran yang masuk dan keluaran sungai utama. Jumlah air yang
hilang melalui penguapan dan rembesan selama periode simulasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penggunaan
Iklim : Lahan :
- Curah hujan Peta DEM, Batas - Peta
DAS, Peta Jenis Hidrologi DAS : penggunaan
- Suhu maksimum
Tanah, Peta Au Basin - Debit dari SPAS lahan
dan minimum
Katulampa - Citra Landstat
- Radiasi matahari ,
- Kelembaban
udara
- Kecepatan angin
- stnlist.txt
Model MWSWAT
Respon Hidrologi :
Penyajian Hasil
- Membandingkan
data debit simulasi
dan observasi
28
Untuk membuat weather generator (wgn) diperlukan data iklim. Data
iklim yang diperlukan adalah temperatur maksimum dan minimum, curah
hujan, kecepatan angin, dan radiasi surya. Data yang digunakan berasal dari
stasiun pengukuran Citeko dan harus diketahui letak koordinat dan elevasi.
Data dari stasiun Citeko tersebut diperoleh dari BMKG Pusat di Jakarta.
Untuk membentuk weather generator seperti terdapat di Lampiran 2,
data iklim yang ada di olah menjadi beberapa tahapan yang meliputi:
a) TITTLE : judul pada baris pertama file .wgn.
b) WLATITUDE : koordinat lintang stasiun iklim.
c) WLONGITUDE : koordinat bujur stasiun iklim.
d) WLEV : elevasi stasiun iklim (m).
e) RAIN_YRS : jumlah tahun data iklim yang digunakan
f) Temperatur maksimum (TMPMX)
Temperatur ini merupakan suhu maksimum rata-rata harian pada satu
bulan tertentu selama n tahun, untuk contoh suhu maksimum rata-rata
pada bulan Januari selama 10 tahun.
∑ .
........................................... . (2)
N
dimana :
Tmx,bulan = temperatur maksimum harian selama pencatatan pada
bulan tersebut (ºC).
N = jumlah hari penghitungan temperatur maksimum pada
bulan tersebut.
g) Temperatur Minimum (TMPMN)
Temperatur ini merupakan suhu minimum rata-rata pada satu bulan
tertentu selama n tahun. Contoh suhu minimum rata-rata pada bulan
Januari selama 10 tahun.
∑ .
............................................... (3)
N
dimana :
Tmn,bulan = temperatur minimum harian selama pencatatan pada bulan
itu (ºC).
N = jumlah hari penghitungan temperatur minimum pada bulan
tersebut.
h) Standar Deviasi Suhu Maksimum Harian (TMPSTMTDMX)
Standar deviasi ini dapat di hitung dengan menggunakan persamaan.
∑ ,
.............. .. (4)
dimana :
= standar deviasi suhu maksimum.
Tmxbulan = suhu maksimum harian pada bulan tertentu.
N = periode waktu (tahun).
i) Standar Deviasi Suhu Minimum Harian (TMPSTMTDMN)
Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.
∑ ,
.............. .. (5)
dimana :
= standar deviasi suhu minimum.
Tmnbulan = suhu minimum harian pada bulan tertentu.
N = periode waktu (tahun).
j) Curah Hujan Rata-Rata (PCPMM)
Curah hujan rata-rata pada satu bulan selama n tertentu.
∑ ,
................................................. (6)
dimana :
Rhari,bulan = curah hujan harian selama pencatatan pada bulan tersebut
(mm H2O).
N = total hari pencatatan selama bulan tersebut yang digunakan
untuk menghitung rata-rata.
tahun = jumlah tahun dari hujan harian yang dicatat.
k) Standar Deviasi Untuk Curah Hujan Harian (PCPSTD)
Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
∑ ,
.......................... .. (7)
dimana :
n = standar deviasi.
Rhari = curah hujan harian pada bulan tertentu.
Rbulan = rata-rata curah hujan dalam satu bulan.
N = total bulan (jumlah tahun).
l) Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan (PCP
Skew).
.∑ ,
.......................... . (8)
. .
dimana :
bulan = koefisien Skew.
Rhari.bulan= curah hujan harian pada bulan tertentu selama N tahun.
Rbulan = curah hujan rata-rata pada bulan tertentu selama N tahun.
N = total tahun.
n = standar deviasi.
m) Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering dalam satu
bulan dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-W1).
⁄ ,
......................................... (9)
,
dimana :
hariW/D,i = jumlah hari basah yang diikuti hari kering.
harikering,i = jumlah hari kering selama periode pencatatan.
dimana :
hariW/W,i = jumlah hari basah yang diikuti hari basah.
haribasah,i = jumlah hari basah selama periode pencatatan.
o) Jumlah hujan rata-rata pada bulan tertentu selama n tahun (PCPD)
,
............................................................ (11)
4. Analisis Data
a. Analisis Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah
Analisis penggunaan lahan diketahui dengan melakukan analisis pada
peta penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2008. Peta penggunaan
lahan tersebut dengan menggunakan ArcView 3.3 dapat terlihat jenis
penggunaan lahan pada tahun 2008 dan total luasan penggunaan untuk
masing-masing land use. Hal yang sama dilakukan dengan menggunakan
ArcView 3.3 pada peta tanah untuk mengetahui luasan masing-masing
jenis tanah yang ada pada DAS Ciliwung Hulu.
b. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi DAS Ciliwung dilakukan dengan bantuan
MWSWAT GIS 46 SR. Respon hidrologi yang dianalisis meliputi aliran
permukaan (surface flow) dan aliran dasar (base flow). Pada analisis
hidrologi ini, disediakan data sebagai input dalam model SWAT adalah
data iklim, data tanah, data penggunaan lahan, data hidrologi. Data
tersebut terdapat 17 file input yang harus disiapkan untuk analisis
hidrologi dan terangkum dalam Tabel 1.
File data CIO,COD,FIO,BSN, SUB, HRU, GW, dan RATE tersedia
setelah analisis SWAT dijalankan, data penutupan lahan dalam SWAT
disiapkan dalam file CROP dan URBAN.
c. Prosedur Analisis
1) Deliniasi Areal Penelitian
Deliniasi areal penelitian merupakan langkah awal dalam
menjalankan SWAT. Deliniasi daerah penelitian dilakukan dengan
menggunakan data DEM SRTM. Dalam SWAT, daerah penelitiaan
termasuk jaringan hidrologi dapat dideliniasi secara otomatis.
∑ (Q m − Qp )2
ENs = 1 − i =1
n
.......... .......... .......... .......... .......... ......( 20)
∑ (Q
i =1
m − Q avg ) 2
C. Penggunaan Lahan
Bedasarkan pengolahan dengan menggunakan SWAT di Sub DAS Ciliwung
Hulu hasil deliniasi maka Sub DAS tersebut didominasi oleh hutan, pertanian lahan
kering (tegalan), dan pemukiman. Berdasarkan pengamatan peta topografi terbagi
menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan 5020,36 Ha (39.12% watershed) dan
umumnya berada pada hulu DAS, semak belukar 88.52 ha (0.69% watershed),
perkebunan teh seluas 440.07 ha(3.43 % watershed), pertanian lahan kering atau
tegalan 6449.32 (50.25% watershed) menyebar luas pada daerah DAS dan biasanya
menempati sekitar pemukiman penduduk, pemukiman seluas 822.82 ha (6.41%
watershed) umumnya mendominasi daerah hilir DAS dan rata-rata berada disekitar
aliran sungai Ciliwung, dan lahan terbuka 12.65 ha (0.10 % watershed). Sebaran
land use yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu seperti terlihat pada Gambar 8.
Gambar 7.Jenis Tanah Sub DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung-Cisadane, 2007)
Dari hasil simulasi diketahui banyak areal pertanian yang berada pada
kemiringan > 30%. berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan dan perencanaan tataguna
lahan (Hardjowigeno, 2007), penggunaan lahan yang memilki tingkat kemiringan
cukup terjal (30%) tidak sesuai untuk komoditas pertanian hal ini dapat menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan seperti terjadinya erosi, juga dapat mengganggu
kondisi hidrologi secara umum seperti meningkatkan run off.
4500
4000
3500
Curah Hujan (mm)
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2004 2005 2006 2007 2008 Tahun
Gambar 9. Curah Hujan (mm) DAS Ciliwung Hulu 2004-2008 (Arsip BMKG-
PSDA, 2009)
Selain data curah hujan yang diperlukan sebagai data input di MW_SWAT
juga diperlukan data iklim lainnya seperti temperatur, kelembaban udara,
kecepatan angin dan radiasi surya. yang diperoleh dari Badan Meteorologi,
Geofisika dan Klimatologi Pusat di Jakarta, untuk stasiun Citeko diperoleh suhu
maksimum rata-rata sebesar 24.98 0C dan suhu minimum rata-rata sebesar 18.92
0
C. Radiasi surya rata-rata tahunan adalah 10.08 MJ/m2/hari, kecepatan angin
rata-rata tahunanan sebesar 1.19 m/detik, dan kelembaban udara rata-rata tahunan
sebesar 82.64%.
E. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan peristiwa evaporasi dan transpirasi,
kedua proses ini merupakan perubahan air menjadi uap air dari permukaan bumi
ke atmosfer. Evaporasi merupakan penguapan yang terjadi pada sungai, danau,
laut, waduk, dan permukaan tanah. Sedangkan transpirasi terjadi pada tanaman
melalui stomata. Evapotranspirasi dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial
yang merupakan laju evapotraspirasi dari tanaman rumput hijau dengan tinggi
seragam antara 8 cm sampai 15 cm, tumbuh secara aktif, menutupi permukaan
tanah secara bersamaan pada kondisi tidak kekurangan air dan dipengaruhi oleh
iklim. Dan evapotranspirasi aktual yang merupakan evapotranspirasi yang terjadi
sesungguhnya dengan kondisi air yang nyata dan dipengaruhi oleh jenis tanaman.
Berdasarkan data iklim diatas, maka hasil simulasi menunjukan bahwa
bahwa besarnya rata-rata bulanan maksimum evapotranspirasi potensial (PET)
pada tahun 2008 adalah sebesar 96.67 mm dan terjadi pada bulan Desember
sedangkan besarnya evapotranspirasi minimum terjadi pada bulan Juni yaitu
sebesar 0.014. Besarnya evapotranspirasi aktual (ET) maksimum terjadi pada
bulan Maret yaitu sebesar 59.91 mm dan minimum terjadi pada bulan Juni yaitu
sebesar 0.01 mm. Secara lengkap dapat terlihat pada Gambar 10.
120
100
80
mm
60
40
20
0
Bulan
Gambar 10. Grafik Evapotranspirasi Aktual dan Potensial (mm) (Hasil Simulasi)
F. Penggunan MapWindow
Map Window merupakan software aplikasi berlabel free, merupakan salah
satu software untuk Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographical
Information System (GIS) yang berbasis open source. MapWindow dapat
digunakan untuk mendistribusikan data ke bentuk lain dan untuk mendefinisikan
sistem proyeksi.
Jenis peta yang diperlukan oleh MWSWAT adalah peta penggunaan lahan
dan peta tanah dalam bentuk Tagged Image File (TIF) yang telah digrid dan di
reprojected terlebih dahulu
(1) Proses DEM (Watershed Delineation)
Pada tahap ini merupakan pengolahan DEM dan Batas Sub DAS
Ciliwung Hulu untuk deliniasi DAS Ciliwung Hulu secara otomatis akan
diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, peta
batas DAS, peta Sub DAS dan outlet yang pada tahap ini harus dipastikan
bahwa unit elevasi harus dalam satuan meter.
Hasil delinasi dengan menggunakan peta DEM yang berasal dari
SRTM (US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung hulu yang
berasal dari BPDAS dengan menggunakan ukuran dari watershed
delineation adalah 2 km2 dan penambahan satu titik outlet yakni di
koordinat pengukuran debit Katulampa, maka terbentuk 37 Sub-DAS
dengan total luasan 12833.73 ha. Dari hasil deliniasi adanya pengurangan
luas Sub DAS Ciliwung Hulu yakni seluas 2275.44 ha hal ini disebabkan
delinasi merupakan pembentukan DAS dari aliran terluar dan semua anak
sungai akan mengalir pada outlet yang telah ditentukan yaitu outlet
Katulampa. Sehingga anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke
outlet katulampa tidak termasuk DAS penelitian, dan juga dipengaruhi oleh
resolusi DEM yang digunakan.semakin kecil resulusi yang digunakan maka
akan meningkatkan ketelitian. Hasil deliniasi saperti terlihat di Gambar 11.
Pada penelitiaan ini digunakan data debit dari SPAS Katulampa, dari
Gambar 11 terlihat bahwa Katulampa berada di Sub-DAS 37. Data debit
yang digunakan berasal dari PSDA dan berupa debit harian dan rata-rata
debit bulananan.
Katulampaa
Cisarua
Batas DAS
Outleet
Alirrain Sungai
Batass Sub DAS Hasil Delinniasi
Gadog
Tugu Utaraa
1,2,3…. Noomor Sub DA
AS
T
Tugu Selatan
Battas HRU
Ouutlet
Allirain Sungaai
Battas Sub DA
AS
Gadogg
1,2,3…. Nomor
N Sub DAS
D Pasir Munccang
B
Batas Sub DAS
D
Poss Hujan
Gambar 13.
1 Batas Su
ub DAS
G. Kalibrasi dan Validasi
Untuk tujuan kalibrasi dan validasi, setiap tipe penggunaan lahan didaerah
penelitian disesuaikan dengan tipe tanaman maupun urban dan jenis tanah yang
ada dalam SWAT data base (landcover/plant grow database). Untuk hutan
menggunakan kode FRSE yang merupakan kode untuk jenis hutan sepanjang
tahun,pertanian lahan kering menggunakan kode CRDY, lahan terbuka
menggunakan kode GRAS, semak belukar menggunakan kode SHRB (Shrub
Land), perkebunan teh menggunakan kode LBLS untuk tanaman Little Bluestum
(Schizachyrum Scoparium (Michauk) Nash), rawa menggunakan kode WATR
yang merupakan kode untuk air, pemukiman menggunakan kode URMD yang
merupakan jenis pemukiman dengan tingkat kependudukan sedang-padat.
Kalibrasi model dilakukan terhadap debit air bulanan yang keluar dari outlet
(SPAS) Katulampa. Dengan cara membandingkan debit bulanan hasil observasi
lapangan pada SPAS Katulampa yang diperoleh dari PSDA Ciliwung Cisadane
dengan debit bulanan hasil simulasi (Hasil keluaran model SWAT pada file RCH
yaitu FLOW_OUT).
Kalibrasi dan validasi dilakukan terhadap total hasil air, aliran permukaan,
aliran dasar, dan aliran lateral pada periode tahun 2008 sesuai dengan peta landuse
yang digunakan yakni tahun 2008. Gambar 14 menunjukan debit bulanan hasil
observasi pada SPAS Katulampa dan debit bulanan hasil prediksi model SWAT
yang terdapat pada outlet di Sub-DAS 37. Nilai rata-rata debit bulanan hasil
observasi dan hasil simulasi adalah 13.73 m3/detik dan 10,15 m3.detik. Adanya
selisih antara debit hasil simulasi dan prediksi dikarenakan ada empat buah pos
hujan yang dibaca oleh MW-SWAT yang tersebar tidak merata yaitu semua pos
hujan tersebut disekitar aliran sungai yang disebelah selatan sedangkan untuk
wilayah utara tidak ada pos pengukur hujan, sehingga sebaran rata-rata hujan
untuk daerah Sub DAS Ciliwung Hulu berkurang yang menyebabkan debit aliran
sungai di SPAS Katulampa hasil simulasi juga berkurang. Selain itu juga masih
menggunakan karkteristik penggunaan lahan global. Hubungan antara debit hasil
simulasi dengan debit hasil observasi seperti terlihat pada Gambar 14.
30
25
20
m3/s
15
10
Simulasi
5 observed‐
0
Bulan
Gambar 14. Debit Hasil Simulasi (m3/s) dengan Debit Real (m3/s)
Uji validasi model terhadap hasil air bulanan (debit) mempunyai nilai
efisiensi Nash Sutclife (ENs) sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85,
dan nilai standar deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. Dari hasil
simulasi menunjukan bahwa SWAT sangat baik untuk memprediksi hasil air
bulanan walaupun indeks tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan yang
dikemukan oleh oleh Fohrer dan Frede (2002) dalam Junaedi (2009) yaitu senilai
0.66. Besarnya nilai koefisien korelasi antara data debit hasil simulasi dan
observasi dapat terlihat pada Gambar 15. Dengan nilai seperti itu maka
menunjukan hasil simulasi tergolong memuaskan. Hal ini sesuai dengan Van Liew
and Garbrech (2003) dalam Junaedi (2009) yang menggolongkan hasil simulasi
kedalam tiga kriteria yaitu hasil simulasi dikatakan baik jika nilai Nash
Sutclife≥0.75, memuaskan jika nilai 0.75<Nash Sutclife>0.36, dan
dinyatakan kurang memuaskan jika nilai Nash Sutclife<0.36.
Nilai koefisien kerelasi R2 senilai 0.85 menunjukan debit dan volume aliran
model dapat menerangkan debit dan volume aliran lapangan serta terdapat
hubungan yang cukup kuat antara debit model dengan debit pengukuran
dilapangan, maka hasil model cukup baik untuk menduga debit aliran rata-rata
sebagaimana terlihat pada Gambar 15.
30
y = 1.265x
25
R² = 0.849
Debit Observasi (m3/s)
20
15
10
0
0 5 10 15 20 25
Debit Simulasi (m3/s)
Gambar 15. Debit Hasil Simulasi (m3/s) dan Debit Observasi (m3/s)
300
250
200
150
Basin 37 (mm)
100
50 Basin 1 (mm)
0
Bulan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisi terhadap hasil simulasi dan pengukuran dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu ;
1. Aplikasi MW-SWAT menghasilkan debit maksimum hasil simulasi
sebesar
19.73 m3/s dan debit maksimum observasi sebesar 23.82 m3/s.
Sedangkan debit minimum simulasi sebesar 3.04 m3/s, dan debit
minimum observasi sebesar 8.43 m3/s.
2. Dari hasil kalibrasi dan uji validasi model terhadap hasil air bulanan atau
debit aliran sungai mempunyai nilai efesiensi Nash Sutclife (ENs)
sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85, dan nilai standar
deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. Sehingga MW-
SWAT dapat digunakan untuk memprediksi debit aliran sungai. Dan
penelitian ini dapat dinyatakan sangat memuaskan.
B. Saran
Pada model SWAT ini diperlukan beberapa parameter yang berkaitan
dengan karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik tanah secara detail,
namun karena keterbatasan data yang dibutuhkan masih menggunakan karaktertik
penggunaan lahan data global padahal kondisi lapangan berbeda untuk daerah
tropis dan subtropis sehingga perlu dilakukan kalibrasi agar mendekati kondisi
sebenarnya, selain itu juga perlu adanya penelitiaan dari badan atau instasi
terkait tentang karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik tanah, dan perlu
adanya inventarisasi dari penelitian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor : IPB Press
Asdak, C. 2004 Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Atmosentono, Hardjono. 1968. Tanah Sekitar Bogor. Bogor. Lembaga Penelitiaan
Tanah Bogor.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citaraum-Ciliwung. 2007. Penyusunan
Rencana Detail Penanganan Banjir di Wilayah Jabodetabekjur. Dirjen RLPS.
Departemen Kehutanan. ( Tidak dipublikasikan).
Chow Vt, Maidment DR, Mays LW, 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill
International Edition. Civil Engineering Series. 572 p.
Ersin, S. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya.
Hardjowigeno, Sarwono, Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencaanaan Tataguna Lahan, Yogyakarta : Gadjah Mada Univertsity Pres
Junaedi, Edi. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS
Cisadane Menggunakan Model SWAT, Tesis. Sekolah Pasca Sarja. IPB.
Bogor.
Linsley, Ray K., dan Franzini, Joseph B. 1989. Teknik Sumber Daya Air Edisi
Ketiga Jilid Satu. Jakarta : Erlangga.
Marwan, Djaenudin, dkk. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas
Pertanian. Bogor : Pusat Penelitiaan Tanah dan Agroklimat
Morgan, Carle W, dan Moore, Walter L.1969. Effect Of Watershed Change on
Stream Flow. London. University of Texas Press.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, William JR. 2004. Soil And Water Assessment
Tool Input/Output File Dokumentation Version 2005. Agricultural Research
Service. Texas
Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub-DAS. Bogor :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan
Partowijoto, Achmadi. 1999. Himpunan Makalah Seminar Teknik Tanah dan Air
1998-2000 : Masalah Tata-Air di Wilayah Jabotabek, Tantangan dalam
Memasuki Abad Ke-21. Kongres dan Seminar KNI-ICID dan Forum Air
Indonesia, November 2000.
Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2006. Status Mutu Air Sungai di Indonesia.
http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/KT-KT-09456-425200720207-
627200720246.pdf.
Sigit, Widiasmoro. 2005. Prosiding Expose Hasil Litbang Pengelolaan DAS
dalam Perspektif Otonomi Daerah. Balai Litbang Teknologi Pengelolaan
DAS Wilayah Indonesia Bagiaan Barat. Surakarta
Sinukaban, Naik. 2007. Konservasi Tanah dan Air. Jakarta : Direktorat Jenderal
RLPS.
Sosrodarsono, Suryono. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Sukarman. 1997. Statistik Sumber Daya Lahan/Tanah di Indonesia. Pusat
penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian. Bogor
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi
Suryani. 2005. Optimasi Perencanaan Penggunaan Lahan Dengan Bantuan Sistem
Informasi Geografi dan Soil And Water Assessment Tool. Tesis. Sekolah
Pasca Sarja. IPB. Bogor.
WASWC. 2009. Soil and Water Asessment Tool (SWAT) Global Application.
Thailand : Funny Publishing.
Ward, Roy, dan Robinson, Mark.1989. Princples Of Hydrology, McGraw-Hill
Book Company. Inggris
Widarmana, Sudan, dkk. 1985. Pengaruh Pengurangan Kerapatan Tegakan Hutan
Terhadap Debit dan Kualitas Air. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS
KRITERIA INDIKATOR PARAMETER STANDAR KETERANGAN
EVALUASI
A. Penggunaan 1. Penutupan oleh vegetasi IPL > 75% baik IPL = indeks penutupan lahan
Lahan 100% IPL = 30 – 75% sedang LVP = luas lahan bervegetasi
IPL < 30% jelek permanen
Informasi dari peta penutupan lahan
atau landuse
2. Kesesuaian Penggunaan KPL > 75% baik LPS = luas penggunaan lahan yang
Lahan (KPL) 100% KPL = 40 – 75% sedang sesuai
KPL < 40% jelek Rujukan kesesuaian penggunaan lahan
adalah RTRW/K dan atau pola RLKT
3. Erosi, Indek Erosi IE < 1 baik Perhitungan erosi merujuk pedoman
(IE) 100% IE > 1 jelek RTL-RLKT
Erosi yang ditoleransi
1998
B. Tata Air 1. Debit air sungai KRS < 50 baik Data SPAS PU/BRLKT/HPH
KRS = 50-120 sedang KRS = koefisien regime aliran
KRS > 120 buruk Q = debit sungai
100% CV < 10% baik
CV = coefisien varian
CV > 10% jelek
Sd = standar deviasi
Nilai IPA semakin kecil
semakin baik
100% Data SPAS
IPA > 0,2 jelek
IPA = Indeks Penggunaan Air
IPA < 0,2 baik
2. Debit banjir . . Q = debit banjir
C= Koef. Run Off
I = intensitas hujan
A = Area DAS
3. Kandungan Sedimen Kadar lumpur dalam air Semakin menurun Data SPAS
semakin
baik menurut mutu
peruntukan
49
Lampiran 1 Lanjutan. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS
KRITERIA INDIKATOR PARAMETER STANDAR EVALUASI KETERANGAN
4. Kandungan Kadar biofisik kimia Menurut standar yang Standar baku yang berlaku, misal PP 20/1990
Pencemar (polutan) berlaku
5. Nisbah hantar sedimen SDR < 50% normal Data SPAS dan perhitungan/ pengukuran
(SDR) 100% SDR 50 -75% tdk normal erosi
SDR > 75% rusak
Sumber : 1. Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2004.
2. Ersyn Seyhan, Dasar-Dasar Hidrologi, 1990.
50
Lampiran 2. Data WGN
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sept Okt Nov Des
Temperatur Maksimum (oC) 23.99 23.85 24.15 24.84 25.45 25.24 25.15 25.19 25.88 26.14 25.34 24.37
Temperatur Minimum (oC) 19.04 18.97 19.42 19.62 19.42 18.71 18.2 18.07 18.29 18.78 19.2 19.31
TMPSTMTDMX 2.32 1.83 1.65 1.34 1.57 1.33 1.2 1.42 1.34 1.85 1.75 1.8
TMPSTMTDMN 0.77 0.98 0.68 0.83 0.86 0.86 0.97 1.02 1 0.8 0.95 0.7
Curah Hujan (mm) 525.38 563.33 362.6 270.2 142.4 132.3 45.05 96.9 114.4 169.48 284.3 438.5
PCPSTD 21.71 35.51 17.77 16.57 12 8.39 5.4 10.4 9.3 10.93 12.93 17.45
PCPSKEW 2.74 3.92 2.19 2.25 4.44 3.05 7.11 5.65 3.24 3.48 2.13 2.49
PR-W1 0.34 0.83 0.57 0.81 0.4 0.28 0.12 0.12 0.18 0.57 0.42 0.75
PR-W2 0.58 0.25 0.29 0.42 0.54 0.71 0.79 0.82 0.79 0.51 0.5 0.19
PCPD 19 21.67 28 26 19 16 8 9.67 13 21.33 23 31.67
PCP MAK 134 245 100 80 90 51 50 86 51 65 57 107
Radiasi Surya (MJ/m 11.37 9.96 11.5 10.89 9.78 8.34 5.69 6.51 11.01 11.33 11.66 12.91
Dew Point 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kecepatan Angin 1.47 1.32 1.32 1.23 1.18 1.07 1.09 1.08 1.19 1.13 1.08 1.05
Lampiran 3. Karakteristik Tanah
SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z1 SOL_B 1 SOL_AWC1 SOL_K1 SOL_CBN CLAY1 SILT1 SAND1 ROCK1 USLE_K
1 1
LC 5 C 1600 SANDY_CL 200 1.1 0.08 2 1.17 72 18 10 8 0.26
AY_LOAM
KLMKL 4 C 1750 LOAM 220 1.15 0.14 2.6 3.58 72 18 10 3.5 0.26
CK
SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z2 SOL_B 2 SOL_AWC2 SOL_K1 SOL_CBN CLAY2 SILT2 SAND2 ROCK2 USLE_K
1 2
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM 400 1.14 0.09 2.2 1.63 43 40 17 35 0.26
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK
Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm), SOL_ZMX = Kedalaman efektif (mm)
Lampiran 3 Lanjutan. Karakteristik Tanah
SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z3 SOL_B 3 SOL_AWC3 SOL_K3 SOL_CBN CLAY3 SILT3 SAND3 ROCK3 USLE_K
3 2
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM 920 1.1 0.12 2.3 1.97 74 22 4 5 0.24
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK
SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z4 SOL_B 4 SOL_AWC4 SOL_K4 SOL_CBN CLAY4 SILT4 SAND4 ROCK4 USLE_K
4 4
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM 1340 1.1 0.11 2.2 1.71 80 15 5 5 0.24
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK
1750 1.32 0.12 2.5 0.28 76 18 6 5 0.26
ALCK 4 C 1550 CLAY_LOA
M 1550 1.1 0.11 2.7 0.53 76 18 6 5 0.27
AAC C 1200 LOAM
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT”
Keterangan :
ALCK = Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat
LC = Latosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat
BD = Bulk Density, AWC = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah), K = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), CBN = Karbon Organik (%),USLE_K =
53
Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm), SOL_ZMX = Kedalaman efektif (mm)
Lampiran 3 Lanjutan. Karakteristik Tanah
SNAM NLAYERS HYDGRP SOL_ZMX TEXTURE SOL_Z5 SOL_B 5 SOL_AWC5 SOL_K5 SOL_CBN CLAY5 SILT5 SAND5 ROCK5 USLE_K
5 5
LC 5 C 1600 SANDY_CL
AY_LOAM
1600 1.1 0.1 2.3 0.45 86 11 3 3 0.24
KLMKL 4 C 1750 LOAM
CK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ALCK 4 C 1550 CLAY_LOA
M 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
AAC C
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT”
Keterangan :
ALCK = Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat
LC = Latosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat
BD = Bulk Density, (g/cm3) SOL_ZMX = Kedalaman Efektif (mm)
AWC = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah) SNAM = Nama Tanah
,K = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), HYDGRP = Hidrologi Tanah
CBN = Karbon Organik (%)
USLE_K = Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm)
Lampiran 4. Hasil Simulasi Model SWAT untuk parameter Hidrologi DAS Ciliwung Hulu
Sumber Hasil Simulasi Model
Dimana : SURQ = Surface Flow
Bulan Hujan Water SURQ LATQ GWQ perkolasi SW
(mm) Yield mm % % water mm % % water mm % % water mm % mm
(mm) hujan yield hujan yield Hujan yield Hujan
Jan 335.46 172.02 149.77 45 87 0.82 0 0 21.54 6 13 114.93 34 190.43
Feb 431.02 248.41 175.3 41 71 2.38 1 1 70.87 16 29 234.2 54 162.67
Mar 542 411.99 260.44 48 63 4.29 1 1 147.34 27 36 205.14 38 167.03
April 412.28 386.42 218.07 53 56 4.89 1 1 163.62 40 42 156.27 38 165.86
Mei 136.26 196.33 35.51 26 18 5.12 4 3 155.74 114 79 90.58 66 165.37
Juni 66 128.23 10.5 16 8 4.42 7 3 113.34 172 88 53.75 81 164.92
Juli 3 81.03 0 0 0 3.72 124 5 77.31 2577 95 3.24 108 164.28
Agus 90.44 63.45 13.68 15 22 3.16 3 5 46.65 52 74 58.61 65 175.55
Sept 180 118.4 64.81 36 55 3.09 2 3 50.59 28 43 92.84 52 169.78
Okto 263.96 172.83 99.06 38 57 3.5 1 2 70.34 27 41 112.86 43 175.46
Nove 393.32 277.54 165.14 42 0 4.51 1 2 108.07 27 39 193.75 49 161.96
Dese 291.7 239.96 98.03 34 41 5.01 2 2 137.03 47 57 126.43 43 161.17
Rata2 262.12 208.05 107.53 41 52 3.74 1 2 96.87 37 47 120.22 56 161.71
LATQ = Lateral Flow
GWG = Base Flow
SW = Simpanan air tanah