You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Bronkopneumonia
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih dari 2 juta anak balita, meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8 %
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia.3
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapatkan imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi
vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan
tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).3
Pneumonia adalah radang parenkim paru-paru. Sebagian besar kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, namun ada beberapa penyebab
noninfeksi, yang meliputi pada aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing,
hidrocarbon dan zat lipod ; reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau
radiasi.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia
2.1.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah inflamasi paru yang terfokus pada area bronkiolus
dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat mengakibatkan obstruksi
pada alveoli dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdekatan.2

2.1.2 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan
bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli,
Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar atau balita,
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
Influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak lebih besar dan
remaja, selain bakteri, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.3
Etiologi berdasarkan usia terbagi seperti dibawah ini3:
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus

2
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks

3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri


Clamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza tipe
B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 Virus Sitomegalo

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri


Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus

Virus
Adenovirus

3
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza

2.1.3 Patogenesis
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru
yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel
akan mengalami degenarasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium
ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang terkena akan
tetap normal.3
Proses radang pneumonia dapat dibagi 4 stadium, yaitu :
1. Stadium kongestif : Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus
terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag.
2. Stadium Hepatisasi Merah : Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat
dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu : Lobus masih tetap padat dan warna merah
menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus.
Kapiler tidak lagi kongestif.

4
4. Stadium Resolusi : Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah
dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang.4

3 Gejala dan Tanda


Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
napsu makan, keluhan gastrointerstinal, seperti mual muntah atau diare. kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmonal.
b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.3
Selain itu bisa didapatkan tanda nafas cepat dengan frekuensi:
 Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
 Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
 Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/ menit
 Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/ menit.5

4 Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispenia
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar
hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering
kemudian menjadi produktif.3
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi
dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik
tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan

5
kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus
dan sedang.4

5 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak nafas.
Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering kali tanpa demam dan batuk. Anak besar
kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.3
b. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dada, sianosis. Pada bayi
yang lebih tua terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas. Pada anak pra
sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk, takipneu, dan dispneu yang
ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja,
dapat dijumpai panas, batuk, nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada
auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah
halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada
anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas
menurun,dan terdengar fine crakles (ronki basah halus) didaerah yang terkena.
Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat gerakan dada menurun waktu
inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat
menjalar ke leher, bahu dan perut.4

6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada
pneumonia bakteri didapatkan leukosit yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang
buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi

6
bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi.3
2. C-Reactive Protein (CRP)
C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat
distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6 dan tumor necrosis factor (TNF).
Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam
opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.3
3. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosa infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antidnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti
adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum
fase konvalesen.3
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk spesimen dapat
berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, fungsi pleura,
atau aspirasi paru. Diagnosa dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah,
cairan pleura, atau aspirasi paru.
5. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
1. Infiltrat interstitial : ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler
dan hiperaerasi
2. Infiltrat alveolar : Merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

7
3. Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.3

7 Penatalaksanaan
Kriteria Rawat Inap4
Bayi :
- Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis.
- Frekuensi napas > 60x/menit
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak :
- Saturasi oksigen < 92%, sianosis
- Frekuensi napas > 50x/menit
- Distres pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92% pada saat bernapas dengan udara kamar
harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box , atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%.4
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat.
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia.
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
dan pengontroloan batuk.

8
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau Nacl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocillary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.
Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak < 5
tahun karena efektik melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah
co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak
≥5 tahun.
- Makrolid diberikan jika M.pneumoniae atau C. Pneumoniae dicurigai sebagai
penyebab.
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat
mungkin sebagai penyebab.
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab diberikan makrolid atau kombinasi
flucloxacilin dengan amoksisilin.
- Antobiotok intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime.
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intravena.
Rekomendasi UKK respirologi
Antibiotik untuk community acquired pneumonia :
- Neonatal -2 bulan : Ampisilin + gentamisin
- > 2 bulan :
o Line pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan
dapat ditambahkan kloramfenikol

9
o Line kedua ceftriaxone.4
Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan
antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.4
Kriteria Pulang4
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang.
- Asupan per oral adekuat.
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral).
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol.
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.

8 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema toraris, perikardis perulenta,
pneumoto raks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema
torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.3
Komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin
kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak
berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka
dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.3

10
BAB III
KESIMPULAN

Bronkopneumonia adalah inflamasi paru yang terfokus pada area bronkiolus


dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat mengakibatkan obstruksi
pada alveoli dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdekatan.
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih
besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group
B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar atau balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus Influenzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak lebih besar dan remaja, selain bakteri, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Usia pasien merupakan faktor yang
memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama
dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.

11
BAB IV
STATUS ANAK SAKIT

I. Anamnesa pribadi pasien


Nama : Rafif Azhari Harahap
Umur : 6 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Jalam Pertahanan, Gang. Warisan Patumbak, Deli Serdang.
BB Masuk : 6,5 kg (Gizi Kurang)
TB Masuk : 60 cm
Tanggal Masuk : 20 November 2017
II. Anamnesa mengenai orang tua os:

Identitas Ayah Ibu


Nama Rajab Harahap Toto Syafitri
Umur 25 Tahun 25 Tahun
Suku / Bangsa Batak/Indonesia Batak/Indonesia
Agama Islam Islam
Pendidikan SMP S1
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Penyakit - -
Alamat Jalam Pertahanan, Gang. Warisan Patumbak, Deli
Serdang.

12
III. Riwayat kelahiran os
Cara lahir : Sectio Caesaria
Tempat lahir : Rumah Sakit Bahagia
Tanggal lahir : 09 Mei 2017
Penolong : Dokter
Usia Kehamilan : 7 Bulan
BB lahir : 2300 gram
PB lahir : 49 cm

IV. Perkembangan fisik


Keadaan saat lahir : Segera menangis kuat dan spontan
1 bulan : Mengoceh, dapat melirik ke kiri dan ke kanan
2 bulan : Tangan dan kaki aktif bergerak
3 bulan : Dapat miring ke kanan dan ke kiri
4 bulan : Mampu tersenyum
5 bulan : Mulai belajar tengkurap
6 bulan : Dapat tengkurap, berdiri dengan bantuan

V. Anamnesa Makanan
0 - 3 bulan : ASI
4 bulan – Sekarang : ASI + Bubur susu

VI. Imunisasi
Keterangan imunisasi
JENIS LAHIR 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24
IMUNISASI
Hepatitis B
BCG V
Polio

13
DPT
Campak
Hib

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.

VII. Penyakit yang pernah diderita : -

VIII. Keterangan mengenai saudara pasien:

Os merupakan anak pertama dan belum mempunyai saudara.

IX. Anamnesa mengenai OS


Keluhan Utama : Sesak nafas (+)
Telaah :
Sesak nafas dialami Os Sejak 3 hari yang lalu SMRS. Sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan debu. Os juga mengalami demam dan batuk sejak 3 hari
yang lalu, batuk tidak berdahak, dan demamnya tidak turun setelah diberikan obat
penurun demam.
RPO : Paracetamol
RPT :-
Riwayat atopi pada keluarga : Tidak dijumpai

X. Pemeriksaan fisik :
1. Status presens
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/Baik Anemis : (-)
Kesadaran : Compos mentis Dyspnoe : (+)
Tekanan darah : 90/60 mmHg Ikterik : (-)
Frekuensi nadi : 148 x/i Edema : (-)
Frekuensi napas : 68x/i Cyanosis : (-)

14
Temperature : 37,8oC
BB Masuk : 6.5 kg
PB Masuk : 60 cm

2. Status Lokalisata
a. Kepala
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan=kiri , conjungtiva palpebra
inferior anemis (-/-), mata cekung (+/+).
Hidung : pernapasan cuping hidung (+)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
b. Leher : Trakea letak medial, Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi intercostal (+)
Palpasi : Sulit di nilai
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :SP: Bronkial
ST: Ronkhi basah (+/+) pada kedua lapangan paru
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/R/L tidak teraba, turgor kembali cepat, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) Normal
e. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, CRT< 3”
Bawah : Akral hangat, CRT< 3”
f. Genitalia : os adalah seorang anak laki-laki dan tidak di jumpai kelainan
kongenital

15
XI. Status neurologis
a. Syaraf otak : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Sistem motorik
Pertumbuhan otot : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kekuatan otot : Tidak dilakukan pemeriksaan
Neuromuscular : Tidak dilakukan pemeriksaan
Involuntary movement : Tidak dilakukan pemeriksaan
Koordinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Sensibilitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

XII. Pemeriksaan khusus :


a. Radiologi :(dilakukan di RSU DR PIRNGADI 21 oktober 2017)
Foto Thoraks :

-Sinus Costophrenicus kanan/kiri lancip, Diaphragma kanan/kiri baik

-Jantung bentuk dan ukuran baik, CTR <50%, Corakan bronkovaskular kedua paru

baik

-Tampak Infiltrat pada kedua lapangan paru.

Kesan : Bronchopneumonia

b. Pungsi lumbal : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Darah rutin : 20 Oktober 2017

Parameters

Hasil Nilai Normal


WBC 8.71 x 103/ μL 5.0-15.5
RBC 5.28 x 106/μL 3.9-5.0
HGB 13,1 g/dL 11.5-12.5
HCT 40.5 % 34.0-37.0

16
MCV 76.7 fL 75-81
MCH 24.8 pg 27-33.7
MCHC 32.3 g/dL 31-34
PLT 466 x103/ μL 150-300
RDW-CV 20.1% 10.0-15.0
RDW-SD 52.8 fL 35-47
PDW 12.0 fL 10.0-18.0
MPV 11.3 fL 15-25.0
PCT 0.53 % 0.2-0.5

d. EKG : Tidak dilakukan Pemeriksaan


e. Pungsi sumsum tulang : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Mikrobiologi : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. CT-Scan : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Biopsi : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. EEG : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Kimia darah : 20 Oktober 2017
Glukosa ad random 226.00 mg/dl <140 mg/dl

Natrium 145,00 mmol/dl 135,00 - 145,00 mmol/L

Kalium 3,70 mmol/dl 3,50 - 4,50 mmol/L

Chlorida 109,00 mmol/dl 95,00 – 103,00 mmol/L

XIII. Differential Diagnosis :


I. Bronkhopneumonia
II. Bronkiolitis
III. TB Paru

17
XIV. Diagnosa Kerja : Bronkopneumonia

XV. Terapi :
- O2 1-2 L/i nasal kanul
- IVFD D5 + Nacl 0,225% 27 gtt/i mikro
- Inj cefotaxim 350 mg/12 jam/ IV
- Paracetamol syr (160 mg/5 ML) 3 x 1½ Cth
- Ambroxol pulv 3x3 mg
- Diet ASI/PASI ad libitum
3. Usul :
- Lengkapi Imunisasi

4. Prognosa : Dubia ad Bonam

18
FOLLOW UP PASIEN SMF KESEHATAN ANAK RS. PIRNGADI MEDAN

Tanggal : 23 Oktober 2017


Keluhan : Sesak nafas berkurang, batuk (+), demam (-).
Status presens :
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/Baik
Sensorium : Compos Mentis
TD : 80/ 70 mmHg
RR : 60 x/ menit
HR : 96 x/ menit
Temperature : 37 °c
BB masuk : 6,5 kg
BB sekarang : 7 kg
Status lokalisata :
1. Kepala
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior
anemis (-/-).
Hidung : pernapasan cuping hidung (+)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
2. Leher : Trakea letak medial, Pembesaran KGB (-)
3. Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Sulit di nilai
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :SP: Bronkial
ST: Ronkhi basah (+/+) pada kedua lapangan paru
4. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/R/L tidak teraba, turgor kembali cepat,

19
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
5. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, CRT< 3”
Bawah : Akral hangat, CRT< 3”

Diagnosis : Bronkhopneumonia
Terapi :
- O2 1-2 L/i nasal kanul
- IVFD D5 + Nacl 0,225% 27 gtt/i mikro
- Inj cefotaxim 350 mg/12 jam/ IV
- Paracetamol syr (160 mg/5 ML) 3 x 1½ Cth
- Ambroxol pulv 3x3 mg
- Diet ASI/PASI ad libitum

20
FOLLOW UP PASIEN SMF KESEHATAN ANAK RS. PIRNGADI MEDAN

Tanggal : 25 Oktober 2017


Keluhan : Sesak nafas (-), batuk (+), demam (-).
Status presens :
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/Baik
Sensorium : Compos Mentis
TD : 90/ 60 mmHg
RR : 100 x/ menit
HR : 38 x/ menit
Temperature : 36,8 °c
BB masuk : 6,5 kg
BB sekarang : 7 kg
Status lokalisata :
1. Kepala
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior
anemis (-/-).
Hidung : pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
6. Leher : Trakea letak medial, Pembesaran KGB (-)
7. Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Sulit di nilai
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :SP: Bronkial
ST: Ronkhi basah (+/+) pada kedua lapangan paru
8. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/R/L tidak teraba, turgor kembali cepat,

21
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
9. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, CRT< 3”
Bawah : Akral hangat, CRT< 3”

Diagnosis : Bronkhopneumonia
Terapi :
- O2 1-2 L/i nasal kanul
- IVFD D5 + Nacl 0,225% 27 gtt/i mikro
- Inj cefotaxim 350 mg/12 jam/ IV
- Paracetamol syr (160 mg/5 ML) 3 x 1½ Cth
- Ambroxol pulv 3x3 mg
- Diet ASI/PASI ad libitum

PBJ
Obat yang dibawa pulang :
- Cefotaxim pulv 2x 350mg
- Ambroxol pulv 3x3 mg

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrma, Richard E., dkk. 2006. Nelson Textbook Of Pediatrics 17th Edition.
New Dehli : Elsevier.
2. Marcdante, Karen J., Dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi
Keenam.Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Nastiti N. Raharjoe.,dkk. 2015. Respirologi anak. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia
4. Pudjiadi Antonius H., dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Tim Adaptasi Indonesia. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta : WHO Indonesia

23

You might also like