You are on page 1of 10

LAPORAN INDIVIDU

SISTEM RUJUKAN ANTAR RUMAH SAKIT ERA JKN

Oleh:

Indra Hakim Fadil G99171020

Pembimbing:

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal
1 Januari 2014. Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Masyarakat sebagai
peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan
stakeholder terkait tentu perlu mengetahui prosedur dan kebijakan pelayanan dalam
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya. Untuk itu pedoman penggunaan
fasilitas daripada jaminan kesehatan perlu diberikan baik dalam bentuk edukasi maupun fisik
buku oleh pengelola dengan harapan dapat membantu pemahaman tentang hak dan kewajiban
stakeholder terkait baik Dokter/Dokter Gigi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Peserta BPJS Kesehatan
maupun pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang program Jaminan Kesehatan
Nasional.

Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem
kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu
pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien), perlu
adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan
sistem rujukan. Pelaksanaan sistem rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk
bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga,
dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan
medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di
atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi,
transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan
segera tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan
menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu
tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada
dukungan peraturan (Standar Kesehatan Nasional ; 2009).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sistem Rujukan

Pengertian sistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional Depkes RI 2009,


merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu/lebih kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal dari unit berkemampuan kurang kepada unit yang
lebih mampu atau secara horizontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-
balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang
sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih
rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak
dibatasi oleh wilayah administrasi. Syarat syarat tertentu harus dipenuhi sebelum
system rujukan dapat berfungsi secara tepat, seperti :

1. Kesadaran masyarakat dalam masalah kesehatan


2. Petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan yang adekuat dalam strategi
pendekatan resiko dan sistem rujukan
3. Setiap unit tindakan harus memiliki peralatan yang tepat
4. Komunikasi dan transportasi yang mudah harus tersedia

B. Tujuan sistem rujukan

Tujuan umum sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi
pelayanan kesehatan secara terpadu
Tujuan khusus sistem rujukan adalah:
a. Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam rangka
menangani rujukan kasus “resiko tinggi” dan gawat darurat yang terkait dengan
kematian ibu maternal dan bayi.
b. Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah kerja
puskesmas. (Jannah, 2014)
C. Ketentuan umum pada sistem rujukan
Pada pelaksanaannya sistem rujukan, tentu ada syarat-syarat maupun polacara tertentu
seperti berikut ini:

1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:


a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik
yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan
tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan
dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur
sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan
melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat
berdampak pada kelanjutan kerjasama.
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan
yang sifatnya sementara atau menetap.
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;


b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan
yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan
yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

(BPJS, 2014)

D. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

Berikut adalah langkah-langkah berjenjang dalam sistem rujukan :

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan


medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang
berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
(BPJS, 2014)

E. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk


forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar
tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan
koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang
tersedia agar:
a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana
serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.
b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien
sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan
medis.

Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS
Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC)
dari masing-masing Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang
dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan (BPJS, 2014)

F. Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

Dalam pelaksanaannya, tentu sistem rujukan harus selalu dalam pengawasan oleh
masing-masing penanggung jawab fasilitas-fasilitas terkait seperti berikut ;
1. Kepala Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan
dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Kepala Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan
dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
kesehatan tingkat ketiga.
(BPJS, 2014)
G. Alur Sistem Rujukan Berjenjang

Gambar 1. Alur sistem rujukan


berjenjang (BPJS, 2014)
Gambar 2. Fasilitas-fasilitas kesehatan sesuai alur sistem rujukan berjenjang (Pokja,
2015)

Seperti tertera pada gambar di atas, alur sistem rujukan berjenjang dimulai dari
fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas) terus berurut semakin ke atas sesuai
dengan kompetensi atau kesukaran kasus yang didapatkan.

H. Alur Pelayanan Kesehatan Era JKN

Gambar 3. Alur pelayanan


kesehatan era JKN (BPJS, 2014)

Seperti terlihat pada gambar di atas, alur pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan
berjenjang yaitu dimulai dari faskes primer dan seterusnya, kecuali pada kasus
emergency (pasien dapat langsung menuju ke faskes tingkat lanjut secara langsung.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Dalam era JKN khususnya sistem rujukan berjenjang “efisiensi” merupakan suatu hal
yang sangat penting dan diutamakan.
2. Sistem rujukan berjenjang yang diterapkan merupakan salah satu metode untuk semakin
meng-efisiensikan pelayanan kesehatan.
3. Dibutuhkan pemahaman yang lebih komprehensif baik dari segi peserta maupun
pemberi layanan kesehatan di era JKN ini terlebih dalam sistem rujukan berjenjang.
4. Setiap pusat pelayanan kesehatan dibina dan diawasi langsung oleh penanggung jawab
dari masing-masing tingkat.

B. Saran

1. Sebaiknya setiap peserta JKN diberi pedoman tentang bagaimana pelayanan kesehatan
pada era JKN dengan sistem rujukan berjenjang itu.
2. Sebaiknya diadakan seminar materi sosialisasi tentang sistem rujukan berjenjang pada
setiap tingkat pusat pelayanan kesehatan secara rutin yang ditujukan untuk petugas
pemberi layanan.
3. Mungkin dapat dibuat leaflet/brosur interaktif secara sederhana tentang sistem rujukan
berjenjang yang dapat dibaca dengan mudah para peserta JKN
Daftar Pustaka

BPJS (2014). Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. BPJS: Jakarta.


Departemen Kesehatan RI.2009.Sistem Kesehatan Nasional .Jakarta : Depkes
Evi Nur M Jannah (2014). Makalah Sistem Rujukan Pelayanan di Indonesia. Stikes Widya
Cipta Husada : Malang.
Team Pokja (2015). Rumah Sakit dengan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif. RSUD KUDUS : Kudus.

You might also like