Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
GERALD ABRAHAM HARIANJA 070100087
TODUNG ANTONY WESLIAPRILIUS 070100119
ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR 070100093
SHEBA JULIA TARIGAN 070100190
PEMBIMBING:
DR. M. AGA SHAHRI P. KETAREN, SpOT
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Fraktur
Humerus” ini dapat diselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan meningkatkan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai fraktur humerus.
Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan
terima kasih kepada dr. M. Aga Shahri P. Ketaren, Sp.OT selaku pembimbing
penulisan makalah ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh residen di Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini akibat keterbatasan ilmu dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi
sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dan meningkatkan pemahaman penulis maupun
pembaca mengenai fraktur humerus.
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai fraktur humerus sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-
kasus fraktur humerus di klinik sesuai kompetensi dokter umum.
BAB 2
ISI
Anatomic neck
2.2.2. Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.2
Trauma dapat bersifat2:
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur.
Tekanan pada tulang dapat berupa2:
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian
tulang
2.2.3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus
dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak
5,7% kasus dari seluruh fraktur.7 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus
terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur.8 Walaupun berdasarkan data
tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah
terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis.8
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan
umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan
fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal
radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda
yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.7
2.2.4. Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus
2.2.4.1. Fraktur Proksimal Humerus(9,10)
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait
dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan
kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat
terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda
motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu,
trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada
saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada
dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera
toraks.
MINIMAL DISPLACEMENT
II
ANATOMICAL NECK
III
SURGICALL NECK
IV
GREATER TUBEROSITY
LESSER TUBEROSITY
ARTICULAR SURFACE
VI
FRACTURE DISLOCATION
P
2.2.4.2. Fraktur Shaft Humerus(9)
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%
sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung
maupun tidak langsung.
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan
dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada
kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk
mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik
terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi artikular
2. Allo anamnesis:
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan
adalah orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi
atau orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak
sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo
anamnesis, misalnya:
- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada
ayahnya
- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu
rumah tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik
- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan
keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.
2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota
terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
a. Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa
hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa
maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau
menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai
2.2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum13:
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan
fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak
bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat
tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam
jangka waktu sesingkat mungkin.12
1. Fraktur proksimal humeri9,12
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama
waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil
membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.
Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan
dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).
2. Fraktur shaft humeri 9,12
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi
kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila
kedudukn sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab
(sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu.
Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast
terutama dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen
distal dan proksimal terjadi contractionum (pemendekan).
Apabila pada fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus
dilakukan open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus
disertai eksplorasi n. Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis)
dilakukan penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau
ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif
akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
3. Fraktur suprakondiler humeri9,12
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose
umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai
a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian diekstensi siku sedikit untuk
memastikan a.Radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan
imobilisasi dengan gips spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena
penting untuk menegangkan otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.
Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat
dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca
reposisi ditemukan tanda Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku
diletakkan dalam ekstensi, untuk immobilisasinya diganti dengan skin traksi
dengan sistem Dunlop.
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis
patahnya berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal
ini lebih baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
4. Fraktur transkondiler humeri9,12
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau
tanpa dislokasi. Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi reposisi
terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.
5. Fraktur interkondiler humeri9,12
Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi
dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi
(ankilosis). Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi
dengan pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw.
6. Fraktur kondilus lateral & medial humeri9,12
Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi
tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya
kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang
fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan
debridement dan dilakukan fiksasi luar.
2.2.7. Komplikasi12
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris
menyebabkan paralisis m.Deltoid.
2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis,
harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk
humerus disertai eksplorasi n.Radialis.
3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor,
Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan
menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.
4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O,
secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan
operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.
BAB 3
KESIMPULAN
1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,
2007, Bab. 14; Trauma.
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal
System: The Appendicular Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.
5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Accessed: 2nd February 2012. Available from:
http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at
www.emedicine.com. Accessed on 4thMarch 2012
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.
13. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000,
Bab 7; Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.