You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dampak positif dari pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah


pergeseran pola penyakit yang terjadi di Indonesia. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi
berangsur turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih
dipertanyakan dengan timbulnya penyakit seperti hepatitis B, AIDS, serta angka
insiden Tuberculosa paru yang masih tinggi. Di lain pihak penyakit menahun yang
disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti Diabetes Mellitus meningkat dengan tajam.
Perubahan pola penyakit diduga akibat perubahan pola makan, dari makanan
tradisional yang banyak mengandung karbohidrat dan sayur ke pola makan
kebarat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein,
lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini
terutama terdapat pada makanan siap saji yang sangat digemari oleh anak – anak
muda bahkan orang tua.Selain itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan mulai
dari pagi hingga sore bahkan malam hari duduk di belakang meja menyebabkan
tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola hidup yang
berisiko seperti inilah yang menyebabkan tinggginya insiden penyakit jantung koroner,
hipertensi, hiperlipidemia serta Diabetes Mellitus
Diabetes melitus (DM) merupakan keadaan yang seringkali dikaitkan dengan
meningkatnya risiko kesakitan dan kematian. Lanjut usia (lansia) yang menderita DM
seringkali juga mengalami penyakit lainnya, ketidakmampuan fisik, gangguan
psikososial dan fungsi kognisi, serta meningkatnya pelayanan kedokteran. Pada
akhirnya, komplikasi yang terjadi akan mempengaruhi kualitas hidup
lansia.Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai
paling pesat didunia dalam kurun waktutahun 1999-2025. Pada tahun 2005
terdapat 17.767.709 jiwa atau 7,97% dari total populasi, akan menjadi sekitar.
25,5 juta orang pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 persen dari jumlah
penduduk, itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat
dunia sesudah Cina, India dan Amerika Serikat.(1) Sedangkan di DKI Jakarta,
berdasarkan data survei kesehatan nasional 2001 lansianya berjumlah 641.124 jiwa
atau 8,64 dari keseluruhan penduduk DKI Jakarta yang berjumlah 7.423.379 jiwa.
Pengukuran kualitas hidup menurut WHO (The World Health Organization
Quality Of Life-BREF/WHOQOL-BREF) terdiri dari dua bagian, yaitu i)
kualitas hidup secara keseluruhan dan ii) kualitas kesehatan secara umum. Pada
kualitas kesehatan secara umum terdapat 24 item yang dibagi menjadi 4 area/

1
domain yaitu kesehatan fisik meliputi 7 item, kondisi psikologis meliputi 6 item,
hubungan sosial meliputi 3 item dan kondisi lingkungan meliputi 8 item.
Kuesioner WHOQOL telah diterima secara luas dan dapat dijadikan alat yang
akurat dan sahih untuk menilai kualitas hidup lansia.Oleh karena itu dalam
keperawatan di harapkan perawat mampu melakukan asuhan keperawatan yang
berkualitas agar mencapa ikepuasan klien.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami konsep asuhan keperawatan pada Diabetes Melitus

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mahasiswa dapat memahami konsep medis Diabetes Melitus
2. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian dengan benar
3. Mahasiswa dapat menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat
4. Mahasisawa dapat menetapkan intervensi yang tepat dalam menangani
pasien dengan Diabetes Melitus.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1. Defenisi Lansia

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu,tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses
alamiah,yang berarti seorang telah melalui tiga tahap kehidupan,yaitu anak,dewasa,dan
tua. Tiga tahap ini berbeda,baik secara biologis,maupun psikologis. Memasuki usia tua
berartimengalami kemunduran,misalnya kemunduran fisikyang ditandai dengan kulit
mengendur,rambut memutih,gigi mulai ompong,pendengaran kurang jelas,penglihatan
semakin memburuk,gerakan-gerakan lambat,dan postur tubuh yang tidak proforsional
(Nugroho,2008)

2.2.2.penyebab terjadinya penuaan pada lansia

Banyak factor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses
penuaan. Pada dasarnya berbagai factor tersebut dapat dikelompokkan menjadi factor
internal dan faktoreksternal. Beberapa factor internal adalah radikal bebas,hormone
yang menurun kadarnya,proses glikosilase,system kekebalan tubuh yang menurun dan
juga factor genetik. Sedangkan factor eksternal adaalah gaya hidup yang tidak sehat,diet
yang tidak sehat,kebiasaan hidup yang salah,paparan polusi lingkungan dan sinar
ultraviolet,stress dan penyebab sosiallain seperti kemiskinan. Kedua factor ini saling
terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab proses penuaan (Uchil
Nissa,2014)

2.3.3. perubahan lansia pada sistem endokrin

Sekitar 50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa,dengan kadar gula puasa


yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini adalah factor
diet,obesitas,kurangnya olahraga,dan penuaan. Frekwensi hypertiroid pada lansia yaitu
sebanyak 25%,sekitar 75% dari jumlah tersebutmempunyai gejala,dan sebagian
menunjukan apatheic thyrotoxicosis.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem endokrin akibat
proses menua :

3
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
apatheic insulin yang diproduksi secara efektif. Akibatnya terjadi peningkatan
konsentrasi glukosa di dalam darah (Kemenkes, 2014).Faktor risiko diabetes melitus
yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat,
yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik,
hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa terganggu (GDP terganggu), dan merokok
(Kemenkes, 2014).
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi
glukosa di dalam darah (Kemenkes, 2014).Faktor risiko diabetes melitus yang dapat
dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu berat
badan lebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) atau Gula Darah Puasa terganggu (GDP terganggu), dan merokok (Kemenkes,
2014).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

1. KLASIFIKASI

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

a) Type I

Diabetes Mellitus tergantung insulin (Independenet Diabetes Melitus),


(IDDM). DM type ini ditandai oleh penghancuran sel betha pancreas.

Faktor-faktor yang turut menimbulkan destruksi sel betha yaitu :

 Faktor genetik.
 Faktor imonologis.
 Faktor Lingkungan.

4
b) Type II

Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (non insulin independent )

Penyebab yang pasti dari diabetes ini masih belum diketahui faktor
genetik diperkirakan memegang peranan penting. Selain ini terdapat
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes type II yaitu:

 Usia (diatas 65 tahun).


 Obesitas.
 Riwayat Keluarga.
 Kelompok Etnic
c) DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain. Hal ini
biasanya disebabakan oleh penyakit atau kelainan seperti pancreatitis
dan kelainan hormonal.
d) Diabetes Melitus Gestasionl (GDM).
Diabetes ini terjadi selama kehamilan biasanya terjadi pada trimester
ke-2 atau ke-3, akibat hormone yang disekresikan plasenta dan
menghambat kerja insulin.

2. ETIOLOGI

1. Diabetes tipe I :
o Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
o Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal

5
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
o Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
o Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 th)
o Obesitas
o Riwayat keluarga
o Kelompok etnik

3. PATOFISIOLOGI
 DM tipe I.
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia pleura terjadi akibat glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati, meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia, port prandial (sesudah makan).

6
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosauria).
Ketika glukosa yang berlebihan disekresikan kedalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolis protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia),akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal, insulin mengendalikan glikogenaolisis (pemecahan glukosa yang
di simpan),dan glikogenesis (pembentukan glukosa baru) dari asam amino
serta subtansi lain. Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut dapat menimbulkan
hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi sampai keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

 DM tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu : resistensi insulin dengan gangguan sekresi insulin .
Normalnya insulin akan terkait dengan receptor keluar pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikat tugas insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II di sertai penawaran reaksi intra sel ini, dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk mustilasi pengmbilan glukosa
dari jaringan.

7
Untuk mengatasi reaksi insulin dapat mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang di
sekresikan. Diabetes tipe II ini paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas, akibat intokemi glukosa
yang berlangsung lambat, maka awitan diabetes tipe II, dapat berjalan
tanpa terdeteksi, jika gejalanya di alami pasien, gejala sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan,iritabilitas, poliuria, luka pada kulit
yang lama sembuh atau pandangan yang kabur.
4. MANIFESTASI KLINIS
a) DM tipe I.
 BB menurun.
 Polidipsia.
 Polifagia
 Poliuria
 lemas
b) DM tipe II
 Kesemutan
 Gatal
 Mata Kabur
 Impotensia pada pria,
 pruritus vulva pada wanita
 Penyakit pembuluh darah otak
 Retinopati
 Glaukoma
 Neuropati perifer
 Nefropati
 Infeksi bakteri kulit
 Infeksi jamur di kulit

8
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium

1. Glukosa darah sewaktu


2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa Oral ( TTGO )
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis
DM (mg/dl).
4. Kreatinin serum
5. Albuminuria
6. Keton,sedimen dan protein dalam urin

Tabel ; kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM ( mg/dl )

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma Vena < 110 110 – 199 >200

Darah Kapiler < 90 90 - 199 >200

Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena < 110 110– 125 >126
Darah Kapiler < 90 90 – 109 >110
90 –
9

9
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl)

b.Pemeriksaan Radiologi
a. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
b. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark
c. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
d. Foto sinar – x dada

5. KOMPLIKASI
a.Akut
1. Hypoglikemia
Hipoglikemiakadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar
glukosa turun dibawah 50 hingga 60 m/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/L).
keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin ata prepara oral yan
berlebihan, konsumsi makanan yang selalu sedikit atau aktivitas fisik yang
terlalau berat.
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari.
Gejala hipoglikemia di kelompokan dalam 2 kategori : gejala adrenergic dan
gejala system saraf pusat.
pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, system saraf
simpatis akan teransang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan
gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi,palpitasi,kegelisahan dan rasa lapar.
pada hipoglikemia sedang penurunan kadar glukosa darah menyebabakan sel-sel
otak tidak memperoleh bahan bakar tidak bekerja dengan baik. tanda-tanda

10
angguan fungsi pada ssp mencangkup sakit kepala, vertigo,ketidakmampuan
berkonsentrasi konfusi, penurunan daya ingat, pati rasa didaerah bibir serta
lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional,
penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
pada hipoglikemia berat, fungsi ssp mengalami gangguan yang sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikemia yang dideritanya gejala mencangkup seranagan kejang sulit
dibangunka dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan diberikan berupa penberian 10 hingga 15 gr gula yang bekerja cepat
peroral : 2-4 tablet gloksa yang dapat dbeli di rumah obat atau apotik, 4 – 6 ons
sari buah atau teh yang manis, 6 – 10 butir permen khusus atau permen manis
lainnya, 2 – 3 senduk teh sirup atau madu. apabila gejela bertahan selama lebi
dari 10 hingga 15 menit sesudah terapi pendahuluan, ulangi terapi tersebut.
Setelah gejalanya berkurang, berikan makanan camilan yang mengandung
protein dan pati.
2. Ketoasidosis Diabetik
Diabetes Ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulian yang nyata. keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolis
karbonhidrat, protein dan lemak. Ada 3 gambaran klinik yang penting adalah
dehidrasi, kehilangan elektrolit, asidosis Apabila jumlah insulin berkurang,
jumlah glukosa yang memesuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi
glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. kedua factor ii akan menimbulkan
hiperglikemia. dalam upayah untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan
ginjal akan mengkresiakan glukosa bersama-sama air dan elektrolik ( seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotic yang ditandai oleh urinasi berlebihan (
Poliuria ) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.Penderita
ketoasidosis diabetic yang berat dapat kehlangan kira - kira 6,5 liter air dan
sampai 400 hingga 500 mEq natrium ,kalium serta klorida selama periode waktu
24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak ( lipolosis )
menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol.Asam lemak bebas akan diubah

11
menjadi badan keton oleh hati.Pada ketoasidosis diabetic terjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara
normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.Badan keton bersifat asam
,dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah,badan keton akan menimbulkan
asidosis metabolic.Manifestasi klinik akan menimbulkan poliuria,polidipsia (
peningkatan rasa haus ),penglihatan kabur,kelemahan,sakit kepala.Terapi
ketoasidosis diabetic diarahkan pada perbaikan tiga permasalahan utama :
dehidrasi ( memerlkan 6 – 10 liter cairan infuse untuk menggantikan cairan yang
hilang yang disebabkan oleh poliuria,hiperventilasi,diare,dan
muntah),kehilangan elektrolit ( Penggantian kalium yang dilakukan dengan hati
– hati dengan menghindari gangguan irama jantung berat yang terjadi pada
hipokalemia sampai 40 mEq kalium / jam yang ditambahkan ke dalam cairan
infuse mungkin di perlukan selama beberapa jam) dan asidosis (diatasi dengan
pemberian insulin,dimana insulin menghambat pemecahan lemak sehingga
menghentikan pembentukan senyawa – senyawa yang bersifat asam
3. Sindrom HHNK ( juga disebut koma hiperosmolar nonketotik atau HONK )
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia
dan disertai perubahan tingkat keesadaran.Gambaran klinis terdiri atas
hipotensi,dehidrasi berat ( membrane mukosa kering,turgor kulit jelek),takikardi
dan tanda – tanda neurologis yang bervariasi ( perubahan sensori,kejang –
kejang,hemiparesis.)Penatalaksanaan dari sindrom HHNK yaitu cairan,elektrolit
dan insulin
b.Kronik
1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati
diabetic.
3. Neuropati diabetic.
4. Penurunan Daya imunitas
5. Retinopati diabetic

12
6. Nefropati

6. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika
klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hyperglikemia atau hypoglikemia.
1. Penatalaksanaan keperawatan
a) Diet.
Diet dan pengendalian BB merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes.Prinsip pengaturan makan pada diabetis hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing – masing
individu.Pada diabetes perlu ditekankan pentingnya keteratran makan
dalam hal jadwal makan,jenis dan jumlah makanan,teutama pada
mereka yang menggunakan obat penutunan glukosa darah atau insulin
Penatalaksaan ini diarahkan untuk mencapai tujuan :
1. Memberikan semua unsur makanan ensesial misalnya : vitamin
dan mineral.
2. Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai.
3. Memenuhi kebutuhan energi.
4. Mencegah fliktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayahkan kadar glukosa mendekati normal.
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
b) Perencanaan Makan
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
- Karbohidrat
Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama
yang berserat tinggi,makan tiga kali sehari untuk mendistribuskan
asupan karbohidrat dalam sehari

13
- Lemak
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging
berlemak dan susu penuh
- Protein
Sumber protein yang baik adalah ikan,seafood,daging tanpa
lemak,ayam tanpa kulit,produksi susu rendah lemak,kacang –
kacangan,tahu,tempe
- Garam
Anjuran asupan natrium untuk diabetis sama dangan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 g ( 1 sendok the ) garam dapur
Pembatasan natrium sampai 2400 mg terutama pada mereka yang
hipertensi
- Serat
Seperti halnya masyarakat umum,penyandang diabetis dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang – kacangan,buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,Karena
mengandung vitamin,mineral,serta bahan lain yang baik untuk
kesehatan
- Pemanis
Pemaniz dikelompokan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak
bergizi.Termasuk pemanis bergizi adalah gula alcohol dan
fruktosa.Gula alcohol antar lain isomalt,lactitol,sorbitol.Pemanis tak
bergizi termasuk aspartame,sakarin,neotam.Pemanis aman
digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
c) Latihan.
Latihan dilakukan terus menerus,otot – otot berkontraksi dan relaksasi
secara teratur,selang selang antara gerak cepat dan lambat

14
Latihan ini mempengaruhi pengaturan kadar glukosa darah yaitu latihan
mempermudah transport glukosa kedalam sel, sehingga terjadi
penurunan kadar glukosa.Persering aktifitas seperti mengikut olahraga (
jalan cepat,olah otot,bersepeda,sepak bola )
d) Pemantaua.
1. Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri.
2. Hemoglobin glikosiler.
3. Pemeriksaan urin untuk glukosa.
4. Pemeriksaan urin untuk keton.
e) Penyuluhan
2. Penatalaksanaan Medis
a) Obat hipoglikemik oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya,OHO dibagi menjadi 4 golongan
- pemicu sekresi insulin ; sulfonylurea dan glind
- penambah sensitive terhadap insulin :
metformin,tiazolidindion
- penghambat glukoneogenesis ( metformin)
- penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

b) Terapi Insulin.
Pada DM tipe II, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin, dengan demikian insulin aksoganus harus diberikan dalam
jumlah tak terbatas. Pada DM tipe II, insulin mungkin diperlukan
sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa
darah, jika diet dan obat hiperglikemik oral tidak bisa mengontrolnya.
b) Pembedahan
Bagi pasien yang diabetes tipe II yang menjalani tetapi biasanya tidak
menggunakan insulin,kadar glukosa darah dapat tetap stabil selama
pasien tidak mendapat infuse glukosa pada saat pembedahan.Selama
periode pascah bedah,pemantauan pasien diabetes harus dilakukan

15
dengan ketat untuk mendeteksi komplikasi kardiovaskuler mengingat
adanya peningkatan prevalensi aterosklerosis pada penderita
diabetes.Nutrisi yabg adekuat dan pengendalian kadar glukosa darah
akan mempercepat kesembuhan luka operasi
7. PENCEGAHAN.
1. Pencegahan primer.
sasaran pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada
kelompok yang memiliki factor risiko,yakni mereka yang belum
terkena,tetapi berpotensi untuk menjadi DM dan keompok
prediabetes.Faktor resiko yang bisa dimodifiksi :Berat badan
lebih,kurangnya aktifitas fisik,hipertensi,diet tak sehat
2. Pencegahan sekunder.
Upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
diabetisi yang telah menderita DM.Dilakukan dengan
pemberian pengobatab yan cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.Salah satu
penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit Kardiovaskuler
3. Pencegahan tersier.
Ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah mempunyai
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut.Upaya rehabilitasi pada diabetisi dilakukan sedini
mungkin,sebelum kecacatan menetap.Sebagai contoh
pemberian asetosal dosis rendah ( 75 – 160 mg / hari ) dapat
diberikan secara rutin bagi diabetisi yang suda mempunyai
penyulit makroangiopat

16
A. PATOFISIOLOGI B/D PENYIMPANGAN KDM

Jumlah glukosa yang memasuki sel Defisiensi insulin

Glukosa dari makanan Produksi glukosa tidak terkendali pemecahan lemak

tidak disimpan dalam hati Hiperglikemia asam lemak

Penurunan simpanan kalori produksi badan keton

Metabolisme otot Glycosuri Asidosis metabolik

Kelemahan fisik Osmotic Diuresis - koma

Dehidrasi Urinasi - kematian


Intoleransi
Aktifitas Hemokonsentras Out put
Kekurangan
suplai darah ke jar. Trombosis
vol.cairan dan
G3 perfusi elektrolit
Arteriosklerosis nafas aseton ( bau
jaringan manis seperti buah )

Makrovaskuler Mikrovaskuler mual muntah

Jantung serebral ekstremitas Retina Ginjal intake in adekuat

Miokard infark Stroke Gangren Retinopati nefropati G3 Nutrisi nyeri abdomen


<
diabetik Gagal ginjal keb.tubuh
G3 Integritas Kulit G3 Nyaman
Nyeri

merangsang RAS

tidur sering terjaga

Jumlah jam tidur <<

G3 Istirahat
Tidur

17
B. KONSEP DASAR ASKEP.
1. PENGKAJIAN.
a. Identitas klien.
b. Riwayat Kesehatan Klien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM,bagaimana penanganannya,mendapat terapi
insulin jenis apa,bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak,apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
d. Pengkajian data dasar.
1)Aktivitas/Istirahat.
Gejala : Lemah, letih, tonus otot, g3 istirahat tidur.
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat/aktivitas,penurunan
kekuatan
otot.
2)Sirkulasi
Gejala: kesemutan pada ekstremitas ulkus pada kaki,penyembuhan luka
yang lama.
Tanda: takikardi,perubahan tekanan darah.
3)Integritas ego
Gejala: stress
Tanda: ansietas,peka rangsangan.
4)Eliminasi
Gejala:
 Perubahan pola berkemih
 Kesulitan berkemih
 Nyeri abdomen
Tanda: urine lancar + pucat,kuning,poliuria,bising usus melemah
dan menurun.
5)Makanan/cairan
Gejala:

18
 Napsu makan meningkat
 Mual muntah
 Penurunan BB
 Polidipsi/haus
Tanda:
 Kulit kering/bersisik
 Muntah
 Napas bau aseton
 Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan kebutuhan gula darah)
6)Neurosensori

Gejala:

 Pusing/pening
 Sakit kepala
 Kesemutan,kelemahan pada otot,gangguan penglihatan.

Tanda: disorientasi,mengantuk,perubahan kesadaran.

7)Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri abdomen
Tanda: tampak sangat berhati-hati
8)Pernapasan
Gejala: merasa kurang O2,batuk tanpa sputum
Tanda:batuk tanpa sputum
9)Keamanan
Gejala: kulit kering,gatal,ulkus kulit
Tanda: demam,kulit rusak,lesi
10) Seksualitas
Gejala: rabor vagina(cendrung infeksi

19
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolism protein,lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotic diuresis ditandai
dengan turgor kulit menurun dan membrane mukosa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolic(neoropati perifer)ditandai dengan ganggren pada ekstermitas.
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan pengelihatan

3. INTERVENSI DAN RASIONAL


a. Gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolism protein,lemak.

Dengan kriteria hasil:

 Pasien dapatmencerna jumlah kalori atau nutrient yang tepat


 Berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya.

Intervensi:
 Timbang berat badan sesuai indikasi
R/:Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
 Tentukan program diet,pola makan dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan klien
R/;Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik
 Auskultasi bising usus,catat nyeri abdomen atau perut
kembung,mual,muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi
R/:Hiperglikemi,gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan
motilitas atau fungsi lambung(distensi atau ileus paralitik)
 Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit.Selanjutnya
memberikan makanan yang lebih padat
R/:Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar
dan fungsi gastrointestinal baik.
 Identifikasi makanan yang disukai
R/:Kerja sama dalam perencanan makanan
 Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.

20
R/:Meningkatkan rasa keterlibatannya,memberi informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nurtisi klien
 Kolaborasi:
1).Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stik
R/:Analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dari pada
memantau gula dalam urin.
2).Pantau pemeriksaan laboratorium(glukosa darah,aseton,pH,HCO3)
R/:Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi
insulin terkontrol hingga glukosa dapat masuk kedalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori.Saat ini,kadar aseton menurun dan
asidosis dapat dikoreksi.
3).Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui Iv
R/:Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula
membantu memindahkan glukosa kedalam sel.Pemberian melalui Iv
karena absorbsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
4).Berikan larutan glukosa (dekstrosa,setenga salin normal)
R/:Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa
gula darah sekitar 250 mg/dl.Dddengan metabolism karbohidraat
mendekati normal,perawatan diberikan untuk menghindari
hipoglikemia.
5).Konsultasi dengan ahli gisi
R/:Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotic diuresis terjaga dengan


turgor kulit menurun dan membrane mukosa kering

Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi
pasien terpenuhi.
Dengan kriteria hasil :
Pasien menunjukan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,nadi
perifer bias diraba,turgor kulit dan pengisian kapiler baik,haluaran urin tepat
secara harafiah individu dan kadar elktrolit dalam batas normal.
Intervensi Mandiri:
 Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala
seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.

21
R/:Membantu memperkirakan kekurangan volume total.Adanya proses
infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang
meningkatkan kehilangan air.
 Pantau tanda- tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
R/:Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia.Pemeriksaan berat ringannya hipovolemi saat tekann darah
sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring keduduk atau
berdiri.
 Pantau pola napas seperti adanya pernapasan kusmaul atau pernapasan
yang berbau keton.
R/:Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis.Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam asetoasetat
dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
 Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu
napas,adanya periode apnea dan sianosis.
R/:Hiperglikemi dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan normal.Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi dari
kelelahan pernapasan atau kehilangan melalui kompensasi pada asidosis.
 Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
R/:Demam, menggigil, diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda
dehidrasi.
 Kaji nadi perifer,pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
R/:Merupakan indikatortingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
 Pantau masukan dan pengeluaran.
R/:Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.
 Ukur berat badan setiap hari.
R/:Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
 Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
R/:Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
 Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman.Slimuti klien
dengan kain yang tipis.

22
R/:Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut
dapat menimbulkan kehilangan cairan.
 Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
R/:Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi dan hipoglikemi,
elektrolit abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia.
Penyebab yang tidak tertangani, gangguan ksadaran menjadi predisposisi
aspirasi pada klien.
 Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
R/:Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung
sehingga sering menimbulkan muntah dan secara potensial menimbulkan
kekurangan cairan dan elektrolit.
 Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
R/:Pemberian cairan untuk perbaikan yang cpat berpotensi menimbulkan
kelebihan cairan dan gagal jantung kronis.
 Kolaborasi:
a. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:normal salin atau setengah
normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
R/:Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respon klien secara individual.
b. Albumin, plasma, atau dekstran.
R/:Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa
atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha
rehidrasi yang telah dilakukan.
c. Pasang kateter urine.
R/:Memberikanpengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine
terutama jika neuropati otonom menimbulkanretensi atau
inkontinensia.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sistatus metabolic


(neuropati perifer) ditandai dengan ganggren pada ekstremitas.
Tujuan:Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
komplikasi.
Dengan kriteria hasil:Menunjukan peningkatan integritas kulit, menghindari
cedera kulit

23
Intervensi:
 Inpeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kemerahan.
R/;Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan
infeksi
 Ubah posisi setiap 2 jam, beri bantalan pada tonjolan tulang.
R/:Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia.
 Pertahankan alas kering dan bebas lipatan.
R/:Menurunkan iritasi dermal.
 Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion.
R/:Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit.
 Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
R/:Mencegah terjadinya infeksi.
 Anjurkan pada klien untuk menjaga agar kuku tetap pendek.
R/:Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan.
 Motivasi kepada klien untuk makan makanan TKTP.
R/:Makanan TKTP dapatmembantu penyembuhan jaringan kulit yang
rusak.

d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi

Dengan kriteria:

1. Mengidentifikasikan pola kelelahan setiap hari.

1. Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang


mempengaruhi toleransi aktivitas.
2. Mengungkapkan peningkatan tingkat energy.
3. Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Intervensi:

 Diskusikan kebutuhan akan aktivitas.Buat jadwal perencanaan dan


identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R/: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun klien sangat lemah.
 Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi,
peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.

24
R/: Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal
aktivitas.
 Membantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan.Skala
0-10 (0 = tidak lelah, 10 = sangat kelelahan)
R/: Mengidentivikasi waktu puncak energy dan kelelahan embantu
dalam merencanakan aktivitas untuk memaksimalkan konservasi
menergi dan produktivitas.
 Berikan aktivitas alternatif dengan periode istrahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
R/: Mencegah kelelahan yang berlebihan.
 Pantau nadi, frekuensi napas, serta tekanan darah sebelum dan setelah
melakukan aktivitas.
R/: Mengidentivikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
 Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kebuuhan.
R/:Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
 Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukan
peningkatan aktivitas penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan, keletihan makin memburuk.
R/:Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang
berlebihan.

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan: Diharapkan setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak
terjadi tanda-tanda infeksi.
Dengan kriteria hasil:
1. Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
2. Perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi:

 Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam,


kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulent, urin warna keruh
atau berkabut.
R/:Mencegah timbulnya infeksi nosocomial.
 Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif.
R/: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
dalam pertumbuhan kuman.

25
 Berikan perawatan kulit dengan tratur dan sungguh-sungguh, massase
daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap
kencang.
R/: Sirkulasi perifer bias terganggu dan menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit.
 Berikan tisu dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau
untuk penampungan sputum atau secret yang lainya.
R/: Mengurangi penyebaran infeksi.
Kolaborasi:
 Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
R/: Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat
memilih atau memberikan terapi antibiotic yang terbaik.
 Berikan obat antibiotic yang sesuai.
R/:Penanganan awal yang dapat membantu mencegah timbulnya
sepsis.

f. Resiko terjadinya injury berhubungan dengan penurunan pengelihatan.


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri.
Dengan Kriteria Hasil:
1. Dapat menunjukan terjadinya perubahan prilaku untuk menurunkan factor
resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
2. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi:

 Hindarkan lantai yang licin


R/: lantai licin dapat menyebabkan resiko jatuh pada pasien.
 Gunakan bad yang rendah.
R/: Mempermudah pasien untuk naik dan turun dari tempat tidur.
 Orientasikan klien dengan ruangan.
R/: Lansia daya ingat sudah menurun, sehingga diperlukan orientasi
ruangan agar lansia bias menyesuaikan diri terhadap ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
R/: Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam
melakukan aktivitas sehari diperlukan bantuan dari orang lain sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
 Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
R/: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi lansia.

26
4. IMPLEMENTASI
Sesuai intervensi
5. EVALUASI
SOAP
6. HEALTH EDUCATION/ DISCHARGE PLANNING
a. Edukasi

Di abetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta
cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus

b. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari


penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah
keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).

Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai


dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama


dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis,
dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.

27
c. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan
kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat
tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk
mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

d. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan


dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oral

Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai ekompensas

28
e. Promosi Perilaku Sehat

Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan


kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal
dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan
keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut
dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri
dari dokter, ahli gizi, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Setiap
kali kunjungan diingatkan kembali untuk selalu melakukan perilaku
sehat.

Perilaku sehat bagi penyandang diabetes

 Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat


menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah:
• Mengikuti pola makan sehat.
• Meningkatkan kegiatan jasmani.
 Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus
secara aman dan teratur.
 Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri
 (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada.
 Melakukan perawatan kaki secara berkala
 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi
keadaan sakit akut dengan tepat
 Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana,
dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta
mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes
 Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada.

29
A. ANALISA JURNAL

1. Pengaruh Senam Lansia Terhadap gula darah Pada Lansia di PBLU Senja
Cerah Manado.

P: Lansia > 60 tahun sebanyak 18 orang


I: 1. 18 orang diberi perlakuan berupa senam lansia secara rutin 3x dalam
seminggu selama 8 minggu
2. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah diberi perlakuan

C: -

O: Rerata kadar gula darah puasa sebelum dan sesudah perlakuan yaitu
kadar gula darah puasa sebelum senam 101,6 mg/dl dan kadar gula darah
puasa setelah senam 122,6 gmg/dl.
Ada pengaruh senam lansia terhadap kadar gula darah , berupa
peningkatan kadar gula darah pada lansia
T : April 2016

3. Determinan Komplikasi Kronik Diabetes Melitus pada Lanjut Usia

P : 1.565 Lansia penderita Diabetes

I : Mengetahui prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan komplikasi


kronis pada lansia penderita DM.
Prevalensi komplikasi kronis pada lansia adalah sekitar 73,1 % dengan
Hipertensi sebagai komplikasi terbanyak. Faktor yang berhubungan dengan
komplikasi Diabetes : Usia, Jenis kelamin , Obesitas, merokok dan aktifitas
fisik. Faktor yang utama adalah merokok(OR: 2,48).
Penelitian menggumakan data Riset kesehatan Dasar ( Riskades ).tahun
2007 dengan desain crossectional dan metode cluster 2tahap.
C:-

O : Menyarankan program untuk mencegah kesakitan dan komplikasi lanjut


usia dengan Diabetes, dengan program Kemenkes RI yaitu CERDIK : Cek
kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok ,Rajin berolah raga, Diet
sehat kalori seimbang, Istirahat yang cukup, dan kendalikan stress.

T : April 2013

30
4. Hubungan Self Care dengan kualitas hidup pasien DM

P : 89 Responden lansia DM
I : Melakukan self care yang terdiri dari : Pengaturan diet, olah raga, terapi obat,
perawatan kaki, dan pemantauan gula darah.
Tujuan untuk mengetahui adanya hubungan self care dengan kualitas hidup
pasien dengan DM.
penelitian menggunakan pendekatan crosssectional dengan menggunakan
teknik random sampling , Pengumpulan data menggunakan quesioner The
Summari of Diabetes self care Activities (SDSCA).& quesioner The diabetes
quality of the brief clinical inventory
C:-
O : Terdapat hubungan antara self care dengan kualitas hidup pasien dengan
Diabetes Melitus
T : Juni 2017

5. Efektivitas pendampingan keluarga terhadap tingkat kemandirian penderita


Diabetes Melitus lansia dalam mempertahankan kestabilan kadar gula darah
dikelurahan purowono.

P: 44 responden ( 22 kelompok prilaku& 22 kelompok kontrol )


I : Pendampingan keluarga yang di fokuskan pada 5 pilar penatalaksanaa yaitu
Diet, latihan jasmani, Pemantauan, terapi, dan pendidikan kesehatan.
Diharapkan setelah prosedur pendampingan dilaksanakan secara berkelanjutan
tingkat kemandirian dalam keluarga tersebut meningkat.
C : Ada perbedaan antara kelompok intervensi yang dilakukan pendampingan
keluarga dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan pendampingan
keluarga.
O : Pendampingan keluarga berpengaruh atau efektif terhadap tingkat kemandirian
kelurga dan kadar gula darah menjadi lebih stabil.
T : Desember 2015.

31
PEMBAHASAN

Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan


dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik seseorang.
Akibatnya kaum lansia menjadi kurang produktif, rentan terhadap penyakit dan banyak
bergantung pada orang lain. Ketidakaktifan secara fisik dapat mengakibatkan buruknya
profil serum lipoprotein dan meningkatnya resistensi insulin perifer. Hal-hal tersebut
merupakan faktor risiko dari penyakit kardiovaskuler, obesitas, hipertensi, intoleransi
glukosa dan diabetes mellitus tipe dua. Olahraga aerobik seperti senam dapat
memperlambat proses kemunduran dan penurunan kapasitas tersebut selain itu juga
dapat menurunkan kadar gula darah puasa, meningkatkan ketahanan sistem
kardiorespirasi serta memperbaiki komposisi lemak dan tubuh karena pada dasarnya
olahraga dapat mempertahankan fungsi dari sistem muskuloskeletal (otot dan
tulang) serta sistem kardiopulmonar (jantung dan paru-paru) Olahraga merupakan
bagian dari latihan fisik yang direncanakan, terstruktur, dilakukan berulang-ulang
serta bertujuan untuk perbaikan atau pemeliharaan kebugaran fisik. Senam lansia ini
dirancang khusus untuk membantu lansia agar dapat mencapai usia lanjut yang sehat,
berguna, bahagia dan sejahtera
Komplikasi kronis didefinisikan sebagai kondisi kronis yang
memunculkan dua atau lebih penyakit, dengan salah satu penyakit tidak selalu
lebih sentral dari- pada yang lain. Komplikasi kronis dapat memengaruhi kualitas
hidup, kemampuan untuk bekerja, kecacatan dan kematian . penting untuk
menggambarkan kualitas hidup penduduk lanjut usia di Indonesia karena pada
hakikatnya, penduduk lanjut usia tetap mempunyai hak penuh untuk hidup
sehat dan tetap produktif di masa tua. Selain itu, penduduk lansia yang sehat
akan mengurangi beban keluarga dan masyarakat. kondisi hiperglikemia akibat
ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif sensitivitas sel terhadap insulin,
akan memicu munculnya penyakit tidak menular kronis lainnya, bahkan kematian
penyandang diabetes melitus tidak jarang.

32
BAB IV
KESIMPULAN

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai


denganmetabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin
atau secara relatif kekurangan insulin.
Kasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I: Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) Caktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia adalah
Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin, Umur
yang berkaitandengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan
vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurangf Penggunaan obat yang
bermacam-macam,keturunan, keberadaan penyakit lain, sering menderita stress.
Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang
seringmuncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh
darah dansarah. Prinsip penatalaksanaan DM lansia adalah Menilai penyakitnya secara
menyeluruhdan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya,
Menghilangkan gejala-gejalaakibat hiperglikemia,lebih bersifat konservatif,
Mengendalikan glukosa darah dan berat badan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Darliana, D. (2015). Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Diabetes


Melitus. Idea Nursing Journal , Vol.II No.2.

Khairani, R. (2007). Prevalensi Diabetes Melitus & Hubungannya Dengan Kualitas


Hidup Lanjut Usia di Masyarakat. Universa Medicina , Vol.26 No.1.

Kurniawan, I. (2010). Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Maj Kedokt Indon ,
Vol.60 No.12.

Rosyada, A., & Trihandini, I. (2013). Determinan Komplikasi Kronik Diabetes Melitus
Pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional , Vol.7, No 9.

34

You might also like