Polio

You might also like

You are on page 1of 7

Pendahuluan

Para pakar kesehatan dunia dan WHO terkejut dan sibuk dengan adanya
kasus baru virus polio liar di Indonesia pada tahun 2005, setelah hampir 10 tahun
Indonesia bebas polio liar. Kejadian ini merupakan ancaman bagi negar alain yang
mungkin tertular, sementara pada tahun 1988, WHO telah mencanangkan dunia
bebas polio pada 17 tahun kemudian. Penyakit ini kembali menarik perhatian
banyak pihak karena peningkatan dan penularan kasusnya yang cepat. Penularan
polio sangat berhubungan dengan konsekuensi dampak social dan ekonomi suatu
Negara.

Poliomyelitis berasal dari kata Yunani, polio berarti abu-abu, dan myelon
yang berarti saraf perifer, sering juga disebut paralisis infantile. Poliomyelitis atau
sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang istem saraf perifer yang
disebabkan oleh virus polio. Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan.
Kelumpuhan biasanya berkurang sampai hilang, akan tetapi dapat menetap setelah
60 hari yang akan menyebabkan kecacatan.

Sejarah penyakit ini diketahui dengan ditemukannya gambaran seorang anak


yang berjalan dengan tongkat di mana sebelah kaki mengecil pada lukisan artefak
Mesir kuno tahun 1403-1365 sebelum masehi. Gambaran klinis polio pertama kali
dibuat oleh seorang dokter inggris, Michael Underwood pada tahun 1789. Ia
menyebutkan polio sebagai kelemahan tungkai bawah. Pada tahun 1840 dokter
Jakob Heine dan Karl oskar Medin melanjutkan penelitian Underwood sehingga
penyakit ini disebut juga penyakit Heine-Meidin.

Vaksin polio pertama kali dekembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1955
dan Albert Sabin pada tahun 1962. Sejak saat itu, jumlah kasus polio menurun
tajam. Saat ini upaya imunisasi di banyak negara dibantu oleh Rotary
International, UNICEF, dan WHO untuk mempercepat eradikasi global polio.
Epidemiologi

Polio tersebar di seluruh dunia terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan
Afrika. Kasus terakhir virus polio 3 terjadi di Sri Lanka pad atahun 1993, virus
polio 1 dan polio 3 di Jawa Tengah, Indonesia pada tahun 1995, dan virus polio 1
di Thailand pada tahun 1997.

India, salah satu negara endemik polio, juga menularkan penyakit ini ke
China dan Syria pada tahun 1999, ke Bulgaria pada tahun 2001, serta ke Lebanon
pada tahun 2003. Menurut penyelidikan WHO dan Depkes RI, virus polio liar di
Indonesia pada tahun 2005 berasal dari Sudan atau Nigeria yang berada di Arab
Saudi. Virus tersebut ditularkan ke negara lain melalui jemaah haji, jemaah
umroh, dan tenaga kerja lainnya.

Pada tahun 2002 dan 2003 Sudan tidak melaporkan lagi virus polio, akan
tetapi pada 2004 di temukan satu kasus pada bulan Juli, 31 kasus pada bulan
Agustus, dan terus meningkat menjadi 126 kasus pada akhir 2004. Saat ini sudan
menjadi negara recently endemic. Pada tanggal 6 November 2004, seorang anak
perempuan dari jamaah haji Sudan menderita lumpuh pada virus polio Sudan di
Jedah. Pada tanggal 15 Desember 2004, seorang anak berusia 5 tahun asal Nigeria
yang tinggal di kamp pengungsian illegal di dekat kota Mekkah menderita
lumpuh.

Bayi dan anak adalah golongan usia yang sering terserang polio. Penderita
polio sebanyak 70-80% di daerah endemic adalah anak berusia kurang dari 3
tahun, dan 80-90% adalah balita. Kelompok yang rentan tertular adalah anak yang
tidak di imunisasi, kelompok minoritas, para pendatang musiman, dan anak-anak
yang tidak terdaftar.

Data terakhir smapai Juni 2007 terdapat 243 kasus polio liar pad tahun 2007.
Negar penyumbang terbesar adalah Nigeria sebanyak 114 kasus, India sebanyak
82 kasus, dan Korea Utara sebanyak 13 kasus. Indonesia yang pernah mencatat
303 kasus pada tahun 2005 menurun jauh hingga menjadi hanya 2 kasus pada
tahun 2006 dan tidak ada kasus pada tahun 2007.
Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu,
Sukabumu, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke provinsi Banten, DKI
Jakarta, Jaw Timur, Jawa Tengah dan Lampung. Data terakhir melaporkan secar
total terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22 kabupate/kota
di Indonesia.

Etiologi

Virus polio termasuk genus enterovirus. Terdapat tiga tipe yaitu tipe 1, 2, dan
3. Ketiga virus tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang
paling mudah diisolasi. Tipe yang sering menyebabkan wabah juga adalah tipe 1,
sedangkan kasus yang dihubungkan dengan vaksin disebabkan oleh tipe 2 dan 3.
Di alam bebas, virus polio dapat bertahan hingga 48 jam pada musim kemarau
dan dua minggu pada musim hujan. Di dalam usus manusia, virus dapat bertahan
hidup sampai 2 bulan. Virus polio tahan terhadap sabun, detergen, alcohol, eter
dan klorofrom, tetapi virus ini akan mati dengan pemberian formaldehida 0,3%,
klorin, pemanasan dan sinar ultraviolet.

Penularan

Masa inkubasi polio biasanya 7-14 hari dengan rentang 3-35 hari. Manusia
merupakan satu-satunya reservoir dan merupakan sumber penularan. Virus
ditularkan antar-manusia melalui rute oro-fekal. Makanan dan bahan lain yang
tercemar dapat menularkan virus, walaupun jarang terjadi. Penularan melalui
serangga belum bisa dibuktikan.

Pada akhirnya masa inkubasi dan masa gejala awal, para penderita polio
sangat poten untuk menularkan penyakit. Setelah terpajan dari penderita, virus
polio dapat ditemukan pada sekret tenggorokan 36 jam kemudian dan masih bisa
di temukan sampai satu minggu, serta pada tinja pada waktu 72 jam sampai 3-6
minggu atau lebih.
Virus polio dapat menyerang semua golongan usia dengan tingkat
kelumpuhan yang bervariasi. Kelumpuhan yang terjadi hanya sekitar 1% saja.
Dari semua kelumpuhan, 90% akan sembuh dengan sendirinya dan sekitar 10%
akan mengalami kelumpuhan menetap. Angka kelumpuhan pada bayi lebih kecil
daripada orang dewasa.

Tanda dan Gejala

Gejala awal biasanya terjadi selam 1-4 hati, yang kemudian menghilang.
Gejala lain yang bisa muncul adalah nyeri tenggorokan, rasa tidak enak di perut,
demam ringan, lemas, dan nyeri kepala ringan. Gejala klinis yang mengarah pada
kecurigaan serangan virus poli adalah adanya demam dan kelumpuhan akut. Kaki
biasanya lemas tanpa gangguan saraf perasa. Kelumpuhan biasanya terjadi pada
tungkai bawah, asimetris, dan dapat menetap selamanya yang bisa disertai gejala
nyeri kepala dan muntah. Biasanya terdapat kekakuan pada leher dan punggung
selam 24 jam.

Kelumpuhan sifatnya mendadak dan layuh, sehingga sering dihubungkan


dengan lumpuh layu akut (AFP, acute flaccid paralysis), biasanya menyerang satu
tungkai, lemas sampai tidak ada gerakan. Otot bisa mnegcil, refleks fisiologi dan
reflex patologis negatif.

WHO mengatakan bahwa kelumpuhan dapat disebabkan oleh lebih dari 100
macam penyebab, namun di Indonesia sampai saat ini dilaporkan kelumpuhan
disebabkan oleh 23 penyakit. Sebanyak 60-70% kelumpuhan disebabkan oleh
Guillain Barre Syndrome (GBS). Untuk membuktikan apakah kelumpuhan
disebabkan oleh polio atau bukan, harus dibuktikan oleh pemeriksaan
laboratorium yang sudah terakreditasi WHO yaitu di Laboratorium Biofarma,
BBLK Surabaya, dan Laboratorium Puslit Penyakit Jakarta.

Diagnosis banding yang mirip dengan polio adalah Mielitis Transversa, yaitu
suatu peradangan sumsum tulang belakang. Kelumpuhan layu biasanya
menyerang kedua tungkai, bersifat akut, dan lemas. Refleks fisiologis dan reflex
patologis negative, bisa disertai dengan gangguan buang air kecildan besar.

Diagnosis banding lainnya adalah GBS, di mana terjadi demam disertai gejala
khas kelumpuhan yang berangsur dari ujung jari naik keatas dengan batas tegas,
bila sudah samapi pergelangan membentuk gambaran seperti sarung tangan/kaki
(glove phenomenon). Kelumpuhan menyerang kedua tungkai, reflex fisiologis
negatif, sedangkan reflex patologis positif. Bila kelumpuhan menyerang otot
saluran pernafasan, maka penderita dapat mengalami sesak nafas sampai
meninggal.

Pengobatan

Pengobatan pada penderita polio tidak spesifik. Pengobatan ditujukan untuk


meredakan gejala da pengobatan suportif untuk meningkatkan stamina penderita.
Perlu diberikan pelayanan fisioterapi untuk menimalkan kelumpuhan dan menjaga
agar tidak terjadi atrofi otot. Perawatan ortopedik tersedia bagi mereka yang
mengalami kelumpuhan menetap. Pengendalian penyakit yang paling efektif
adalah pencegahan melalui vaksinasi dan surveilans AFP.

Pencegahan dan Pemberantasan

World Health Assembly (WHA) pad tahun 1988 menetapkan dunia bebas
polio pada tahun 2005, dengan tahapan: (1) tahun 2000 diharapkan tidak ada
transmisi virus polio liar lagi, (2) tahun 2004 diharapkan South East Asian Region
Organization (SEARO) terbentuk. SEARO adalah suatu system pembagian
wilayah WHO yang meliputi wilayah regional Asia Tenggara. Apabila resolusi ini
berjalan sesuai rencana maka WHO beserta negara-negara di seluruh dunia akan
menghentikan imunisasi polio pada tahun 2010 seperti halnya kebersihan umat
manusia membasmi virus cacar.
1. Eraikasi polio (erapo)
Pengertian eradikasi polio adalah keadaan di mana suatu negara bebas kasus
polio liar selama 3 tahun berturut-turut dan didukung oleh system surveilans
yang mantap. System surveilans mantap dibuktikan dengan:
a. Zero report, yaitu laporan mingguan dari unit pelayanan kesehatan
(puskesmas dan rumah sakit) lengkap dan tepat meskipun tidak ditemukan 1
kasus AFP pun.
b. AFP rate 1 (100%), yaitu harus bisa menemukan kasus AFP dan
membuktikannya melalui pemeriksaan laboratorium bahwa hal tersebut
bukan karena penyakit polio.
Strategi erapo adalah:
1) Mempertahankan imunisasi rutin dengan cakupn yang tinggi.
2) Melaksanakan program imunisasi tambahan seeperti:
 PIN 1995, 1996, dan 1997.
 Sub PIN (1998-1999), daerah berisiko tinggi (fokus).
 Sub PIN 2000-peningkatan imunitas.
 Mopping up (kegiatan seperti PIN pada suatu daerah untuk mencegah
dan menanggulangi transmisi).
3) SAFP sesuai standar sertifikasi.
4) Pengamanan virus polio di laboratorium.

2. SAFP (Surveilance Acute Flaccid Paralysis)


SAFP adalah suatu pengamatan ketat pada semua kasus kelumpuhan yang
mirip dengan kelumpuhan pada kasus poliomyelitis, yaiti akut (<2 minggu),
flaccid (layuh, tidak kaku) yang terjadi pada anak <15 tahun, dalam rangka
menemukan adanya kasus polio.
SAFP dimaksudkan untuk mengidentifikasi daerah yang beresiko tinggi
akan adanya transmisi virus polio liar. SAFP juga dapat digunakan untuk
memantau perkembangan program eradikasi polio, dan yang terkhir, SAFP
bisa digunakan sebagai alat untuk membuktikan bahwa Indonesia bebas polio.
Karena pentingnya SAFP tersebut, maka setiap satu kasus AFP merupakan
suatu KLB.
Setiap menemukan satu kasus AFP, petugas diharuskan untuk
mendapatkan specimen tinja penderita dalam waktu 24-48 jam, paling lam 2
minggu sejak awal kelumpuhan. Tinja harus segera dikirim ke laboratorium
nasional untuk pemeriksaan virus polio. Selanjutnya petugas mengunjungi
ulang setelah 60 hari untuk memeriksa kelumpuhan.

3. Imunisasi
Imunisasi merupakan factor terpenting untuk pemberantasan polio.
Terdapat dua jenis vaksin polio di Indonesia, yaitu OPV (oral polio vaccine)
dan IPV (injection polio vaccine). OPV berfungsi untuk merangsang
pembentukan antibodi humoral yang akan menghambat perjalan virus ke otak,
dan OPV akan menstimulasi terbentuknya antibody local di usus (lgA) yang
menghambat penempelan virus polio pada dinding usus.
IPV hanya akan merangsang pembentukan antibody humoral saja. IPV
dibuat berdasarkan virus yang dimatikan, sedangkan OPV berasal dari virus
hidup yang dilemahkan, sehingga resiko terjadinya kasus polio karena vaksin
(VDPV, vaccine derived polio virus) lebih tinggi pada penggunaan OPV.
Mengigat harga IPV yang lebih mahal dibangdingkan harga OPV, maka IPV
tidak digunakan untuk program erapo di Indonesia.
Antibodi usus local hanya dapat bertahan sekitar 100 hari pada dinding
usus. Setelah waktu tersebut terlampaui, virus polio liar (VPL) yang masuk ke
usus bisa menempel pdaa dinding usus dan bereplikasi. Antibodi humoral yang
sudah terbentuk akan menghalangi VPL masuk ke jaringan saraf. Meskipun
demikian, VPL yang sudah berkembang biak tersebut akan dikeluarkan melalui
tinja dan bisa menularkan ke orang lain.
Berdasarkan pemikiran diatas, Pekan Imunisasai Nasional (PIN)
dilaksanakan secara serentak sehingga VPL yang masuk tidak dapat
berkembang biak dan dikeluarkan bersama tinja. Hal ini akan membuat
penularan ke anak lainnya menjadi sulit karena pada saat yang bersamaan anak
lainnya tersebut sudah mendapatkan imunisasi.

You might also like