You are on page 1of 1

Faktor Risiko HIV pada Homosexual

HIV ditemukan dalam darah , air mani , atau cairan vagina dari seseorang yang terinfeksi virus.

 Terlibat dalam anal , vagina , atau oral seks dengan laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki , beberapa mitra , atau mitra anonim tanpa menggunakan kondom; Seks anal adalah
aktivitas seksual di area anal (bokong) yang umumnya meliputi: penetrasi penis ke anus, penetrasi jari atau mainan
seks seperti vibrator ke anus, ataupun seks oral yang dilakukan dengan menstimulasi anus menggunakan mulut
atau lidah. Penetrasi dan seks oral pada anus meningkatkan risiko penularan penyakit menular seksual.
Dibandingkan aktifitas seksual lainnya, aktifitas seksual yang melibatkan penetrasi ke anus mempunyai risiko
tertinggi dalam risiko penularan penyakit menular seksual, seperti HIV, herpes kelamin, kutil kelamin,
klamidia, hepatitis B, gonore, dan sifilis. Orang yang melakukan seks melalui anal 30 kali lebih berisiko terkena
HIV dibanding yang melakukan penetrasi melalui vagina. Paparan human papillomavirus (HPV) dapat memicu
pertumbuhan kutil pada dubur hingga kanker anus. Tidak hanya penetrasi, namun seks oral pada anus juga
membuat kedua pasangan berisiko terkena herpes, hepatitis, HPV, dan infeksi lain. Beberapa infeksi dapat
disebabkan virus atau bakteri yang disebarkan melalui seks oral yang dilakukan bergantian dengan seks anal,
seperti hepatitis A atau E. Coli. Memasukkan jari ke anus pasangan juga dapat menyebabkan risiko serupa. Tidak
seperti vagina yang terlindungi pelumas, penetrasi pada anus dapat merusak jaringan di dalamnya. Menggunakan
pelumas tidak akan mencegah risiko kerusakan jaringan anus. Kondisi ini juga membuat bakteri dan virus dapat
masuk dengan mudah ke pembuluh darah sehingga mempercepat penyebaran infeksi menular seksual, termasuk
HIV. Walau pasangan yang melakukan seks anal tidak mempunyai penyakit menular seksual, terdapat bakteri
yang secara normal memang hidup di anus sehingga berisiko menginfeksi pasangan. Hubungan seksual yang
dilakukan dari anus kemudian berpindah ke vagina juga berisiko menimbulkan perpindahan bakteri dan memicu
infeksi saluran kencing. Anus didesain dengan otot yang menyerupai cincin untuk mengatur aktifitas buang air
besar. Cincin otot ini disebut sfingter. Cincin otot anus membuka saat buang air besar dan menutup setelah buang
air besar selesai. Seks anal yang terus menerus dapat melemahkan otot ini sehingga membuat pelakunya menjadi
susah mengontrol buang air besar.
 Mempunyai kebiasan berganti ganti pasangan seksual
 Melakukan seks dengan pria yang belum melakukan sirkumsisi; pada meta – analisis tahun 2008
menunjukkan dari 53.567 pria gay dan biseksual ( 52 % yang disunat ) bahwa tingkat infeksi HIV lebih
rendah antara laki-laki yang disunat dibandingkan dengan mereka yang tidak disunat . Untuk pria yang
terlibat terutama dalam insertif anal seks , efek perlindungan diamati , tetapi juga secara statistik tidak
signifikan . studi observasional termasuk dalam meta - analisis yang dilakukan sebelum pengenalan
terapi antiretroviral pada tahun 1996 menunjukkan efek perlindungan yang signifikan secara statistik
untuk disunat MSM terhadap infeksi HIV.

Source:

 http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hiv-aids/basics/risk-factors/con-
20013732
 http://www.niaid.nih.gov/topics/hivaids/understanding/pages/riskfactors.aspx

You might also like