You are on page 1of 4

avan dan Bo menciptakan istilah pederin untuk racun utama yang diproduksi oleh Paederus.

Dua racun lainnya, pseudopederin dan pederone pederin (C25H45O9N) juga diketahui
diproduksi oleh serangga. Pederin adalah amida dengan dua cincin tetrahidropiran. [12],
[26] Asam lemah dan telah dibuktikan dalam semua tahap perkembangan P. fuscipes dan di
semua bagian serangga dewasa kecuali sayap. [13] Pederin adalah sekresi serangga non-
protein yang paling kompleks yang diketahui dan hanya diproduksi pada serangga betina.
[27] Ini memiliki aktivitas antibakteri yang lemah tetapi merupakan racun yang sangat kuat
untuk sel eukariotik dan lebih kuat daripada racun Latrodectus (laba-laba black widow) yang
15 kali lebih kuat daripada racun kobra. [12], [26] kerusakan jika dicerna dan mematikan jika
disuntikkan ke dalam aliran darah. [28] Toksisitas pedisin topikal lebih besar daripada
insektisida organophosphorus poten, parathion. Toksisitas dipertahankan bahkan setelah 10
bulan dan kering P. fuscipes telah terbukti mempertahankan toksisitas hingga 8 tahun.
Merebus air tidak merusak racun. [13] Pederin diyakini memiliki sifat anti-tumor dan
antivirus. Ini sangat beracun dan pada tingkat serendah 1 ng / ml dapat menghambat asam
deoksiribonukleat dan sintesis protein. [3], [13], [29] Ini adalah 1000–10.000 kali sama
kuatnya dengan beberapa antimetabolit yang umum digunakan. [30] Pederin dapat
membentuk hingga 1/40 dari berat serangga. [31] Namun, ada variasi luas kandungan
pederin dari berbagai serangga. Hanya betina yang memiliki bakteri endosimbiotik dapat
memproduksi pederin dan dapat mengandung hingga 20 μg pederin; namun jantan dan
betina tanpa bakteri endosimbiotik (betina aposimbiotik) mungkin memiliki jumlah toksin
yang sangat kecil (0,1–1,5 μg) tetapi tidak mampu mensintesisnya. [32] Telah terbukti
bahwa pederin diproduksi oleh spesies Pseudomonas endosimbiotik

yak jika dibandingkan data kasus yang ada. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Piel, gen
pada biosintesis racun paederin tidak berasal dari genom kumbang Tomcat (Paederus sp.) melainkan
lebih mendekati genom bakteri Pseudomonas aeruginosa [11]. Singh an Ali juga menyebutkan
bahwa paederin t e r s e b u t d i h a s i l k a n d e n g a n p r o s e s endosimbiosis antara Paederus sp.
dengan Pseudomonas aeruginosa [1]. Penelitian lain menyebutkan bahwa penggunaan terapi
tambahan berupa antibiotik memerlukan waktu penyembuhan yang lebih singkat dari pada hanya
menggunakan kortikosteroid dan antihistamin [7]. Hal ini memperkuat bukti adanya simbiosis antara
bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Paederus sp. untuk terjadinya dermatitis paederus. Menurut
Asoodeh dan Musaabadi, Pseudomonas aeruginosa m a m p u mensekresikan enzim matriks
metaloproteinase e k s t r a s e l u l e r [ 1 2 ] . E n z i m m a t r i k s metaloproteinase (MMP)
merupakan enzim proteol iti k yang memi l i k i kemampuan mendegradasi matriks ekstraseluler.
MMP-2 dan MMP-9 merupakan MMP yang mendegradasi komponen matriks ekstraseluler kulit
seperti kolagen, gelatin dan elastin. Oleh sebab itu, enzim MMP-2 dan MMP-9 diduga memiliki peran
dalam dermonekrosis akibat racun paederin

Dermatitis paederus atau dermatitis linearis adalah dermonekrosis yang terjadi akibat adanya
kontak dengan kumbang Tomcat (Paederus sp.). Racun paederin dari Paederus sp. menimbulkan
gejala berupa rasa gatal, merah, dan melepuh seperti terbakar pada kulit. Dermonekrosis pada kulit
menunjukkan kerusakan pada kolagen dan gelatin yang menjadi komponen penyusun kulit. Proses
dermonekrosis yang terjadi di kulit, pada penelitian ini dianalogikan dengan proses degradasi gelatin
pada proses gelatin zimografi.
aederus dermatitis terjadi di seluruh bagian dunia, khususnya daerah beriklim tropis seperti
Indonesia, dan pernah dilaporkan kejadian yang merebak di Australia, Malaysia, Srilanka,
Nigeria, Kenya, Iran, Uganda, Okinawa, Sierra Leone, Argentina, Brazil, Venezuela, Ecuador,
India.(6) IV. ETIOLOGI Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ini adalah bahan yang
bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk
kayu.(3) Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.(1) 6

Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata adalah dari genus
Paederus. Spesies dari genus ini menyebabkan paederus dermatitis. Paederus dermatitis sendiri
di Indonesia paling disebabkan oleh Pederus peregrines. Paederus dewasa panjang tumbuhnya
7-10 mm dan lebar 0,5 mm seukuran dengan nyamuk. Paederus berkepala hitam dengan
abdomen di caudalnya dan juga elytral ( struktur yang membungkus sayap dan sepertiga atas
segmen abdomen). Meskipun paederus dapat terbang, namun paederus lebih sering berlari dan
meloncat. Paederus memiliki karateristik mengangkat bagian abdomennya ketika mereka lari
ataupun merasa terganggu. Spesies yang biasa menyebabkan paederus dermatitis adalah
Paederus melampus di India, Paederus brasiliensis di Amerika Latin, Paederus colombius di
Venezuela, Paederus fusipes di Taiwan dan tentunya Paederus peregrinus di Indonesia.(6)
Kumbang ini tidak menggigit atau menyengat, namun tepukan keras pada kumbang ini diatas
kulit akan memicu pengeluaran bahan aktifnya yang berupa paederin.(7) Gambar. Paederus sp
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan terang.
Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin yang kemudian
menyebabkan keluhan gatal, rasa panas tebakar, kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48
jam setelah kulit terpapar.(8) Paederin yang berumus kimia C25H45O9N adalah sebuah struktur
amida dengan dua cincin tetrahydropyran.(6) 7
V. PATOGENESIS Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis.(1) Ada 4 mekanisme yang berhubungan dengan DKI. 1.
Hilangnya membran lemak (Lipid Membrane) 2. Kerusakan dari sel lemak 3. Denaturasi keratin
epidermal 4. Efek sitotoksik secara langsung(9) Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase
dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF),
dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk
limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF,
sehingga memperkuat perubahan vaskular. DAG dan second messengers lain menstimulasi
ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1 (ICAM1). Pada
kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFα, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah
akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,
sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.(3) 8
VI. TANDA DAN GEJALA Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.
Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis meskipun faktor
individu dan lingkungan sangat berpengaruh. Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit,
pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel, atau bula, erosi dan eksudasi,
sehingga tampak basah. Stadium sub akut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi
krusta, sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi,
papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu
berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit
stadium kronis demikian pula efloresensinya tidak selalu harus polimorfik. Mungkin hanya
oligomorfik.(1) Pada paederus dermatitis, lesi biasanya terjadi pada bagian tubuh yang tidak
tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan wajah, khususnya area periorbital, yang
merupakan bagian tubuh paling sering menjadi predileksi paederus dermatitis.(10) Tidak
berbeda jauh dengan jenis dermatitis kontak iritan lainnya, lesi yang biasa ditimbulkan oleh
bahan aktif paederin berupa patch eritem linear yang kemudian berlanjut menjadi bula,
terkadang bula dapat menjadi pustular. Pada pasien yang datang ke tenaga medis, bula dapat
intak ataupun sudah terjadi erosi dengan dasar eritem.(10) Lesi mulai muncul setelah 12-48 jam
pasca paparan paederin dan membaik dalam waktu seminggu.(6) VII. DIAGNOSIS Diagnosis
DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa
yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi
gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan
diagnosa bandingnya.(1, 3) 9
Kriteria Diagnostik DKI Mayor Subyektif  Onset dimulai dari beberapa menit  hingga beberapa
jam kemudian dari paparan  Pada awalnya terdapat rasa nyeri, rasa terbakar, perasaan tidak
enak yang berlebih, gatal Obyektif     Didominasi oleh macula eritem,  Pada perubahan
tingkat sedikit morfologi konsentrasi perbedaan  Onset paparan Banyak orang mempunyai
gejala sama pada lingkungan tersebut dimulai 2 minggu setelah Minor hiperkeratosis, fissure
Terdapat gambaran epidermis kering, seperti terbakar Proses penyembuhan dimulai dengan
menghindari iritan Patch tes negatif menunjukkan menghasilkan sedangkan waktu kontak
menghasilkan perbedaan yang banyak pada tingkat kerusakan kulit Tabel. Kriteria Diagnostik
DKI VIII. DIAGNOSIS BANDING DKI sering didiagnosis dengan berbagai jenis dermatitis
termasuk DKA. Untuk menegakkan diagnosis perlu anamnesa detail, termasuk pekerjaan, hobi,
riwayat pengobatan dan beberapa pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Perbedaan
DKA dan DKI sebagai berikut : Perbedaan Keluhan Lesi DKI Gatal, nyeri, perih menyengat Batas
tegas, terbatas pada daerah yang terpapar bahan iritan DKA Nyeri, gatal Lesi dapat melebihi
daerah yang terpapar nahan alergen, 10
biasanya berupa vesikel yang kecil Bahan Bahan iritan, tergantung pada konsentrasi dan letak
kulit yang terpapar, semua orang bisa kena Bahan alergen, tidak tergantung konsentrasi bahan,
hanya pada orang yang mengalami hipersensitifitas Reaksi yang muncul Tabel. Perbedaan DKA
dan DKI Akibat kerusakan jaringan Proses reaksi hipersensitivitas tipe 4 IX.
PENATALAKSANAAN Penanganan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan
yang menjadi penyebab. Pengobatan medikamentosa terdiri dari: A. Pengobatan sistemik : 1.
Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.  Prednisone
Dewasa Anak : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o : 1 mg/KgBB/hari  Dexamethasone Dewasa
Anak : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o : 0,1 mg/KgBB/hari  Triamcinolone Dewasa Anak 2.
Antihistamin  Chlorpheniramine maleat Dewasa Anak : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o : 0,09
mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o : 1 mg/KgBB/hari 11

 Diphenhydramine HCl Dewasa Anak  Loratadine Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali : 10-20
mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali : 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali B. Pengobatan topikal : 1.
Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%) 2. Bentuk kronis dan
kering diberi krim hydrocortisone 1% atau diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone
valerat 0,005-0,1%(11) X. PROGNOSIS Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat
dikenali dan dihilangkan. Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan bahkan lebih
buruk dari Dermatitis Kontak Alerg

You might also like