You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

Air ketuban merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim dan

memiliki berbagai fungsi untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin dapat

bergerak dan tumbuh bebas ke segala arah, melindungi terhadap benturan dari luar, barier

terhadap kuman dari luar tubuh ibu, dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Ia juga

membantu proses persalinan dengan membuka jalan lahir saat persalinan berlangsung

maupun sebagai alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan amniosentesis.

Air ketuban mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel

darah ibu. Namun sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan

mengeluarkan air seni. Sehingga terhitung sejak pertengahan usia kehamilan, air ketuban

sebagian besar terbentuk dari air seni janin. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, air

ketuban jumlahnya sekitar 1000 cc.

Emboli air ketuban walaupun sangat jarang terjadi, merupakan komplikasi

obstetri yang sangat gawat. Emboli air ketuban merupakan salah satu penyebab syok

dalam obstetri yang bukan disebabkan karena perdarahan. Biasanya penderita meninggal

dalam beberapa menit. Gejala-gejala khas seperti kedinginan, menggigil tidak tenang,

perasaan tertekan di belakang sternum dan mendadak sesak nafas, takikardi, sianosis dan

syok berat, disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah mikrosirkulasi.

Selanjutnya tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun disertai

nistagmus dan kadang-kadang timbul kejang tonik klonik. Emboli air ketuban

1
menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian.

Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dengan ketuban yang biasanya sudah

pecah. Karena his kuat, air ketuban dengan mekoneum, rambut lanugo dengan verniks

kaseosa masuk ke dalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru.

Penyumbatan kapiler paru-paru tersebut akan menimbulkan edema paru-paru yang luas

dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan. Komplikasi yang lain

adalah terjadinya gangguan pembekuan darah. Karena itu mortalitasnya sangat tinggi, di

mana dalam 60 menit pertama dapat mencapai 50%, maka diperlukan tindakan yang

cepat.

Diagnosis emboli air ketuban dilakukan pada autopsi ketika ditemukan sel

skuamous janin pada sirkulasi paru-paru ibu, tetapi, sel skuamous janin biasa ditemukan

pada sirkulasi pasien yang akan melahirkan. Pada pasien dengan penyakit kritis, sampel

diperoleh dari aspirasi kateter pada distal arteri pulmonal yang mengandung sel

skuamous janin tapi ini juga bukan diagnostik emboli air ketuban. Penyebab lain

ketidakseimbangan hemodinamik juga tidak boleh diabaikan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Emboli air ketuban merupakan kasus emergensi obstetri yang jarang, yaitu

penyumbatan arteri pulmoner (arteri paru-paru) ibu oleh cairan ketuban sel janin, rambut,

atau sel debris lain ke dalam sirkulasi maternal, yang menyebabkan kolapsnya sistem

kardiorespirasi.

Emboli air ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke

dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang

terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan

lemak janin, dan musin/cairan kental.

Suatu emboli adalah suatu massa dari bahan asing yang terdapat di dalam

pembuluh darah. Meskipun sangat jarang terjadi, emboli bisa terbentuk dari cairan

ketuban. Emboli ini sampai ke paru-paru ibu dan menyumbat arteri, penyumbatan ini

disebut emboli pulmoner. Emboli pulmoner bisa menyebabkan denyut jantung yang

cepat, irama jantung yang tidak teratur, kolaps, syok atau bahkan henti jantung dan

kematian.

2.2 Etiologi

Emboli air ketuban tidak dapat diketahui penyebab pastinya. Sebanyak 41%

pasien memiliki riwayat alergi. Dilaporkan faktor resiko terjadinya emboli air ketuban

3
diantaranya multiparitas, hamil usia tua, janin laki-laki, dan trauma. Dalam beberapa

studi emboli air ketuban dikaitkan dengan multiparitas, seksio sesar atau melahirkan

pervaginam dengan tindakan, solusio plasenta, plasenta previa, dan laserasi serviks atau

ruptur uteri.

2.3 Patofisiologi

Patofisiologi emboli air ketuban sangat sedikit dimengerti. Berdasarkan deskripsi

dasar, cairan ketuban dan sel janin memasuki sirkulasi ibu, yang mungkin merangsang

reaksi anafilaktik terhadap antigen janin. Bagaimanapun, material janin tidak selalu

ditemukan pada sirkulasi ibu dengan emboli air ketuban, dan material yang berasal dari

janin sering ditemukan pada pasien yang tidak menderita emboli air ketuban.

Farrar dan Gherman melaporkan kasus pada seorang wanita berumur 40 tahun

multipara fase aktif dengan eritema wajah, kejang, hipoksia, henti jantung, DIC, dan

akhirnya meninggal. Sel skuamous janin dan trombus fibrin ditemukan pada bronkus

pada saat autopsi.

Kejadian yang mengawalinya sulit dimengerti. Biasanya selama masa persalinan

atau prosedur lain, cairan ketuban dan sel debris, memasuki sirkulasi ibu, ini merupakan

pemicu reaksi anafilaksis yang hebat, yang mengaktifkan sistem komplemen. Progresi

terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama, vasospasme arteri pulmonal dengan hipertensi

pulmonal dan peningkatan tekanan ventrikel kanan yang menyebabkan hipoksia.

Hipoksia menyebabkan kerusakan kapiler myokard dan kerusakan kapiler paru-paru,

gagal jantung kiri, dan ARDS. Wanita yang bertahan pada tahap ini akan memasuki tahap

4
kedua. Merupakan tahap hemorhagik yang ditandai dengan perdarahan hebat disertai

atonia uteri dan DIC, koagulopati mungkin merupakan presentasi awal.

Emboli air ketuban dapat terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan

setelah usia kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik

dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang

mengalami trauma/benturan berat juga berpeluang terancam emboli air ketuban. Emboli

air ketuban yang paling sering terjadi pada saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu

melahirkan (postpartum). Baik persalinan pervaginam maupun seksio sesar, tidak ada

yang bisa aman 100 persen dari risiko emboli air ketuban. Hal ini disebabkan sewaktu

proses persalinan normal maupun seksio sesar, banyak vena yang terbuka yang

memungkinkan air ketuban masuk ke dalam sirkulasi darah sekaligus menyumbat

pembuluh darah.

Secara sederhana, lanjutnya, emboli air ketuban bisa dijelaskan sebagai berikut,

saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka.

Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban

beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Faktor-faktor

yang mempermudah timbulnya peristiwa ini adalah his, yang kuat dan terutama yang

terus-menerus, misalnya pada pemberian uterotonika yang berlebihan di mana ketuban

sudah pecah (atau dipecah pada amniotomi) biasanya pada akhir kala I atau segera

setelah anak lahir. Kedua, adanya bakteri dalam air ketuban. Sedangkan faktor ketiga

adalah mekonium atau tinja janin terdapat dalam air ketuban yang merupakan salah satu

pertanda kondisi gawat janin di mana janin dalam keadaan kekurangan oksigen.

Akibatnya, terjadi peningkatan gerakan usus ibu yang membuat janin terberak-berak. Air

5
ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang acap kali menimbulkan kefatalan.

Pada giliran berikutnya, air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru

ibu dan lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua

gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru.

Air ketuban murni tidak mempunyai khasiat tromboplastik, akan tetapi benda-

benda yang terdapat di dalamnya, seperti verniks kaseosa, rambut lanugo, sel-sel janin,

dan mekoneum yang masuk ke dalam sirkulasi ibu bekerja sebagai tromboplastin dan

menyebabkan pembekuan intravaskuler. Dan thrombus-trombus kecil dapat menyumbat

pembuluh-pembuluh darah paru-paru. Mungkin fibrinolisis juga berperan di sini.

Kondisi tersebut bisa diperberat dengan terjadinya gangguan pembekuan darah.

Adanya penyumbatan pada vena yang secara otomatis akan mendorong tubuh

mengeluarkan zat-zat antibeku darah untuk membuka sumbatan tersebut. Jika didiamkan,

zat antibeku darah akan habis. Padahal, habisnya zat penting ini bisa berujung pada

pendarahan di jalan lahir atau di bagian tubuh lainnya. Inilah yang disebut dengan DIC

atau gangguan pembekuan darah. Kecurigaan timbul bila darah yang keluar dari genitalia

sangat lambat membeku atau tidak dapat membeku. Dalam hal ini, untuk menegakkan

diagnosis yang cepat dan sederhana dapat dilakukan tes observasi bekuan darah dengan

tabung es. Umumnya koagulasi terjadi dalam waktu 8-10 menit. Bila memang terjadi

pemanjangan dari waktu koagulasi maka secara umum harus dikontrol dahulu syoknya

dengan pemberian darah dan oksigen. Jika tidak mendapat pertolongan segera, ibu akan

mengalami kejang-kejang karena otaknya kekurangan oksigen, bahkan bisa berakibat

kematian.

6
2.4 Epidemiologi

2.4.1 Frekuensi

Angka kejadian emboli air ketuban di Asia Tenggara yaitu 1 di antara 27.000

persalinan, di USA di perkirakan 1 kasus per 8000-30000 kehamilan. Angka yang

sebenarnya tidak diketahui karena ketidaktepatan diagnosis dan tidak konsistennya

laporan. Jarang dijumpai di UK, kejadian 3,7 kasus per sejuta kehamilan, tetapi

penyebab kelima mortalitas perinatal.

2.4.2 Mortalitas/Morbiditas

Angka kematian ibu mencapai 80 %. Mortalitas tercatat 61% di USA dari 46

kasus. Lima sampai sepuluh persen dari angka kematian ibu di USA disebabkan emboli

air ketuban. Pasien dengan emboli air ketuban 50% meninggal pada satu jam pertama

munculnya gejala, yang bertahan sekitar 50% mengalami koagulopati. Pasien yang hidup

sangat jarang, meskipun prognosis baik dengan pengenalan awal dan resusitasi yang

tepat. Banyak wanita yang bertahan memiliki gangguan neurologi. Neonatus yang

bertahan 79 % di USA dan 78% di UK.

2.4.3 Ras

Tidak ada predileksi ras atau bangsa.

2.4.4 Jenis kelamin

Emboli air ketuban hanya terjadi pada wanita

2.4.5 Umur

Dulu, hamil dengan usia tua dipercaya sebagai faktor resiko. Namun, tidak

tercatat adanya hubungan antara usia dan emboli air ketuban.

7
2.5 Diagnosis

2.5.1 Anamnesis

Emboli air ketuban biasanya terjadi pada persalinan tetapi pernah juga terjadi

pada abortus, setelah trauma abdomen, dan selama amnioinfusion. Wanita pada tahap

akhir persalinan menjadi dispnea dan hipotensi secara tiba-tiba, bisa disertai kejang yang

diikuti cardiac arrest. DIC hebat dikaitkan dengan perdarahan yang mengakibatkan

kematian. Kebanyakan meninggal pada satu jam setelah onset. Partikel-partikel yang

terdapat di dalam air ketuban (sel-sel gepeng janin, lanugo, verniks kasosa, dan musin),

mekoneum, dan endapan fibrin akan menyumbat pembuluh darah paru-paru. Dengan

mendadak terjadi juga hipoksia dan penurunan curah jantung. Jika penderita tidak segera

meninggal, akan terjadi perdarahan yang tidak membeku karena gangguan pembekuan

darah dan trombositopeni yang berat.

Tidak terdapat pemeriksaan diagnostik definitif yang tepat. Diagnosis pasti hanya

dapat dilakukan dengan otopsi. Artinya, setelah ibu meninggal, baru bisa terlihat di mana

komponen-komponen air ketuban tersebar di pembuluh darah paru. Bahkan pada

beberapa kasus, ditemukan air ketuban di dahak ibu yang mungkin disebabkan

ekstravasasi, yakni keluarnya cairan ketuban dari pembuluh darah ke dalam gelembung

paru/alveoli. "Biasanya, kalau paru-paru sudah tersumbat, ibu akan terbatuk-batuk dan

mengeluarkan dahak yang mengadung air ketuban yang disertai rambut, lemak, atau kulit

bayinya." USA and UK AFE registries menyarankan empat kriteria untuk mendiagnosis

emboli air ketuban, yaitu:

 Hipotensi akut atau cardiac arrest

 Hipoksia akut

8
 Koagulopati atau perrdarahan hebat yang tidak beralasan

 Semuanya terjadi selama persalinan, sectio sesaria, atau selama 30 menit

postpartum tanpa ada penjelasan penyebabnya.

2. 5.2 Pemeriksaan Fisik

Pada beberapa kasus, pasien menjadi sesak nafas, kadang-kadang disertai batuk,

dan diikuti hipotensi berat. Tanda dan gejala berikut ini merupakan indikasi emboli air

ketuban:

 Hipotensi : Tekanan darah menurun drastis dengan hilangnya tekanan diastol

 Dispnea : Takipnea mungkin terjadi

 Kejang : Kejang tonik klonik ditemukan pada 50% pasien

 Batuk : Ini merupakan manifestasi umum dispnea

 Sianosis : Perkembangan hipoksia/hipoksemia menyebabkan sianosis perifer dan

perubahan membran mukosa.

 Bradikardi janin : Sebagai respon hipoksia, denyut jantung janin mungkin kurang

dari 110 kali per menit. Jika ini terjadi selama 10 menit atau lebih merupakan

bradikardi. Denyut jantung kurang atau sama dengan 60 kali selama 3-5 menit

menunjukkan bradikardi terminal.

 Edema paru : Dapat diidentifikasi dari rontgen dada

 Cardiac arrest

 Atonia uteri : Dapat menyebabkan perdarahan hebat setelah melahirkan.

 Koagulopati atau perdarahan hebat tanpa dapat dijelaskan (DIC terjadi pada 83%

pasien)

9
 Perubahan status metal/konfusi/agitasi

2.5.3 Pemeriksaaan Penunjag

Laboratorium

 Analisa gas darah

o Menurunnya pH darah

o Menurunnya PO2

o Meningkatnya PCO2

 Pemeriksaan darah rutin

o Kadar hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal

o Trombositopeni jarang ditemui

 Prothrombine time dan activated partial thromboplastin time

o Prothrombine time memanjang karena faktor pembekuan habis digunakan

o Activated partial thromboplastin time mungkin dalam batas normal atau

memendek.

 Jika kadar fibrinogen kurang dari 100 g/dl, berikan kriopresipitat

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis thoraks PA dan Lateral tidak spesifik tetapi berguna untuk

menilai adanya edema paru.

Pemeriksaan Histologi

Pada autopsi, pembuluh darah paru-paru mungkin menunjukan adanya debris

janin (misalnya sel skuamous, verniks, dan musin). Aguilera dkk melaporkan sel epitel

10
skuamous janin mengobstruksi 80% kapiler dan alveoli paru. Marcus dkk menemukan

perdarahan intersisial fokal pada ginjal, ventrikel kiri, dan septum interventrikuler.

Pemeriksaan Lain

ECG menunjukkan takikardi, perubahan ST segmen dan gelombang T.

2.6 Diagnosis Diferensial

 Anafilaksis

 Diseksi aorta

 Emboli lemak

 Miokard nfark

 Emboli paru

 Syok septik

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Pengobatan Suportif

 Pemberian O2 untuk memperbaiki saturasi oksigen, intubasi bila perlu

 CPR jika pasien arrest

 Terapi hipotensi dengan kristaloid dan produk darah

 Pertimbangkan kateter arteri pulmonal pada pasien dengan ketidakstabilan

hemodinamik

 Awasi ketat janin

11
 Terapi koagulopati dengan FFP untuk aPTT yang memanjang, kriopresipitat pada

fibrinogen yang kurang dari 100 mg/dl, dan transfusi trombosit jika trombosit

kurang dari 20000/µl

 Hemodialisis dengan plasmafaresis pada pasien dengan kolaps kardiovaskuler

2.7.2 Terapi operatif

Lakukan seksio sesar segera pada ibu yang tidak berespon dengan resusitasi.

2.7.3 Terapi medikamentosa

Obat yang digunakan pada pasien emboli air ketuban bertujuan untuk stabilisasi

pasien. Vasokonsriktor digunakan untuk mempertahankan tekanan darah dan inotropik

digunakan untuk menguatkan kontratilitas. Penggunaan steroid dianjurkan karena proses

ini kemungkinan dimediasi oleh sistem imun. Uterotonik mungkin berguna untuk

mengurangi perdarahan postpartum.

 Agen simpatomimetik/vasopressor (dopamin): untuk meningkatkan tekanan darah

 Agen inotropik (digoksin): untuk memperbaiki kontraktilitas myokard

 Kortikosteroid (hidrokortison) : karena proses ini kemungkinan dimediasi oleh

sistem imun

 Uterotonik (oksitosin, methylergonovine) : menyebabkan kontraksi uterus

2.8 Pencegahan

Emboli air ketuban merupakan kejadian yang tidak dapat diperkirakan dan

dicegah. Risiko emboli air ketuban, tak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli

paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain, perjalanan kehamilan dari bulan ke

bulan yang lancar-lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman emboli air ketuban.

12
Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga

kehamilan selanjutnya akan mengalami kasus serupa, begitu juga sebaliknya.

2.9 Komplikasi

 Edema paru sering terjadi pada pasien yang bertahan. Perhatikan input dan output.

 Gagal jantung kiri mungkin terjadi. Beberapa sumber menyarankan pemberian

inotropik.

 Terapi DIC dengan komponen darah. Pertimbangkan pemberian faktor VIIa untuk

perdarahan hebat.

2.10 Prognosis

 Mortalitas ibu 61% di USA, di Indonesia sekitar 86%

 Pada pasien yang bertahan terdapat defisit neurologik

 Angka kelahiran hidup janin 70%. Status neurologi janin secara langsung

berhubungan dengan waktu antara kelahiran dan cardiac arrest ibu

 Resiko rekuransi tidak diketahui. Rekomendasi untuk seksio sesar elektif untuk

kehamilan berikutnya masih kontoversial.

13
BAB III

PENUTUP

Emboli air ketuban merupakan penyumbatan arteri pulmoner (arteri paru-paru)

ibu oleh cairan ketuban sel janin, rambut, atau sel debris lain ke dalam sirkulasi maternal,

yang menyebabkan kolapsnya sistem kardiorespirasi. Gejala-gejala khas seperti

kedinginan, menggigil tidak tenang, perasaan tertekan di belakang sternum dan

mendadak sesak nafas, takikardi, sianosis dan syok berat yang sangat mendadak,

kesadaran menurun disertai nistagmus dan kadang-kadang timbul kejang tonik klonik dan

biasanya berakhir dengan kematian.

Emboli air ketuban tidak dapat diketahui penyebab pastinya. Sebanyak 41%

pasien memiliki riwayat alergi. Faktor resiko terjadinya emboli air ketuban diantaranya

multiparitas, hamil usia tua, janin laki-laki, dan trauma, seksio sesar atau melahirkan

pervaginam dengan tindakan, solusio plasenta, plasenta previa, dan laserasi serviks atau

ruptur uteri. Tidak terdapat pemeriksaan diagnostik definitif yang tepat. Diagnosis pasti

hanya dapat dilakukan dengan otopsi. Artinya, setelah ibu meninggal, baru bisa terlihat di

mana komponen-komponen air ketuban tersebar di pembuluh darah paru.

Pasien yang hidup sangat jarang, meskipun prognosis akan baik bila dengan

pengenalan awal dan resusitasi yang tepat. Namun, kebanyakan wanita yang bertahan

pun memiliki gangguan neurologi. Karena mortalitas dan morbiditasnya sangat tinggi, di

mana dalam 60 menit pertama dapat mencapai 50%, maka diperlukan tindakan yang

cepat.

14

You might also like