You are on page 1of 19

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR

(HSKB418)

MAKALAH TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT (BRG)

Dosen Pembimbing:
Muhammad Azhari Noor, S.T., M. Eng.
19801119 200501 1 001

Disusun Oleh:

Kelompok VIII

Zainah Helda 1710811420011

Muhammad Rafly Andras Andorzan 1610811310048

Ambar Sundarini 1610811320002

Muhammad Ansari Rahman 1610811310018

Novia Ariani 1610811320030

M. Iqbal Rizky H1A115414

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL
BANJARMASIN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat
yang diberikan-Nya sehingga tugas Makalah tentang “Badan Restorasi Gambut
(BRG)” ini dapat di selesaikan. Makalah ini di buat sebagai kewajiban untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Air

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih yang dalam


kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran
mereka demi terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang
dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini sangat kami hargai.

Banjarmasin, Apri 2018

Kelompok VIII
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau kalimantan mempunyai lahan gambut seluas. Pada musim


kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan
mudah terbakar. Api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah
secara lambat dan dan sulit dideteksi, yang menimbulkan asap tebal. Api di
lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-
bulan).

Sebagai penduduk yang tinggal di pulau kalimantan kita harus mempunyai


wawasan yang luas tentang lahan gambut, agar dapat menjaga keberadaan
lahan gambut tersebut dan mencegah kebakaran lahan gambut saat musim
kemarau datang. Maka dibuatlah makalah tentang Badan Restorasi Gambut
(BRG) ini, untuk menambah wawasan lebih luas tentang lahan gambut dan
cara pencegahan kebakaran saat musim kemarau.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Badan Restorasi Gambut ?


2. Apa itu metode 3R atau 3P ?
3. Bagaimana cara kerja metode Rewetting (Pembasahan) ?
4. Bagaimana aturan skala prioritas lokasi yang akan ditangani BRG?

1.3 Tujuan
1. Memperdalam pengetahuan tentang Badan Restorasi Gambut.
2. Mengetahui 3 metode yang dipakai BRG untuk mencegah kebakaran lahan
gambut.
3. Mengetahui cara kerja metode Rewetting (Pembasahan)
4. Mengetahui bagaimana cara BRG memprioritaskan lahan gambut yang
mana akan ditangani duluan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tentang BRG


Setelah bencana kebakaran pada lahan gambut yang terus
berkelanjutan dari tahun ketahun yang berdampak sangat luas bagi kehidupan
masyarakat dan ekonomi indonesia. Badan Penanggulangan Bencana
Nasional menaksir kerugian akibat bencana kebakaran lahan dan kabut asap
mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo
akhirnya mengambil keputusan untuk membentuk Badan Restorasi Gambut.

Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia (BRG) adalah lembaga


nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
BRG dibentuk pada 6 Januari 2016, melalui Peraturan Presiden Nomor 1
Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut.

BRG bekerja secara khusus, sistematis, terarah, terpadu dan


menyeluruh untuk mempercepat pemulihan dan pengembalian fungsi
hidrologis gambut yang rusak terutama akibat kebakaran dan pengeringan.

a.) Visi dan Misi Badan Restorasi Gambut:


 Visi
Terwujudnya kondisi ekosistem gambut yang mampu mendukung
pembangunan berkelanjutan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian berlandaskan gotong royong.
 Misi
 Merancang dan mengembangkan pemanfaaatan gambut yang
berkelanjutan.
 Memfasilitasi pemulihan gambut yang terdegradasi.
 Menggalang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan restorasi
gambut.
 Memfasilitasi aksi riset untuk mendukung pengelolaan ekosistem
gambut.
b.) Fungsi dan Tugas Badan Restorasi Gambut
 Tugas
Mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut pada Provinsi
Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan
Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan dan
Provinsi Papua. Masa tugas BRG akan berakhir pada 31 Desember 2020
dengan target restorasi lahan gambut seluas ± 2 juta hektar.
 Fungsi
 Pelaksanaan koordinasi dan penguatan kebijakan pelaksanaan
restorasi gambut;
 Perencanaan, pengendalian dan kerja sama penyelenggaraan restorasi
gambut;
 Pemetaan kesatuan hidrologis gambut;
 Penetapan zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya;
 Pelaksanaan konstruksi infrastruktur pembasahan (rewetting) gambut
dan segala kelengkapannya;
 Penataan ulang pengelolaan areal gambut terbakar;
 Pelaksanaan sosialisasi dan edukasi restorasi gambut;
 Pelaksanaan supervisi dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaan
infrastruktur di lahan konsesi; dan
 Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
c.) Struktur Kelembagaan Badan Restorasi Gambut

d.) Pejabat Badan Restorasi Gambut


 Kepala Badan Restorasi Gambut
Ir. Nazir Foead. M.Sc.
 Sekretaris Badan Restorasi Gambut
Ir. Hartono M.Sc.
 Deputi I – Perencanaan Dan Kerjasama
Budi Satyawan Wardhana
 Deputi II – Konstruksi, Operasi Dan Pemeliharaan
Dr. Alue Dohong
 Deputi III – Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi Dan Kemitraan
Dr. Myrna Asnawati Safitri
 Deputi IV – Penelitian Dan Pengembangan
Dr. Haris Gunawan
e.) Tim Pengarah Teknis
 Pembina
1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
3. Menteri Sekretaris Negara
4. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
5. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
6. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
(BPN)
7. Menteri Pertanian
8. Menteri Dalam Negeri
9. Menteri Keuangan
10. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
11. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
12. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
13. Menteri Sekretaris Kabinet
14. Kepala Staf Presiden
 Ketua
Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
 Sekertaris
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
 Anggota
1. Gubernur Provinsi Riau
2. Gubernur Provinsi Jambi
3. Gubernur Provinsi Sumatera Selatan
4. Gubernur Provinsi Kalimantan Barat
5. Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah
6. Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan
7. Gubernur Provinsi Papua
8. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
9. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam
Negeri
10. Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan
11. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan
12. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
13. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
14. Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian
15. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian
16. Direktur Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian
17. Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN
18. Deputi Bidang Pengembangan Regional, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Bappenas
19. Deputi Bidang Kemaritiman, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Bappenas
20. Direktur Jenderal Pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat Desa,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi
21. Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
22. Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan
Pengawasan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
23. Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Kementerian
Sekretariat Negara
24. Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi, Infrastruktur dan
Kemaritiman, Sekretariat Wakil Presiden
25. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi
Geospasial
26. Deputi Bidang Perekonomian, Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan
27. Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet
28. Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan, Kantor Staf Kepresidenan
29. Sekretaris Wakil Presiden
2.2 Metode Kerja BRG Untuk Mencegah Kebakaran Lahan Gambut (3R
atau 3P
1. Pembasahan (Rewetting)
Restorasi Gambut adalah upaya pemulihan ekosistem gambut
terdegradasi agar kondisi hidrologis, struktur dan fungsinya berada pada
kondisi pulih. Untuk itu dilakukan pembasahan kembali (rewetting)
material gambut yang mengering akibat turunnya muka air tanah gambut.
Terdapat tiga cara melakukan pembasahan kembali tersebut:
a. Pembuatan bangunan penahan air, antara lain dalam bentuk sekat kanal
b. Penimbunan kanal yang terbuka
c. Pembangunan sumur bor

2. Penanaman (Revegetasi)

Revegetasi adalah upaya pemulihan tutupan lahan pada ekosistem


gambut melalui penanaman jenis tanaman asli pada fungsi lindung atau
dengan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan basah dan memiliki
nilai ekonomi pada fungsi budidaya. Terdapat beberapa cara melakukan
revegetasi, seperti:
1. Penanaman benih endemis dan adaptif pada lahan gambut terbuka
2. Pengayaan penanaman (enrichment planting) pada kawasan hutan
gambut terdegradasi
3. Peningkatan dan penerapan teknik agen penyebar benih (seed dispersal
techniques) untuk mendorong regenerasi vegetasi gambut
Teknik revegetasi dilakukan dengan sistem surjan dan paludikultur. Sistem
surjan adalah agroforestri yang tidak membutuhkan adanya saluran atau
kanal drainase sehingga lahan gambut dapat dipertahankan tetap basah.
Sementara itu, paludikultur adalah budidaya tanaman menggunakan jenis-
jenis tanaman rawa atau tanaman lahan basah yang tidak memerlukan
adanya drainase air gambut.
3. Pemberdayaan Masyarakat Atau Revitalisasi Sumber Mata Pencaharian
Masyarakat (Revitalization Of Local Livelihoods)
Revitalisasi sumber-sumber mata pencaharian masyarakat
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di
dalam dan sekitar areal restorasi gambut. Program revitalisasi yang
dilakukan mendorong sistem pertanian terpadu di lahan gambut dimana
sistem surjan dan paludikultur menjadi pilihan utamanya.
Program ini melakukan identifikasi jenis-jenis tanaman yang ramah
terhadap ekosistem gambut. Demikian pula dikembangkan perikanan air
tawar dan peternakan. Pengembangan teknologi pertanian adaptif di lahan
gambut menjadi prioritas dalam program ini. Program ini juga
mengembangkan strategi penguatan rantai pasok kepada pasar lokal,
nasional dan internasional.
Kegiatan revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat meliputi
pengembangan kegiatan sumber mata pencaharian berkelanjutan dan
ramah gambut baik yang berbasis air (water-based livelihoods), berbasis
lahan (land-based livelihoods), dan berbasis jasa lingkungan
(environmental services-based livelihoods). Contoh jenis mata pencaharian
berbasis air adalah perikanan, silvofishery (budidaya perikanan di kawasan
hutan), berbasis lahan seperti pertanian lahan tanpa bakar (PLTB),
hortikultura, paludikultur, dan yang berbasis jasa lingkungan seperti
ekowisata dan perdagangan karbon.
Selain 3 metode diatas, BRG juga mempunyai dua program kerja yang
sedang dilaksanakan yaitu:

a. Desa Peduli Gambut


Desa Peduli Gambut adalah kerangka penyelaras untuk program-
program pembangunan yang ada di perdesaan gambut, khususnya di
dalam dan sekitar areal restorasi gambut. Pendekatan yang digunakan
adalah merajut kerjasama antar desa yang ada dalam satu bentang alam
Kesatuan Hidrologis Gambut. Pembentukan kawasan perdesaan gambut
menjadi pintu masuk bagi perencanaan pengelolaan gambut oleh desa-
desa tersebut.
Peduli Gambut meliputi kegiatan fasilitasi pembentukan kawasan
perdesaan, perencanaan tata ruang desa dan kawasan perdesaan,
identifikasi dan resolusi konflik, pengakuan dan legalisasi hak dan akses,
kelembagaan untuk pengelolaan hidrologi dan lahan, kerja sama antar
desa, pemberdayaan ekonomi, penguatan pengetahuan lokal dan
kesiapsiagaan masyarakat desa dalam menghadapi bencana kebakaran
gambut.
b. Generasi Muda Peduli Desa Gambut Sejahtera (GMPDGS)
Generasi Muda Peduli Desa Gambut Sejahtera (GMPDGS) adalah
kegiatan pelibatan generasi muda untuk menguatkan masyarakat desa
gambut dan melakukan kegiatan yang mendukung aksi restorasi gambut.
Program ini bertemakan penguatan partisipasi generasi muda berbasis riset
dalam menyukseskan restorasi gambut. Program GMPDGS
diselengarakan bekerja sama dengan 11 universitas. Kesebelas perguruan
tinggi tersebut adalah Universitas Sriwijaya (Palembang), Universitas
Jambi (Jambi), Universitas Riau (Pekanbaru), Universitas Lambung
Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Tanjungpura (Pontianak),
Universitas Palangka Raya (Palangka Raya), Universitas Mulawarman
(Samarinda), Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Institut Pertanian
Bogor (Bogor), Universitas Sebelas Maret (Surakarta), dan Universitas
Cenderawasih (Jayapura).
Generasi muda ditempatkan di desa-desa yang ada di dalam dan
sekitar areal restorasi gambut untuk melakukan pendataan, berbagi
pengetahuan, menyebarluaskan pengalaman/pengetahuan lokal masyarakat
dan mendukung kegiatan restorasi hidrologi sepanjang diperlukan.

2.3 Cara Kerja Metode Rewetting

Pembasahan kembali gambut dilakukan melalui pembangunan


infrastruktur pembasahan gambut antara lain: sekat kanal (canal blocking),
penimbunan kanal (canal backfilling), dan sumur bor (deep wells).
Secara umum tujuan pembasahan kembali gambut yang mengalami
degradasi dan kekeringan berlebihan akibat pembangunan jaringan kanal
drainase adalah memulihkan fungsi hidrologi gambut yang tercermin dari
stabilisasi muka air di lahan gambut, meningkatkan kebasahan dan
kelembaban gambut.
Dengan adanya pembasahan kembali gambut diharapkan memberikan
manfaat dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang berupa
antara lain:
1. Berkurangnya risiko kebakaran lahan dan hutan gambut;
2. Berkurangnya laju penurunan/pengamblesan tanah gambut (land
subsidence),
3. Berkurangnya laju emisi gas rumah kaca (greenhouse gases emissions),
4. Terpulihnya fungsi hidrologis lahan gambut, dan
5. Percepatan proses restorasi gambut.

a. Sekat Kanal (Canal Blocking)


Sekat kanal adalah bangunan penahan air yang dibangun di dalam
badan kanal atau parit dengan tujuan untuk mengurangi laju aliran keluar
dan mempertahankan dan/atau menaikkan simpanan air pada badan kanal
dan daerah sekitarnya. Prinsip kerja sekat kanal adalah menahan dan
menampung air selama mungkin di dalam wilayah Kesatuan Hidrologi
Gambut (KHG).
Tipe dan jenis sekat kanal dapat dibedakan berdasarkan umur
konstruksi, lokasi atau fungsi kawasan, jenis material dan struktur utama
sekat.
Teknik pembasahan gambut dengan sekat kanal dapat dilaksanakan
di kawasan dengan fungsi budidaya maupun kawasan konservasi/lindung,
dengan perbedaannya terletak pada perangkat pengatur muka air berupa
peluap atau pelimpah air (spillway).
Kriteria lokasi dan jenis kanal drainase yang perlu dilakukan
pembuatan sekat kanal antara lain sebagai berikut:
1. Kanal yang disekat merupakan kanal drainase buatan (bukan sungai
atau anak sungai alami) yang berlokasi di wilayah prioritas restorasi
Badan Restorasi Gambut (BRG) baik pada kawasan dengan fungsi
budidaya maupun fungsi konservasi lindung;
2. Outlet dari jejaring kanal drainase buatan tersebut
terhubung/terkoneksi langsung dengan drainase alami, seperti sungai,
anak sungai dan danau;
3. Untuk kanal-kanal drainase yang berlokasi pada kawasan dengan
fungsi budidaya maka sekat kanal yang dibangun perlu dilengkapi
dengan alat pengatur muka air berupa peluap atau pelimpah air karena
tujuan pembangunan sekat kanal pada kawasan budidaya adalah untuk
pengelolaan muka air (water management). Catatan: bahwa elevasi
peluap (spillway) tidak boleh lebih dari 40 cm dibawah permukaan
gambut
4. Sedangkan untuk kanal-kanal drainase buatan yang berlokasi di
kawasan konservasi/lindung maka sekat kanal yang dibangun tidak
diperlukan alat pengatur muka air seperti peluap karena tujuan
pembangunan sekat kanal adalah untuk konservasi air (water
conservation) sehingga muka air dipertahankan setinggi mungkin
mendekati muka tanah gambut. Catatan: disarankan agar elevasi
puncak sekat kanal tidak lebih tinggi dari muka tanah gambut guna
menghindari gerusan yang bisa menyebabkan kebocoran pada kiri-
kanan sekat;
5. Prioritas kanal yang disekat adalah daerah-daerah yang rentan
mengalami kekeringan (akibat adanya kanal) dan rentan terbakar; dan
6. Kanal yang disekat tidak mengganggu jalur transportasi masyarakat
(apabila kanaltersebut juga merupakan jalur navigasi masyarakat).
Catatan: sekat kanal dapat dimodifikasi dengan spill way yang bisa
digunakan untuk jalur transportasi seperti perahu, tual sagu, dan lain-
lain.

b. Penimbunan Kanal (Canal Backfilling),


Penimbunan kanal merupakan salah satu teknik pembasahan
gambut dimana kanal-kanal drainase terbuka di ekosistem gambut
ditimbun atau diisi kembali dengan tanah (gambut) dan/atau bahan organik
setempat (lapukan batang, dahan dan seresah kayu dan lain-lain) sehingga
kanal mengalami pendangkalan dan sedimentasi dengan demikian daya
kuras (drainability) air yang keluar melalui badan kanal dapat dikurangi
dan simpanan air (retensi) air dapat dipertahankan di lahan gambut
(Houterman & Ritzema, 2009; Applegate dkk, 2012; Dohong, 2016).
Tujuan umum dari kegiatan penimbunan kanal adalah konservasi
air melalui proses peningkatan sedimentasi kanal drainase buatan dan
pengurangan limpasan air keluar (run off) dari kawasan kubah gambut
dan/atau kawasan konservasi/lindung sehingga muka air dan daya simpan
air pada kawasan tersebut tetap tinggi khususnya pada musim kemarau.
Kegiatan penimbunan kanal tidak dilakukan di sepanjang kanal
terbuka yang ada, melainkan hanya dilakukan di beberapa bagian/segmen
kanal dengan jarak interval tertentu. Misalnya kanal terbuka ditimbun
dengan panjang 100 meter, 200 meter atau 300 meter dengan interval jarak
setiap 1 (satu) kilometer.
Lokasi kegiatan penimbunan kanal disarankan pada kawasan
dengan fungsi konservasi/lindung dan tidak direkomendasikan untuk
dilaksanakan pada kawasan budidaya.
Kriteria lokasi dan jenis kanal yang perlu dilakukan kegiatan
penimbunan kanal antara lain sebagai berikut:
1. Kanal yang ditimbun merupakan kanal drainase buatan yang berlokasi
di wilayah prioritas restorasi BRG khususnya pada kawasan dengan
fungsi konservasi/atau lindung;
2. Outlet dari jejaring kanal drainase buatan tersebut
terhubung/terkoneksi langsung dengan drainase alami, seperti sungai,
anak sungai, danau dan laut.
3. Prioritas kanal yang ditimbun adalah daerah-daerah yang rentan
mengalami kekeringan (akibat adanya kanal) dan rentan terbakar; dan
4. Jejaring kanal drainase buatan tersebut tidak dipakai sebagai jalur
navigasi oleh masyarakat.

c. Sumur Bor
Sumur bor adalah sarana dan alat berupa pipa atau sambungan
serial pipa pvc yang dipasang/ditanam ke dalam tanah gambut guna
mengalirkan/mengeluarkan sumber air yang berlokasi di lapisan bawah
tanah gambut (lapisan akuifer).
Tujuan pembangunan sumur bor adalah untuk mengatasi
kelangkaan sumber air permukaan yang umumnya terjadi pada musim
kemarau. Pada kondisi tersebut, umumnya muka air tanah gambut turun
drastis dan sumber air permukaan alami yang terdapat di kanal/parit, anak
sungai, sungai dan danau mengalami kekeringan dan jangkauannya sangat
jauh.
Fungsi sumur bor dalam upaya restorasi gambut di BRG adalah
sumber air untuk pembasahan gambut khususnya pada musim kemarau.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan sumur bor juga dapat
digunakan sebagai sumber air untuk pemadaman awal kebakaran.
Kriteria lokasi untuk kegiatan pembangunan sumur bor antara lain
sebagai berikut:
1. Lokasi rencana penempatan sumur bor adalah pada lokasi prioritas
restorasi gambut BRG;
2. Wilayah dimana terdapat potensi kelangkaan sumber air permukaan
alami dan jauh dari sumber air alami (anak sungai, sungai, danau, dan
laut) khususnya pada musim kemarau;
3. Wilayah rawan kekeringan dan secara historis rentan terbakar serta
terbakar sejak tahun 2015;
4. Wilayah yang memiliki keterbatasan akses langsung baik jalur darat
(jalan, jembatan) maupun air (sungai, danau, kanal/parit); dan
5. Wilayah yang terdapat sumberair bawah tanah (lapisan akuifer).

2.4. Skala Prioritas Lahan Yang Akan Ditangani BRG


Aturan skala prioritas lahan yang akan ditangani BRG adalah:
1. Lahan Gambut Terdampak Karhutlabun 2015
2. Restorasi pada kubah gambut atau gambut dalam yang sudah terlanjur
diperuntukkan sebagai kawasan budidaya
Fungsi ekosistem gambut terbagi menjadi fungsi lindung dan fungsi
budidaya. Diamanatkan bahwa dalam satu luasan Kesatuan Hidrologis
Gambut (KHG) wajib ditetapkan paling sedikit 30% sebagai fungsi
lindung, yang meliputi area di kubah gambut dan sekitarnya. Kubah
gambut adalah Areal Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang
mempunyai topografi yang lebih tinggi dari wilayah sekitarnya, sehingga
secara alami mempunyai kemampuan menyerap dan menyimpan air lebih
banyak, serta menyuplai air pada wilayah sekitarnya. Kawasan lindung
gambut juga mencakup area gambut dengan ketebalan lebih dari 3 (tiga)
meter, gambut yang menjadi habitat untuk spesies endemik atau
dilindungi, dan gambut yang berada di kawasan lindung.
3. Perlindungan kawasan gambut yang belum dibuka dan masih utuh
4. Luasan kawasan khg yang mengalami degradasi akibat deforestasi,
pembangunan drainase, dan eks kebakaran hutan.
5. Perbaikan tata kelola air dan peningkatan infrastruktur pengendalian
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. BRG dibentuk setelah bencana kebakaran lahan gambut yang
berkelanjutan saat musim kemarau di Indonesia
2. Metode 3R atau 3P adalah Pembasahan kembali lahan gambut
(Rewetting), Penanaman atau Penghijauan kembali (Revegetasi) dan
Pemberdayaan masyarakat melalui Peningkatan Sumber Mata
Pencaharian Masyarakat (Revitalization of local livelihoods).
3. Metode Pembasahan atau Rewetting mempunyai 3 cara yaitu dengan
membangun sekat kanal, penimbunan kanal dan sumur bor.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Badan Restorasi Gambut”. Diakses 22 April 2018. https://brg.go.id/

You might also like