You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor agribisnis peternakan sapi potong merupakan sektor yang sagat


potensial dan sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi mayarakat.
Usaha ternak sapi potong merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha yang banyak
ditekuni oleh masyarakat di lombok, terutama pada masyarakat pedesaan. karena
memang usaha peternakan sapi potong telah membuktikan dirinya sebagai salah satu
sektor yang paling mampu memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Makna
yang terkandung dalam usaha tersebut adalah bagaimana usaha ternak sapi potong
dijalankan oleh peternak guna mendapatkan hasil yang lebih baik, baik dari sisi
pendapatan maupun skala usaha.
Pada dasarnya, Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar di bidang
agribisnis sapi potong, terbukti dengan ketersediaan sumberdaya alamnya yang
sangat melimpah dan lokasi wilayah Indonesia yang strategis di pasar dunia, serta
masih terbuka luasnya prospek pasar agribisnis, baik ditingkat nasional maupun
internasional. Agribisnis peternakan di Indonesia mempunyai potensi yang baik
dimana konstribusi sub sektor peternakan terhadap sektor pertanian dan produk
domestik bruto pada tahun 2001 masing-masing adalah 11% dan 1,9%. Kebijakan
pengembangan usaha ternak sapi potong pada dasarnya mempunyai korelasi dan
hubungan sinergis dengan usaha pertanian. Dengan adanya pembangunan subsektor
peternakan, maka akan mendorong dan mencerminkan adanya potensi pengembangan
dari komoditas ternak dan terciptanya peluang penanaman modal. Langkah yang
dapat ditempuh antara lain dengan mendekatkan aspek komoditas pada sistem
agribisnis. Program Pengembangan Agribisnis (PPA) diarahkan pada pengembangan
usaha komoditas yang memiliki nilai komersial yang ditangani oleh rakyat banyak.
Pembangunan manajemen pada agribisnis usaha rakyat harus
memperhatikan kelengkapan empat fungsi agribisnis (subsistem sarana produksi,

Manajemen Agribisnis Peternaka | 1


subsistem budidaya, subsistem pasca panen dan subsistem pemasaran). Konsep ini
mempunyai arti, bahwa pembangunan usaha peternakan harus berorientasi pasar dan
tidak lagi sekedar berproduksi. Sehingga pembangunan usaha peternakan rakyat
dengan penerapan agribisnis, mempunyai pengertian bahwa sebenarnya tidak ada
hambatan lain dalam pembangunan tersebut kecuali jika system agribisnis belum ada
dalam perekonomian tersebut (Sudaryanto, 1993 dan Baharsyah, 1997).
Dalam dua dasawarsa terakhir permintaan produk peternakan, khususnya
daging sapi, terus meningkat. Rata-rata laju peningkatan konsumsi daging sapi antara
Tahun 2005 – 2009 mencapai 5,43% dibandingkan dengan laju peningkatan produksi
sapi potong sebesar 3,69%, maka dalam jangka panjang diperkirakan akan terjadi
kekurangan produksi akibat adanya pengurasan ternak sapi yang berlebihan
(Priyanto, 2005).
Mengingat adanya kesenjangan produksi, konsumsi dan populasi, maka
pengembangan ternak sapi potong di daerah perlu mendapat perhatian. Beberapa
sumberdaya lokal yang ada dan dapat dipergunakan sebagai indikator pengembangan
sapi potong antara lain :
1. Ketersediaan biomasa yang berasal dari limbah pertanian maupun perkebunan
2. Tersedianya hijauan pakan yang cukup untuk kebutuhan ternak
3. Tersedianya sumberdaya genetik ternak lokal yang sudah beradaptasi di
lingkungan tropis (Diwyanto et al., 2005).

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah:

1. sejauh mana penerapan manajemen agribisnis di lakukan oleh pelaku usaha


dalam usaha peternakannya.?
2. Bagaimana cara penerapan manajemen dalam usaha peternakan.?
3. Apakah penerapan manajemen dalam agribisnis peternakan sudah mampu di
jalankan oleh pelaku usaha.?

Manajemen Agribisnis Peternakan | 2


C. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Agar mahasiswa bisa mengetahui sejauh mana penerapan manajemen agribisnis


telah di lakukan oleh pelaku usaha peternakan di lombok ini.

2. Agar mahasiswa bisa memahami secara langsung bagai mana cara penerapan
manajemen agribisnis dalam usaha peternakan.

3. Agar nanti jika mahasiswa membangun usaha peternakan bisa langsung


menerapkan manajemen agribisnis dalam usahanya tersebut.

Manajemen Agribisnis Peternakan | 3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Manajemen Agribisnis

Manajemen agribisnis mengandung pengertian 2 kata, yaitu manajemen dan


agribisnis. Manajemen merupakan (art) seni, dan (sciencse) ilmu untuk melaksanakan
suatu rangkaian pekerjaan melalui orang-orang.

1. Menurut stoner dan freeman (1989) dalam gumbira sa’id et.al (2001),
manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan proses pemanfaatan sumberdaya organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan.

2. Menurut H koontz (1982), memberikan depinisi tentang manajemen yaitu proses


merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengendalikan kegiatan anggota serta
sumberdaya yang lain untuk mencapai sasaran organisasi (perusahaan) yang telah di
tetapkan.

Pengertian manajemen masih banyak didefinisika oleh para ahlinya, namun


secara perinsip semuanya itu mempunyai makna pengertian di atas. Dari 2 (dua) kata
tersebut apabila di rangkum maka Manajemen Agribisnia adalah seni dan ilmu untuk
melaksanakan rangkaian pekerjaan pada kegiatan-kegitan agribisnis, sejak dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian sampai
evaluasi. Seangkan kegiatan-kegiatan agribisnis yang di maksudkan adalah meliputi
kegiatan penyediaan sarana maupun prasarana produksi, proses produksi, pengolahan
produk primer maupun produk lanjutan (agroindustri), dan pemasaran produk. Di
dalam kegiatan-kegiatan tersebut menyangkut beberapa kegiatan lain yang
mempunyai peranan penting untuk mencapai tujuan agribisnis, yaitu meliputi
kegiatan akutansi keuangan (anallis financial), pengendalian resiko usaha, penerapan
teknologi, serta pemanfaatan sumberdaya manusia maupun lembaga pendukung

Manajemen Agribisnis Peternakan | 4


agribisnis. Dengan demikian sebenarnya manajemen agribisnis lebih tepat di katakan
sebagai bentuk material ekonomi. Manajemen agribisnis bukan hanya menjelaskan
apa adanya penomena agribisnis (sebagai mana ilmu ekonomi pertanian), namu lebih
menekankan bagaimana seharusnya untuk di lakukan. Untuk tulah manajemen
agribisnis tidak cukup hanya memiliki landasan teori ekonomi, akan tetapi juga teori
kewirausahaan yang di dalamnya termasuk teori pengambilan keputusan.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka di dalamnya terkandung kegiatan-


kegiatan manajemen agribisnis yang sekaligus merupakan batasan ruang lingkupnya.
Secara skematis mata rantai kegiatan agribisnis dapat di gambarkan seperti pada
ilutrasi di bawah ini:

Gambar 1. Ilustrasi mata rantai kegiatan agribisnis.

Keempat mata rantai atu subsistem tersebut mempunyai ruang linhkup kegiatan
sebagai berikut:

 Subsistem Penyediaan Sarana Produksi. Menyangkut kegiatan-kegiatan


pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian yang di dasarkan
pada perencanaan dan pengelolaannya, sehingga sarana produksi tersebut
dapat memenuhi kriteria 5 tepat (yaitu: tepat waktu, jumlah, jenis, mutu
dan produk). Kegiatan-kegiatan ini mempunyai keterkaitan ke belakang
(back ward linkages) dengan industri-industri hulu.
 Subsistem Usahatani atau Proses Produksi. Menyangkut kegiatan-kegiatan
pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan
produksi primer pertanian. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemilihan

Manajemen Agribisnis Peternakan | 5


lokasi usahatani, pemilihan komuditas, pemilihan teknologi serta pola
usaha tani.
 Subsistem Agroindustri atau Pengolahan Hasil. Menyangkut kegiatan-
kegiatan pengolahan hasil usaha tani yang merupakan seluruh kegiatan,
mulai dari penanganan produksi pascapanen sampai pada tingkat
pengolahan lanjutan hasil pertanian, dengan maksud untuk menambah
added value dari produksi primer.
 Subsistem Pemasaran. Menyangkut kegiatan pemasaran hasil-hasil
pertanian ataupun hasil agroindustri, yang di tunjukkan untuk pasar
domestic maupun pasar luar negri (ekspor).

Manajemen Agribisnis Peternakan | 6


BAB III

MATERI & METODE PENELITIAN

Metode yang di gunakan pada pengamatan kali ini adalah survey pada tempat
usaha dan wawancara langsung pada pelaku usaha peternakan sapi potong tersebut.

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang di gunakan pada pangamatan usaha peternakan ini
adalah:

1. Handphone, untung mengambil gambar dan merekam proses wawancara


dengan pelaku usaha.
2. Buku & Alat tulis, untuk menyusun pertanyaan dan mencatat informasi
yang di dapatkan dari pelaku usaha.

B. Waktu dan Tempat

Pengamatan tentang penerapan Manajemen pada usaha Peternakan kali ini di


lakukan di:

Tempat :
Hari/tanggal :
Nama Pemilik :
Nama Kelompok :
Tahun Berdiri :

Manajemen Agribisnis Peternakan | 7


BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

A. Hasil Wawancara

B. Pembahasan hasil wawancara

Manajemen Agribisnis Peternakan | 8


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan kami tentang penerapan manajemen agribisnis pada


usaha ternak sapi potong Bapak H Jafar, maka dapat kami tarik kesimpulan bahwa
dalam usahanya sudah cukup bisa penerapan manajemen pada usaha ternak sapi
potongnya mulai dari penerapan sarana produksi ternak, proses produksi
(usahatani/ternak), pasca panen, sampai subsistem pemasaran produk hasil ternak.

B. Saran

Dalam melakukan suatu usaha peternakan, baik usaha peternakan besar maupun
hulu, alangkah baiknya dalam usaha tersebut di terapkan tentang Manajemen
Agribisnis, agar usaha yang di rintis tidak mengalami kemerosotan atau kerugian.

Manajemen Agribisnis Peternakan | 9


DAFTAR PSTAKA

Ditjen Peternakan. (1999), Kebijaksanaan Operasional Pembangunan Peternakan.


Jakarta.

Titik Ekowati. 2013, Analisis Usaha Ternak Sapi Potong Dan Optimalisasi Usaha
Peternakan Berbasis Sistem Agribisnis Di Jawa Tengah. Yogyakarta

Eviyati R. 2005, Agribisnis Peternakan. Jakarta.

Edy Prasetyo. 1999, Penerapan Manajemen Agribisnis Peternakan, Fakultas


Peternakan Universitas Diponogoro, Semarang.

Manajemen Agribisnis Peternakan | 10

You might also like