You are on page 1of 15

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. U
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Blok Sidapurna
Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status : Cerai Mati

Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan tanggal 28 Mei 2018 pukul 10.25 WIB di Poliklinik Kulit RSUD
Arjawinangun.

Keluhan Utama
Nyeri pada dahi sebelah kiri disertai rasa gatal sejak ± 1 minggu yang lalu. Nyeri terasa
seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Pasien merasa sulit tidur apabila nyeri kambuh.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun, dengan keluhan nyeri
pada dahi sebelah kiri disertai rasa gatal sejak ± 1 minggu yang lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk dan hilang timbul. Pasien mengaku sulit tidur apabila nyeri kambuh.
Keluhan ini dirasakan sejak ± 1 minggu yang lalu sebelum pasien berobat ke poli. Awalnya
beberapa bulan yang lalu hanya muncul gelembung-gelembung berisi cairan di dahi sebelah kiri.
Sebelum muncul gelembung berisi cairan tersebut, pasien mengeluhkan demam dan mudah lelah.
Pasien tidak mengeluhkan adanya kelainan kulit di tempat lain. Pasien baru pertama kali
mengalami keluhan tersebut dan tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami keluhan yang

1
sama dengan pasien. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Riwayat terkena penyakit cacar
air tidak diketahui. Riwayat DM, hipertensi, maag dan alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat DM,
hipertensi, maag ataupun alergi terhadap obat-obatan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga yang mengalami keluhan sama disangkal. Riwayat cacar air tidak
diketahui.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Kepala / leher : Normocephali, rambut putih, distribusi merata / tidak teraba massa atau
KGB, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus).
Thoraks : bentuk normal, pergerakan simetris, tidak terdapat kelainan kulit.
Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak terdapat kelainan
kulit.
Ekstremitas atas : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, tidak terdapat kelainan kulit.
Ekstremitas bawah : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, tidak terdapat kelainan kulit.

Status Dermatologis
Distribusi : Herpetiformis
Ad Regio : Frontalis, supraorbitalis sinistra.
Efloresensi : Krusta, skuama halus dan hiperpigmentasi.

2
Gambar 1. Regio Frontalis dan Supraorbitalis Sinistra

Tampak skuama halus di


sekitar lesi.

Tampak krusta multiple


dengan ukuran lenticular
disertai hiperpigmentasi di
sekitarnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh ibunya
dengan keluhan bruntus - bruntus yang terasa gatal pada seluruh badan dan ekstremitas kecuali
leher dan kepala.Keluhan ini dirasakan sejak ± 2 bulan sebelum pasien berobat ke poli, awalnya
bruntus kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan
kemudian semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri, kedua pungung tangan, lengan atas,

3
ketiak, dada, perut, bokong, sela jari, punggung, tungkai dan sela paha kedua kaki. Keluhan gatal
dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun
hampir setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul
luka akibat garukan. Untuk mengurangi keluhan, pasien meminum antihistamin yaitu incidal dan
ibu pasien biasanya menaburi tubuh pasien dengan bedak bayi.
Pasien bersekolah di pondok pensantren dan sehari-hari tinggal di asrama. Dalam satu
kamar di asrama diisi 10 orang, dan 5 diantaranya memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Sebagian besar murid pondok pesantren itu mengalami keluhan yang sama. Riwayat orang sekitar
yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh ibu pasien, yakni kakak pasien yang juga
bersekolah di pondok pesantren yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit yang sama
sebelumnya disangkal ibu pasien. Riwayat asma dan penyakit alergi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
dermatologis didapatkan lesi generalisata pada region thorakalis anterior, abdomen, gluteus
bilateral, interdigitalis bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral, axillaris bilateral, femoralis
anterior bilateral, femoralis posterior bilateral, trigonum femorale bilateral, genu anterior bilateral,
cruralis anterior bilateral, cruralis posterior bilateral, dan dorsum pedis bilateral. Efloresensi papul,
multiple,makula hiperpigmentasi, ekskoriasi.

DIAGNOSIS BANDING
1. Prurigo hebra
2. Pedikulosis korporis
3. Dermatitis

DIAGNOSIS KERJA
Skabies
PENATALAKSANAAN
1. UMUM
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
b. Menjelaskan bahwa scabies adalah penyakit menular
c. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan tempat
tinggal

4
d. Mencuci piring, selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan
menggunakan air panas
e. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
f. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka
dan resiko infeksi
g. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita keluhan yang
sama
h. Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang dioleskan pada
seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air harus diulang kembali. Krim
dioleskan ke seluruh tubuh saat malam hari menjelang tidur dan didiamkan selama 8
jam hingga keesokan harinya. Obat digunakan 1 x seminggu dan dapat diulang
seminggu kemudian.

2. KHUSUS
 Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 8 jam,
satu kali dalam seminggu
 G tube
 BB Soap
 Anti histamin : Loratadine tab 10g 2 x 1 tablet
 Metil prednisolone tab 16g 2 x 1 tablet

PROGNOSIS
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap
terhadap Sarcoptes scabei var. hominis dan produknya.3

5
2.2 Etiologi

Sarcoptes scabiei var hominis berkembangbiak hanya pada kulit manusia. Sarcoptes
scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam kelas Arachnida, sub kelas Acari (Acarina),
ordo Astigmata dan famili Sarcoptidae. Sarcoptes scabiei merupakan tungau putih, kecil,
transparan, berbentuk bulat agak lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.
Tungau betina besarnya 2 kali daripada yang jantan. Adapun jenis Sarcoptes scabei var. animalis
yang kadang-kadang bisa menulari manusia terutama bagi yang memelihara hewan peliharaan
seperti anjing1,3,4

Gambar 1. Morfologi Sarcoptes scabei.1

2.3 Cara Penularan


Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung dengan penderita (kulit
dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan skabies
pada manusia juga dapat secara tidak langsung melalui pakaian, handuk, sprai dan barang-barang
lainnya yang pernah digunakan oleh penderita. Jumlah rata-rata tungau pada awal infestasi adalah
sekitar lima sampai sepuluh ekor. Tungau S. scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai,
furniture dan tempat tidur.1,3,8

2.4 Klasifikasi
Skabies dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Typical scabies (sedikit tungau, allergic component prominent)

2. Transient scabies (allergic component prominent, tungau menghilang dengan cepat)

3. Crusted scabies (jumlah tungau yang sangat banyak).5

6
2.5. Patogenesis
Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan akan mati, namun kadang-
kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Setelah tungau
betina dibuahi, tungau ini akan membentuk terowongan pada kulit sampai perbatasan stratum
korneum dan stratum granulosum dengan panjangnya 2-3 mm perhari serta bertelur sepanjang
terowongan sampai sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari mencapai 40-50 butir. Telur-telur ini
akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
tersebut sebagian ada yang tetap tinggal dalam terowongan dan ada yang keluar dari permukaan
kulit, kemudian setelah 2-3 hari masuk ke stadium nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang diperlukan mulai dari telur menetas sampai menjadi
dewasa sekitar 8-12 hari.3,4
Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga tungau-tungau
tersebut berada dalam epidermis manusia. Tungau yang berpindah ke lapisan kulit teratas
memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang berperan dalam pembuatan terowongan
dimana saat itu juga terjadi aktivitas makan dan pelekatan telur pada terowongan tersebut. Tungau-
tungau ini memakan jaringan-jaringan yang hancur, namun tidak mencerna darah. Feses (Scybala)
tungau akan ditinggalkan di sepanjang perjalanan tungau menuju ke epidermis dan membentuk
lesi linier sepanjang terowongan.1,6

7
Gambar 2. Penularan Skabies.7

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh penderita
sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta
tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Sensitisasi terjadi pada
penderita yang terkena infeksi scabies pertama kali. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.3
Apabila terjadi immunocompromised pada host, respon imun yang lemah akan gagal dalam
mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak bahkan dapat
menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau pada pasien crusted scabies bisa melebihi 1 juta
tungau.6

8
2.6 Manfestasi Klinis

Ketika seseorang terinfestasi oleh scabies untuk yang pertama kalinya, gejala biasanya
tidak Nampak hingga mencapai 2 bulan kemudian (2-6 minggu) setelah terinfestasi. Namun
bagaimanapun, seseorang yang terinfestasi masih bisa menyebarkan scabies ini kepada orang lain.
Jika seseorang telah pernah menderita scabies sebelumnya, gejala akan muncul dengan segera (1-
4 hari) setelah terekspos. Seseorang yang terinfestasi scabies juga dapat menularkan penyakitnya,
walaupun mereka tidak memiliki gejala lagi. Hal ini berlaku sampai scabies pada penderita
tersebut diberantas beserta tungau dan telur-telurnya.7

Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal sebagai
berikut:

1. pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab. Gejala ini adalah yang sangat menonjol.3
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).3
3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya
menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Umumnya tempat predileksi tungau
adalah lapisan kulit yang tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku
bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar, dada termasuk daerah sekitar
alat kelamin pada pria dan daerah periareolar pada wanita . Telapak tangan, telapak kaki,
wajah, leher dan kulit kepala adalah daerah yang sering terserang tungau pada bayi dan
anak-anak.1,3
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.3

9
Gambar 2. Ruam pada scabies.1

Gambar 3. Kanalikuli pada Scabies.1


2.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk menemukan tungau dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru.
Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian
ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Diagnosis scabies positif
jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei. 1
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung pada kertas putih kemudian dilihat
dengan kaca pembesar.3
3. Dengan membuat biopsy irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis
dengan pisau kemudian diperiksa dengan mikroskop cahaya.3
4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.3

Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok papula
menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan tinta didiamkan
selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus dengan kapas yang

10
dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk
gambaran khas berupa garis zig-zag.1
Strategi lain untuk melakukan diagnosis scabies adalah videodermatoskopi, biopsi kulit
dan mikroskopi epiluminesken. Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem mikroskop
video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya
metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian menggunakan mikroskop
epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial dan memerlukan waktu sekitar
lima menit serta mempunyai angka positif palsu yang rendah. Kendati demikian, metode-metode
diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang mahal.

2.8 Diagnosis Banding


Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great imitator karena dapat
mencakup hampir semua dermatosis pruritik berbagai penyakit kulit dengan keluhan gatal.
Adapun diagnosis banding yang biasanya mendekati adalah prurigo, pedikulosis corporis,
dermatitis dan lain-lain.2,3

2.9 Penatalaksanaan
Pilihan obat scabisida harus memperhitungkan efektivitas dan toksisitas. Penatalaksanaan
juga harus melibatkan orang-orang yang berhubungan dekat atau pasangan seksual. Adapun syarat
obat yang ideal adalah yang efektif terhadap semua tungau, tidak menimbulkan iritasi, tidak
bersifat toksik, tidak berbau, tidak kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh
dan harganya pun relatif murah.2,3
Pengobatan standar skabies pada manusia yang sering diberikan adalah bensil bensoat,
crotamiton, lindan, permetrin, dan ivermectin . Wendel dan Rampalo (2002) melakukan tinjauan
tingkat kesembuhan penderita skabies dengan berbagai macam obat seperti yang ditunjukkan pada
table berikut.1,8

11
Tabel 1. Tinjauan Tingkat Kesembuhan Skabies dengan Berbagai Macam Obat.1

Kombinasi antara bensil bensoat memberikan tingkat kesembuhan mencapai 100%. Bensil
bensoat 25% dikenal juga dengan nama "Balsem Peru" dan telah digunakan sekitar 65 tahun yang
lalu. Obat ini diaplikasikan dengan cara dioles pada kulit yang terserang skabies dan dibiarkan
hingga 24 jam. Efek samping bensil bensoat yang dilaporkan adalah timbulnya diare dan iritasi
kulit pada menit pertama pasca pengolesan. Bensil bensoat dianjurkan untuk diencerkan apabila
digunakan oleh penderita skabies pada anak dan dewasa yang kulitnya sensitif.1,3
Crotamiton 10% (Eurax) adalah obat scabies yang cukup aman bagi anak dengan efek
samping yang minimal. Obat ini mempunyai dua efek yaitu sebagai antiskabies dan antupruritik.
Obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.1,3
Gamma benzene hexachloride 1% adalah insektisida organofosfat untuk pengobatan
skabies dengan tingkat kesembuhan mencapai 96 - 98%. Obat ini mempengaruhi sistem saraf dan
terbukti berbahaya bagi janin dan anak bahkan dapat menyebabkan terjadinya idiosyncratic
aplastic anemia. Oleh karena itu, lindan tidak dianjurkan untuk digunakan ibu hamil, ibu menyusui,
anak di bawah umur dua tahun dan penderita dengan dermatitis yang luas termasuk penderita
dengan gangguan syaraf. Lindan tidak dianjurkan setelah mandi dengan air hangat karena kulit
masih mengalami vasodilatasi sehingga penyerapan berjalan cepat dan sangat membahayakan.
Resistensi S. scabiei secara in vitro dan in vivo terhadap lindan telah dilaporkan oleh Hernandez
(1983) dan Chosidow (2000). Lindan dilarang beredar di beberapa negara termasuk Australia
karena efek samping yang membahayakan bagi pengguna.1
Adanya efek samping terhadap lindan, pengobatan diarahkan pada penggunaan permetrin
5% (Lyclear). Obat ini terbilang lebih mahal dari obat skabies di atas dan banyak digunakan di

12
Australia, United Kingdom dan Amerika selama lebih dari dua puluh tahun. Dosis tunggal yang
digunakan mempunyai efek yang mirip dengan lindan, yaitu memberikan kesembuhan sekitar
97,8%. Efek permetrin dilaporkan lebih balk daripada crotamiton dan sebaiknya dibiarkan selama
delapan sampai sepuluh jam berada di kulit, kemudian dapat dicuci. Pengobatan dapat diulang
dalam waktu satu minggu. Obat ini dilaporkan lebih aman khususnya bagi anak-anak, tidak
menyebabkan reaksi silang dengan kulit, tetapi dapat menyebabkan diare dan kejang-kejang.1,3,8
Ivermectin adalah antibiotik lakton makrosiklik dari kelompok avermectin yang diisolasi
dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan spektrum yang luas untuk parasit
baik arthropoda maupun nematoda dan telah banyak digunakan untuk pengobatan skabies pada
hewan serta manusia. Dosis tunggal ivermectin 200 tg/kg mampu menyembuhkan skabies pada
penderita HIV dan skabies krustasi. Selain khasiatnya sebagai anti skabies, ivermectin juga
dilaporkan efektif untuk mengurangi kejadian infeksi sekunder karena bakteri Streptococcus
pyoderma yang menyertai skabies. Efek samping yang ditimbulkan setelah pengobatan adalah
sakit perut dan muntah serta hipotensi (tekanan darah menurun). Ruam-ruam merah akan
meningkat pada tiga hari pertama pascapengobatan juga sering dialami penderita scabies.
Ivermectin tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dengan bobot badan kurang dari lima belas
kilogram.1
Obat alternatif lainnya adalah presipitasi sulfur 6% di dalam petrolatum. Obat ini
dilaporkan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak yang berumur kurang dari dua tahun .
Penggunaan sulfur 6% setiap malam selama tiga kali berturut-turut dan membilasnya setelah 24
jam, memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikan, obat ini kurang diminati karena
meninggalkan noda dan kotor serta bau yang menyengat.1,3

2.10 Pencegahan
Diagnosis dini dan penatalaksanaan dengan scabisida yang efektif untuk penderita dan
kontak seksual/ rumah tangga merupakan kunci pencegahan. Pencegahan skabies pada manusia
dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah
penggunaan barang-barang penderita secara bersama-sama. Pakaian, handuk dan barang-barang
lainnya yang pernah digunakan oleh penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas . Pakaian
dan barang-barang asal kain dianjurkan untuk disetrika sebelum digunakan . Sprai penderita harus
sering diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali . Benda-benda yang tidak dapat dicuci

13
dengan air (bantal, guling, selimut) disarankan dimasukkan ke dalam kantung plastik selama tujuh
hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah sinar matahari sambil dibolak batik minimal
dua puluh menit sekali.1,2
Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan
mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei. Umumnya, penderita masih
merasakan gatal selama dua minggu pascapengobatan. Kondisi ini diduga karena masih adanya
reaksi hipersensitivitas yang berjalan relatif lambat. Apabila lebih dari dua minggu masih
menunjukkan gejala yang sama, maka dianjurkan untuk kembali berobat karena kemungkinan
telah terjadi resistensi atau berkurangnya khasiat obat tersebut. Kegagalan pengobatan pada
skabies krustasi secara topikal diduga karena obat tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit akibat
tebalnya kerak.1

2.11 Prognosis
Keberhasilan pengobatan skabies dan pemberantasan penyakit tersebut tergantung pada
pemilihan efektif, pemakaian obat yang benar, serta menghilangkan faktor predisposisi.3

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhana, AH. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini dan Masa Datang. 2006.
Bogor: Balai Penelitian Veteriner.

2. Herman, MJ. Cermin Dunia Kedokteran: Penyakit Hubungan Seksual Akibat Jamur,
Protozoa dan Parasit. 2001. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi - Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Rl.

3. Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

4. Tim Penyusun Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2005. Surabaya: Airlangga University Press.

5. Speare, Richard. Advice on Scabies Diagnosis and Management. The SA Department of


Health: James Cook University
6. Cordoro, KM. Dermatologic Manifestations of Scabies. 2009. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article. Last Updated: 29 Oktober 2017.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites Scabies. 2010. Available at:
http://www.cdc.gov/. Last updated: 29 Oktober 2017.
8. Chosidow,O. Scabies, New England Journal of Medicine. 2006. Available from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/354/16/1718. Last Updated: 29 Oktober 2017.

15

You might also like