You are on page 1of 13

Departemen Keperawatan Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

OLEH:

DWI RACHMAT KUMALASARI


70900116049

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
Departemen Keperawatan Jiwa

STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

OLEH:

DWI RACHMAT KUMALASARI


70900116049

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017

Departemen Keperawatan Jiwa


ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JONGAYA

OLEH:

DWI RACHMAT KUMALASARI


70900116049

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017

BAB I
KONSEP MEDIS

A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak langsung
dan konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang
lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang ditekan atau pura-
pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan
interpersonal.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman
(Kartika Sari, 2015:137)
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto ( 2009 ) faktor-faktor yang mendukung
terjadinya perilaku kekerasan adalah
1) Faktor biologis
a) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

b) Psycomatic theory (teori psikomatik)


Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem
limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
2) Faktor psikologis
a) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi
yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal
atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku
agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
b) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang diterima
pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di
rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
c) Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.
3) Faktor sosio cultural
a) Social enviroment theory ( teori lingkungan )
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b) Social learning theory ( teori belajar sosial )
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialisasi.
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat buruk.
Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang
berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan
lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus hubungan dengan seseorang
yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang
kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain itu lingkungan yang terlalu
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan
dapat memicu perilaku kekerasan.
3. Manifestasi Klinik
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir
Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138)
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebardebar, rasa
tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai
f. diri sendiri, orang lain dan lingkungan
g. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
4. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi
diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat
unutk suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada objek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai
rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal
103).
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 104).
5. Rentang Respon
Respon adaptif respon mal adaptif
Keterangan :
a. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
b. Frustasi : Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan, keputusan /
rasa aman dan individu tidak menemukan alternatif lain.
c. Pasif : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat
d. Agresif : Memperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata – kata ancaman tanpa niat melukai orang lain
e. Kekerasan : Dapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya membanting barang-barang
menyakiti diri sendiri (bunuh diri).
6. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif
rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti
agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka
melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman
dan arti kegiatan bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus
dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga
agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan
sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan
primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan tersier)
sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara
optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan
yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien
(Eko Prabowo, 2014: hal 146).
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146).
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Fitria (2009) data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku
kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan kata-
kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan menuntut.
Sedangkan pada data obyektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang,
postur tubuh kaku dan suara keras.
B. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah

C. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
d. Koping Individu Tidak Efektif
b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

E. Intervensi Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Mengidentifikasi penyebab PK Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK Menjelaskan pengertian PK, tanda dan
gejala, serta proses terjadinya PK
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan Menjelaskan cara merawat pasien PK
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien mempraktekkan
latihan cara mengontrol PK secara
fisik 1: latihan tarik napas dalam
7. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SPIIP SPIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktekkan cara
pasien merawat pasien dengan PK

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan Melatih keluarga melakukan cara


cara fisik 2: latihan pukul bantal/kasur merawat langsung kepada pasien PK
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
SPIIIP SPIIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)

2. Melatih pasien mengontrol PK dengan Menjelaskan follow up pasien setelah


cara verbal pulang
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
SPIVP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan
cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian

SPVP
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan
minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
2. Harga diri rendah

Pasien Keluarga
No.
SPIP SPIk
1. Mengidentifikasi kemampuan dan Mendiskusikan masalah yang dirasakan
aspek positif yang dimiliki pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
kemampuan pasien yang masih harga diri rendah yang dialami pasien
dapat digunakan beserta proses terjadinya.
3. Membantu pasien memilih kegiatan Menjelaskan cara-cara merawat pasien
yang akan dilatih sesuai dengan isolasi sosial
kemampuan pasien
4. Melatih pasien sesuai kemampuan
yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar
terhadap keberhasilan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SPIIP SPIIk
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga mempraktekkan cara
harian pasien merawat pasien dengan harga diri rendah
2. Melatih kemampuan kedua Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat langsung kepada pasien harga diri
rendah
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SPIIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang

DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:


Nuha Medika.
Keliat, BA. 2010. Gangguan Konsep Diri. Jakarta. EGC
Mukhripah Damaiyanti. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
Sari, K. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans
Info Media.
Yosep. 2009. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya. Airlangga Universitas Press

You might also like