Professional Documents
Culture Documents
Aspirasi Pneumonia Pasca Stroke: Intervensi Dan Pencegahan
Aspirasi Pneumonia Pasca Stroke: Intervensi Dan Pencegahan
TUGAS JURNAL
Diajukan Kepada :
Disusun oleh :
20174011155
2017
PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat.
Penulisan referat ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Isnawan Widyayanto, Sp.S selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis syaraf
RSUD Wonosobo.
2. Seluruh perawat bangsal Flamboyan, dan poli syaraf di RSUD Wonosobo.
3. Teman-teman coass atas dukungan, kerjasamanya, dan doanya.
Dalam penyusunan referat ini, penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak
kekurangan baik dalam penulisan dan lainnya. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan
bagi penulis di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum, Wr. Wb
Abstrak
Lima belas juta kejadian stroke terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, dengan 5 juta
kejadian berkaitan dengan kematian dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen. Di
Amerika Serikat, sekitar 780.000 orang menderita stroke baru atau berulang setiap tahunnya.
Diperkirakan terdapat 5,8 juta penderita stroke pada tahun 2008. Kematian akibat stroke adalah
penyebab utama kematian ketiga di Amerika setelah penyakit jantung dan kanker. Infeksi
toraks dapat mempengaruhi hingga sepertiga dari seluruh penderita stroke. Hal ini
meningkatkan morbiditas dan mortalitas populasi pasien ini. Pneumonia merupakan penyebab
kematian tertinggi di antara semua komplikasi medis stroke. Pendekatan tim multidisiplin yang
komprehensif dibutuhkan di tingkat rumah sakit. Hal ini membutuhkan komitmen administratif
dan partisipasi secara aktif. Implementasi strategi manajemen berbasis bukti dapat
meningkatkan outcome dan mengurangi biaya. Kami berusaha meninjau ulang masalah
pneumonia pasca stroke dan mendiskusikan strategi pencegahan dan intervensi.
Pengenalan
Lima belas juta kejadian stroke terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya dengan dua
pertiga dari seluruh kejadian melibatkan disabilitas permanen atau kematian. Amerika Serikat
menyumbang sekitar seperempat dari satu juta kejadian stroke baru atau berulang setiap
tahunnya. Hal ini terkait dengan biaya tahunan sebesar $ 65,5 miliar. Stroke merupakan
penyebab utama kematian nomor tiga di Amerika setelah penyakit jantung dan kanker.
Kejadian berisiko tinggi dan berbiaya tinggi ini menghadirkan tantangan besar bagi
masyarakat, sistem kesehatan masyarakat, dan penyedia layanan kita. Tujuan artikel ini adalah
untuk meninjau kembali masalah pneumonia pasca stroke dan mendiskusikan strategi
manajemen berbasis bukti untuk pencegahan dan intervensi.
Pedoman praktik klinis American College of Chest Physicians (ACCP) 2006 untuk
diagnosis dan penanganan batuk mengandung bagian batuk serta aspirasi makanan dan cairan
karena disfagia oral-faring. Di dalam pedoman tersebut terdapat 15 rekomendasi secara
keseluruhan. Sebagian besar rekomendasi moderat (kelas B) dengan tingkat bukti rendah
namun memiliki keuntungan bersih yang substansial. Panel pedoman merekomendasikan
pasien dengan batuk dan risiko aspirasi yang tinggi dilihat berdasarkan riwayat dan skrining
harus dirujuk ke ahli patologi bahasa (SLP) untuk evaluasi telan oral pharyngeal. Pasien yang
berisiko tinggi mengalami aspirasi dengan diagnosis adalah pasien dengan penyakit Alzheimer,
penyakit serebrovaskular, dan yang diintubasi atau berventilasi selama> 48 jam. Pasien
berisiko tinggi memiliki tanda klinis sebagai berikut: malnutrisi, disfonia, batuk lemah, batuk
refleksif, meneteskan air liur, memerlukan pengisapan faring oral, atau riwayat batuk atau
tersedak makanan atau minuman. Perlu dilakukan penilaian kebutuhan gizi yang cermat pada
pasien-pasien tersebut. Pemberian makan secara oral harus dilakukan pada pasien dengan
tingkat kesadaran yang rendah, dan tes menelan air dilakukan pada pasien yang waspada.
Evaluasi menelan fluoroskopik video atau FEES harus digunakan untuk mengevaluasi menelan
supaya dapat mengidentifikasi pasien dengan disfagia sehingga perawatan yang tepat dapat
dimulai (Gambar 2). Pengobatan harus mencakup penggunaan tim multidisipliner terorganisir
yang mencakup dokter, ahli gizi, terapis bicara, perawat, dan ahli terapi fisik dan okupasional.
Hal ini memungkinkan dokter untuk mempertimbangkan manuver kompensasi, modifikasi
diet, dan intervensi bedah yang tepat.Terdapat data yang menyatakan bahwa program
multidisipliner komprehensif yang digunakan untuk menilai disfagia pada penderita stroke
dapat mengurangi risiko pneumonia. Meskipun Komisi Gabungan menghapus persyaratan
bahwa skrining menelan untuk mencari tahu disfagia dilakukan pada semua pasien stroke
iskemik dan hemoragik sebelum diberi makanan, air, atau obat secara oral dari ukuran kinerja
mereka pada bulan Januari 2010, skrining tetap merupakan bagian dari program kualitas stroke
lainnya.
Sebelumnya telah dibahas manfaat pengenalan dini pasien berisiko tinggi dengan
berbagai metode skrining dan pengembangan tim multidisiplin yang berfokus pada masalah
ini. Intervensi untuk mengurangi risiko pneumonia kemudian dapat dilakukan oleh tim disfagia
pada pasien yang bernafas dengan sendirinya. Karena 6% stroke iskemik dan 30% stroke
perdarahan diintubasi, sebagian risiko pneumonia pasca stroke mewakili risiko VAP.
Pencegahan VAP adalah bagian dari kampanye 100 k lives (Institute for Health Care
Improvement - IHI.org). Guideline dari Canadian Critical Care Society (2004) dan ATS IDSA
(2005) mendeskripsikan pondasi untuk sebagian besar praktik berbasis bukti terbaik saat ini
untuk pencegahan VAP. Intervensi yang diusulkan oleh IHI adalah penggunaan 'bundel'
ventilator untuk memperbaiki proses perawatan dengan ventilator. Tujuan keseluruhan adalah
untuk mengurangi VAP dan morbiditas dan mortalitas VAP. Yang ditekankan baru-baru ini
pada bundel ventilator yaitu didorongnya oleh kebutuhan untuk memperbaiki proses reliabilitas
dan keberhasilan penerapannya memerlukan kerja tim dan budaya keselamatan.
“Bundel Ventilator” dari IHI mencakup empat elemen. Komisi gabungan mengukur
kepatuhan terhadap lima elemen bundel ventilator (Tabel 4). Sisa bagian ini akan membahas
bukti di balik berbagai metode seperti mencuci tangan, memperpendek lama penggunaan
ventilator, posisi pasien, dan intervensi lain yang digunakan untuk mengurangi VAP.
Infeksi nosokomial dari semua jenis dapat dikurangi dengan mencuci tangan dan telah
menjadi bagian dari pedoman CDC untuk pencegahan pneumonia nosokomial setidaknya sejak
tahun 1985. Pentingnya mencuci tangan tidak dapat dibesar-besarkan (“wash in, wash out”).
Metode optimal untuk mengurangi VAP adalah menghindari dan mempersingkat
penggunaan ventilator sedapat mungkin. Ventilasi tekanan positif noninvasif (NPPV) dapat
bermanfaat pada pasien dengan penyakit jantung atau paru, tapi mungkin kurang pada penyakit
neurologis sentral. Studi ventilasi tekanan positif noninvasif biasanya menyingkirkan pasien
dengan kesadaran berkurang karena perhatian mengenai perlindungan dan aspirasi saluran
napas. Beberapa penulis menganggap GCS <10 sebagai kontraindikasi. Banyak pekerjaan telah
dilakukan berkaitan dengan mengurangi lama penggunaan ventilator, terutama berfokus pada
interupsi sedatif terjadwal dan penggunaan percobaan penyapihan yang dilakukan setiap hari
kecuali jika dikontraindikasikan secara khusus. Keseimbangan yang benar antara analgesia dan
sedasi yang memadai namun tidak berlebihan sulit dilakukan pada pasien yang secara
neurologis normal - lebih lagi pada pasien dengan gangguan neurologis. Agen kerja pendek
seperti midazolam atau propofol untuk sedasi dan fentanil untuk analgesia cenderung lebih
mudah untuk dilakukan penilaian status neurologis lebih sering. Dexmedetomidine, alfa 2
antagonis sentral tidak mempengaruhi pusat pernafasan namun menghasilkan anxiolysis dan
sedasi. Riker et al baru-baru ini mempublikasikan RCT prospektif terhadap 375 pasien yang
membandingkan midazolam dan dexmedetomidine, ditemukan efikasi yang sebanding, namun
mengurangi lama penggunaan ventilator dan delirium. Dexmedetomidine belum dipelajari di
unit neurologis dan saat ini hanya disetujui FDA untuk penggunaan <24 jam.
Banyak faktor risiko VAP yang berpotensi dapat dimodifikasi telah diidentifikasi dan
dipelajari. Pasien ventilator supine berisiko lebih besar daripada pasien semi-recumbent untuk
VAP dan oleh karena itu tujuan semi-recumbent telah direkomendasikan. Pada pasien stroke
iskemik akut dengan ventilator, beberapa kompromi seperti posisi head up mungkin sesuai
untuk mempromosikan perfusi serebral yang optimal. Dapat juga dianjurkan menunda tube
feeding sampai posisi semirecumbent dianggap secara klinis dapat diterima secara neurologis,
sambil menyeimbangkan risiko aspirasi dan refluks terhadap keuntungan pemberian enteral.
Intervensi lain untuk mengurangi VAP seperti yang dibahas dalam pedoman ATS
IDSA mencakup penggunaan intubasi oral untuk mengurangi sinusitis dan VAP, pengisapan
subglotis secara kontinu, mempertahankan banyaknya personil yang memadai di ICU, dan
mengurangi kolonisasi orofaring dengan program perawatan mulut klorheksidin yang
dijadwalkan.
Bayaran berdasarkan kinerja telah menjadi isu penting saat perawatan kritis. Layanan
perawatan kritis menghabiskan 20% dari semua biaya rumah sakit dan > 1% dari PDB Amerika
Serikat. Insentif telah menjadi lebih umum dalam upaya memperbaiki hasil dan mengurangi
biaya. Banyak dari insentif ini akan mempengaruhi pasien stroke baik di dalam maupun di luar
ICU, termasuk pasien dengan pneumonia. Medicare tidak akan lagi membayar klaim untuk
beberapa kondisi yang didapat selama masa inap, termasuk infeksi saluran kencing terkait
kateter, ulkus dekubitus, jatuh dari tempat tidur dan infeksi terkait kateter pembuluh darah.
Banyak pasien neurologis beresiko terhadap kondisi ini.
Blue Cross Blue Shield of Michigan telah menginisiasi sebuah program dimana
kepatuhan dokumentasi pada masing-masing lima elemen bundel ventilator yang dijelaskan
sebelumnya (Tabel 4) adalah persyaratan prakualifikasi untuk semua inisiatif bayaran
berdasarkan kinerja rumah sakit. Selain itu, Michigan Hospital Association mendirikan proyek
ICU Keystone, sebuah kemitraan regional kolaboratif dari hampir 120 ICU di 76 rumah sakit
yang berfokus pada perbaikan tingkat keselamatan dan pengurangan risiko. Program khusus
untuk mengurangi infeksi aliran darah terkait kateter (CRBSI) dan VAP telah
diimplementasikan di seluruh negara bagian dengan keberhasilan yang cukup tinggi.
Kesimpulan
Stroke terjadi pada sejumlah besar pasien setiap tahunnya. Ada morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada pasien yang menderita pneumonia setelah stroke. Identifikasi
pasien dengan risiko tertinggi terkena pneumonia pasca stroke diharapkan membantu
pengobatan dan pencegahannya. Risiko tertinggi adalah sebagai berikut: usia> 65, disartria
atau tidak bisa berbicara karena afasia, kognisi menurun, dan disfungsi menelan. Identifikasi
pasien ini membutuhkan tim multidisiplin yang komprehensif. Strategi pencegahan yang
paling efektif adalah diterapkannya pencegahan pneumonia nosokomial secara umum seperti
mencuci tangan dan penggunaan bundel ventilator. Pilihan obat sedatif pada pasien berventilasi
dapat mengurangi lamanya penggunaan ventilator dan dengan ini diharapkan juga mengurangi
kejadian VAP. Mayoritas pneumonia pasca stroke adalah HCAP, HAP, atau VAP karena
beberapa bagian dari diagnosis awal, perawatan, rehabilitasi, atau tempat tinggal permanen
akan melibatkan sistem perawatan kesehatan. Mikrobiologi pneumonia ini berkisar dalam
spektrum dari organisme yang kurang virulen dengan resistensi yang rendah sampai patogen
MDR yang akhir-akhir ini mewabahi banyak rumah sakit dan beberapa ICU. Penggunaan
antibiotik spektrum luas secara empiris dan agresif terhadap patogen non-MDR dan MDR
diperlukan untuk menurunkan angka kematian pada pneumonia pasca stroke. Penghentian
cepat terapi ketika kultur sudah negatif dan final sama pentingnya dalam strategi ini. Penelitian
selanjutnya harus berfokus pada pengembangan cara yang lebih baik untuk mengidentifikasi
pasien stroke yang berisiko tinggi terhadap aspirasi dan pneumonia dan strategi untuk
mencegah komplikasi ini.